CA SERVIKS
MAKALAH
Di Susun untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Maternitas
MAHASISWA S1 KEPERAWATAN PROGSUS RSI PATI
Kelompok 12
1. Susilo Budi Utomo (NIM : E520183569)
2. Suwanto (NIM : E520183570)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat dan
karunia dari-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Maternitas “Asuhan
Keperawatan CA Serviks”.
Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah memberi masukan untuk kami
sehingga dapat menyelesaikan tugas ini.
Demikianlah tugas ini kami buat, semoga kami mendapat ilmu yang bermanfaat dan
bagi pembaca semoga apa yang ada di makalah ini dapat menambah wawasan.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul................................................................................................ i
BAB I PENDAHULUAN
A. Pendahuluan ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan................................................................................................... 2
A. Pengertian ............................................................................................ 4
B. Etiologi ................................................................................................ 4
C. Patofisiolgi ........................................................................................... 6
D. Tanda dan Gejala ................................................................................. 7
E. Pemeriksaan............................................................................................ 7
F. Penatalakanaan...................................................................................... 12
G. Pencegahan............................................................................................ 12
A. Pengkajian................................................................................................ 15
B. Analisa Data............................................................................................ 16
C. Diagnosa Keperawatan............................................................................ 17
D. Rencana Tindakan.................................................................................... 18
E. Implementasi............................................................................................. 19
F. Evaluasi..................................................................................................... 20
BAB IV PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel mulut rahim / serviks yang abnormal dimana
sel-sel ini mengalami perubahan ke arah displasia atau mengarah pada keganasan. Kanker ini
biasanya menyerang wanita yang pernah atau sedang berada dalam status sexually active.
Biasanya kanker ini menyerang wanita yang telah berumur, terutama paling banyak pada
wanita yang berusia 35 - 55 tahun. Akan tetapi, tidak mustahil wanita yang mudapun dapat
menderita penyakit ini, asalkan memiliki faktor risikonya.
Perkembangan neoplasma ganas di serviks tidak menghalangi untuk terjadinya
kehamilan. Terdapat kemungkinan 1 di antara 3000 kehamilan bagi seorang wanita penderita
kanker serviks. Namun, adanya kanker serviks memberi pengaruh yang tidak baik dalam
kehamilan, persalinan, dan nifas. Kanker serviks dapat memicu terjadinya abortus akibat
pendarahan dan hambatan dalam pertumbuhan janin karena pertumbuhan neoplasma tersebut.
Apabila penyakit ini tidak diobati lebih lanjut, pada kira-kira dua pertiga usia kehamilan
penderita menjelang cukup bulan, dapat terjadi kematian janin. (Wiknjosastro, Hanifa. 2005)
Pengaruh kanker serviks pada waktu persalinan, antara lain kekakuan serviks karena
jaringan kanker yang terbentuk, akan menghambat proses persalinan (khususnya Kala I). Bila
tumor yang terbentuk lunak dan hanya terbatas pada sebagian serviks, pembukaan pada
waktu persalinan dapat menjadi lengkap dan bayi bisa lahir spontan. Dalam masa nifas,
sering terjadi infeksi.
Adapun penyebab pasti terjadinya perubahan sel-sel normal mulut rahim menjadi se-sel
yang ganas tidak diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi perubahan tersebut, antara lain : hubungan seksual pada usia dini (< 17
tahun), hubungan seksual multi partner, infeksi HPV (Human Papilloma Virus), dan genetik
(namun, persentasenya sangat kecil). Ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi insiden
kanker serviks yaitu : usia, melahirkan lebih dari 3x, personal hygiene, status sosial ekonomi,
terpajan virus terutama virus HIV, dan kebiasaan merokok.
Beberapa gejala yang bisa timbul pada penderita kanker serviks, antara lain : keputihan
atau keluarnya cairan encer dan berbau busuk dari vagina, pendarahan, hematuria, anemia,
kelemahan pada ekstremitas bawah, timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah.
Pada stadium lanjut, badan menjadi lebih kurus, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing
dan rektum, bahkan bisa menyebabkan terbentuknya vesikovaginal atau rektovaginal, hingga
timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.
Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500 ribu kasus baru kanker leher rahim, sebanyak
80 persen terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita
di seluruh dunia meninggal akibat kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi
di negara-negara berkembang. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi karena sebagian
besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut. (Syaifullaoh Nur. 2012)
Padahal, dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan penyakit ini dapat
disembuhkan sampai hampir 100%. Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah
kanker ini adalah melalui skrining yang dinamakan Pap Smear. Pap smear adalah suatu
pemeriksaan sitologi untuk mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop.
Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak menimbulkan rasa sakit. Dengan adanya
upaya deteksi dini ini, diharapkan angka kejadian kanker serviks dapat ditekan pada tahun -
tahun berikutnya.
Berdasarkan fenomena di atas, penulis ingin mengkaji lebih lanjut bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien dengan ca.cerviks
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Kanker adalah istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan maligna dalam setiap
bagian tubuh, pertumbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit, dan berkembang dengan
mengorbankan manusia sebagai hospesnya (Hinchliff, 1999).
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara epitel yang
melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang disebut squamo-
columnar junction (SCJ) (Wiknjosastro, Hanifa. 2005)
Kanker serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang bagian squamosa columnar
junction (SCJ) serviks (Price, Sylvia. 2002)
Kanker serviks merupakan karsinoma ginekologi yang terbanyak diderita (Kapita Selekta
Kedokteran Jilid I)
B. ETIOLOGI
Penyebab langsung kanker serviks belum diketahui. Faktor ekstrinsik yang diduga
berhubungan dengan insiden karsinoma serviks, antara lain infeksi Human Papilloma Virus
(HPV) dan spermatozoa. Karsinoma serviks timbul di sambungan skuamokolumner serviks.
Faktor resiko yang berhubungan dengan karsinoma serviks ialah perilaku seksual berupa
mitra seks multipel, multi paritas, nutrisi, rokok, dan lain-lain. Karsinoma serviks dapat
tumbuh eksofitik maupun endofitik.
Menurut Wiknjosastro Hanifa ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya kanker serviks, antara lain adalah :
1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan
melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks.
Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada
usia kurang dari 17 tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah
Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang menyebabkan
terjadinya kanker serviks pada wanita dapat diturunkan melalui kombinasi genetik
dari orang tua ke anaknya.
4. Kebiasaan merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks
dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir
serviks pada wanita perokok mengandung nikotin yang dapat menurunkan daya tahan
serviks di samping merupakan ko-karsinogen infeksi virus. Selain itu, rokok
mengandung zat benza @ piren yang dapat memicu terbentuknya radikal bebas dalam
tubuh yang dapat menjadi mediator terbentuknya displasia sel epitel pada serviks.
5. Defisiensi zat gizi (vitamin A dan C)
Trauma mekanis yang terjadi pada waktu paritas dapat mempengaruhi timbulnya
infeksi, perubahan struktur sel, dan iritasi menahun
7. Gangguan sistem kekebalan
Bisa disebabkan oleh nikotin yang dikandung dalam rokok, dan penyakit yang
sifatnya immunosupresan, contohnya : HIV / AIDS
8. Status sosial ekonomi lemah
Umumnya, golongan wanita dengan latar belakang ekonomi lemah tidak
mempunyai biaya untuk melakukan pemeriksaan sitologi Pap Smear secara rutin,
sehingga upaya deteksi dini tidak dapat dilakukan.
C. PATOFISIOLOGI
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ). Histologi
antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari portio dengan epitel kuboid/silindris
pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita SCJ ini berada di luar
ostius uteri eksternum, sedangkan pada wanita umur > 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis
serviks. Tumor dapat tumbuh :
1. Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa yang mengalami infeksi
sekunder dan nekrosis.
2. Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan cenderung untuk
mengadakan infiltrasi menjadi ulkus.
3. Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan
melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.
Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosio akibat saling desak-
mendesak kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif
(metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik melalui
tingkatan NIS I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi
mikroinvasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan terus.
Periode laten dari NIS – I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh penderita.
Umumnya fase pra invasif berkisar antara 3 – 20 tahun (rata-rata 5 – 10 tahun). Perubahan
epitel displastik serviks secara kontinyu yang masih memungkinkan terjadinya regresi
spontan dengan pengobatan / tanpa diobati itu dikenal dengan Unitarian Concept dari
Richard. Hispatologik sebagian besar 95-97% berupa epidermoid atau squamos cell
carsinoma sisanya adenokarsinoma, clearcell carcinoma/mesonephroid carcinoma dan yang
paling jarang adalah sarcoma.
D. TANDA DAN GEJALA
Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas.
Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini
makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
2. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi
perdarahan yang abnormal
3. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau busuk.
4. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius
5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6. Kelemahan pada ekstremitas bawah
7. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila
nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi infiltrasi kanker pada
serabut saraf lumbosakral.
8. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki,
timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum),
terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat
metastasis jauh.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1)
1. Manajemen Tumor Insitu
2. Manajemen Mikroinvasif
Diagnosis untuk stadium IA1 dan IA2 hanya dapat ditegakkan setelah biopsi
cone dengan batas sel-sel normal, trakelektomi, atau histerektomi. Bila biopsi cone
positif menunjukkan CIN III atau kanker invasif sebaiknya dilakukan biopsi cone
ulangan karena kemungkinan stadium penyakitnya lebih tinggi yaitu IB. Kolposkopi
dianjurkan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya vaginal intraepithelial
neoplasia (VAIN) sebelum dilakukan terapi definitif.
Stadium serviks IA1 diterapi dengan histerektomi total baik abdominal maupun
vaginal. Apabila ada VAIN maka vagina yang berasosiasi harus ikut diangkat.
Pertimbangan fertilitas pada pasien-pasien dengan stadium ini mengarahkan terapi
pada hanya biopsi cone diikuti dengan Pap’s smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan,
dan 12 bulan bila hasilnya negatif. Stadium serviks IA2 berasosiasi dengan
penyebaran pada kelenjar limfe sampai dengan 10% sehingga terapinya adalah
modified radical hysterectomy diikuti dengan limfadenektomi. Pada stadium ini bila
kepentingan fertilitas masih dipertimbangkan atau tidak ditemukan bukti invasi ke
kelenjar limfe maka dapat dilakukan biopsi cone yang luas disertai limfadenektomi
laparoskopi atau radikal trakelektomi dengan limfadenektomi laparoskopi. Observasi
selanjutnya dilakukan dengan Pap’s smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan dan 12
bulan.
Ukuran tumor primer penting sebagai faktor prognostik dan harus dievaluasi
dengan cermat untuk memilih terapi optimal. Angka harapan hidup dan kontrol
terhadap rekurensi lokal lebih baik apabila didapatkan infiltrasi satu parametrium
dibandingkan kedua parametrium. Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap,
dilanjutkan penyinaran intrakaviter. Terapi variasi yang diberikan biasanya beruapa
pemberian kemoterapi seperti sisplatin, paclitaxel, 5-fluorourasil, docetaxel, dan
gemcitabine. Pengobatan bersifat paliatif bila stadium mencapai staidum IVB dalam
bentuk radiasi paliatif.
5. Manajemen Nyeri Kanker
Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :
1. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen,
OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)
2. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid
ringan seperti kodein dan tramadol
3. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat
seperti morfin dan fentanil (sumber : Sjaifoellah Noer. 1996)
6. Operasi
i. Ukuran tumor lebih kecil dari 4cm: radikal histerektomi ataupun radioterapi
dengan/tanpa kemoterapi.
ii. Ukuran tumor lebih besar dari 4cm: radioterapi dan kemoterapi berbasis cisplatin,
Memberikan obat antikanker untuk membunuh sel-sel kanker. Bisa berupa obat
yang diminum, dimasukkan bersama cairan intravena, atau injeksi. Contoh obat yang
diberikan dalam kemoterapi, misalnya sitostatika.
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus,
tablet, atau intramuskuler. (Prayetni, 1997). Obat kemoterapi digunakan utamanya
untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan
kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker
mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan
pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk
mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa
kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang
lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase
akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang
lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena
terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang
memuaskan. (Gale & Charette, 2000). Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker
serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adremycin Platamin), PVB (Platamin Veble
Bleomycin) dan lain - lain (Prayetni, 1997). Cara pemberian kemoterapi:
1. Ditelan
2. Disuntikkan
3. Diinfus
Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi awal / bersama terapi
radiasi pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah : Cisplatin., Fluorouracil (5-FU).
Sedangkan Obat kemoterapi yang paling sering digunakan untuk kanker serviks stage
IVB / recurrent adalah : Mitomycin. Paclitaxel, Ifosfamide. Topotecan telah disetujui
untuk digunakan bersama dengan cisplastin untuk kanker serviks stage lanjut, dapat
digunakan ketika operasi / radiasi tidak dapat dilakukan atau tidak menampakkan hasil;
kanker serviks yang timbul kembali / menyebar ke organ lain.
Kemoterapi dapat digunakan sebagai :
1. Terapi utama pada kanker stadium lanjut
2. Terapi adjuvant/tambahan – setelah pembedahan untuk meningkatkan hasil
pembedahan dengan menghancurkan sel kanker yang mungkin tertinggal dan
mengurangi resiko kekambuhan kanker.
3. Terapi neoadjuvan – sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran tumor
4. Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan ketidaknyamanan dan
memperbaiki kehidupan pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)
5. Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)
Membakar sel-sel kanker dengan aliran listrik yang telah diatur voltasenya
9. Radiasi
a. Pendarahan
b. Kematian janin
c. Infertil
d. Obstruksi ureter
e. Hidronefrosis
f. Gagal ginjal
g. Pembentukan fistula
h. Anemia
i. Infeksi sistemik
j. Trombositopenia
G. PENCEGAHAN
Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum
menimbulkan gejala yang khas dan spesifik. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi
karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut. Atas dasar
itulah, di beberapa negara pemeriksaan sitologi vagina merupakan pemeriksaan rutin yang
dilakukan kepada para ibu hamil, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi bila ditemukan
hasil yang mencurigakan.
Dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan janin dapat
dipertahankan dan penyakit ini dapat disembuhkan bisa mencapai hampir 100%. Malahan
sebenarnya kanker serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli obgyn dari New York
University Medical Centre , dr. Steven R. Goldstein, kuncinya adalah deteksi dini.
Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah bentuk skrining
yang dinamakan Pap Smear, dan skrining ini sangat efektif. Pap smear adalah suatu
pemeriksaan sitologi yang diperkenalkan oleh Dr. GN Papanicolaou pada tahun 1943 untuk
mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah
dikerjakan, cepat dan tidak sakit. Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau menjalani
pemeriksaan ini, dan kanker serviks ini biasanya justru timbul pada wanita-wanita yang tidak
pernah memeriksakan diri atau tidak mau melakukan pemeriksaan ini. 50% kasus baru
kanker serviks terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak pernah melakukan pemeriksaan
pap smear. Padahal jika para wanita mau melakukan pemeriksaan ini, maka penyakit ini
suatu hari bisa saja diatasi.
Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai salah satu
upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks, beberapa di antaranya :
1. Skrining awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual (vaginal
intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat
pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi
prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual
yang akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya
sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.
2. Pemeriksaan DNA HPV
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai DNA
HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%.
Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena
prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun
atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada
usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang
aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi
DNA HPV yang positif yang ditenukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang
persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi
peningkatan risiko kanker serviks.
3. Skrining dengan Thinrep / liquid-base method
Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun.
4. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali
pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.
PROGNOSA
Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap
pengobatan, 95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang
menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi
karena lewat deteksi dini, perkembangan kanker seviks dapat diobati dengan radioterapi.
Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis dalam angka kejadian kanker serviks, antara
lain :
a. Usia penderita
b. Keadaan umum
c. Tingkat klinis keganasan
d. Ciri - ciri histologik sel kanker
e. Kemampuan tim kesehatan untuk menangani
f. Sarana pengobatan yang tersedia
(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)
Stadium Penyebaran kanker serviks % Harapan Hidup 5
Tahun
0 Karsinoma insitu 100
I Terbatas pada uterus 85
II Menyerang luar uterus tetapi meluas ke 60
dinding pelvis
III Meluas ke dinding pelvis dan atau 33
sepertiga bawah vagina atau
hidronefrosis
IV Menyerang mukosa kandung kemih 7
atau rektum atau meluas keluar pelvis
sebenarnya
BAB III
A. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien
b. Riwayat keluarga
c. Status kesehatan :
i. Status kesehatan saat ini
ii. Status kesehatan masa lalu
iii. Riwayat penyakit keluarga
d. Pola fungsi kesehatan Gordon
i. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan.
Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene yang kurang baik pada daerah
kewanitaan. Kebiasaan menggunakan bahan pembersih vagina yang mengandung
zat – zat kimia juga dapat mempengaruhi terjadinya kanker serviks.
Pola istirahat dan tidur pasien dapat terganggu akibat dari nyeri akibat
progresivitas dari kanker serviks ataupun karena gangguan pada saat
kehamilan.gangguan pola tidur juga dapat terjadi akibat dari depresi yang dialami
oleh ibu.
Dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang menekan kandung
kemih. Dapat pula terjadi disuria serta hematuria. Selain itu biisa juga terjadi
inkontinensia alvi akibat dari peningkatan tekanan otot abdominal
Asupan nutrisi pada Ibu dengan kanker serviks harus banyak. Kaji jenis makanan yang
biasa dimakan oleh Ibu serta pantau berat badan Ibu . Kanker serviks pada Ibu yang
sedang hamil juga dapat mengganggu dari perkembangan janin.
v. Pola kognitif – perseptual
Pada Ibu dengan kanker serviks biasanya terjadi gangguan pada pada panca
indra meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, pengecap. Bila
sudah metastase ke organ tubuh
Kaji apakah penyakit mempengaruhi pola aktivitas dan latihan. Dengan skor
kemampuan perawatan diri (0= mandiri, 1= alat bantu, 2= dibantu orang lain, 3=
dibantu orang lain dan alat, 4= tergantung total).
Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien selama
pasien menderita penyakit ini. Pada pola seksualitas pasien akan terganggu akibat
dari rasa nyeri yang selalu dirasakan pada saat melakukan hubungan seksual
(dispareuni) serta adanya perdarahan setelah berhubungan. Serta keluar cairan encer
(keputihan) yang berbau busuk dari vagina.
Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai yang diyakini.
B. ANALISIS DATA
1. Data subyektif :
a. Pasien mengatakan merasa sakit ketika senggama dan terjadi perdarahan setelah
senggama yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal
b. Pasien mengatakan merasa lemah pada ekstremitas bawah
c. Pasien mengatakan merasa nyeri pada panggul (pelvis) atau di perut bagian
bawah
d. Pasien mengatakan merasa nyeri ketika buang air kecil dan urine bercampur
darah
e. Pasien mengatakan nafsu makan berkurang
f. Pasien mengatakan merasa tidak bertenaga dan lemas
g. Pasien mengatakan kurang mengetahui mengenai kanker serviks
h. Pasien mengatakan merasa cemas tentang kondisinya serta kondisinya.
i. Pasien mengatakan merasa kurang perhatian dari keluarganya
2. Data obyektif
a. TTV tidak dalam batas normal
D. RENCANA TINDAKAN
Dx 1 : Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara aktif
akibat pendarahan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 5 jam diharapkan
keseimbangan volume cairan adekuat
Kriteria Hasil :
1. TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)
Pernapasan normal (± 16 - 24 x / menit)
Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)
Suhu normal (± 36,5oC - 37,5oC)
2. Membran mukosa lembab
3. Turgor kulit baik (elastis)
4. Pengisian kapiler cepat ( kembali dalam ± 2-3 detik setelah ditekan)
5. Ekpresi wajah pasien tidak pucat lagi
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Awasi masukan dan haluaran. Ukur Memberikan pedoman untuk
volume darah yang keluar melalui penggantian cairan yang perlu diberikan
oksigen.
2 Catat kehilangan darah ibu Kehilangan darah ibu secara berlebihan
menurunkan perfusi
3 Hindari trauma dan pemberian tekanan Mengurangi potensial terjadinya
berlebihan pada daerah yang mengalami peningkatan pendarahan
pendarahan
4 Pantau status sirkulasi dan volume kemungkinan menyebabkan hipovolemia
darah atau hipoksia
5 Pantau TTV. Evaluasi nadi perifer, dan Menunjukkan keadekuatan volume
pengisian kapiler sirkulasi
6 Catat respon fisiologis individual pasien Simtomatologi dapat berguna untuk
terhadap pendarahan, misalnya mengukur berat / lamanya episode
kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, pendarahan. Memburuknya gejala dapat
berkeringat / penurunan kesadaran menunjukkan berlanjutnya pendarahan /
tidak adekuatnya penggantian cairan
7 Kaji turgor kulit, kelembaban membran Merupakan indikator dari status hidrasi /
mukosa, dan perhatikan keluhan haus derajat kekurangan cairan
pada pasien
8 Kolaborasi : Penggantian cairan tergantung pada
Berikan cairan IV sesuai indikasi derajat hipovolemia dan lamanya
pendarahan (akut / kronis). Cairan IV
juga digunakan untuk mengencerkan
obat antineoplastik pada penderita
kanker.
9 Kolaborasi : Transfusi darah diperlukan untuk
Berikan transfusi darah (Hb, Hct) dan memperbaiki jumlah darah dalm tubuh
trombosit sesuai indikasi ibu dan mencegah manifestasi anemia
yang sering terjadi pada penderita
kanker.
Transfusi trombosit penting untuk
memaksimalkan mekanisme pembekuan
darah sehingga pendarahan lanjutan
dapat diminimalisir.
10 Kolaborasi : Perlu dilakukan untuk menentukan
Awasi pemeriksaan laboratorium, kebutuhan resusitasi cairan dan
misalnya : Hb, Hct, sel darah merah mengawasi keefektifan terapi
NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Kaji tanda / gejala infeksi secara kontinyu pada semua Pengenalan dini dan intervensi segera dapat
sistem tubuh (misalnya : pernafasan, pencernaan, mencegah perkembangan infeksi lebih
genitourinaria) lanjut
2 Pantau perubahan suhu pasien Peningkatan suhu pada ibu hamil dengan
kanker serviks dapat terjadi karena proses
penyakitnya, infeksi, dan efek samping
kemoterapi yang dijalaninya. Identifikasi
dini proses infeksi memungkinkan terapi
yang tepat untuk dimulai segera
3 Kaji janin untuk melihat adanya tanda infeksi seperti Deteksi dini terhadap reaksi infeksi yang
takikardi dan penurunan keaktifan gerakan janin bisa berdampak pada janin dan
menghambat pertumbuhan janin.
4 Pertahankan teknik perawatan aseptik. Hindari / batasi Menurunkan risiko kontaminasi agen
prosedur invasif infeksius
5 Utamakan personal hygiene Membantu mengurangi pajanan potensial
sumber infeksi dan menimalisir paparan
pertumbuhan sekunder patogen
6 Kolaborasi : Diferensial dan peningkatan WBC
Awasi hasil laboratorium untuk melihat adanya diferensial merupakan salah satu respon tubuh untuk
atau peningkatan WBC mengatasi infeksi yang timbul oleh antigen
7 Kolaborasi : Mengidentifikasi organisme penyebab dan
Dapatkan kultur sesuai indikasi terapi yang tepat
8 Kolaborasi : Digunakan untuk menghambat
Berikan antibiotik sesuai indikasi perkembangan agen infeksi
Dx 3 : Perubahan Pola eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus urinarius
T ujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, pola eliminasi urine
pasien kembali normal (adekuat)
Kriteria Hasil :
1. Tidak terjadi hematuria
2. Tidak terjadi inkontinensia urine
3. Tidak terjadi disuria
4. Jumlah output urine dalam batas normal ( ± 0,5 - 1 cc / kgBB / jam)
NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Catat keluaran urine, selidiki Penurunan aliran urine tiba-tiba dapat
mengindikasikan adanya obstruksi / disfungsi
penurunan / penghentian aliran
pada traktus urinarius
urine tiba-tiba
2 Kaji pola berkemih (frekuensi dan Identifikasi kerusakan fungsi vesika
urinaria akibat metastase sel-sel kanker
jumlahnya). Bandingkan haluaran
pada bagian tersebut
urine dan masukan cairan serta catat
berat jenis urine
3 Observasi dan catat warna urine. Penyebaran kanker pada traktus urinarius (salah
satunya di vesika urinaria) dapat menyebabkan
Perhatikan ada / tidaknya hematuria
jaringan di vesika urinaria mengalami nekrosis
sehingga urine yang keluar berwarna merah
karena bercampur dengan darah
4 Observasi adanya bau yang tidak Identifikasi tanda - tanda infeksi pada jaringan
traktus urinarius
enak pada urine (bau abnormal)
5 Dorong peningkatan cairan dan Mempertahankan hidrasi dan aliran urine baik
pertahankan pemasukan akurat
6 Awasi tanda vital. Kaji nadi perifer, Indikator keseimbangan cairan dan
menunjukkan tingkat hidrasi
turgor kulit, pengisian kapiler, dan
membran mukosa
7 Kolaborasi : Pemeriksaan diagnostik dan penunjang misalnya
Siapkan untuk tes
diagnostik, pemeriksaan retrograd dapat digunakan untuk
mengevaluasi tingkat infiltrasi kanker pada
prosedur penunjang sesuai indikasi
traktus urinarius sehingga dapat menjadi dasar
untuk intervensi selanjutnya
8 Kolaborasi : Kadar BUN dan kreatinin yang abnormal dapat
menjadi indikator kegagalan fungsi ginjal
Pantau nilai BUN dan kreatinin
sebagai akibat komplikasi metastase sel-sel
kanker pada traktus urinarius hingga ke organ
ginjal.
E. IMPLEMENTASI
F. EVALUASI
DAFTAR PUSTAKA
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Hamilton, Persis. 1995. Dasar - Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6. Jakarta :
EGC
Brunner and Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3.
Jakarta : EGC
Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6,
Volume 2. Jakarta : EGC
Guyton and Hall. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Jakarta : Media Ausculapius
Sjaifoellah Noer. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta : FKUI
http://healthycaus.blogspot.com/2009/07/askep-ibu-dengan-gangguan-sistem-
reproduksi.html (akses : 10 Oktober 2009)