Anda di halaman 1dari 37

ASUHAN KEPERAWATAN

CA SERVIKS

MAKALAH
Di Susun untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Maternitas
MAHASISWA S1 KEPERAWATAN PROGSUS RSI PATI
Kelompok 12
1. Susilo Budi Utomo (NIM : E520183569)
2. Suwanto (NIM : E520183570)

STIKES MUHAMMADIYAH KABUPATEN KUDUS


2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat dan
karunia dari-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Maternitas “Asuhan
Keperawatan CA Serviks”.

Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah memberi masukan untuk kami
sehingga dapat menyelesaikan tugas ini.

Demikianlah tugas ini kami buat, semoga kami mendapat ilmu yang bermanfaat dan
bagi pembaca semoga apa yang ada di makalah ini dapat menambah wawasan.

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................ i

Kata Pengantar ............................................................................................... ii

Daftar Isi ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN                                      

A. Pendahuluan .........................................................................................          1
B. Rumusan Masalah ................................................................................         2
C. Tujuan................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian ............................................................................................         4
B. Etiologi ................................................................................................    4
C. Patofisiolgi ...........................................................................................         6
D. Tanda dan Gejala .................................................................................      7
E. Pemeriksaan............................................................................................ 7
F. Penatalakanaan......................................................................................      12
G. Pencegahan............................................................................................     12

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian................................................................................................ 15
B. Analisa Data............................................................................................ 16
C. Diagnosa Keperawatan............................................................................ 17
D. Rencana Tindakan.................................................................................... 18
E. Implementasi............................................................................................. 19
F. Evaluasi..................................................................................................... 20

BAB IV PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

                                        
BAB I

PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG

Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel mulut rahim / serviks yang abnormal dimana
sel-sel ini mengalami perubahan ke arah displasia atau mengarah pada keganasan. Kanker ini
biasanya menyerang wanita yang pernah atau sedang berada dalam status sexually active.
Biasanya kanker ini menyerang wanita yang telah berumur, terutama paling banyak pada
wanita yang berusia 35 - 55 tahun. Akan tetapi, tidak mustahil wanita yang mudapun dapat
menderita penyakit ini, asalkan memiliki faktor risikonya.
Perkembangan neoplasma ganas di serviks tidak menghalangi untuk terjadinya
kehamilan. Terdapat kemungkinan 1 di antara 3000 kehamilan bagi seorang wanita penderita
kanker serviks. Namun, adanya kanker serviks memberi pengaruh yang tidak baik dalam
kehamilan, persalinan, dan nifas. Kanker serviks dapat memicu terjadinya abortus akibat
pendarahan dan hambatan dalam pertumbuhan janin karena pertumbuhan neoplasma tersebut.
Apabila penyakit ini tidak diobati lebih lanjut, pada kira-kira dua pertiga usia kehamilan
penderita menjelang cukup bulan, dapat terjadi kematian janin. (Wiknjosastro, Hanifa. 2005)
Pengaruh kanker serviks pada waktu persalinan, antara lain kekakuan serviks karena
jaringan kanker yang terbentuk, akan menghambat proses persalinan (khususnya Kala I). Bila
tumor yang terbentuk lunak dan hanya terbatas pada sebagian serviks, pembukaan pada
waktu persalinan dapat menjadi lengkap dan bayi bisa lahir spontan. Dalam masa nifas,
sering terjadi infeksi.
Adapun penyebab pasti terjadinya perubahan sel-sel normal mulut rahim menjadi se-sel
yang ganas tidak diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi perubahan tersebut, antara lain : hubungan seksual pada usia dini (< 17
tahun), hubungan seksual multi partner, infeksi HPV (Human Papilloma Virus), dan genetik
(namun, persentasenya sangat kecil). Ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi insiden
kanker serviks yaitu : usia, melahirkan lebih dari 3x, personal hygiene, status sosial ekonomi,
terpajan virus terutama virus HIV, dan kebiasaan merokok.
Beberapa gejala yang bisa timbul pada penderita kanker serviks, antara lain : keputihan
atau keluarnya cairan encer dan berbau busuk dari vagina, pendarahan, hematuria, anemia,
kelemahan pada ekstremitas bawah, timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah.
Pada stadium lanjut, badan menjadi lebih kurus, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing
dan rektum, bahkan bisa menyebabkan terbentuknya vesikovaginal atau rektovaginal, hingga
timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.
Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500 ribu kasus baru kanker leher rahim, sebanyak
80 persen terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita
di seluruh dunia meninggal akibat kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi
di negara-negara berkembang. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi karena sebagian
besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut. (Syaifullaoh Nur. 2012)
Padahal, dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan penyakit ini dapat
disembuhkan sampai hampir 100%. Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah
kanker ini adalah melalui skrining yang dinamakan Pap Smear. Pap smear adalah suatu
pemeriksaan sitologi untuk mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop.
Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak menimbulkan rasa sakit. Dengan adanya
upaya deteksi dini ini, diharapkan angka kejadian kanker serviks dapat ditekan pada tahun -
tahun berikutnya.
Berdasarkan fenomena di atas, penulis ingin mengkaji lebih lanjut bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien dengan ca.cerviks

B.  RUMUSAN MASALAH


1. Apa definisi ca.cervik ?

2. Apa etiologi ca.cervik ?

3. Bagaimana patofisiologi ca.cervik ?

4. Bagaimana tanda dan gejala ca.cervik ?

5. Bagaimana pemeriksaan ca.cervik?

6. Bagaimana penatalaksanaan ca.cervik ?

7. Bagaimana pencegahan ca.cervik ?

8. Bagaimana asuhan keperawatan ca.cervik ?


C.  TUJUAN

1. Mengetahui definisi ca.cervik

2. Mengetahui etiologi ca.cervik

3. Mengetahui patofisiologi ca.cervik

4. Mengetahui tanda dan gejala ca.cervik

5. Mengetahui pemeriksaan ca.cervik

6. Mengetahui penatalaksaaan ca.cervik

7. Mengetahui pencegahan ca.cervik

8. Mengetahui asuhan keperawatan ca.cervik

 
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Kanker adalah istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan maligna dalam setiap
bagian tubuh, pertumbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit, dan berkembang dengan
mengorbankan manusia sebagai hospesnya (Hinchliff, 1999).
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara epitel yang
melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang disebut squamo-
columnar junction (SCJ) (Wiknjosastro, Hanifa. 2005)
Kanker serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang bagian squamosa columnar
junction (SCJ) serviks (Price, Sylvia. 2002)
Kanker serviks merupakan karsinoma ginekologi yang terbanyak diderita (Kapita Selekta
Kedokteran Jilid I)

B. ETIOLOGI

Penyebab langsung kanker serviks belum diketahui. Faktor ekstrinsik yang diduga
berhubungan dengan insiden karsinoma serviks, antara lain infeksi Human Papilloma Virus
(HPV) dan spermatozoa. Karsinoma serviks timbul di sambungan skuamokolumner serviks.
Faktor resiko yang berhubungan dengan karsinoma serviks ialah perilaku seksual berupa
mitra seks multipel, multi paritas, nutrisi, rokok, dan lain-lain. Karsinoma serviks dapat
tumbuh eksofitik maupun endofitik.
Menurut Wiknjosastro Hanifa ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya kanker serviks, antara lain adalah :

1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda

Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan

melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks.

Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada
usia kurang dari 17 tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah

pada usia lebih dari 20 tahun.

2. Berganti-ganti pasangan seksual

Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan meningkatkan


penularan penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan, salah satunya adalah infeksi
Human Papilloma Virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker
serviks, penis dan vulva. Resiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada
wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih. Di samping itu, virus
herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor pendamping.
3. Faktor genetik

Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang menyebabkan
terjadinya kanker serviks pada wanita dapat diturunkan melalui kombinasi genetik
dari orang tua ke anaknya.
4. Kebiasaan merokok

Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks
dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir
serviks pada wanita perokok mengandung nikotin yang dapat menurunkan daya tahan
serviks di samping merupakan ko-karsinogen infeksi virus. Selain itu, rokok
mengandung zat benza @ piren yang dapat memicu terbentuknya radikal bebas dalam
tubuh yang dapat menjadi mediator terbentuknya displasia sel epitel pada serviks.
5. Defisiensi zat gizi (vitamin A dan C)

Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi vitamin C dapat


meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga
meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah
beta karoten dan retinol (vitamin A).
6. Multiparitas

Trauma mekanis yang terjadi pada waktu paritas dapat mempengaruhi timbulnya
infeksi, perubahan struktur sel, dan iritasi menahun
7. Gangguan sistem kekebalan

Bisa disebabkan oleh nikotin yang dikandung dalam rokok, dan penyakit yang
sifatnya immunosupresan, contohnya : HIV / AIDS
8. Status sosial ekonomi lemah
Umumnya, golongan wanita dengan latar belakang ekonomi lemah tidak
mempunyai biaya untuk melakukan pemeriksaan sitologi Pap Smear secara rutin,
sehingga upaya deteksi dini tidak dapat dilakukan.
C. PATOFISIOLOGI

Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ). Histologi
antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari portio dengan epitel kuboid/silindris
pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita SCJ ini berada di luar
ostius uteri eksternum, sedangkan pada wanita umur > 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis
serviks. Tumor dapat tumbuh :
1. Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa yang mengalami infeksi
sekunder dan nekrosis.
2. Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan cenderung untuk
mengadakan infiltrasi menjadi ulkus.
3. Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan
melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.

Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosio akibat saling desak-
mendesak kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif
(metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik melalui
tingkatan NIS I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi
mikroinvasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan terus.

Periode laten dari NIS – I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh penderita.
Umumnya fase pra invasif berkisar antara 3 – 20 tahun (rata-rata 5 – 10 tahun). Perubahan
epitel displastik serviks secara kontinyu yang masih memungkinkan terjadinya regresi
spontan dengan pengobatan / tanpa diobati itu dikenal dengan Unitarian Concept dari
Richard. Hispatologik sebagian besar 95-97% berupa epidermoid atau squamos cell
carsinoma sisanya adenokarsinoma, clearcell carcinoma/mesonephroid carcinoma dan yang
paling jarang adalah sarcoma.
D. TANDA DAN GEJALA

Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas.
Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini
makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
2. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi
perdarahan yang abnormal
3. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau busuk.
4. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius
5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6. Kelemahan pada ekstremitas bawah
7. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila
nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi infiltrasi kanker pada
serabut saraf lumbosakral.
8. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki,
timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum),
terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat
metastasis jauh.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Sitologi Pap Smear


Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear. Pap smear
merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini mendeteksi adanya
perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan
mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan
dengan mikroskop.
Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda pap smear
yang dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan dengan tujuan
untuk menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak sel serviks yang
dikumpulkan sehingga akan meningkatkan sensitivitas. Pengambilan sampel
dilakukan dengan mengunakan semacam sikat (brush) kemudian sikat dimasukkan ke
dalam cairan dan disentrifuge, sel yang terkumpul diperiksa dengan mikroskop.
Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika
ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar
berupa kolposkopi. Penanganan kanker serviks dilakukan sesuai stadium penyakit dan
gambaran histopatologimnya. Sensitifitas pap smear yang dilakukan setiap tahun
mencapai 90%.
b. Kolposkopi
Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk
mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal.
Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan serviks, kemudian
dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut.
c. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat mudah
dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter ginekologi, bidan
praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana, permukaan
serviks/leher rahim diolesi dengan asam asetat, akan tampak  bercak-bercak  putih
pada permukaan serviks yang tidak normal.
d. Serviksografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi 50
mm. Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan dan slide (servikogram) dibaca oleh
yang mahir dengan kolposkop. Disebut negatif atau curiga jika tampak kelainan
abnormal, tidak memuaskan jika SSK tidak tampak seluruhnya dan disebut defek
secara teknik jika servikogram tidak dapat dibaca (faktor kamera atau flash).
Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3%. Servikografi
dapat dikembangkan sebagai skrining kolposkopi. Kombinasi servikografi dan
kolposkopi dengan sitologi mempunyai sensitivitas masing-masing 83% dan 98%
sedang spesifisitas masing-masing 73% dan 99%. Perbedaan ini tidak bermakna.
Dengan demikian servikografi dapat di-gunakan sebagai metoda yang baik untuk
skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang spesialis sitologi,
maka kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat membantu dalam deteksi kanker
serviks.
e. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x
dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau
pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna putih
dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84% dan
87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%. Samsuddin dkk pada
tahun 1994 membandingkan pemeriksaan gineskopi dengan pemeriksaan sitologi
pada sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai berikut: Sensitivitas 95,8%;
spesifisitas 99,7%; predictive positive value 88,5%; negative value 99,9%; positif
palsu 11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%. Hasil tersebut memberi peluang
digunakannya gineskopi oleh tenaga paramedis / bidan untuk mendeteksi lesi
prakanker bila fasilitas pemeriksaan sitologi tidak ada.
f. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)
Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif
dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks adalah CEA (Carcino Embryonic
Antigen) dan HCG (Human Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah >
5 µL/ml, sedangkan kadar HCG abnormal adalah > 5ηg/ml. HCG dalam keadaan
normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai kadar tertinggi pada usia
kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi melalui pemeriksaan darah dan urine.

g. Pemeriksaan darah lengkap


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi pendarahan yang
terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar hemoglobin,
hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah yang berlangsung dalam sel-
sel tubuh.
KRITERIA DIAGNOSIS

Interpretasi sitologi yang dapat menunjang diagnosis kanker serviks :


a. Hasil pemeriksaan negatif
Tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitologi dalam 1 tahun lagi.
b. Inkonklusif
Sediaan tidak memuaskan. Bisa disebabkan fiksasi tidak baik. Tidak ditemukan
sel endoserviks, gambaran sel radang yang padat menutupi sel. Ulangi pemeriksaan
sitologi setelah dilakukan pengobatan radang dan sebagainya.
c. Displasia
Terdapat sel - sel diskariotik pada pemeriksaan mikroskopik. Derajat ringan,
sedang, sampai karsinoma in situ. Diperlukan konfirmasi dengan kolposkopi dan
biopsi. Dilakukan penangan lebih lanjut dan harus diamati minimal 6 bulan
berikutnya.
d. Hasil pemeriksaan positif
Terdapat sel - sel ganas pada lapisan epitel serviks melalui pengamatan
mikroskopik. Harus dilakukan biopsi untuk memperkuat diagnosis. Penanganan
harus dilakukan di rumah sakit rujukan dengan seorang ahli onkologi.
F. PENATALAKSANAAN

Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan


secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim
yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim
onkologi) (Wiknjosastro, 1997). Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien kanker serviks,
tergantung pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi menjadi tiga cara yaitu:
histerektomi, radiasi dan kemoterapi.
Di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis secara umum berdasarkan stadium
kanker serviks :
STADIUM PENATALAKSANAAN
Biopsi kerucut
0 Histerektomi transvaginal
Biopsi kerucut
Ia
Histerektomi transvaginal
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan evaluasi
Ib,Iia kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan radioterapi
pasca pembedahan
IIb, III, IV Histerektomi transvaginal
Radioterapi
IVa, IVb Radiasi paliatif
Kemoterapi
(sumber : Kapita Selekta KedokterJilid

1)
1. Manajemen Tumor Insitu

Manajemen yang tepat diperlukan pada karsinoma insitu. Biopsi dengan


kolposkopi oleh onkologis berpengalaman dibutuhkan untuk mengeksklusi
kemungkinan invasi sebelum terapi dilakukan. Pilihan terapi pada pasien dengan
tumor insitu beragam bergantung pada usia, kebutuhan fertilitas, dan kondisi medis
lainnya. Hal penting yang harus diketahui juga adalah penyebaran penyakitnya harus
diidentifikasi dengan baik.
Karsinoma insitu digolongkan sebagai high grade skuamous intraepitelial lesion
(HGSIL). Beberapa terapi yang dapat digunakan adalah loop electrosurgical excision
procedure (LEEP), konisasi, krioterapi dengan bimbingan kolposkopi, dan vaporisasi
laser. Pada seleksi kasus yang ketat maka LEEP dapat dilakukan selain konisasi.
LEEP memiliki keunggulan karena dapat bertindak sebagai biopsi luas untuk
pemeriksaan lebih lanjut. Keberhasilan eksisi LEEP mencapai 90% sedangkan
konisasi mencapai 70-92%. Teknik lain yang dapat dilakukan untuk terapi karsinoma
insitu adalah krioterapi yang keberhasilannya mencapai 80-90% bila lesi tidak luas
(<2,5 cm), tetapi akan turun sampai 50% apabila lesi luas (> 2,5 cm). Evaporasi laser
pada HGSIL memberikan kerbehasilan sampai 94% untuk lesi tidak luas dan 92%
untuk lesi luas. HGSIL yang disertai NIS III memberikan indikasi yang kuat untuk
dilakukan histerektomi. Pada 795 kasus HGSIL yang dilakukan konisasi didapatkan
adanya risiko kegagalan 0,9-1,2% untuk terjadinya karsinoma invasif.

2. Manajemen Mikroinvasif

Diagnosis untuk stadium IA1 dan IA2 hanya dapat ditegakkan setelah biopsi
cone dengan batas sel-sel normal, trakelektomi, atau histerektomi. Bila biopsi cone
positif menunjukkan CIN III atau kanker invasif sebaiknya dilakukan biopsi cone
ulangan karena kemungkinan stadium penyakitnya lebih tinggi yaitu IB. Kolposkopi
dianjurkan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya vaginal intraepithelial
neoplasia (VAIN) sebelum dilakukan terapi definitif.
Stadium serviks IA1 diterapi dengan histerektomi total baik abdominal maupun
vaginal. Apabila ada VAIN maka vagina yang berasosiasi harus ikut diangkat.
Pertimbangan fertilitas pada pasien-pasien dengan stadium ini mengarahkan terapi
pada hanya biopsi cone diikuti dengan Pap’s smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan,
dan 12 bulan bila hasilnya negatif. Stadium serviks IA2 berasosiasi dengan
penyebaran pada kelenjar limfe sampai dengan 10% sehingga terapinya adalah
modified radical hysterectomy diikuti dengan limfadenektomi. Pada stadium ini bila
kepentingan fertilitas masih dipertimbangkan atau tidak ditemukan bukti invasi ke
kelenjar limfe maka dapat dilakukan biopsi cone yang luas disertai limfadenektomi
laparoskopi atau radikal trakelektomi dengan limfadenektomi laparoskopi. Observasi
selanjutnya dilakukan dengan Pap’s smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan dan 12
bulan.

3. Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Awal

Pasien-pasien dengan tumor yang tampak harus dilakukan biopsi untuk


konfirmasi diagnosis. Apabila ditemukan gejala-gejala yang berhubungan dengan
metastasis maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan seperti sistoskopi dan
sigmoidoskopi. Pemeriksaan foto toraks dan evaluasi fungsi ginjal sangat dianjurkan.
Stadium awal karsinoma serviks invasif adalah stadium IB sampai IIA (< 4cm).
Stadium ini memiliki prognosis yang baik apabila diterapi dengan operasi atau
radioterapi. Angka kesembuhan dapat mencapai 85% sampai 90% pada pasien dengan
massa yang kecil. Ukuran tumor merupakan faktor prognostik yang penting untuk
kesembuhan atau angka harapan hidup 5 tahunnya.
Penelitian kontrol acak selama 5 tahun mendapatkan bahwa radioterapi atau
operasi menunjukkan angka harapan hidup 5 tahunan yang sama dan tingkat
kekambuhan yang sama-sama kecil untuk terapi karsinoma serviks stadium dini.
Morbiditas terutama meningkat apabila operasi dan radiasi dilakukan bersama-sama.
Namun, pemilihan pasien dengan penegakkan stadium yang baik dibutuhkan untuk
menentukan terapi operatif. Jenis operasi yang dianjurkan untuk stadium IB dan IIA
(dengan massa < 4cm) adalah modified radical hysterectomy atau radical abdominal
hysterectomy disertai limfadenektomi selektif. Setelah dilakukan pemeriksaan
patologi anatomi pada jaringan hasil operasi dan bila didapatkan penyebaran pada
kelenjar limfe paraaorta atau sekitar pelvis maka dilakukan radiasi pelvis dan
paraaorta. Radiasi langsung dilakukan apabila besar massa mencapai lebih dari 4 cm
tanpa harus menunggu hasil patologi anatomi kelenjar limfe.
Penelitian kontrol acak menunjukkan bahwa pemberian terapi sisplatin yang
bersamaan dengan radioterapi setelah operasi yang memiliki invasi pada kelenjar
limfe, parametrium, atau batas-batas operatif menunjukkan keuntungan secara klinis.
Penelitian dengan berbagai dosis dan jadwal pemberian sisplatin yang diberikan
bersamaan dengan radioterapi menunjukkan penurunan risiko kematian karena kanker
serviks sebanyak 30-50%. Risiko juga meningkat apabila didapat ukuran massa yang
lebih dari 4 cm walaupun tanpa invasi pada kelenjar-kelenjar limfe,infiltrasi pada
kapiler pembuluh darah, invasi di lebih dari 1/3 stroma serviks. Radioterapi pelvis
adjuvan akan meningkatkan kekambuhan lokal dan menurunkan angka progresifitas
dibandingkan tanpa radioterapi.

4. Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Lanjut

Ukuran tumor primer penting sebagai faktor prognostik dan harus dievaluasi
dengan cermat untuk memilih terapi optimal. Angka harapan hidup dan kontrol
terhadap rekurensi lokal lebih baik apabila didapatkan infiltrasi satu parametrium
dibandingkan kedua parametrium. Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap,
dilanjutkan penyinaran intrakaviter. Terapi variasi yang diberikan biasanya beruapa
pemberian kemoterapi seperti sisplatin, paclitaxel, 5-fluorourasil, docetaxel, dan
gemcitabine. Pengobatan bersifat paliatif bila stadium mencapai staidum IVB dalam
bentuk radiasi paliatif.
5. Manajemen Nyeri Kanker

Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :
1. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen,
OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)
2. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid
ringan seperti kodein dan tramadol
3. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat
seperti morfin dan fentanil (sumber : Sjaifoellah Noer. 1996)
6. Operasi

Operasi bertujuan untuk mengambil atau merusak kanker. Bisa menggunakan


bedah mikrografik atau laser. Tujuan utamanya untuk mengangkat keseluruhan
tumor / kanker. Pembedahan mikrografik dilaksanakan dengan bedah kimia dimana
prosedur pembedahannya mengharuskan pengangkatan tumor lapis demi lapis.
Kanker serviks dapat diobati dengan pembedahan.
a. Stadium pra kanker ataupun kanker serviks yang kurang invasif (stadium IA)
biasanya diobati dengan histerektomi.
b. Konisasi (cone biopsy): pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada serviks dan
kanal serviks untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk diagnosa ataupun
pengobatan pra-kanker serviks
c.   Cryosurgery: yaitu pengobatan dengan cara membekukan dan menghancurkan
jaringan abnormal (biasanya untuk stadium pra-kanker serviks)
d. Bedah laser: untuk memotong jaringan atau permukaan lesi pada kanker serviks
e. Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik yang
dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal kanker serviks
f. Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk
mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).
Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).
Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik,
dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga
harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung,
ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi :
i. Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks
ii. Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung telur,
tuba falopi maupun kelenjar getah bening di pasien masih ingin memiliki
anak, metode LEEP atau cone biopsy dapat menjadi pilihan.

Untuk stadium kanker serviks awal IB dan IIA:

i. Ukuran tumor lebih kecil dari 4cm: radikal histerektomi ataupun radioterapi
dengan/tanpa kemoterapi.
ii. Ukuran tumor lebih besar dari 4cm: radioterapi dan kemoterapi berbasis cisplatin,
 

histerektomi, ataupun kemo berbasis cisplatin yang dilanjutkan dengan histerektomi


Biasanya, histerektomi dilakukan dengan suatu insisi (memotong melalui dinding
abdomen) abdominal histerektomi atau lewat vagina (vaginalis histerektomi).
Perawatan di Rumah Sakit biasanya lebih lama abdominal histerektomi daripada
vaginal histerektomi (4-6 hari rata-rata) dan biaya juga lebih banyak. Prosedur ini lebih
memakan waktu (sekitar 2 jam, kecuali uterus tersebut berukuran lebih besar pada
vaginal histerektomi ) justru lebih lama. Perlu diingat aturan utama sebelum dilakukan
tipe histerektomi, wanita harus melalui beberapa test untuk memilih prosedur optimal
yang akan digunakan : Pemeriksaan panggul lengkap (Antropometri) termasuk
mengevaluasi uterus di ovarium, Pap smear terbaru, USG panggul, tergantung pada
temuan diatas.
Beberapa hari setelah menjalani histerektomi, penderita bisa mengalami nyeri di
perut bagian bawah. Untuk mengatasinya bisa diberikan obat pereda nyeri. Penderita
juga mungkin akan mengalami kesulitan dalam berkemih dan buang air besar. Untuk
membantu pembuangan air kemih bisa dipasang kateter. Beberapa saat setelah
pembedahan, aktivitas penderita harus dibatasi agar penyembuhan berjalan lancar.
Aktivitas normal (termasuk hubungan seksual) biasanya bisa kembali dilakukan dalam
waktu 4-8 minggu. Setelah menjalani histerektomi, penderita tidak akan mengalami
menstruasi lagi. Histerektomi biasanya tidak mempengaruhi gairah seksual dan
kemampuan untuk melakukan hubungan seksual. Tetapi banyak penderita yang
mengalami gangguan emosional setelah histerektomi. Pandangan penderita terhadap
seksualitasnya bisa berubah dan penderita merasakan kehilangan karena dia tidak dapat
hamil lagi.
7. Kemoterapi

Memberikan obat antikanker untuk membunuh sel-sel kanker. Bisa berupa obat
yang diminum, dimasukkan bersama cairan intravena, atau injeksi. Contoh obat yang
diberikan dalam kemoterapi, misalnya sitostatika.
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus,
tablet, atau intramuskuler. (Prayetni, 1997). Obat kemoterapi digunakan utamanya
untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan
kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker
mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan
pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk
mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa
kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang
lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase
akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang
lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena
terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang
memuaskan. (Gale & Charette, 2000). Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker
serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adremycin Platamin), PVB (Platamin Veble
Bleomycin) dan lain - lain (Prayetni, 1997). Cara pemberian kemoterapi:
1. Ditelan
2. Disuntikkan
3. Diinfus
Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi awal / bersama terapi
radiasi pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah : Cisplatin., Fluorouracil (5-FU).
Sedangkan Obat kemoterapi yang paling sering digunakan untuk kanker serviks stage
IVB / recurrent adalah : Mitomycin. Paclitaxel, Ifosfamide. Topotecan telah disetujui
untuk digunakan bersama dengan cisplastin untuk kanker serviks stage lanjut, dapat
digunakan ketika operasi / radiasi tidak dapat dilakukan atau tidak menampakkan hasil;
kanker serviks yang timbul kembali / menyebar ke organ lain.
Kemoterapi dapat digunakan sebagai :
1. Terapi utama pada kanker stadium lanjut
2. Terapi adjuvant/tambahan – setelah pembedahan untuk meningkatkan hasil
pembedahan dengan menghancurkan sel kanker yang mungkin tertinggal dan
mengurangi resiko kekambuhan kanker.
3. Terapi neoadjuvan – sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran tumor
4. Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan ketidaknyamanan dan
memperbaiki kehidupan pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)
5. Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)

Efek samping dari kemoterapi adalah :


i. Lemas
Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang saat
beristirahat, kadang berlangsung terus sampai akhir pengobatan.
ii. Mual dan muntah
Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan obat anti
mual sebelum, selama, dan sesudah pengobatan.
iii. Gangguan pencernaan
Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada yang diare
sampai dehidrasi berat dan harus dirawat. Kadang sampai terjadi sembelit.
Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan yang mengandung serat, buah dan
sayur. Harus minum air yang hilang untuk mengatasi kehilangan cairan.
Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat, dan jika memungkinkan
olahraga.
iv. Sariawan
v. Rambut rontok
Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu
setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah didekat kulit
kepala. Dapat terjadi seminggu setelah kemoterapi.
vi. Otot dan saraf
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari
tangan dan kaki. Serta kelemahan pada otot kaki.

vii. Efek pada darah


Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja sumsum
tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel darah
merah menurun. Yang paling sering adalah penurunan sel darah putih (leukosit).
Penurunan sel darah terjadi setiap kemoterapi, dan test darah biasanya dilakukan
sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah sel darah telah kembali
normal. Penurunan jumlah sel darah dapat menyebabkan :
viii. Mudah terkena infeksi
Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah sel darah
yang memberikan perlindungan infeksi. Ada juga beberapa obat kemoterapi yang
menyebabkan peningkatkan leukosit.
ix. Perdarahan
Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah, apabila
jumlah trombosit rendah dapat menyebabkan pendarahan, ruam, dan bercak merah
pada kulit.
x. Anemia
Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan penurunan
Hb (Hemoglobin). Karena Hb letaknya didalam sel darah merah. Penurunan sel
darah merah dapat menyebabkan lemah, mudah lelah, tampak pucat.
xi. Kulit menjadi kering dan berubah warna
Lebih sensitive terhadap sinar matahari.
Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang.
8. Elektrokoagulasi

Membakar sel-sel kanker dengan aliran listrik yang telah diatur voltasenya
9. Radiasi

Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel


kanker.Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta
mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III,
IV diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu
tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker
serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan atau bermetastasis ke kelenjar getah
bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan
jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi
dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel
kanker sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang
diberikan secara selektif pada stadium IV A. Selama menjalani radioterap, penderita
mudah mengalami kelelahan yang luar biasa, terutama seminggu sesudahnya.Istirahat
yang cukup merupakan hal yang penting, tetapi dokter biasanya menganjurkan agar
penderita sebisa mungkin tetap aktif. Pada radiasi eksternal, sering terjadi kerontokan
rambut di daerah yang disinari dan kulit menjadi merah, kering serta gatal-gatal.
Mungkin kulit akan menjadi lebih gelap. Daerah yang disinari sebaiknya
mendapatkan udara yang cukup, tetapi harus terlindung dari sinar matahari dan
penderita sebaiknya tidak menggunakan pakaian yang bisa mengiritasi daerah yang
disinari.
Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan
hubungan seksual. Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebh sempit dan
kurang lentur, sehingga bisa menyebabkan nyeri ketika melakukan hubungan seksual.
Untuk mengatasi hal ini, penderita diajari untuk menggunakan dilator dan pelumas
dengan bahan dasar air.
Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan sering berkemih.
KOMPLIKASI

a. Pendarahan
b. Kematian janin
c. Infertil
d. Obstruksi ureter
e. Hidronefrosis
f. Gagal ginjal
g. Pembentukan fistula
h. Anemia
i. Infeksi sistemik
j. Trombositopenia
G. PENCEGAHAN

Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum
menimbulkan gejala yang khas dan spesifik. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi
karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut. Atas dasar
itulah, di beberapa negara pemeriksaan sitologi vagina merupakan pemeriksaan rutin yang
dilakukan kepada para ibu hamil, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi bila ditemukan
hasil yang mencurigakan.
Dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan janin dapat
dipertahankan dan penyakit ini dapat disembuhkan bisa mencapai hampir 100%. Malahan
sebenarnya kanker serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli obgyn dari New York
University Medical Centre , dr. Steven R. Goldstein, kuncinya adalah deteksi dini.
Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah bentuk skrining
yang dinamakan Pap Smear, dan skrining ini sangat efektif. Pap smear adalah suatu
pemeriksaan sitologi yang diperkenalkan oleh Dr. GN Papanicolaou pada tahun 1943 untuk
mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah
dikerjakan, cepat dan tidak sakit. Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau menjalani
pemeriksaan ini, dan kanker serviks ini biasanya justru timbul pada wanita-wanita yang tidak
pernah memeriksakan diri atau tidak mau melakukan pemeriksaan ini. 50% kasus baru
kanker serviks terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak pernah melakukan pemeriksaan
pap smear. Padahal jika para wanita mau melakukan pemeriksaan ini, maka penyakit ini
suatu hari bisa saja diatasi.
Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai salah satu
upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks, beberapa di antaranya :
1. Skrining awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual (vaginal
intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat
pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi
prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual
yang akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya
sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.
2. Pemeriksaan DNA HPV
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai DNA
HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%.
Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena
prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun
atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada
usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang
aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi
DNA HPV yang positif yang ditenukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang
persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi
peningkatan risiko kanker serviks.
3. Skrining dengan Thinrep / liquid-base method
Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun.
4. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali
pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.

PROGNOSA
Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap
pengobatan, 95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang
menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi
karena lewat deteksi dini, perkembangan kanker seviks dapat diobati dengan radioterapi.
Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis dalam angka kejadian kanker serviks, antara
lain :
a. Usia penderita
b. Keadaan umum
c. Tingkat klinis keganasan
d. Ciri - ciri histologik sel kanker
e. Kemampuan tim kesehatan untuk menangani
f. Sarana pengobatan yang tersedia
(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)
Stadium Penyebaran kanker serviks % Harapan Hidup 5
Tahun
0 Karsinoma insitu 100
I Terbatas pada uterus 85
II Menyerang luar uterus tetapi meluas ke 60
dinding pelvis
III Meluas ke dinding pelvis dan atau 33
sepertiga bawah vagina atau
hidronefrosis
IV Menyerang mukosa kandung kemih 7
atau rektum atau meluas keluar pelvis
sebenarnya
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA.CERVIK

A. PENGKAJIAN

a. Identitas pasien
b. Riwayat keluarga
c. Status kesehatan :
i. Status kesehatan saat ini
ii. Status kesehatan masa lalu
iii. Riwayat penyakit keluarga
d. Pola fungsi kesehatan Gordon
i. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan.

Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene yang kurang baik pada daerah
kewanitaan. Kebiasaan menggunakan bahan pembersih vagina yang mengandung
zat – zat kimia juga dapat mempengaruhi terjadinya kanker serviks.

ii. Pola istirahat dan tidur.

Pola istirahat dan tidur pasien dapat terganggu akibat dari nyeri akibat
progresivitas dari kanker serviks ataupun karena gangguan pada saat
kehamilan.gangguan pola tidur juga dapat terjadi akibat dari depresi yang dialami
oleh ibu.

iii. Pola eliminasi

Dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang menekan kandung
kemih. Dapat pula terjadi disuria serta hematuria. Selain itu biisa juga terjadi
inkontinensia alvi akibat dari peningkatan tekanan otot abdominal

iv. Pola nutrisi dan metabolik

Asupan nutrisi pada Ibu dengan kanker serviks harus banyak. Kaji jenis makanan yang
biasa dimakan oleh Ibu serta pantau berat badan Ibu . Kanker serviks pada Ibu yang
sedang hamil juga dapat mengganggu dari perkembangan janin.
v. Pola kognitif – perseptual

Pada Ibu dengan kanker serviks biasanya terjadi gangguan pada pada panca
indra meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, pengecap. Bila
sudah metastase ke organ tubuh

vi.  Pola persepsi dan konsep diri

Pasien kadang merasa malu terhadap orang sekitar karena mempunyai


penyakit kanker serviks, akibat dari persepsi yang salah dari masyarakat. Dimana
salah satu etiologi dari kanker serviks adalah akibat dari sering berganti – ganti
pasangan seksual.

vii. Pola aktivitas dan latihan.

Kaji apakah penyakit mempengaruhi pola aktivitas dan latihan. Dengan skor
kemampuan perawatan diri (0= mandiri, 1= alat bantu, 2= dibantu orang lain, 3=
dibantu orang lain dan alat, 4= tergantung total).

viii. Pola seksualitas dan reproduksi

Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien selama
pasien menderita penyakit ini. Pada pola seksualitas pasien akan terganggu akibat
dari rasa nyeri yang selalu dirasakan pada saat melakukan hubungan seksual
(dispareuni) serta adanya perdarahan setelah berhubungan. Serta keluar cairan encer
(keputihan) yang berbau busuk dari vagina.

ix. Pola manajemen koping stress

Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-masalahnya. Bagaimana


manajemen koping pasien. Apakah pasien dapat menerima kondisinya setelah sakit.

x. Pola peran - hubungan

Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau lingkungan


sekitarnya. Apakah penyakit ini dapat mempengaruhi pola peran dan hubungannya.

xi. Pola keyakinan dan nilai

Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai yang diyakini.
B. ANALISIS DATA

1. Data subyektif :
a. Pasien mengatakan merasa sakit ketika senggama dan terjadi perdarahan setelah
senggama yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal
b. Pasien mengatakan merasa lemah pada ekstremitas bawah
c. Pasien mengatakan merasa nyeri pada panggul (pelvis) atau di perut bagian
bawah
d. Pasien mengatakan merasa nyeri ketika buang air kecil dan urine bercampur
darah
e. Pasien mengatakan nafsu makan berkurang
f. Pasien mengatakan merasa tidak bertenaga dan lemas
g. Pasien mengatakan kurang mengetahui mengenai kanker serviks
h. Pasien mengatakan merasa cemas tentang kondisinya serta kondisinya.
i. Pasien mengatakan merasa kurang perhatian dari keluarganya
2. Data obyektif
a. TTV tidak dalam batas normal

Dimana batas normal TTV meliputi :

         Nadi : 60-100 x / menit

         Nafas : 16 - 24 x / menit

         Tekanan Darah : 110-140 / 60-90 mmHg

         Suhu : 36,5 0C – 37,5 0C

b. Membran mukosa kering


c. Turgor kulit buruk akibat perdarahan
d. Pengisian kapiler lambat ( tidak kembali dalam < 2-3 detik setelah ditekan )
e. Ekspresi wajah pasien pucat
f. Pasien tampak lemas
g. Warna kulit kebiruan
h. Kulit pecah – pecah, rambut rontok, kuku rapuh
i. Ekspresi wajah pasien meringis
j. Pasien tampak gelisah
k. Pasien mengalami kejang
l.  Tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesia)
m. Terjadi hematuria
n. Terjadi inkontinensia urine
o. Terjadi inkontinensia alvi
p. Berat badan pasien tidak stabil
q. Mual ataupun muntah
r. Keluar cairan encer yang berbau busuk dari vagina.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang muncul :


1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara aktif akibat
pendarahan
2. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan suplai O2 ke jaringan
3. Nyeri kronis b/d nekrosis jaringan pada serviks akibat penyakit kanker serviks
4. Hipertermi b/d penyakit kanker serviks dan peningkatan aktivitas metabolik
5. Risiko infeksi b/d penyakit kronis (metastase sel kanker)
6. Kerusakan eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus urinarius
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan aktivitas
metabolik terhadap kanker
8. Disfungsi seksual b/d perubahan fungsi tubuh akibat proses penyakit kanker serviks
9. Intoleransi aktivitas b/d produksi energi tubuh menurun
10. Inkontinensia alvi b/d peningkatan tekanan otot abdominal akibat nekrosis jaringan,
kerusakan neuromuscular
11. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuscular akibat infiltrasi kanker pada
serabut saraf lumbosakral
12. PK Gagal Ginjal
13. Gangguan pola tidur b/d depresi akibat penyakit kanker serviks
14. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai proses penyakit kanker
serviks, terapi, dan prognosisnya
15. Ansietas b/d krisis situasional
16. Berduka antisipasi b/d penyakit kronis yang diderita (kanker serviks) dan ancaman
kematian
17. Koping keluarga melemah b/d sakit yang berkepanjangan pada anggota keluarga
terdekat
18. Defisit perawatan diri b/d kelemahan
19. Risiko cedera pada ibu b/d penurunan jumlah trombosit
20. PK Anemia
21. Mual b/d kemoterapi
22. Kerusakan integritas kulit b/d perubahan status nutrisi dan kemoterapi
23. Gangguan citra tubuh b/d proses penyakit dan kemoterapi
24. HDR b/d bau busuk pada keputihan

D. RENCANA TINDAKAN

 Dx 1 : Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara aktif
akibat pendarahan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 5 jam diharapkan
keseimbangan volume cairan adekuat
Kriteria Hasil :
1. TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
 Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)
 Pernapasan normal (± 16 - 24 x / menit)
 Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)
 Suhu normal (± 36,5oC - 37,5oC)
2. Membran mukosa lembab
3. Turgor kulit baik (elastis)
4. Pengisian kapiler cepat ( kembali dalam ± 2-3 detik setelah ditekan)
5. Ekpresi wajah pasien tidak pucat lagi

NO INTERVENSI RASIONAL
1 Awasi masukan dan haluaran. Ukur Memberikan pedoman untuk

volume darah yang keluar melalui penggantian cairan yang perlu diberikan

perdarahan sehingga dapat mempertahankan volume

sirkulasi yang adekuat untuk transport

oksigen.
2 Catat kehilangan darah ibu Kehilangan darah ibu secara berlebihan
menurunkan perfusi
3 Hindari trauma dan pemberian tekanan Mengurangi potensial terjadinya
berlebihan pada daerah yang mengalami peningkatan pendarahan
pendarahan
4 Pantau status sirkulasi dan volume kemungkinan menyebabkan hipovolemia
darah atau hipoksia
5 Pantau TTV. Evaluasi nadi perifer, dan Menunjukkan keadekuatan volume
pengisian kapiler sirkulasi
6 Catat respon fisiologis individual pasien Simtomatologi dapat berguna untuk
terhadap pendarahan, misalnya mengukur berat / lamanya episode
kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, pendarahan. Memburuknya gejala dapat
berkeringat / penurunan kesadaran menunjukkan berlanjutnya pendarahan /
tidak adekuatnya penggantian cairan
7 Kaji turgor kulit, kelembaban membran Merupakan indikator dari status hidrasi /
mukosa, dan perhatikan keluhan haus derajat kekurangan cairan
pada pasien
8 Kolaborasi : Penggantian cairan tergantung pada
Berikan cairan IV sesuai indikasi derajat hipovolemia dan lamanya
pendarahan (akut / kronis). Cairan IV
juga digunakan untuk mengencerkan
obat antineoplastik pada penderita
kanker.
9 Kolaborasi : Transfusi darah diperlukan untuk
Berikan transfusi darah (Hb, Hct) dan memperbaiki jumlah darah dalm tubuh
trombosit sesuai indikasi ibu dan mencegah manifestasi anemia
yang sering terjadi pada penderita
kanker.
Transfusi trombosit penting untuk
memaksimalkan mekanisme pembekuan
darah sehingga pendarahan lanjutan
dapat diminimalisir.
10 Kolaborasi : Perlu dilakukan untuk menentukan
Awasi pemeriksaan laboratorium, kebutuhan resusitasi cairan dan
misalnya : Hb, Hct, sel darah merah mengawasi keefektifan terapi

 Dx 2 : Risiko infeksi b/d proses penyakit kronis (metastase sel kanker)


Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien tidak
mengalami infeksi
Kriteria Hasil :
1. Tidak tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesia)
2. TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
 Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)
 Pernapasan normal (± 16 - 24 x / menit)
 Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)
 Suhu normal (± 36,5oC - 37,5oC)
3.  Nilai WBC (sel darah putih) dari pemeriksaan laboratorium berada dalam
batas normal (4 - 9 103/µL)

NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Kaji tanda / gejala infeksi secara kontinyu pada semua Pengenalan dini dan intervensi segera dapat
sistem tubuh (misalnya : pernafasan, pencernaan, mencegah perkembangan infeksi lebih
genitourinaria) lanjut
2 Pantau perubahan suhu pasien Peningkatan suhu pada ibu hamil dengan
kanker serviks dapat terjadi karena proses
penyakitnya, infeksi, dan efek samping
kemoterapi yang dijalaninya. Identifikasi
dini proses infeksi memungkinkan terapi
yang tepat untuk dimulai segera
3 Kaji janin untuk melihat adanya tanda infeksi seperti Deteksi dini terhadap reaksi infeksi yang
takikardi dan penurunan keaktifan gerakan janin bisa berdampak pada janin dan
menghambat pertumbuhan janin.
4 Pertahankan teknik perawatan aseptik. Hindari / batasi Menurunkan risiko kontaminasi agen
prosedur invasif infeksius
5 Utamakan personal hygiene Membantu mengurangi pajanan potensial
sumber infeksi dan menimalisir paparan
pertumbuhan sekunder patogen
6 Kolaborasi : Diferensial dan peningkatan WBC
Awasi hasil laboratorium untuk melihat adanya diferensial merupakan salah satu respon tubuh untuk
atau peningkatan WBC mengatasi infeksi yang timbul oleh antigen
7 Kolaborasi : Mengidentifikasi organisme penyebab dan
Dapatkan kultur sesuai indikasi terapi yang tepat
8 Kolaborasi : Digunakan untuk menghambat
Berikan antibiotik sesuai indikasi perkembangan agen infeksi

 Dx 3 : Perubahan Pola eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus urinarius
T ujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, pola eliminasi urine
pasien kembali normal (adekuat)
Kriteria Hasil :
1. Tidak terjadi hematuria
2. Tidak terjadi inkontinensia urine
3. Tidak terjadi disuria
4. Jumlah output urine dalam batas normal ( ± 0,5 - 1 cc / kgBB / jam)

NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Catat keluaran urine, selidiki Penurunan aliran urine tiba-tiba dapat
mengindikasikan adanya obstruksi / disfungsi
penurunan / penghentian aliran
pada traktus urinarius
urine tiba-tiba
2 Kaji pola berkemih (frekuensi dan Identifikasi kerusakan fungsi vesika
urinaria akibat metastase sel-sel kanker
jumlahnya). Bandingkan haluaran
pada bagian tersebut
urine dan masukan cairan serta catat
berat jenis urine
3 Observasi dan catat warna urine. Penyebaran kanker pada traktus urinarius (salah
satunya di vesika urinaria) dapat menyebabkan
Perhatikan ada / tidaknya hematuria
jaringan di vesika urinaria mengalami nekrosis
sehingga urine yang keluar berwarna merah
karena bercampur dengan darah
4 Observasi adanya bau yang tidak Identifikasi tanda - tanda infeksi pada jaringan
traktus urinarius
enak pada urine (bau abnormal)
5 Dorong peningkatan cairan dan Mempertahankan hidrasi dan aliran urine baik
pertahankan pemasukan akurat
6 Awasi tanda vital. Kaji nadi perifer, Indikator keseimbangan cairan dan
menunjukkan tingkat hidrasi
turgor kulit, pengisian kapiler, dan
membran mukosa
7 Kolaborasi : Pemeriksaan diagnostik dan penunjang misalnya
Siapkan untuk tes
diagnostik, pemeriksaan retrograd dapat digunakan untuk
mengevaluasi tingkat infiltrasi kanker pada
prosedur penunjang sesuai indikasi
traktus urinarius sehingga dapat menjadi dasar
untuk intervensi selanjutnya
8 Kolaborasi : Kadar BUN dan kreatinin yang abnormal dapat
menjadi indikator kegagalan fungsi ginjal
Pantau nilai BUN dan kreatinin
sebagai akibat komplikasi metastase sel-sel
kanker pada traktus urinarius hingga ke organ
ginjal.
E. IMPLEMENTASI

Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang direncanakan.

F. EVALUASI

1.      Keseimbangan volume cairan


2.      Tidak ada tanda – tanda infeksi
3.      Pola eliminasi urine ( BAK ) normal
4.      Nyeri berkurang / hilang / teratasi
5.      Nafsu makan meningkat
6.      Pengetahuan tentang penyakit kanker meningkat
7.      Perhatian keluarga meningkat
8.      Turgor kulit normal
9.      Cairan yang keluar pervagina tidak berbau busuk
10.  Berat badan stabil
11.  Pola eliminasi alvi normal sehari sekali dengan konsistensi lembek
12.  Mual dan muntah berkurang / hilang
13.  Ekspresi wajah klien tenang
14.  Pengisian kapiler cepat
15.  Kulit lembab, rambut tidak rontok atau sudah tumbuh

DAFTAR PUSTAKA

 Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

 Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
 Hamilton, Persis. 1995. Dasar - Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6. Jakarta :
EGC

 Brunner and Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3.
Jakarta : EGC

 Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima


Medika

 Doengoes, Marylynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta :


EGC

 Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6,
Volume 2. Jakarta : EGC

 Guyton and Hall. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC

 Corwin, Elizabeth. 1996. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

        Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Jakarta : Media Ausculapius

 Robbins. 1999. Dasar Patologi Penyakit Edisi 5. Jakarta : EGC

 Sjaifoellah Noer. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta : FKUI

         http://id.wikipedia.org/wiki/kanker_serviks (akses : 8 Oktober 2009)

        http://healthycaus.blogspot.com/2009/07/askep-ibu-dengan-gangguan-sistem-
reproduksi.html (akses : 10 Oktober 2009)

         http://infokesehatan2009.html (akses 10 Oktober 2009)

         http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=9636 (akses : 11 Oktober


2009)

Anda mungkin juga menyukai