Oleh :
Okta Fitriani
1730044
Tahun 2017
LAPORAN PENDAHULUAN
I. Laporan Pendahuluan
A. Definisi
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yangdisebabkan
oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia,ledakan, sengatan
listrik atau gigitan hewan (R.Sjamsu Hidayat, 1997).
Mansjoer (2000) menyatakan “Vulnus Laseratum merupakan luka terbuka
yang terdiri dari akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas
kulit atau otot”.
Luka terbuka merupakan luka dimana kulit atau jaringan selaput lendir
rusak. Cedera jaringan lunak disertai kerusakan / terputusnya jaringan kulit yaitu
rusaknya kulit dan bisa disertai jaringan di bawah kulit. Kerusakan ini dapat terjadi
karena suatu kesengajaan seperti pada tindakan operasi maupun ketidak sengajaan
seperti luka akibat kecelakaan (traumatis).
B. Etiologi
1. Luka di sengaja yaitu luka yang sengaja dibuat untuk suatu maksud tertentu.
Misalnya luka operasi / insisi, rencana pengobatan
2. Luka tidak sengaja yaitu luka yang diakibatkan karena kecelakaan. Misalnya
luka bacok, tertikam, tertembak.
Luka dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu:
1. Trauma mekanis yang disebabkan karena tergesek, terpotong, terbentur dan
terjepit.
2. Trauma elektris dan penyebab cidera karena listrik dan petir.
3. Trauma termis, disebabkan oleh panas dan dingin.
4. Truma kimia, disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa serta zat
iritif dan berbagai korosif lainnya.
C. Klasifikasi luka
1. Berdasarkan sifatnya :
a. Luka akut adalah luka yang sembuh sesuai dengan periode waktu yang
diharapkanatau dengan kata lain sesuai dengan konsep penyembuhan luka
akut dengan dikatagorikan sebgai :
a) Luka akut pembedahan , contoh insisi, eksisi dan skin graft
b) Luka bukan pembedahan, contoh lika bakar
c) Luka akut factor lain , contoh abrasi, laserasi, atau imnjuri
padalapisan kulit superfisial
b. Luka kronis adalah luka yang proses penyembuhannya mengalami
keterlambatan atau bahkan kegagalan. Contoh luka dekubitus, luka
diabetes dan leg ulcer.
2. Berdasarkan Berdasarkan kehilangan jaringan
a. Superficial : luka hanya terbatas pada lapisan epidermis
b. Parsial (partial thickness) luka meliputi epidermi dan dermisc.
c. Penuh(full thickness) luka meliputi epidermis, dermis dan jaringan
subkutan bahan dengan juga melibatkn otot, tendon, dan tulang
3. Berdasarkan mekanisme kerja
a. Luka Insisi (incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrument
yangtajam. Misalny ayang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih
(aseptic), biasanya tertutup oleh sutura atau setelahseluruh pembuluh dara
h yangluka di ikat (ligasi).
b. Luka memar (contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatutekanan
dan dikarakteristikan oleh cedar pada jaringan lunak, perdarahandan
bengaak.
c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan
dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
d. Luka tusuk (punctured wound), terjadi akibat adanya benda seperti
peluruatau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
e. Luka gores (lacerated wound), terjadi akibat benda yang tajam sepertioleh
kaca / kawat.
f. Luka tembus (penetrating wound), luka yang menembus organ
tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada
bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
g. Luka bakar (Combutsio), luka yang disebabkan oleh trauma panas,
listrik,kimiawi, radiasi atau suhu dingin yang ekstrim.
4. Berdasarkan penampilan
a. Nekrotik, (hitam), Eschar yang mengeras dan nekrotik, mungkin kering
atau lembab.
b. Sloughy (kuning), jaringan mati yang fibrous
c. Terinfeksi (kehijauan), terdengan tanda-tanda klinis adanya infeksi
sepertinyeri, panas, bengkak, kemerahan dan peningkatan eksudat.d.
d. Granulasi (merah), jaringan granulasi yang sehate.
e. Epitalisasi (pink), terjadi epitelisasi
5. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, dibagi menjadi :
a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang
terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial
dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas
sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya
sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai
otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan
atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot,
tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
D. Patofisiologi
Vulnus laserrratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh,
kecelakaan sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon tubuh
terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi.reaksi peradangan
akan terjadi apabila jaringan terputus.dalam keadaan ini ada peluang besar
timbulnya infeksi yang sangat hebat. Penyebabnya cepat yang di sebabkan oleh
mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi peradangan itu
sebenarnya adalah peristiwa yang di koordinasikan dengan baik yang dinamis dan
kontinyu untuk menimbulkan reaksi peradangan maka jaringan harus hidup dan
harus di mikrosekulasi fungsional. Jika jaringan yang nekrosis luas maka reaksi
peradangan tak di temukan di tengah jaringan yang hidup dengan sirkulasi yang
utuh terjadi pada tepinya antara jaringan mati dan hidup.
Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi kerusakan
jaringan.sek-sel yang rusak akan membentuk zat kimia sehingga akan
menurunkan ambang stimulus terhadap reseptormekano sensitif dan
hernosenssitif. Apabila nyeri di atas hal ini dapat mengakibatkan gangguan rasa
nyaman nyeri yang berlanjut istirahat atau tidur terganggu dan terjadi ketertiban
gerak
E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Mansjoer (2000) manifestasi klinis vulnus laceratum adalah sebagai
berikut :
1. Luka tidak teratur
2. Jaringan rusak
3. Bengkak
4. Pendarahan
5. Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasanya di daerah rambut
6. Tampak lecet atau memar di setiap luka.
H. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan diagnostik yang perlu di lakukan terutama jenis darah lengkap.
Tujuanya untuk mengetahui tentang infeksi yang terjadi.pemeriksaannya
melalui laboratorium.
2. Sel-sel darah putih.leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan kehilangan sel
pada lesi luka dan respon terhadap proses infeksi.
3. Hitung darah lengkap.hematokrit mungkin tinggi atau lengkap.
4. Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi.
5. Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit deabetus melitus
I. Penatalaksanaan
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu
evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan
luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.
1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan
eksplorasi).
2. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit.
Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau
larutan antiseptik seperti:
a. Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif).
b. Halogen dan senyawanya
c. Oksidansia
d. Logam berat dan garamnya
e. Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
f. Derivat fenol
g. Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan
turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%.
Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka
terinfeksi (Mansjoer, 2000:390).
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan
adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan
cairan pencuci yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan
sehingga memperlama waktu rawat dan biaya perawatan. Pemelihan cairan
dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka.
Pembersihan luka tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah
meninangkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka;
menghindari terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan debris
(InETNA, 2004:16).
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka
yaitu:
a. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang
jaringan mati dan benda asing.
b. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
c. Berikan antiseptic
d. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi
lokal
e. Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000: 398;400)
3. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8
jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau
tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh persekundam atau
pertertiam.
4. Penutupan Luka
Penutupan luka adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka
sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
5. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada
kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan,
infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses
penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah
berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.
6. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka
terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
7. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu
pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi
pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi
(Mansjoer,2000:398 ; Walton, 1990:44).
II. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
- Luka baru
1. Kaji keadaan umum pasien
2. Kaji tempat kejadian ( emergensi atau stabil )
3. Kaji Tandi Vital ( Tensi, suhu, nadi, pernapasan )
4. Kaji keadaan luka ( luas, lokasi, jenis, )
5. Kaji adanya tanda – tanda infeksi luka
6. Kaji hal –hal yang berhubungan dengan luka, fraktur, perdarahan, injuri,
dan cedera kepala
7. Kaji perdarahan yang keluar ( ada atau tidak, Jumlah, warna , bau )
- Luka lama / sudah ada tindakan
Pengakjian fisik:
B. Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis, fisik.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanik
3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka teerbuka
4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan
C. Intervensi
1. Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien (Terjemahan). Edisi EGC: Jakarta.
2. Mansjoer,A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Medika Auskulapius
FKUI: Jakarta.
3. Nurarif, Amir Huda & Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi asuhan keperawatab
berdasarkan diagnose medis & NANDA NIC-NOC Edisi Revisi jilid 1. Yogjakarta :
Media Action.
4. http://ingevelysta.blogspot.com/2016/07/laporan-pendahuluan-vulnus-
laceratum.html#ixzz4t1KDWKKZ