Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

LUKA TERBUKA (OPEN WOUND)

Oleh :

Okta Fitriani

1730044

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kepanjen

Pemerintahan Kabupaten Malang

Jl.Trunojoyo No.16 Telp.(0341)397644,Fax.(0341)396625 Kepanjen.Malang 65163

Tahun 2017
LAPORAN PENDAHULUAN

LUKA TERBUKA (OPEN WOUND)

I. Laporan Pendahuluan
A. Definisi
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yangdisebabkan
oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia,ledakan, sengatan
listrik atau gigitan hewan (R.Sjamsu Hidayat, 1997).
Mansjoer (2000) menyatakan “Vulnus Laseratum merupakan luka terbuka
yang terdiri dari akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas
kulit atau otot”.
Luka terbuka merupakan luka dimana kulit atau jaringan selaput lendir
rusak. Cedera jaringan lunak disertai kerusakan / terputusnya jaringan kulit yaitu
rusaknya kulit dan bisa disertai jaringan di bawah kulit. Kerusakan ini dapat terjadi
karena suatu kesengajaan seperti pada tindakan operasi maupun ketidak sengajaan
seperti luka akibat kecelakaan (traumatis).

B. Etiologi
1. Luka di sengaja yaitu luka yang sengaja dibuat untuk suatu maksud tertentu.
Misalnya luka operasi / insisi, rencana pengobatan
2. Luka tidak sengaja yaitu luka yang diakibatkan karena kecelakaan. Misalnya
luka bacok, tertikam, tertembak.
Luka dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu:
1. Trauma mekanis yang disebabkan karena tergesek, terpotong, terbentur dan
terjepit.
2. Trauma elektris dan penyebab cidera karena listrik dan petir.
3. Trauma termis, disebabkan oleh panas dan dingin.
4. Truma kimia, disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa serta zat
iritif dan berbagai korosif lainnya.
C. Klasifikasi luka
1. Berdasarkan sifatnya :
a. Luka akut adalah luka yang sembuh sesuai dengan periode waktu yang
diharapkanatau dengan kata lain sesuai dengan konsep penyembuhan luka
akut dengan dikatagorikan sebgai :
a) Luka akut pembedahan , contoh insisi, eksisi dan skin graft
b) Luka bukan pembedahan, contoh lika bakar
c) Luka akut factor lain , contoh abrasi, laserasi, atau imnjuri
padalapisan kulit superfisial
b. Luka kronis adalah luka yang proses penyembuhannya mengalami
keterlambatan atau bahkan kegagalan. Contoh luka dekubitus, luka
diabetes dan leg ulcer.
2. Berdasarkan Berdasarkan kehilangan jaringan
a. Superficial : luka hanya terbatas pada lapisan epidermis
b. Parsial (partial thickness) luka meliputi epidermi dan dermisc.
c. Penuh(full thickness) luka meliputi epidermis, dermis dan jaringan
subkutan bahan dengan juga melibatkn otot, tendon, dan tulang
3.  Berdasarkan mekanisme kerja
a. Luka Insisi (incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrument
yangtajam. Misalny ayang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih
(aseptic), biasanya tertutup oleh sutura atau setelahseluruh pembuluh dara
h yangluka di ikat (ligasi). 
b. Luka memar (contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatutekanan
dan dikarakteristikan oleh cedar pada jaringan lunak, perdarahandan
bengaak.
c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan
dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
d. Luka tusuk (punctured wound), terjadi akibat adanya benda seperti
peluruatau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
e. Luka gores (lacerated wound), terjadi akibat benda yang tajam sepertioleh
kaca / kawat.
f. Luka tembus (penetrating wound), luka yang menembus organ
tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada 
bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
g. Luka bakar (Combutsio), luka yang disebabkan oleh trauma panas,
listrik,kimiawi, radiasi atau suhu dingin yang ekstrim.
4. Berdasarkan penampilan
a. Nekrotik, (hitam), Eschar yang mengeras dan nekrotik, mungkin kering
atau lembab.
b. Sloughy (kuning), jaringan mati yang fibrous
c. Terinfeksi (kehijauan), terdengan tanda-tanda klinis adanya infeksi
sepertinyeri, panas, bengkak, kemerahan dan peningkatan eksudat.d.
d. Granulasi (merah), jaringan granulasi yang sehate.
e. Epitalisasi (pink), terjadi epitelisasi
5. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, dibagi menjadi :
a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang
terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial
dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas
sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya
sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai
otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan
atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot,
tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
D. Patofisiologi
Vulnus laserrratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh,
kecelakaan sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon tubuh
terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi.reaksi peradangan
akan terjadi apabila jaringan terputus.dalam keadaan ini ada peluang besar
timbulnya infeksi yang sangat hebat. Penyebabnya cepat yang di sebabkan oleh
mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi peradangan itu
sebenarnya adalah peristiwa yang di koordinasikan dengan baik yang dinamis dan
kontinyu untuk menimbulkan reaksi peradangan maka jaringan harus hidup dan
harus di mikrosekulasi fungsional. Jika jaringan yang nekrosis luas maka reaksi
peradangan tak di temukan di tengah jaringan yang hidup dengan sirkulasi yang
utuh terjadi pada tepinya antara jaringan mati dan hidup.
Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi kerusakan
jaringan.sek-sel yang rusak akan membentuk zat kimia sehingga akan
menurunkan ambang stimulus terhadap reseptormekano sensitif dan
hernosenssitif. Apabila nyeri di atas hal ini dapat mengakibatkan gangguan rasa
nyaman nyeri yang berlanjut istirahat atau tidur terganggu dan terjadi ketertiban
gerak
E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Mansjoer (2000)  manifestasi klinis vulnus laceratum adalah sebagai
berikut :
1. Luka tidak teratur
2. Jaringan rusak
3. Bengkak
4. Pendarahan
5. Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasanya di daerah rambut
6. Tampak lecet atau memar di setiap luka.

F. Tipe penyembuhan luka


Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini
dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang.
1. Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu penyembuhan
yang terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi luka biasanya dengan
jahitan.
2. Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka yang
tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikkan oleh
adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar. Proses
penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini biasanya
tetap terbuka.
3. Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang
dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement. Setelah
diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini merupakan tipe
penyembuhan luka yang terakhir (Mansjoer,2000:397 ; InETNA, 2004:4).
G. Proses penyembuhan luka
Penyembuhan luka merupakan suatu proses penggantian jaringanyangmati/
rusak dengan jaringanbaru & sehat oleh tubuh dengan jalan regenerasi.
Penyembuhan luka meliputi 2 kategori yaitu :
1. Pemulihan jaringan → Regenerasi jaringan pulih seperti semula baik struktu
maupun fungsinya.
2. Repair→Pemulihanatau penggantian oleh jaringan ikat
(Mawardi Hasan, 2002).

Fase penyembuhan luka terdiri dari:

1. Fase koagulasi dan inflamasi (0-3 hari)


Koagulasi merupakan respon yang pertama terjadi sesaat setelah
lukaterjadi dan melibatkan platelet. Pengeluaran platelet
menyebabkanvasokontriksi. Proses ini bertujuan untuk hemostasis sehingga
mencegah perdarahan lebih lanjut.
Fase inflamasi selanjutnya terjadi beberapa menit setelah luka
terjadi berlanjut sekitar 3 hari. Fase inflamasi memungkinkan pergerakan
leukosit (utamanya Neutrifil). Neotrofil selanjutnya memfagosit dan
membunuh bakteri dan masuk ke matriks fibrin dalam persiapan
pembentukkan jaringan baru.
2. Fase proliferasi / rekonstruksi (2-24 hari)
Apabila tidak ada infeksi / kontaminasi pada fase inflamasi, maka proses
penyembuhan selanjutnya memasuki tahapan proliferasi / rekonstruksi.
Tujuan utama fase ini adalah :
A. Proses granulasi (untuk mengisi ruang yang kosong pada luka)  
B. Angiogenesis (pertumbuhan kapiler baru)
Secara klinis akan tampak kemerahan pada luka. Angiogenesis terjadi
bersamaan dengan fibrioplasia. Tanpa proses angiogenesis sel-sel
penyembuhan tidak dengan bermigrasi, replikasi, melawan infeksi dan
pembentukkan atau deposit komponen matriks baru.Proses konstriksi (untuk
menarik kedua tepi luka agar saling berdekatan).
3. Fase Remodilling atau MAturasi (24 hari 3 tahun)
Fase ini merupakan fase terakhir dan terpanjang pada
proses penyembuhan luka. Aktifitas sintesis dan degradasi kolagen berada dal
amkeseimbangan. Serabut-serabut kolagen meningkat secara berthap dan
bertambah tebal kemudian disokong oehproteinase untuk perbaikansepanjang
garis luka.kolagen menjadi unsure yang utama pada matriks.Serabut kolagen
menyebardengan saling terikat dan menyatu serta berangsur-angsur
menyokong pemulihan jaringan.

H. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan diagnostik yang perlu di lakukan terutama jenis darah lengkap.
Tujuanya untuk mengetahui tentang infeksi yang terjadi.pemeriksaannya
melalui laboratorium.
2. Sel-sel darah putih.leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan kehilangan sel
pada lesi luka dan respon terhadap proses infeksi.
3. Hitung darah lengkap.hematokrit mungkin tinggi atau lengkap.
4. Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi.
5. Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit deabetus melitus 

I. Penatalaksanaan
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu
evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan
luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.
1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan
eksplorasi).
2. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit.
Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau
larutan antiseptik seperti:
a. Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif).
b. Halogen dan senyawanya
c. Oksidansia
d. Logam berat dan garamnya
e. Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
f. Derivat fenol
g. Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan
turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%.
Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka
terinfeksi (Mansjoer, 2000:390).
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan
adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan
cairan pencuci yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan
sehingga memperlama waktu rawat dan biaya perawatan. Pemelihan cairan
dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka.
Pembersihan luka tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah
meninangkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka;
menghindari terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan debris
(InETNA, 2004:16).
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka
yaitu:
a. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang
jaringan mati dan benda asing.
b. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
c. Berikan antiseptic
d. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi
lokal
e. Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000: 398;400)

3. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8
jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau
tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh persekundam atau
pertertiam.
4. Penutupan Luka
Penutupan luka adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka
sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
5. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada
kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan,
infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses
penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah
berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.
6. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka
terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
7. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu
pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi
pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi
(Mansjoer,2000:398 ; Walton, 1990:44).
II. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian

Ada dua kondisi yang perlu dikaji :

- Luka baru
1. Kaji keadaan umum pasien
2. Kaji tempat kejadian ( emergensi atau stabil )
3. Kaji Tandi Vital ( Tensi, suhu, nadi, pernapasan )
4. Kaji keadaan luka ( luas, lokasi, jenis, )
5. Kaji adanya tanda – tanda infeksi luka
6. Kaji hal –hal yang berhubungan dengan luka, fraktur, perdarahan, injuri,
dan cedera kepala
7. Kaji perdarahan yang keluar ( ada atau tidak, Jumlah, warna , bau )
- Luka lama / sudah ada tindakan

1. Kaji penampilan luka ( tanda-tanda infeksi )


2. Kaji luas luka
3. Kaji Keluhan nyeri ( Lokasi, intensitas )
4. Kaji kondisi jahitan luka
5. Kaji drainage atau cairan yang keluar

Pengakjian fisik:

 Aktifitas atau istirahat


Gejala : merasa lemah, lelah.
Tanda : perubahan kesadaran, penurunan kekuatan tahanan keterbatasaan
rentang gerak, perubahan aktifitas.
 Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah atau normal.
Tanda : perubahan frekwensi jantung takikardi atau bradikardi.
 Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : ketakutan, cemas, gelisah.
 Eliminasi
Gejala : konstipasi, retensi urin.
Tanda : belum buang air besar selama 2 hari.
 Neurosensori
Gejala : vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, nyeri.
Tanda : sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri pada
daerah cidera , kemerah-merahan.
 Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau di tekan.
Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat,
gelisah, tidak bisa tidur.
 Kulit
Gejala : nyeri, panas.
Tanda : pada luka warna kemerahan , bau, edema.

B. Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis, fisik.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanik
3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka teerbuka
4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan

C. Intervensi

No Dignosa keperawatan NOC NIC


.
1. Nyeri akut berhubungan  Pain Level, 1. Pengkajian nyeri
dengan agen injuri  Pain control, secara komprehensif
biologis, fisik.  Comfort level termasuk lokasi,
Kriteria hasil: karakteristik, durasi,
1. Mampu mengontrol frekuensi, kualitas
nyeri (tahu penyebab dan faktor presipitasi
nyeri, mampu 2. Observasi reaksi non
menggunakan tehnik verbal dari
nonfarmakologi untuk ketidaknyamanan
mengurangi nyeri, 3. Kontrol lingkungan
mencari bantuan). yang dapat
2. Melaporkan bahwa nyeri mempengaruhi nyeri
berkurang dengan seperti suhu ruangan,
menggunakan pencahayaan dan
manajemen nyeri. kebisingan
3. Mampu mengenali nyeri 4. Kurangi faktor
(skala, intensitas, presipitasi nyeri
frekuensi dan tanda 5. Kaji tipe dan sumber
nyeri). nyeri untuk
4. Menyatakan rasa menentukan
nyaman setelah nyeri intervensi
berkurang. 6. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi: napas
dala, relaksasi,
distraksi, kompres
hangat/ dingin.
7. Tingkatkan istirahat
8. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri,
berapa lama nyeri
akan berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
9. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
10. Kolaborasi pemberian
analgesic.

2. Kerusakan integritas  Tissue Integrity : Skin Pressure Management


kulit berhubungan and Mucous Membranes 1. Anjurkan pasien untuk
dengan factor mekanik  Wound Healing : primer menggunakan pakaian
dan sekunder yang longgar.
Kriteria hasil : 2. Hindari kerutan pada
1. Integritas kulit yang baik tempat tidur.
bisa dipertahankan 3. Jaga kebersihan kulit
(sensasi, elastisitas, agar tetap bersih dan
temperatur, hidrasi, kering
pigmentasi). 4. Mobilisasi pasien
2. Tidak ada luka/lesi pada (ubah posisi pasien)
kulit. setiap dua jam sekali.
3. Perfusi jaringan baik 5. Monitor kulit akan
4. Menunjukkan adanya kemerahan
pemahaman dalam 6. Oleskan lotion atau
proses perbaikan minyak/baby oil pada
kulitdan mencegah derah yang tertekan.
terjadinya sedera 7. Monitor status nutrisi
berulang. pasien
5. Mampu melindungi kulit 8. Memandikan pasien
dan mempertahankan dengan sabun dan air
kelembaban kulit dan hangat
perawatan alami 9. Kaji lingkungan dan
peralatan yang
menyebabkan tekanan
10. Observasi luka :
lokasi, dimensi,
kedalaman luka,
karakteristik, warna
cairan, granulasi,
jaringan nekrotik,
tanda-tanda infeksi
lokal, formasi traktus
11. Ajarkan pada
keluarga tentang luka
dan perawatan luka
12. Kolaborasi ahli
gizi pemberian diae
TKTP, vitamin.
13. Lakukan tehnik
perawatan luka dengan
steril.
14. Berikan posisi
yang mengurangi
tekanan pada luka

3. Resiko infeksi  Immune status Infection control


berhubungan dengan  Knowledge : infection (kontrol infeksi)
luka teerbuka control 1. Bersihkan lingkungan
 Risk control setelah dipakai pasien
Kriteria hasil: lain
1. Klien bebas dari tanda 2. Pertahankan teknik
dan gejala infeksi isolasi
2. Mendiskripsikan proses 3. Batasi pengunjung bila
penularan penyakit, perlu.
factor yang 4. Intruksikan pada
mempengaruhi pengunjung untuk
penularan serat mencuci tangan saat
penatalaksaannya. berkunjung
3. Menunjukkan meninggalkan pasien.
kemampuan untuk 5. Gunakan sabun anti
menceagah timbulnya mikroba untuk
infeksi. mencuci tangan.
4. Jumlah leukosit dalam 6. Cuci tangan sebelum
batas normal. dan sesudah tindakan
5. Menunjukkan perilaku 7. Pertahankan
hidup sehat. lingkungan aseptic
selama pemasangan
alat.
8. Tingkatkan intake
nutrisi.
9. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan local.
10. Monitor hitungan
granulosit dan WBC
11. Inspeksi kulit dan
membrane mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase.
12. Dorong masukan
nutrisi dan cairan
13. Dorong untuk istirahat
14. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi.
15. Kolaborasi pemberian
antibiotic.
4. Intoleransi Aktivitas  Energy conservation Activity therapy
berhubungan dengan  Activity tolerance 1. Observasi adanya
kelemahan  Self Care: ADLs pembatasan klien
Kriteria Hasil : dalam melakukan
1. Berpartisipasi dalam aktivitas
aktivitas fisik tanpa 2. Kaji adanya faktor
disertai peningkatan yang menyebabkan
tekanan darah, nadi dan kelelahan
RR 3. Monitor nutrisi dan
2. Mampu melakukan sumber energi yang
aktivitas sehari hari adekuat
(ADLs) secara mandiri 4. Monitor pasien akan
3. Tanda tanda vital adanya kelelahan fisik
normal dan emosi secara
4. Level kelemahan berlebihan
5. Sirkulasi status baik 5. Monitor respon
6. Status respiratory: kardivaskuler terhadap
pertukaran gas dan aktivitas (takikardi,
ventilasi adekuat disritmia, sesak nafas,
diaporesis, pucat,
perubahan
hemodinamik)
6. Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien
7. Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi
Medik dalam
merencanakan progran
terapi yang tepat
8. Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang mampu
dilakukan
9. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten
yang sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan sosial
10. Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan
11. Bantu untuk
mendpatkan alat
bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
12. Bantu untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
13. Bantu klien untuk
membuat jadwal
latihan diwaktu luang
14. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
15. Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
16. Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
17. Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan
spiritual
DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien (Terjemahan). Edisi EGC: Jakarta.
2. Mansjoer,A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Medika Auskulapius
FKUI: Jakarta.
3. Nurarif, Amir Huda & Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi asuhan keperawatab
berdasarkan diagnose medis & NANDA NIC-NOC Edisi Revisi jilid 1. Yogjakarta :
Media Action.
4. http://ingevelysta.blogspot.com/2016/07/laporan-pendahuluan-vulnus-
laceratum.html#ixzz4t1KDWKKZ

Anda mungkin juga menyukai