Anda di halaman 1dari 40

PEMINATAN KEPERAWATAN NEUROLOGI

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

STIKES TELOGOREJO SEMARANG

2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah infark miokard dan kanker

serta penyebab kecacatan nomor satu diseluruh dunia. Dampak stroke tidak hanya

dirasakan oleh penderita, namun juga oleh keluarga dan masyarakat disekitarnya.

Penelitian menunjukkan kejadian stroke terus meningkat di berbagai negara

berkembang, termasuk Indonesia (Endriyani, dkk., 2011; Halim dkk., 2013).

Menurut WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke tahun 2011.

Dari jumlah tersebut 5,5 juta jiwa telah meninggal dunia.Diperkirakan jumlah stroke

iskemik terjadi 85% dari jumlah stroke yang ada. Penyakit darah tinggi atau hipertensi

menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia. Di Indonesia stroke merupakan

penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan kanker. Prevalensi stroke

mencapai 8,3 per 1000 penduduk, 60,7 persennya disebabkan oleh stroke non

hemoragik. Sebanyak 28,5 % penderita meninggal dunia dan sisanya mengalami

kelumpuhan total atau sebagian. Hanya 15 % saja yang dapat sembuh total dari

serangan stroke atau kecacatan (Nasution, 2013; Halim dkk., 2013). Dinas Kesehatan

Jawa Tengah menunjukkan bahwa pravalensi stroke non hemoragik di Jawa Tengah

tahun 2014 adalah 0,05% lebih tinggi dibandingkan dengan angka tahun 2013 sebesar

0,03%. Sedangkan pada tahun 2014 di RSUD Sukoharjo saja terdapat kasus stroke

non hemoragik 1.419 orang (DKK Sukoharjo, 2014).


Stroke non hemoragik dapat didahului oleh oleh banyak faktor pencetus dan sering

kali berhubungan dengan penyakit kronis yang menyebabkan masalah penyakit

vaskular seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, obesitas, kolesterol, merokok,

dan stres. Pada kenyataannya, banyak klien yang datang ke rumah sakit dalam

keadaan kesadaran yang sudah jauh menurun dan stroke merupakan penyakit yang

memerlukan perawatan dan penanganan yang cukup lama. Oleh karena itu peran

perawat sangat penting dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien stroke non

hemoragik, serta diharapkan tidak hanya fokus terhadap keadaan fisiknya saja tetapi

juga psikologis penderita.

B. Tujuan

1. Melakukan pengkajian pada pasien dengan stroke non hemoragik

2. Menganalisa kasus dan merumuskan masalah keperawatan pada pasien dengan

stroke non hemoragik

3. Menyusun asuhan keperawatan yang mencakup intervensi pada pasien dengan

stroke non hemoragik,

4. Melakukan implementasi atau pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien

dengan stroke non hemoragik,

5. Mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien

dengan stroke non hemoragik


BAB II

TINJAUAN TEORI

I. KONSEP LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN

Serangan otak merupakan istilah kontemporer untuk stroke atau cedera

serebrovaskuler yang mengacu kepada gangguan suplai darah otak secara mendadak

sebagai akibat dari oklusi pembuluh darah parsial atau total, atau akibat pecahnya

pembuluh darah otak (Chang, 2010).

Stroke merupakan gangguan mendadak pada sirkulasi serebral di satu pembuluh darah

atau lebih yang mensuplai otak.Stroke menginterupsi atau mengurangi suplai oksigen dan

umumnya menyebabkan kerusakan serius atau nekrosis di jaringan otak (Williams, 2018).

Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik (primary hemorrhagic

strokes) dan stroke non hemoragik (ischemic strokes) .

Menurut Price, (2016) stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan sirkulasi

cerebri yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh misalnya

trombus, embolus atau penyakit vaskuler dasar seperti artero sklerosis dan arteritis yang

mengganggu aliran darah cerebral sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke otak menurun

yang menyebabkan terjadinya infark.

Sedangkan menurut Padila, (2012) Stroke Non Haemoragik adalah cedera otak yang

berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri

cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh.
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan

trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di

pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan

hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2018).

B. KLASIFIKASI

Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila, (2012) adalah :

1. Transient Ischemic Attack (TIA)

TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak sepintas dan

menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.

2. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)

RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung

lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3 minggu

3. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)

Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran

darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam beberapa jam

sampe bbrpa hari

4. Stroke in Resolution

Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran

darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal dalam beberapa jam

sampai bebrapa hari

5. Completed Stroke (infark serebri)

Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan

peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa memburuk lagi.

Sedangkan secara patogenitas menurut Tarwoto dkk, (2007) Stroke iskemik (Stroke Non

Hemoragik) dapat dibagi menjadi :


1. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena trombosis di arteri

karotis interna secara langsung masuk ke arteri serebri media. Permulaan gejala sering

terjadi pada waktu tidur,atau sedang istrirahat kemudian berkembang dengan

cepat,lambat laun atau secara bertahap sampai mencapai gejala maksimal dalam

beberapa jam, kadang-kadang dalam beberapa hari (2-3 hari), kesadaran biasanya tidak

terganggu dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari,minggu atau

bulan.

2. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli yang pada

umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat sangat mendadak berkembang

sangat cepat, kesadaran biasanya tidak terganggu, kemungkinan juga disertai emboli

pada organ dan ada kecenderungan untuk membaik dalam beberapa hari, minggu atau

bulan.
C. TANDA GEJALA

Gejala yang paling sering dijumpai pada penderita umumnya dikelompokan atas 4

macam :

a) Dystensia ( gangguan fungsi motorik ) berupa :

1) Kelumpuhan ( hemiplegi atau paraplegi )

2) Paralisis ( kehilangan total dari gangguan kekuatan motoriknya )

3) Paresis ( kehilangan sebagian kekuatan otot motoriknya )

b) Disnestasia ( gangguan fungsi sensorik ) berupa :

1) Hipoarasthesia dan Arasthesia.

2) Gangguan penciuman, penglihatan dan gangguan rasa pada lidah.

c) Dyspasia ( gangguan berbicara )

d) Dymentia ( gangguan mental ) dengan manifestasi :

1) Gangguan neurologis.

2) Gangguan psikologis.

3) Keadaan kebingungan.

4) Reaksi depresif.

D. PATOFISIOLOGI
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.Luasnya

infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh daralidan

adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang

tersumbat.Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan

lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum

(hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor

penyebab infark pad-a otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah

dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau

terjadi turbulensi (Muttaqin, 2018).

Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam

aliran darah.Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh

darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.Area edema ini

menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat

berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan

berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.Oleh karena trombosis biasanya

tidak fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif.Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh

embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi

akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau

jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat .menyebabkan dilatasi

aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika

aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin, 2018).


Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi

pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering

menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai; karena

perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan

yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen

magnum (Muttaqin, 2018).

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan

perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan

darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,

talamus, dan pons (Muttaqin, 2018).

Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan

yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit.

Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.Anoksia serebral dapat terjadi oleh

karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin, 2018).

Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan

mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi otak

serta gangguan drainase otak. Elernen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade

iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena

darah dan sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin, 2008).

Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari 60 cc

maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan

lobar. Sedangkan jika terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc

diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, namun volume darah 5 cc dan terdapat

di pons sudah berakibat fatal (Misbach, 1999 dalam Muttaqin, 2018).


PATHWAY
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Muttaqin, (2018), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah

sebagai berikut :

1. Angiografi serebral: Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti

perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti

aneurisma atau malformasi vaskular.

2. Lumbal pungsi: Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal

menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial.

Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan


likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang

kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.

3. CT scan.: Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma,

adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil

pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di

ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.

4. MRI: MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk

menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan

biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.

5. USG Doppler: Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem

karotis).

6. EEG: Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari

jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

Pemeriksaan Laboratorium:

1. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang

masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal

(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.

2. Pemeriksaan darah rutin.

3. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat

mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.

4. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
F. PENATALAKSANAAN

a)      Bantuan kepatenan jalan nafas, ventilasi dengan bantuan oksigen.

b)      Pembatasan aktivitas/ tirah baring.

c)      Penatalaksanaan cairan dan nutrisi.

d)     Obat-obatan seperti anti Hipertensi, Kortikosteroid, analgesik.

e)      EKG dan pemantauan jantung.

f)       Pantau Tekanan Intra Kranial ( TIK ).

g)      Rehabilitasi neurologik.

G. Prognosis / Komplikasi

Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,

komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:

a. Berhubungan dengan immobilisasi è infeksi pernafasan, nyeri pada daerah

tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.

b. Berhubungan dengan paralisis         è nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,

deformitas dan terjatuh

c. Berhubungan dengan kerusakan otak è epilepsi dan sakit kepala.

d. Hidrocephalus Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang

mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.

II . KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien,

keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit

keluarga, dan pengkajian psikososial.

a. Identitas Klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,

pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor

register, dan diagnosis medis.

b. Keluhan utama

Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan adalah

kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,

dan penurunan tingkat kesadaran.

c. Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat

klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah

bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau

gangguan fungsi otak yang lain.

Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan

di dalam intrakranial.Keluhari perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai

perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.

d. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit

jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan

obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan

kegemukan.Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti

pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan


lainnya.Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat

kontrasepsi oral.Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat

penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk

memberikan tindakan selanjutnya.

e. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau

adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.

f. Pengkajian psikososiospiritual

Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang

memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status

emosi, kognitif, dan perilaku klien.Pengkajian mekanisme koping yang

digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap

penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan

masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik

dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.

g. Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,

pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian

anamnesis.Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6)

dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan

dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.

1) B1 (Breathing)

Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,

sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi


pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien

dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun

yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran

koma.

Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian

inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil

premitus seimbang kanan dan kiri.Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas

tambahan.

2) B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok

hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan darah biasanya

terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200

mmHg).

3) B3 (Brain)

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada

lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang

perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau

aksesori).Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.Pengkajian

B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan

pengkajian pada sistem lainnya.

4) B4 (Bladder)

Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine

sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan,

dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena


kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine

eksternal hilang atau berkurang.Selama periode ini, dilakukan kateterisasi

intermiten dengan teknik steril.Inkontinensia urine yang berlanjut

menunjukkan kerusakan neurologis luas.

5) B5 (Bowel)

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan

menurun, mual muntah pada fase akut.Mual sampai muntah disebabkan oleh

peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah

pemenuhan nutrisi.Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan

peristaltik usus.Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan

kerusakan neurologis luas.

6) B6 (Bone)

Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol

volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas

menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat

menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan

dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada

salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau

kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien

kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka

turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus

terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah

mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan

sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah

pada pola aktivitas dan istirahat.

7) Pengkajian Tingkat Kesadaran

Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar

dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.Tingkat

keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling

sensitif untuk disfungsi sistem persarafan.Beberapa sistem digunakan untuk

membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar

pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.Jika klien sudah mengalami

koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran

klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.

8) Pengkajian Fungsi Serebral

Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan

bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.

9) Status Mental

Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah,

dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status

mental klien mengalami perubahan.

10) Fungsi Intelektual

Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek

maupun jangka panjang.Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.Pada


beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk

mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.

11) Kemampuan Bahasa

Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang

memengaruhi fungsi dari serebral.Lesi pada daerah hemisfer yang dominan

pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke)

didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan

atau bahasa tertulis.Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis

inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat

mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak

lancar.Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit

dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab

untuk menghasilkan bicara.Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan

tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil

sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.

h. Pengkajian Saraf Kranial

Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-

X11.

1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi

penciuman.

2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di

antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial

(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat

memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk

mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.

3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada

4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan

konjugat unilateral di sisi yang sakit.

5) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf

trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,

penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi

otot pterigoideus internus dan eksternus.

6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan

otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.

7) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka

mulut.

9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.

10) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta

indra pengecapan normal.

i. Pengkajian Sistem Motorik

Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan

kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN

bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat

menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi ng berlawanan dari otak.


1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena

lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu

sisi tubuh adalah tanda yang lain.

2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.

3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

j. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :

1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektifb.d O2 otak menurun

2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan

untuk mengabsorpsi nutrient

3. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.

4. Risiko kerusakan integritas kulit b.d factor risiko : lembap

5. Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular, kerusakan sentral

bicara

Diagnosa
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan
1 Perfusi Tujuan (NOC) : Intervensi (NIC)

jaringan Gangguan perfusi 1. Peningkatan tekanan

cerebral tidak jaringan dapat 1. Pantau TTV tiap jam dan darah sistemik yang

efektifb.d O2 tercapai secara catat hasilnya diikuti dengan penurunan

otak menurun optimal tekanan

darah diastolik merupakan

Kriteria hasil : tanda peningkatan TIK.

Napas tidak teratur


 Mampu
mempertahanka 2. Kaji respon motorik menunjukkan adanya

n tingkat terhadap perintah peningkatan TIK

kesadaran sederhana 2. Mampu mengetahui

 Fungsi sensori 3. Pantau status neurologis tingkat respon motorik

dan motorik secara teratur pasien

membaik 4. Dorong latihan kaki aktif/ 3. Mencegah/menurunkan

pasif atelektasis

5. Kolaborasi pemberian 4. Menurunkan statis vena

obat sesuai indikasi 5. Menurunkan resiko

terjadinya komplikasi
2 Ketidakseimba Tujuan (NOC) : Intevensi (NIC) :

ngan nutrisi: 1. Status gizi 1. Pengelolaan gangguan

kurang dari 2. Asupan makanan

kebutuhan makanan 2. Pengelulaan nutrisi

tubuh b.d 3. Cairan dan 3. Bantuan menaikkan BB

ketidakmampu zat gizi Aktivitas keperawatan :

an untuk Kritria evaluasi: 1. Tentukan motivasi klien 1. Motivasi klien

mengabsorpsi 1. Menjelaskan untuk mengubah kebiasaan mempengaruhi dalam

nutrient komponen makan perubahan nutrisi

kedekatan 2. Ketahui makanan

diet kesukaan klien 2. Makanan kesukaan klien untuk

2. Nilai 3. Rujuk kedokter untuk mempermudah pemberian

laboratorium menentukan penyebab nutrisi

(mis,trnsferin,albumin,d perubahan nutrisi 3. Merujuk kedokter untuk

an eletrolit) mengetahui perubahan klien

3. Melaporkan serta untuk proses


keadekuatan tingkat penyembuhan

giji 4. Bantu makan sesuai


4. Membantu makan untuk

4. Nilai dengan kebutuhan klien mengetahui perubahan nutrisi

laboratorium serta untuk pengkajian

(mis:trasferin,alb 5. Ciptakan lingkungan yang


5. Menciptakan lingkungan untuk

omen dan menyenangkan untuk kenyamananistirahat klien serta

eletrolit makan utk ketenangan dalam

5. Toleransi terhadap ruangan/kamar.

gizi yang dianjurkan.

3 Hambatan Tujuan (NOC): Intevensi (NIC) :

mobilitas fisik Klien diminta


 Terapi aktivitas, ambulasi
b.d penurunan menunjukkan tingkat
 Terapi aktivitas, mobilitas
kekuatan otot mobilitas, ditandai
sendi.
dengan indikator
 Perubahan posisi
berikut (sebutkan

nilainya 1 - 5 : Aktivitas Keperawatan :


1. Mengajarkan klien tentang
ketergantungan
1. Ajarkan klien tentang dan dan pantau penggunaan alat
(tidak berpartisipasi)
pantau penggunaan alat bantu mobilitas klien lebih
membutuhkan
mudah.
bantuan orang lain
bantu mobilitas. 2. Membantu klien dalam
atau alat
2. Ajarkan dan bantu klien proses perpindahan akan
membutuhkan
dalam proses perpindahan. membantu klien latihan
bantuan orang lain,
3. Berikan penguatan positif dengan cara tersebut.
mandiri dengan
selama beraktivitas. 3. Pemberian penguatan positif
pertolongan alat
bantu atau mandiri selama aktivitas akan mem-

penuh). bantu klien semangat dalam


4. Dukung teknik latihan ROM
Kriteria latihan.

Evaluasi : 4. Mempercepat klien dalam


5. Kolaborasi dengan tim
mobilisasi dan
1. Menunjukkan medis tentang mobilitas
mengkendorkan otot-otot
penggunaan alat klien
5. Mengetahui perkembngan
bantu secara
mobilisasi klien sesudah
benar dengan
latihan ROM
pengawasan.

2. Meminta bantuan

untuk beraktivitas

mobilisasi jika

diperlukan.

3. Menyangga BAB

4. Menggunakan

kursi roda secara

efektif.

4 Risiko kerusakan Tujuan (NOC) : 1) Anjurkan pasien untuk 1. Kulit bisa lembap dan

integritas kulit b.d Tissue Integrity : menggunakan pakaian mungkin merasa tidak

factor risiko : Skin and Mucous yang longgar dapat beristirahat atau

lembap Membranes 2) Hindari kerutan pada tempat perlu untuk bergerak

Kriteria Hasil : tidur 2. Menurunkan terjadinya

 Integritas 3) Jaga kebersihan kulit agar tetap risiko infeksi pada

kulit yang bersih dan kering bagian kulit

baik 4) Mobilisasi pasien (ubah posisi


bisa 3. Cara pertama untuk
dipertahanka pasien) setiap dua jam sekali mencegah terjadinya

n (sensasi,
5) Monitor kulit akan adanya infeksi

elastisitas, kemerahan 4. Mencegah terjadinya

temperatur, 6) Oleskan lotion atau komplikasi selanjutnya

hidrasi, minyak/baby oil pada derah 5. Mengetahui

pigmentasi) yang tertekan perkembangan terhadap

 Tidak 7) Kolaborasi
ada pemberian terjadinya infeksi kulit

luka/lesi pada antibiotic sesuai indikasi 6. Menurunkan pemajanan

kulit terhadap kuman infeksi

 Menunjukka pada kulit

n 7. Menurunkan risiko

pemahaman terjadinya infeksi

dalam proses

perbaikan

kulit dan

mencegah

terjadinya

sedera

berulang

 Mampu

melindungi

kulit dan

mempertahan

kan

kelembaban
kulit dan

perawatan

alami
5 Gangguan Tujuan (NOC): Intervensi (NIC) :

komunikasi 1. Lakukan komunikasi 1. Mencek komunikasi


Komunikasi dapat
verbal b.d. dengan wajar, bahasa klien apakah benar-
berjalan dengan baik
kerusakan jelas, sederhana dan benar tidak bisa

neuromuscular Kriteria hasil : bila perlu diulang melakukan komunikasi

, kerusakan 2. Dengarkan dengan 2. Mengetahui bagaimana


a. Klien dapat
sentral bicara tekun jika pasien mulai kemampuan
mengekspresikan
berbicara komunikasi klien tsb
perasaan
3. Mengetahui derajat

b. Memahami 3. Berdiri di dalam lapang /tingkatan kemampuan

maksud dan pandang pasien pada berkomunikasi klien

pembicaraan orang saat bicara 4. Menurunkan terjadinya

lain 4. Latih otot bicara secara komplikasi lanjutan

optimal 5. Keluarga mengetahui &


c. Pembicaraan
5. Libatkan keluarga mampu
pasien dapat
dalam melatih mendemonstrasikan
dipahami
komunikasi verbal pada cara melatih

pasien komunikasi verbalpd

6. Kolaborasi dengan ahli klien tanpa bantuan

terapi wicara perawat

6. Mengetahui

perkembangan

komunikasi verbal klien


BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN STOKE NON HEMORAGIC


PADA Tn. A di Grobogan

A. PENGKAJIAN

Klien ditemukan oleh keluarga dalam kondisi tidak sadar dan muntah di tempat
tidur. Kemudian klien dibawa ke RSUD Purwodadi selama 1 hari. Karena tidak
ada perubahan, maka oleh keluarga klien dipindahkan ke RSUP Dr. Kariadi
Semarang dengan keluhan lemas separuh badan kanan, sulit diajak
berkomunikasi, dan mengalami penurunan kesadaran, GCS: E2 M5 V afasia.
Sebelum dilakukan pengkajian di Unit Stroke pada tanggal 06 Juli 2009 pada Tn.
A telah dilakukan tindakan di UGD yaitu diberikan infus RL 20 tpm, terapi oksigen
tambahan 3L/menit, pemeriksaan EKG ( hasilnya sinus takikardia), CT-scan, dan
fotothoraks. Terapi injeksi dan oral dilanjutkan di dalam ruang Unit Stroke.
Keluarga mengatakan klien belum pernah mengalami stroke sebelumnya, klien
mempunyai riwayat hipertensi yang tidak terkontrol. Klien tidak memiliki riwayat
DM, jantung dan asma.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan interupsi aliran darah :
hemoragik serebral ditandai dengan GCS E4 M5 Vafasia, Tingkat kesadaran apatis
Kekuatan otot ekstremitas superior ka=ki 0/5, ekstremitas inferior ka=ki 0/5,
Hemiplegi ektremitas dextra, Capillary refill > 2dtk, CT Scan kepala tanpa kontras
adalah Tampak perdarahan pada pedunkules cerebri kiri, mesencephalon kiri dan
thalamus kiri tetapi densitas dan volumenya berkurang, Udem perifokal lebih luas,
Efek massa masih tampak.

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neoromuskuler,


penurunan kekuatan otot ditandai dengan Penampilan umum lemah, Kekuatan otot
ekstremitas superior ka=ki 0/5, ekstremitas inferior ka=ki 0/5, Hemiplegi ektremitas
dextra, Indeks KATZ = G (tidak mandiri untuk semua aktivitas sehari-hari), Reflek
biseps ka=ki :+/++, Refleks triseps ka=ki :+/++, Refleks patela ka=ki :+/++, Refleks
asciles ka=ki :+/++

Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi serebral,


parese N VII, Ketidakmampuan berbicara dan menyebutkan kata-kata ( afasia),
Kontak mata tidak ada, Parese nervus kranial VII dekstra sentral dan XII dekstra
sentral

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi

Setelah dilakukan tindakan Mandiri


keperawatan selama 3x7 jam
diharapkan perfusiMonitor tekanan darah.
jaringan
serebral adekuat dengan kriteria Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan
hasil: (30o) dan dalam posisi anatomis.
Menunjukkan peningkatan tingkat Tinggikan tangan dan kepala.
kesadaran menjadi CM
Pertahankan keadaan tirah baring.
Menunjukkan tekanan darah
dalam rentang normal (120 – Catat status neurologis.
140/60 – 90 mmHg)
Kolaborasi
Tidak ada tanda-tanda
peningkatan TIK Berikan O2 tambahan sesuai indikasi.

Setelah dilakukan tindakan Mandiri


keperawatan selama 3x7 jam
diharapkan kerusakan mobilitas Kaji kemampuan fungsional/luasnya kerusakan
fisik dapat diminimalkan, dengan awal dan dengan cara yang teratur.
kriteria hasil:
Latih melakukan latihan rentang gerak aktif dan
Klien dapat duduk tanpa bantuan. pasif pada semua ekstremitas.

Klien dapat makan dan minum Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya,
secara mandiri. gunakan papan kaki selama periode paralisi
flaksid. Pertahankan posisi kepala netral.
Klien dapat melakukan ROM aktif
sesuai dengan Tempatkan bantal dibawah aksila untuk
kemampuannya. melakukan abduksi pada tangan.

Posisikan lutut dan panggul dalam posisi


ekstensi.

Pertahankan kaki dalam posisi normal.

Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan


dan latihan dengan menggunakan ekstremitas
yang tidak sakit untuk
menyokong/menggerakkan daerah tubuh
yang mengalami kelemahan.

Kolaborasi

Konsultasikan dengan ahli fisioterapi.

BAB IV

Pembahasan

Dalam bab ini berisi tentang analisa teori dengan kasus stroke non

hemorogic kemudian dianalisa. Penulis melakukan perawatan dengan

menggunakan proses keperawatan.

A. Pengkajian

Pada tahap ini dengan berbagai cara untuk memperoleh data. Data

yang diperoleh dari wawancara yang bersumber dari pasien dan

keluarga. Kemudian dilakukan analisa antara sumber dengan data

yang diperoleh oleh penulis


1. Keluhan utama saat dikaji

Klien ditemukan oleh keluarga dalam kondisi tidak sadar

dan muntah di tempat tidur. Kemudian klien dibawa ke

RSUD Purwodadi selama 1 hari. Karena tidak ada

perubahan, maka oleh keluarga klien dipindahkan ke RSUP

Dr. Kariadi Semarang dengan keluhan lemas separuh badan

kanan, sulit diajak berkomunikasi, dan mengalami

penurunan kesadaran, GCS: E2 M5 V afasia.

2. Pemeriksaan

Ekstremitas

Ektremitas Kanan = 0 Kanan = 0 Kanan = 0


atas Kiri =5 Kiri =5 Kiri =5
Kekuatan otot Ekstremitas
Kanan = 0 Kanan = 0 Kanan = 0
bawah
Kiri =5 Kiri =5 Kiri =5

Tangan Sulit untuk Sulit untuk Sulit untuk


Keseimbanga kanan dinilai dinilai dinilai
n dan
koordinasi Sulit untuk
Tangan kiri Baik Baik
dinilai

Sedangkan data pengkajian yang sama dengan teori adalah

1. Keluahan utama saat dikaji

Dalam pengkajian keperawatan penulis memperoleh data yang

sama yaitu keluhan lemas separuh badan kanan, sulit diajak

berkomunikasi, dan mengalami penurunan kesadaran.

2. Pemeriksaan

Dalam pengkajian keperawatan penulis memperoleh data


Ekstremitas

Ektremitas Kanan = 0 Kanan = 0 Kanan = 0


atas Kiri =5 Kiri =5 Kiri =5
Kekuatan otot Ekstremitas
Kanan = 0 Kanan = 0 Kanan = 0
bawah
Kiri =5 Kiri =5 Kiri =5

Tangan Sulit untuk Sulit untuk Sulit untuk


Keseimbanga kanan dinilai dinilai dinilai
n dan
koordinasi Sulit untuk
Tangan kiri Baik Baik
dinilai

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan pada pasien berdasarkan hasil pengkajian, hasil

pemeriksaan fisik yang didapatkan menunjukkan masalah yang dialami pasien

Diagnosa yang muncul pada teori sebagai berikut :

1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan interupsi aliran

darah : hemoragik serebral.

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neoromuskuler,

penurunan kekuatan otot.

3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi

serebral, parese N VII.

Menurut peneliti dipengaruhi oleh gangguan perdarahan di otak yang

menyebabkan fungsi otak terganggu pada tubuh sehingga aliran darah ke

setiap bagian otak terhambat karena perdarahan di otak, maka terjadi

kekurangan O2 ke jaringan otak sehingga menyebabkan nyeri kepala,

hemiparesis (kelemahan pada salah satu sisi tubuh), yang ditandai dengan

kesulitan mebolak balik posisi, keterbatasan kemampuan melakukan

motorik kasar, keterbatasan rentang pergerakan sendi, tremor akibat


pergerakan dengan gangguan sirkulasi otak. Diagnosa keperawatan ini

diambil dari batasan karakteristik yang muncul pada tanda gejala pasien

tersebut. Pada studi kasus yang dilakukan peneliti, tidak menemukan antara

kesenjangan antara praktek dan teori.

Menurut Johnson ( 2013) ketidakefektifan perfusi jaringan perfusi jaringan

serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah : hemoragik serebral

dengan data subjektif abnormal bicara, kelemahan ekstermitas, nyeri kepala.

C. Perencanaaan

Intervensi yang dilakukan berdasarkan masing-masing diagnosa

keperawatan yang ditemukan penulis selama mengasuh kasus

kelolaan adalah :

Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan Mandiri


selama 3x7 jam diharapkan perfusi jaringan
Monitor tekanan darah.
serebral adekuat dengan kriteria hasil:

Menunjukkan peningkatan tingkat kesadaran Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan
menjadi CM (30o) dan dalam posisi anatomis.

Menunjukkan tekanan darah dalam rentang Tinggikan tangan dan kepala.


normal (120 – 140/60 – 90 mmHg) Pertahankan keadaan tirah baring.
Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK Catat status neurologis.

Kolaborasi

Berikan O2 tambahan sesuai indikasi.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan Mandiri


selama 3x7 jam diharapkan kerusakan
mobilitas fisik dapat diminimalkan, dengan Kaji kemampuan fungsional/luasnya kerusakan
kriteria hasil: awal dan dengan cara yang teratur.

Klien dapat duduk tanpa bantuan. Latih melakukan latihan rentang gerak aktif dan
pasif pada semua ekstremitas.
Klien dapat makan dan minum secara mandiri.
Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya,
Klien dapat melakukan ROM aktif sesuai gunakan papan kaki selama periode paralisi
dengan kemampuannya. flaksid. Pertahankan posisi kepala netral.

Tempatkan bantal dibawah aksila untuk


melakukan abduksi pada tangan.

Posisikan lutut dan panggul dalam posisi


ekstensi.

Pertahankan kaki dalam posisi normal.

Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan


dan latihan dengan menggunakan
ekstremitas yang tidak sakit untuk
menyokong/menggerakkan daerah tubuh
yang mengalami kelemahan.

Kolaborasi

Konsultasikan dengan ahli fisioterapi.

D. Implementasi

Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu pasien dalam mencapai

tujuan yang ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan,

pencegahan penyakit dan pemulihan kesehatan. Dalam

pelaksanaan penulis melakukan tidakan keperawatan sesuai

dengan rencana yang telah disusun.

Diagnosa :

1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan interupsi aliran

darah : hemoragik serebral.

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neoromuskuler,

penurunan kekuatan otot.

3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi

serebral, parese N VII.


Menurut peneliti implementasi yang dilakukan pada studi kasus klien

dengan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral sudah sesuai

dengan intervensi,

E. Evaluasi

Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan interupsi

aliran darah : hemoragik serebral, Dalam asuhan keperawatn yang

dilakukan penulis terdapat hipertensi dan intra cerebaral homorhage

masalah ini teratasi sebagian

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan

neoromuskuler, penurunan kekuatan otot, Dalam asuhan keperawatan

yang dilakukan penulis terdapat hambatan mobilitas Fisik berhubungan

dengan Penurunan kekuatan otot (kerusakan neuron) masalah ini

teratasi sebagian dibuktikan dengan pasien sudah ada peningkatan

kekuatan otot
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Berdasarkan tinjauan teori, tinjauan kasus, dan pembahasan dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut :

1. Data yang menunjang mengarah pada diagnosa stroke non hemoragik yaitu : pasien tidak

bisa berbicara, tidak mampu beraktifitas di tempat tidur, mengalami paralisis sebelah kanan,

mengalami gangguan dalam pendengaran, penciuman, dan penglihatan.

Data antara teori yang ada dan realita yang terjadi di lahan kurang lebih sama, dan data-data

yang didapat adalah : bicara pasien tidak jelas, meracau, tidak mampu menggerakkan tubuh

sebelah kanan, tidak mampu melakukan perawatan diri secara mandiri, keterbatasan rentang

gerak,

2. Dalam literatur tidak semua diagnosa keperawatan ditemukan dalam kasus nyata, hanya

tiga diagnosa keperawatan yang muncul seperti yang sudah disebutkan diatas
4. Semua intervensi keperawatan pada masing-masing diagnosa yang penulis susun pada

intinya sesuai dengan yang terdapat pada teori dan tidak ada penambahan intervensi selain

yang terdapat dalam literatur

5. Terdapat beberapa implemetasi yang belum bisa penulis lakukan secara langsung pada

pasien diantaranya melakukan slow stroke back massage,

6. Pada evaluasi keperawatan didapatkan kedua masalah keperawatan masih teratasi

sebagian yaitu masalah perfusi jaringan dan hambatan mobilitas fisik sehingga

membutuhkan perawatan lebih lanjut. Dan belum ada masalah keperawatan yang sudah

teratasi.

B. Saran

Perawat harus memberikan pelayanan yang baik kepada pasien, sesuai norma-norma dan

nilai-nilai yang berlaku, perawat harus memberikan asuhan keperawatan kepada pasien

dengan benar, melakukan pengkajian yang teliti pada pasien untuk menentukan prioritas

masalah, diagnosa yang tepat, implementasi dan evaluasi yang sesuai dengan keadaan

pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Aberg J.A., Lacy C.., Amstrong L.., Goldman M.. and Lance L.L., 2009, Drug
Information Handbook, 17th Edition, American Pharmacists Association

Caplan, L. R. and Goldszmidt, A., 2013, Stroke Esensial 2thed. United State of
America: Saunders Elsevier pp 23

Chisholm-Burns M.A., Wells B.G., Schwinghammer T.L., Malone P.M., Kolesar


J.M., Rotschafer J.C. and Dipiro J.T., 2008, Pharmacotherapy Principles and
Practice, The Mc Graw-Hill Companies, United States of America.
DepKes RI, 2009, Profil Kesehatan Indonesia 2008, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia: Jakarta.

DepKes RI, 2008, Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan


Keterampilan Memilih Obat Bagi Tenaga Kesehatan, Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan: Jakarta.
DepKes RI, 2011, Modul Penggunaan Obat Rasional, Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan:Jakarta.
DepKes RI, 2013, Modul Penggunaan Obat Rasional, Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan:Jakarta.
Dinata C.A., Safrita Y. and Sastri S., 2013, Gambaran Faktor Risiko dan Tipe Stroke
pada Pasien Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok
Selatan Periode 1 Januari 2010 - 31 Juni 2012, Jurnal Kesehatan
Andalas, 2 (2), 57–61.

Drug Information Handbook,2009,17thEdition, Lexi-comp for the American


Pharmacists Association.
Fagan, S. C., and Hess, D. C, 2008, Kardiovaskular ; Stroke In Dipiro, J.T. et
all., Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. Mc
Graw Hill Medical ; 373

Jauch E.C., Saver J.L., Adams H.P., Bruno A., Connors J.J.B., Demaerschalk B.M.,
Khatri P., McMullan P.W., Qureshi A.I., Rosenfield K., Scott P.A., Summers
D.R., Wang D.Z., Wintermark M. and Yonas H., 2013, Guidelines for the Early
Management of Patients with Acute Ischemic Stroke, American Heart
Association, 44 (3), 870–947.
Junaidi, I., 2011, Stroke Waspadai Ancamannya, ANDI, Yogyakarta.
Karuniawati, H., Ikawati, Z., Gofir, A., 2015, Pencegahan Sekunder untuk
Menurunkan Kejadian Stroke Berulang pada Stroke Iskemik, Jurnal
Manajemen dan Pelayanan Farmasi (JMPF); Vol. 5 No.1
Khalillullah, S. A., 2011, Penggunaan Antiplatelet (Aspirin) pada Akut Stroke
Iskemik, Medicin University of Syiah Kuala ; 1 – 7
Krismayanti, M., 2007, Evaluasi Drug Related Problems pada Pengobatan Pasien
Stroke di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun
2005, Medula 1-106
J., Lamsudin R., Allah A., A. B., Suroto, Alfa A.Y., Harris S., NurimabaN., Islam S.,
Bustami M. and Rasyid A., 2011, Guideline Stroke Iskemik
2011, Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, Jakarta.
Misbach J., Lumban T., Ranakusuma T.A.S., Suryamiharja A., Harris S. and Bustami
M., 2004, Guideline Stroke 2004, Edisi Keti., Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia, Jakarta.
Nasution L.F., 2013, Stroke Non Hemoragik pada Laki-Laki Usia 65 Tahun,
Medula Unila, 1 (3), 1–9.

Overgaard K., 2014, The Effects of Citicoline on Acute Ischemic Stroke: A


Review, Journal of Stroke and Cerebrovascular Diseases, 23 (7), 1–6.
Terdapat di: http://dx.doi.org/10.1016/j.jstrokecerebrovasdis.2014.01.020.
Persatuan Dokter Saraf Indonesia (PERDOSSI), 2011, Penatalaksanaan
Khusus Stroke Akut, PERSI: Jakarta
Roveny, 2015, Antikoagulan untuk Stroke Iskemik Kardioemboli, IAI
Continuing Professional Development : Jakarta
Sacco, R. L., Boden-Albala, B., Gan, R., et al, 1998, Stroke Incidence Among
White, Black and Hispanic Residents of an Urban Community: The
Northern Manhattan Stroke Study, Am J Epidemiol 147:259-268.
Sastroasmoro, S. 2011. Dasar – dasar Metodologi Penelitian Klinis edisi 3.
Sagung Seto: Jakarta.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RND. Alfabeta.
Bandung, pp. 44-50.
Sukandar, E. Y., Andrajati, R., Sigit, J. I., Adnyana, I. K., Setiadi, A. A. P.,
Kusnandar, 2009, ISO FARMAKOTERAPI, PT. ISFI: Jakarta.
Sukemi, 2011, Evaluasi Penggunaan Obat Terapi Pemeliharaan Stroke pada Pasien
Rawat Inap di RSUD dr. Moewardi Surakarta Tahun 2010, Medula 1-16.
Thom, T., Haase, N., Rosamond, W., et al, 2006, Heart Disease and Stroke
Statistics 2006 Update: A Report from The American Heart Association
Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee, Circulation
113: e85-e151.

Anda mungkin juga menyukai