Anda di halaman 1dari 32

ASUHANAN KEPERAWATAN

GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI (CA SERVIKS)


Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Tahap Stase Keperawatan Maternitas

Disusun Oleh :

NAMA : AYU ICI KUMALA DIARTI


NIM : 0432950920003

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANI SALEH


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
BEKASI

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kanker rahim adalah penyakit kanker yang menyerang rahim dengan pembelahan sel yang
tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan yang
bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ketempat yang jauh (metastasis) (Wuto,
2008 dalam Padila, 2012).
Kanker leher rahim sering juga disebut kanker mulut rahim, merupakan salah satu penyakit
kanker yang paling banyak terjadi pada wanita (Edianto, 2006 dalam Padila, 2012).
.
Berdasarkan GLOBOCAN 2012 kanker serviks menduduki urutan ke- 7 secara global
dalam segi angka kejadian (urutan ke urutan ke- 6 di negara kurang berkembang) dan
urutan ke-8 sebagai penyebab kematian (menyumbangkan 3,2% mortalitas, sama dengan
angka mortalitas akibat leukemia). Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di negara
berkembang, dan urutan ke 10 pada negara maju atau urutan ke 5 secara global. Di
Indonesia kanker serviks menduduki urutan kedua dari 10 kanker terbanyak berdasar data
dari Patologi Anatomi tahun 2010 dengan insidens sebesar 12,7%. Menurut perkiraan
Departemen Kesehatan RI saat ini, jumlah wanita penderita baru kanker serviks berkisar 90-
100 kasus per 100.000 penduduk dan setiap tahun terjadi 40 ribu kasus kanker serviks.
Kejadian kanker serviks akan sangat mempengaruhi hidup dari penderitanya dan
keluarganya serta juga akan sangat mempengaruhi sektor pembiayaan kesehatan oleh
pemerintah. Oleh sebab itu peningkatan upaya penanganan kanker serviks, terutama dalam
bidang pencegahan dan deteksi dini sangat diperlukan oleh setiap pihak yang terlibat.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa pengertian kanker serviks?
2. Apa saja stadium kanker serviks?
3. Apa klasifikasi dari kanker serviks?
4. Apa etiologi dari kanker serviks?
5. Bagaimana patofisiologi kanker serviks?
6. Bagaimana WOC dari kanker serviks?
7. Apa saja manifestasi klinis kanker serviks?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang dari kanker serviks?
9. Apa saja penatalaksanaan dari kanker serviks?
10. Apa saja pencengahan dari kanker serviks?
11. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien kanker serviks?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian kanker serviks?
2. Untuk mengetahui apa saja stadium kanker serviks?
3. Untuk mengetahui apa klasifikasi dari kanker serviks?
4. Untuk mengetahui apa etiologi dari kanker serviks?
5. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi kanker serviks?
6. Untuk mengetahui bagaimana WOC dari kanker serviks?
7. Untuk mengetahui apa saja manifestasi klinis kanker serviks?
8. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang dari kanker serviks?
9. Untuk mengetahui apa saja penatalaksanaan dari kanker serviks?
10. Untuk mengetahui apa saja pencengahan dari kanker serviks?
11. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien kanker serviks?

1.4 Manfaat
1. Bagi masyarakat umum
Memberikan informasi pada masyarakat umum tentang kanker serviks
2. Bagi Penulis
Mendapatkan pengalaman serta dapat menerapkan apa yang didapat dalam perkuliahan
dan lebih waspada dini mengenai penyakit kanker serviks.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan kepustaakaan tentang asuhan keperawatan mengenai kanker serviks
4. Bagi lahan praktek
Memberikan masukan terhadap tenaga kesehatan untuk mempertahankan dan
menguatkan serta meningkatkan asuhan keperawatan secara profesional agar terhindar
dari komplikasi yang mungkin timbul.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kanker Serviks

Kanker serviks adalah suatu proses keganasan yang terjadi pada serviks, sehingga
jaringan disekitarnya tidak dapat melaksanakan fungsi sebagaimana mestinya dan
merupakan sebuah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim/serviks. (Sukaca,2009)
Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh dari sel-sel serviks, kanker serviks dapat
berasal dari sel-sel di leher rahim dan dari sel-sel mulut rahim atau keduanya.
(Suheimi,2010)
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai
akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan meruak jaringan normal
di sekitarnya. (sofian, 2012)
Kanker serviks adalah penyakit ganas pada serviks uterus yang disebabkan oleh infeksi
Human Papiloma Virus (HPV) grup onkogenik resiko tinggi terutama HPV 16 dan HPV18
serta filogeniknya (Himpunan Obstetri Ginekologi Indonesia, 2013)

2.2 Stadium
Stadium kanker ( FIGO 2000 )

Stadium 0 Karsinoma insitu, karsinoma intraepithelial


Stadium 1 Karsinoma masih terbatas diserviks ( penyebaran kekorpus uteri
diabaikan )
Stadium 1A Invansi kanker ke stroma hanya dapat didagnosis secara
mikroskopik. lesi yang dapat dilihat secara makroskopik walau
dengan invasi yang superficial dikelompokkan pada stadium 1B
Stadium I A1 Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih 3,0 mm da lebar
horizontal lesi tidak lebih 7 mm
Stadium I A2 Invasi ke stroma lebih dari 3 mm tetapi kurang dari 5 mm dan
perluasan horizontal tidak lebih 7 mm
Stadium 1B Lesi yang tampak terbatas pada serviks atau secara mikroskopik lesi
lebih luas stadium I A2
Stadium I B1 Lesi yang tampak tidak lebih dari 4cm dari dimensi terbesar
Stadium I B2 Lesi tampak lebih dari 4 cm diameter terbesar
Stadium 2 Tumor telah menginvasi diluar uterus, tetapi belum mengenai
dinding panggul atau sepertiga distal / bawah vagina
Stadium II A Tanpa invasi ke parametrium
Stadium II B Sudah menginvasi ke parametrium
Stadium 3 Tumor telah meluas ke dinding panggual dan mengenai sepertiga
bawah vagina dan menyebabkan hidronefrosis atau tidak
berfungsinya ginjal
Stadium III A Tumor telah meluas kesepertiga bawah vagina dan tidak invasi
parinterium tidak sampai ke dinding panggul
Stadium III B Tumor telah meluas ke dinding pangul dan menyebabkan
hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjal
Stadium 4 Tumor meluas keluar dari organ reproduksi
Stadium IV A Tumor menginvasi kemukosa kandung kemih atau rectum dan
keluar dari rongga panggul minor
Stadium IV B Metastasis jauh penyakit mikroinvasif : invasi stroma dengan
kedalaman 3 mm atau kurang dari membrae basalis epitel tanpa
invasi kerongga pembuluh limfe / darah atau melekat dengan lesi
kanker serviks

2.3 Klasifikasi
A. Mikroskopis
1. Displasia
Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis. Displasia berat
terjadi pada dua pertiga epidermi hampir tidak dapat dibedakan dengan karsinoma
insitu.
2. Stadium karsinoma insitu
Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapian epidermis
menjadi karsinoma sel skuamosa. Karsinoma insitu yang tumbuh didaerah
ektoserviks, peralihan sel skuamosa kolumnar dan sel cadangan endoserviks.
3. Stadium karsinoma mikroinvasif
Pada karsinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan sel
meningkat juga sel tumor menembus membran basalis, biasanya tumor ini
asimtomatik dan hanya ditemukan pada skrining kanker.
4. Stadium karsinoma invasive
Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol besar dan
bentuk sel bervariasi. Pertumbuhan invasif muncul diarea bibir posterior atau
anterior serviks dan meluas ketiga jurusan yaitu jurusan forniks posterior atau
anterior, jurusan parametrium dan korpus uteri
5. Bentuk kelainan dalam pertumbuhan karsinoma seviks pertumbuhan eksofilik,
berbentuk bunga kol, tumbuh kearah vagina dan dapat mengisi setengah dari vagina
tanpa infiltrasi kedalam vagina, bentuk pertumbuhan ini mudah nekrosis dan
perdarahan. Pertumbuhan endofilik, biasanya lesi berbentuk ulkus dan tumbuh
progresif meluas ke forniks, posterior dan anterior ke korpus uteri dan parametrium.
Pertumbuhan nodul, biasanya dijumpaimpada endoserviks yang lambat laun lesi
berubah bentuk menjadi ulkus
B. Makroskopis
1. Stadium preklinis
Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronik biasa
2. Stadium permulaan
Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum
3. Stadium setengah lanjut
Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir porsio
4. Stadium lanjut
Terjadi pengurusan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya sepetri ulkus dengan
jaringan yang rapuh dan mudal berdarah

2.4 Etiologi

Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko dan
predisposisi yang menonjol, antara lain :
A. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual
Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksual
semakin besar mendapat kanker serviks. Kawin pada usia 20 tahun dianggap masih
terlalu muda.
B. Jumlah kehamilan dan partus
Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering partus
semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks.
C. Jumlah perkawinan
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti pasangan
mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers serviks ini.
D. Infeksi virus
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus kondiloma
akuminata diduga sebagai factor penyebab kanker serviks.
E. Sosial Ekonomi
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah mungkin
faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan kebersihan perseorangan.
Pada golongansosil ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang hal
ini mempengaruhi imunitas tubuh.
F. Hygiene dan sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kankers serviks pada wanita yang
pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene penis tidak
terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.
G. Merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR akan
berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi diserviks yang kemudian
menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus
terbentuknya kanker serviks.
H. HPV
HPV(Human Popiloma Virus) merupakan penyebab terbanyak sebagai tambahan
perikok sigaret telah ditemukan sebagai penyebab juga. wanita perokok mengandung
konsentrat nikotin dan kotinin did alam serviks mereka yang merusak sel. laki-laki
perokok juga terdapat konsetrat bahan ini pada bahan secret genitalnya. dan dapat
memenuhi serviks selama intercourse. definisi beberapa nutrisional dapat juga
menyebabkan serviks dispalasia. national cencer institute mengkomendasikan bahwa
wanita sebaiknya mengkonsumsi lima kali buah-buahan segar dan sayuran setiap hari.
jika anda tidak dapat melakukan ini,pertimbangkan konsumsi multivitamin dengan
antioksida seperti vitamin E atau karoten setiap hari.

2.5 Patofisiologi
Kanker insitu pada serviks adalah keadaan dimana sel-sel neoplastic terjadi pada seluruh
lapisan epitel disebut displasia. Displasia merupakan neoplasia serviks intraepithelial (CNI).
CNI terbagi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat I ringan, tingkat II sedang, tingkat III berat.
Tidak ada gejala spesifik untuk kanker serviks perdarahan merupakan satu-satunya gejala
yang nyata tetapi gejala ini hanya ditemukan pada tahap lanjut. Sedangkan unuk tahap awal
tidak.
CNI biasanya terjadi disambungan epitel skuamosa dengan epitel kolumnar dan mukosa
endoserviks. Keadaan ini tidak dapat diketahui dengan cara pemeriksaan panggul rutin, pap
smear dilaksanakan untuk mendeteksi perubahan. Neoplastik hasil apusan abnormal
dilanjutkan dengan biopsy untuk memperoleh jaringan guna pemeriksaan sitologik. Sedang
alat biopsy yang digunakan dalam biopsy kolposkop fungsinya mengarahkan tindakan
biopsy dengan mengambil sample, biopsy kerucut juga harus dilakukan.
Stadium dini CNI dapat diangkat seluruhnya dengan biopsy kerucut atau dibersihkan
dengan laser kanker atau bedah beku. Atau biasa juga dengan histerektomi bila klien
merencanakan untuk tidak punya anak. Kanker invasive dapat meluas sampai ke jaringan
ikat, pembuluh limfe dan vena. Vagina ligamentum kardinale. Endomestrium penanganan
yang dapat dilaksanankan yaitu radioterapi atau histerektum radiaki dengan mengangkat
uterus atau ovarium jika terkena kelenjar limfe aorta diperlukan kemoterapi. (Price,Sylvia a,
2006)

2.6 WOC
Berhubungan seks diusia dini, merokok, hygine
seks yang kurang, virus HPV
Proses metaplasia

Dysplasia serviks

CA Serviks

Tahapan lanjut Terapi

vaskularasi Menembus sel epitel Merusak struktur


jaringan jaringan serviks
Struma serviks
Peradangan
Rektum Vagina
endo dan Meluas ke jaringan
eksoserviks
Fisula rektum Infiltrasi ke uretra

Gangguan Pembuluh limfe


konsep diri dan vena Infiltrasi Gangguan
ke saraf eliminasi
Dinding pembuluh
BAK
terdesak Gangguan
rasa
Perdarahan spontan nyaman /
nyeri
Defisit vol.
cairan

Pembedahan Non pembedahan

Aktifitas
Radiasi Kemotherapi
fisik
terbatas
Rusaknya
Mempercepat
Intoleransi jaringan
Kulit
pertumbuhan sel normal
aktifitas kering
Gangguan Memperpendek usia
integritas kulit akar rambut

Alopecia

Gangguan citra tubuh

2.7 Manifestasi Klinis


Tanda tanda dini kanker serviks kebanyakan tidak menimbulkan gejala. Akan tetapi
dalam perjalanannya akan menimbulkan gejala seperti : ( Sarwono, 2011 )
1. Keputihan yang makin lama makin berbau akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
2. Perdarahan yang terjadi diluar senggama ( tingkat i dan ii )
3. Perdarahan yang dialami setelah senggama ( 75-80% )
4. Perdarahan spontan saat defekasi
5. Perdarahan pervaginam

Pada tahap lanjut keluhan berupa : ( Sarwono, 2011)

1. Cairan pervaginam berbau busuk


2. Nyeri panggul
3. Nyeri pinggang dan pinggul
4. Sering berkemih
5. Buang air kecil atau buang air besar yang sakit
6. Gejala penyakit yang redidif (nyeri pinggang, edema kaki unilateral, dan obstuksi ureter)
7. Anemi akibat perdarahan berulang
8. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf

2.8 Pemeriksaan Penunjang


A. Pemeriksaan Pap Smear
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada pasien
yang tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada sekret yang diambil
dari porsi serviks. Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita usia 18 tahun
atau ketika telah melakukan aktivitas seksual sebelum itu. Setelah tiga kali hasil
pemeriksaan pap smear setiap tiga tahun sekali sampai usia 65 tahun. Pap smear dapat
mendeteksi sampai 90% kasus kanker leher rahim secara akurat dan dengan biaya yang
tidak mahal, akibatnya angka kematian akibat kanker leher rahim pun menurun sampai
lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual sebaiknya menjalani pap
smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila selama 3 kali berturut-turut
menunjukkan hasil pemeriksaan yang normal, maka pemeriksaan pap smear bisa
dilakukan setiap 2 atau 3 tahun sekali.
B. Pemeriksaan DNA HPV
Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan Pap smear
untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala besar mendapatkan
bahwa Pap’s smear negatif disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan
ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita
dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan
waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2%
sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda.
Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi
nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif
yang ditentukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila hal ini
dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko
kanker serviks.
C. Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau
luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan suatu
abnormalitas atau kanker. Biopsi ini dilakukan untuk melengkapi hasil pap smear.
Teknik yang biasa dilakukan adalah punch biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan
teknik cone biopsy yang menggunakan anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui
kelainan yang ada pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal
servikal. Hasil biopsi akan memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif atau
hanya tumor saja. (Prayetni, 1997).
D. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena proses metaplasia.
Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap smear, karena kolposkopi
memerlukan keterampilan dan kemampuan kolposkopis dalam mengetes darah yang
abnormal (Prayetni, 1997).
E. Tes Schiller
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan yodium. Pada serviks normal
akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel epitel serviks karena adanya glikogen.
Sedangkan pada sel epitel serviks yang mengandung kanker akan menunjukkan warna
yang tidak berubah karena tidak ada glikogen ( Prayetni, 1997).
F. Radiologi
a) Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran
pelvik atau peroartik limfe.
b) Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut,
yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal. Pemeriksaan
radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih dan rektum yang
meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan CT abdomen / pelvis digunakan
untuk menilai penyebaran lokal dari tumor dan / atau terkenanya nodus limpa
regional (Gale & charette, 1999).

2.9 Penalataksanaan
A. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar), seluruh
kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP
(loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi. Dengan pengobatan tersebut,
penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan
untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun
pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana untuk
hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi. Pembedahan merupakan salah
satu terapi yang bersifat kuratif maupun paliatif. Kuratif adalah tindakan yang
langsung menghilangkan penyebabnya sehingga manifestasi klinik yang ditimbulkan
dapat dihilangkan. Sedangkan tindakan paliatif adalah tindakan yang berarti
memperbaiki keadaan penderita. Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang
bertujuan untuk mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).
Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur
pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat juga pada
pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas dari penyakit
umum (resiko tinggi) seperti penyakit jantung, ginjal dan hepar.
B. Terapi penyinaran (radioterapi)
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan
parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV
sebaiknya diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya
yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel
kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya atau bermetastasis ke kelenjar getah
bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan
sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan
dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Apabila sel kanker
sudah keluar ke rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan
secara selektif pada stadium IV A. Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker
invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar
berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya. Ada
dua jenis radioterapi yaitu radiasi eksternal yaitu sinar berasal dari sebuah mesin besar
dan penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan
sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu. Keduannya adalah melalui radiasi internal
yaitu zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam
serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah
sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu. Efek samping dari
terapi penyinaran adalah iritasi rektum dan vagina, kerusakan kandung kemih dan
rektum dan ovarium berhenti berfungsi (Gale & Charette, 2000).
C. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet,
atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker
dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada
jenis kanker dan fasenya saat didiag nosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan
yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal
lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini
disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk
mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh.
Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif
untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi secara kombinasi telah
digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal
belum memberikan keuntungan yang memuaskan. Contoh obat yang digunakan pada
kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem ycin Platamin), PVB
(Platamin Veble Bleomycin) dan lain –lain (Prayetni, 1997).

2.10 Pencegahan

Sebagian besar kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup sehat dan menghindari
faktor- faktor penyebab kanker meliputi (Dalimartha, 2004) :

A. Menghindari berbagai faktor risiko yaitu hubungan seks pada usia muda, pernikahan
pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks. Wanita yang berhubungan seksual
dibawah usia 20 tahun serta sering berganti pasangan beresiko tinggi terkena infeksi.
Namun hal ini tak menutup kemungkinan akan terjadi pada wanita yang telah setia
pada satu pasangan saja.
B. Wanita usia di atas 25 tahun, telah menikah, dan sudah mempunyai anak perlu
melakukan pemeriksaan pap smear setahun sekali atau menurut petunjuk dokter.
Pemeriksaan Pap smear adalah cara untuk mendeteksi dini kanker serviks.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cepat, tidak sakit dengan biaya yang relatif
terjangkau dan hasilnya akurat. Disarankan untuk melakukan tes Pap setelah usia 25
tahun atau setelah aktif berhubungan seksual dengan frekuensi dua kali dalam
setahun. Bila dua kali tes Pap berturut-turut menghasilkan negatif, maka tes Pap
dapat dilakukan sekali setahun. Jika menginginkan hasil yang lebih akurat, kini ada
teknik pemeriksaan terbaru untuk deteksi dini kanker leher rahim, yang dinamakan
teknologi Hybrid Capture II System (HCII).
C. Pilih kontrasepsi dengan metode barrier, seperti diafragma dan kondom, karena dapat
memberi perlindungan terhadap kanker leher rahim.
D. Memperbanyak makan sayur dan buah segar. Faktor nutrisi juga dapat mengatasi
masalah kanker mulut rahim. Penelitian mendapatkan hubungan yang terbalik antara
konsumsi sayuran berwarna hijau tua dan kuning (banyak mengandung beta karoten
atau vitamin A, vitamin C dan vitamin E) dengan kejadian neoplasia intra epithelial
juga kanker serviks. Artinya semakin banyak makan sayuran berwarna hijau tua dan
kuning, maka akan semakin kecil risiko untuk kena penyakit kanker mulut rahim.
E.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KANKER SERVIKS

3.1 Pengkajian
Ny. A datang ke rumah sakit dengan perdarahan, sebelumnya Ny. A diketahui sering ganti
ganti pasangan. Tanggal 11 Maret 2020, jam 11.00 WIB, diruang rsud bekasi, diperoleh data
sebagai berikut:
1. Biodata
a. Identitas Pasien
Nama : Ny.A
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :-
Alamat : Bekasi
Tanggal Masuk : 11 Maret 2020
Diagnosa Medis : Ca Serviks Stadium III B
Register : 5667717
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. M
Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Jawa barat/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Swasta
Alamat : bekasi
Hub dg px : Suami
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Saat dikaji pasien mengatakan nyeri.
b. Riwayat kesehatan Sekarang
Mulai tanggal 11 Maret 2020, pasien dirawat di RSUD bekasi dengan diagnosis
medis Ca. Serviks stadium III B di ruang B3 Ginecology. Dengan pengobatan terapi
radiasi 25 kali dan kemoterapi 5 kali. Sampai pengkajian klien sudah mendapat
kemoterapi ke-5 dan radiasi ke-22. Saat dikaji pasien mengatakan masih keputihan
dan terkadang perdarahan.
c. Riwayat Ksehatan Dahulu
Pasien mengatakan bulan oktober 2019, mengalami perdarahan mrongkol-mrongkol
7 hari, perdarahan terjadi setelah melakukan hubungan suami istri. Pasien juga
meengatakan pernah keputihan 1 minggu sebelum perdarahan. oleh karena
perdarahan tersebut pasien dirawat di RS dengan diagnos Ca Servic stadium III B.
Sebelum di rujuk ke RS, Pasien mendapat terapi Asam Mefenamat dan vitamin
penambahan darah, dikatakan pasien seingatnya.
d. Riwayat kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan dari keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama.
e. Riwayat Ginekologi
1. Karakteristik mentruasi : warna merah, encer
2. Menarche : diusia 12 tahun
3. Perdarahan tengah siklus : px mengatakan pernah perdarahan tengah siklus
4. Kontrasepsi : px mengatakan tidak menggunakan kontrasepsi
5. Penyakit Menular seksual : px mengatakan tidak mempunyai riwayat tersebut.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmetis
Tekanan Darah : 100/80 mmHG
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 360C
Berat Badan : 49,5 kg
Tinggi Badan : 152 cm
b. Pemeriksaan Sistematis
Kepala : Bentuk mesocepal
Rambut : Warna hitam, ikal, mudah rontok
Mata : Konjungtiva tanemis
Hidung : Simetris, tidak ada sputum
Telinga : Simetris, ada serumen
Mulut : Bibir kering, tidak ada siansis, mukosa bibir kering
Leher :Tidak ada pembesaran tiriod dan tidak ada pembesaran getah
bening.
Dada
I : Simetris
Pa : vocal fremtus simetri kanan dan kiri
Pc : Sonor seluruh lapang paru
Aus : Vesikuler
Cardiac
I : ictus cordis tidak tampak
Pa : ictus cordis teraba
Pc : pekak
Aus : tidak ada bising
Abdomen
I : Datar, ada gambar untuk radioterapi
Aus : bising usus 5-15x/ detik
Pc : Tympani
Pa : tidak ada nyeri tekan
gentitalia :ada lesi bekas di garuk dibagian monsfeneris, tidak terpasang
kateter, PPV (perdarahan tidak normal yang biasanya normalnya 3-
5 hari tetapi pasien tersebut mengalami perdarahan lebih dari 7
hari) dan masih mengeluarkan cairan seperti nanah yang berbau
busuk (lokea kuru lenta) serta mengalami keputihan dengan jumlah
yang banyak menimbulkan warna seperti kekuningan hingga
keabu-abu dan berbau.
anus : ada lesi di lipatan bokong
ekstermitas : tidak terpasang infus
Kulit : Turgor kulit kembali > 3 detik
c. Terapi
1. metoclorpramid 3 x 1 tablet
2. SF/ BC / C 2 x 1 tablet
3. Vitamin A 1 x 50.000 unit
4. Antasid syirup 3 x 1 sendok maka

3.2 Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI PROBLEM


1 Ds : agen penyedera Nyeri akut
- Pasien mengeluh fisik
tidak nyaman karena
merasakan nyeri
Do :
- Pasien terlihat
merintih kesakitan
- Pasien tampak
gelisah
TD: 100/80 mmHG
Nadi: 88 x/menit
RR: 20 x/menit
Suhu: 360C
P : Kerusakan yang
ditimbulkan pada
jaringan dekat kanker
Q : Seperti tertusuk
tusuk
R : Di perut bagian
bawah atau panggul
S : Skala 7
T : Setiap saat dan terus
menerus.
2 Ds : Proses keganasan Resiko pendarahan
- Pasien mengatakan
perdarahan di tengah
siklus, dan merasa
lemas
Do :
- Pasien terlihat lemas
- Mukosa bibir kering
- Turgor kulit lebih
dari 3 dtk
- Conjungtiva anemis

3 Ds : Gangguan eliminasi urine


- Pasien mengatakan
sering buang air kecil
- Pasien mengatakan
anyang anyangan dan
tekadang nyeri saat Penurunan kapasitas
buang air kecil kandung kemih
Do :
- Distensi kandung
kemih pasien
meningkat
- volume residu urin
meningkat
- berkemih tidak tuntas
- kandung kemih
teraba keras

3.3 Diagnosa
1. Agen penyedera fisik b.d nyeri akut
2. keganasan b.d resiko perdarahan
3. penurunan kapasitas kandung kemih b.d Gangguan eliminasi urin

3.4 Intervensi

No Diagnosa Intervensi
1 Agen penyedera fisik b.d nyeri Observasi
akut
- Indentifikasi lokasi,
karekteristik,durasi,frekuensi,kualitas,
Kriteria hasil :
intensitas nyeri
Setelah diberikan asuhan
- Identifikasi skala nyeri
keperawatan selama 1 x 2 jam,
- Identifikasi respon nyeri non verbal
nyeri yang dirasakan klien
- Identifikasi factor yang memperberat dan
berkurang dengan :
memperingan nyeri
1. Mampu mengontrol nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan kelainan nyeri
(tahu penyebab nyeri,mampu
- Identifikasi budaya terhadap respon nyeri
menggunakan teknik non
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualtis
farmakologi untuk
hidup
mengurangi nyeri,
mencari bantuan) - Monitor keberhasilan terapi komplementer
2. Melaporakan bahwa nyeri yang sudah diberikan
berkurang dengan - Monitor efek samping penggunaan anlgetik
menggunakan manajeme
Terapeutik
nyeri
3. Mampu mengenali nyeri - Berikan tekhnik ninfarmakologisuntuk
di daerah perut bagian mengurangi rasa nyeri
bawah atau panggul - Control lingkungan yang memperberat rasa
(PQRST) nyeri
Merasakan rasa nyaman - Fasilitasi istirahat dan tidur
setalah nyeri berkurang - Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi

- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu


nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetic secara
tepat
- Ajarkan tekhnik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian analgetic, jika perlu

2 Keganasan b.d resiko - Monitor dan tanda gejala pendarhan


perdarahan - Monitor nilai hematokrit/hemoglobin
sebelum dan setelah kehilangan darah
Kriteria hasil : - Monitor tanda tanda vital ortostatik
1. Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama ….x - Monitor koagulasi
diharapkan cairan dan
elektrolit klienseimbang Terapeutik
dengan: Turgor kulit elastic
2. Intake dan output cairan
- Pertahankan bed rest selama perdarahan
seimbang (Intake cairan
- Batasi Tindakan invasive,jika perlu
pada kondisi normal pada
- Gunakan Kasur pencegah decubitus
orang dewasa adalah kurang
- Hindari pengukuran suhu rektal
lebih 2500 cc/hari.
Sedangkan outputnya cairan
Edukasi
pada orang dewasa dalam
kondisi normal kurang lebih
- Jelaskan tanda dan gejala pendarahan
2300 cc/hari).
- Anjurkan menggunakan kaus kaki saat
3. Membrane mucus lembab
ambulasi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
untuk menghindari konstipasi
- Anjurkan menghindari aspirin atau
antikoagulan
- Anjurkan meningkatkan asupan makanan
dan vitamin k
- Anjurkan segera melapor jika terjadi
pendarahan

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian obat


pengontrolperdarahan, jika perlu
- Kolaborasi pemberian produk darah ,jika
perlu
- Kolaborasi pemberian pelunak tinja,jika
perlu 

3 penurunan kapasitas kandung Oservasi


kemih b.d Gangguan eliminasi
- Ident/*ifikasi tanda dan gejala retensi atau
urin
inkontinesia urin
- Identifikasi gfaktor yang menyebabkan
retens% atau inkontenesa u%rin
Kriteria hasil :
- Monitor eliminasi urin
Setelah diberikan asuhan
keperawatan 1×12 jam, Terapeutik
diharapkan kerusakan
pertukaran gas teratasi dengan : - Anjarkan t/an dan gejala infeksi saluran

1. Mampu beradaptasi dengan kemih

keterbatasan fungsional - Ajarkan mengukur asupan cairan dan

2. Puas dengan penampilan Haluan uin

tubuh - Ajarkan mengambil specimen urin

3. Mampu menyesuaikan midtream

dengan perubahan fungsi - Ajarkan mengenali tanda berkemih dan

tubuh waktunyang tepat untuk berkemih


- Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-
otot panggul/berkemih
- Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada
kontraindikasi
- Anjurkan mengurangi minum menjelang
tidur

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian obat supositoria,jika


perlu
3.5 Implementasi

N IMPLEMENTASI RESPON
O
1. 1. Mengkaji secara komprehensip terhadap
nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan
faktor presipitasi

2. Mengobservasi reaksi ketidaknyaman


secara nonverbal

3. Menggunakan strategi komunikasi


terapeutik untuk mengungkapkan
pengalaman nyeri dan penerimaan klien
terhadap respon nyeri

4. Menentukan pengaruh pengalaman nyeri


terhadap kualitas hidup( napsu makan,
tidur, aktivitas,mood, hubungan sosial)

2. 1. Mengidentifikasi kemungkinan penyebab


ketidakseimbangan elektrolit
2. Memonitori adanya kehilangan cairan dan
elektrolit
3. Memonitori adanya mual,muntah dan diare

3. 1. Memonitori frekuensi kalimat yang


mengkritik diri sendiri
2. Membantu klien untuk mengenali tindakan
yang akan meningkatkan penampilannya
3. Memfasilitasi hubungan klien dengan
individu yang mengalami perubahan citra
tubuh yang serupa
4. Mengidentifikasi dukungan kelompok yang
tersedia untuk klien

4. 1. Memonitori frekuensi kalimat yang


mengkritik diri sendiri
2. Membantu klien untuk mengenali tindakan
yang akan meningkatkan penampilannya
3. Memfasilitasi hubungan klien dengan
individu yang mengalami perubahan citra
tubuh yang serupa
4. Mengidentifikasi dukungan kelompok yang
tersedia untuk klien

3.6 Evaluasi

Tgl/Jam No DP Evaluasi
12 Maret 2020 1 S : Pasien mengatakan nyeri masih tapi hilang timbul
11:00 am O : TTV
- TD :120/70 mmHg - RR : 20 x/mnt
- Nadi :95 x/menit - Suhu : 36 oC
- Turgor kulit jelek kembali dalam < 3 detik
- Mukosa bibir kering
- Sedikit pucat
- Konjungtiva anemis
- Pasien masih lemah
- Hb : 9 gr/dl
- Hematokrit : 36%
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi (1,2,3,4)
I : 1. Mengkaji secara komprehensip terhadap nyeri
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi
2. Mengobservasi reaksi ketidaknyaman secara
nonverbal
3. Menggunakan strategi komunikasi terapeutik untuk
mengungkapkan pengalaman nyeri dan
penerimaan klien terhadap respon nyeri
13 Maret 2020 2 4. Menentukan pengaruh pengalaman nyeri terhadap
05:30 am kualitas hidup( napsu makan, tidur,
aktivitas,mood, hubungan sosial)

S : Pasien mengatakan nyeri berkurang


O : TTV
- TD :120/70 mmHg - RR : 20 x/mnt
- Nadi :95 x/menit - Suhu : 36 oC
- Turgor kulit jelek kembali dalam < 3 detik
- Mukosa bibir kering
- Sedikit pucat
- Konjungtiva anemis
- Pasien masih lemah
- Hb : 9 gr/dl
- Hematokrit : 36%
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi (1,2,3,4)
I : 1. Mengkaji secara komprehensip terhadap nyeri
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi
2. Mengobservasi reaksi ketidaknyaman secara
nonverbal
3. Menggunakan strategi komunikasi terapeutik untuk
15 Maret 2020 3
mengungkapkan pengalaman nyeri dan
17:00 p.m
penerimaan klien terhadap respon nyeri
4. Menentukan pengaruh pengalaman nyeri terhadap
kualitas hidup( napsu makan, tidur,
aktivitas,mood, hubungan sosial)

S: Pasien mengatakan sudah tidak nyeri


O : TTV
- TD :120/70 mmHg - RR : 20 x/mnt
- Nadi :95 x/menit - Suhu : 36 oC
- Turgor kulit jelek kembali dalam < 3 detik
- Mukosa bibir kering
- Sedikit pucat
- Konjungtiva anemis
- Pasien masih lemah
- Hb : 9 gr/dl
- Hematokrit : 36%
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi

12 Maret 2020 1 S : Pasien mengatakan pendarahan mulai berkurang.


11:00 a.m O : TTV
- TD :120/70 mmHg - RR : 20 x/mnt
- Nadi :95 x/menit - Suhu : 36 oC
- Turgor kulit jelek kembali dalam < 3 detik
- Mukosa bibir kering
- Sedikit pucat
- Konjungtiva anemis
- Pasien masih lemah
- Hb : 9 gr/dl
- Hematokrit : 36%
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
12 Maret 2020 1 S : Paien mengatakan sudah tidak sering buang air kecil
11:00 a.m dan sudah tidak anyang anyangen lagi
O : - Distensi kandung kemih pasien menurun
- volume residu urin menurun
- berkemih tidak tuntas
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi

12 Maret 2020 1 S : Pasien mengatakan bahwa rambutnya rontok banyak


11:00 a.m O : Rambut rontok banyak
A : Masalah belum teratasi karena pasien masih
kemoterapi
P : Lanjutkan Intervensi (1,2,3,4)
I : 1. Memonitori frekuensi kalimat yang mengkritik diri
sendiri
2. Membantu klien untuk mengenali tindakan yang
akan meningkatkan penampilannya
3. Memfasilitasi hubungan klien dengan individu yang
mengalami perubahan citra tubuh yang serupa
4. Mengidentifikasi dukungan kelompok yang tersedia
untuk klien
Daftar Pustaka

Amin, Hardi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 2. Jogjakarta:Penerbit Mediaction


Effendi, sofian. 2012. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES
Prawirohardjo, sarwono. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Payetni. 1997. Asuhan Keperawatan Ibu dengan Gangguan Sistem Reproduksi
Pusdiknes. Jakarta
Sukaca, S. 2009. Cara Cerdas Menghadapi Kanker Serviks. Yogyakarta: Genius Printika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai