Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN TUMOR PARU

DAN ASUHAN KEPERAWATAN Tn. J

DI RSUD dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh:

CLARA DESTANIA KE

NIM. 16143149011007

STIKES MAHARANI MALANG

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

TAHUN 2016
HALAMAN PERSETUJUAN

LAPORAN PENDAHULUAN TUMOR PARU

DAN ASUHAN KEPERAWATAN Tn. J

DI RSUD dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh:

CLARA DESTANIA KE

NIM. 16143149011007

Menyetujui:

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

(..............................................) (..............................................)

LAPORAN PENDAHULUAN TUMOR PARU


A. DEFENISI

Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru

yang abnormal. Tumor paru dapat saja benigna atau maligna. Tumor dada

maligna dapat primer, yang timbul didalam paru atau mediastinum, atau dapat

merupakan metastasis dari tumor primer dimanapun di dalam tubuh. Banyak

tumor dada muncul dari epithelium bronchial. Adenoma bronchial adalah

tumor yang tumbuh lambat, dan oleh karenanya menimbulkan gejala-gejala

perdarahan dan obstruksi bronchial. Karsinoma bronkogenik adalah tumor

malignan yang timbul dari bronkus. Tumor seperti ini adalah epidermoid,

biasanya terletak dalam bronki yang besar atau mungkin adenokarsinoma yang

timbul jauh di luar paru. Juga terdapat beberapa tipe kanker paru intermediet

atau jenis yang tidak dapat dibedakan, diidentifikasi melalui jenis selnya

(Brunner&Suddarth,2002).

B. ETIOLOGI

Beragam faktor telah dikaitkan dengan terjadinya kanker paru diantaranya:

1. Merokok.

Kanker paru beresiko 10 kali lebih tinggi dialami perokok berat

dibandingkan dengan yang bukan perokok. Peningkatan faktor resiko ini

berhubungan dengan riwayat jumlah merokok dalam tahun (jumlah

bungkus rokok yang digunakan tiap hari dikali jumlah tahun merokok)

serta faktor saat mulai merokok (semakin muda individu mulai merokok,

semakin besar resiko terjadinya kanker paru). Faktor lain yang juga
dipertimbangkan termasuk jenis rokok yang dikonsumsi ( kandungan tar,

rokok filter dan kretek).

2. Perokok pasif.

Perokok pasif telah diidentifikasi sebagai penyebab yang mungkin dari

kanker paru pada yang bukan perokok. Dengan kata lain, individu yang

secara involunter terpajan pada asap tembakau dalam lingkungan yang

dekat (mobil gedung) beresiko terhadap terjadinya kanker paru. .

3. Polusi udara

Berbagai karsinogen telah diidentifikasi dalam atmosfer, termasuk sulfur,

emisi kendaraan bermotor dan polutan dari pengolahan dan pabrik. Bukti-

bukti menunjukkan bahwa insiden kanker paru lebih besar pada daerah

perkotaan sebagai akibat dari penumpukkan polutan dan emisi kendaraan

bermotor.

4. Polusi lingkungan kerja.

Pada keadaaan tertentu, karsinoma bronkogenik merupakan suatu penyakit

akibat polusi di lingkungan kerja. Dari berbagai bahaya industri, yang

paling berbahaya adalah asbes yang sekarang banyak sekali diproduksi dan

digunakan pada bangunan. Resiko kanker paru diantara para pekerja yang

berhubungan atau lingkungan mengandung asbes ± 10 kali lebih besar

daripada masyarkat umum. Peningkatan resiko ini juga dialami oleh

mereka yang bekerja dengan uranium, kromat, arsen (misalnya insektisida

yang digunakan dalam pertanian), besi dan oksida besi,. Resiko kanker

paru baik akibat kontak dengan abses maupun uranium akan menjadi lebih

besar lagi jika orang tersebut perokok.


5. Radon

Radon adalah gas tidak berwarna, tidak berbau yang ditemukan dalam

tanah dan bebatuan. Selama bertahun-tahun, gas ini telah dikaitkan dengan

pertambangan uranium tetapi sekarang diketahui bahwa gas tersebut dapat

menyusup ke rumah-rumah melalui bebatuan di dasar tanah. Sekarang,

kadar radon yang tinggi (> 4 pikocuri/L) telah dikaitkan dengan terjadinya

kanker paru. Pemilik rumah diharuskan untuk memeriksa kadar radon di

rumah mereka dan untuk mengatur ventilasi khusus jika kadarnya tinggi.

6. Vitamin A

Riset menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara diet rendah masukan

vitamin A dan terjadinya kanker paru. Telah menjadi postulat bahwa

vitamin A berkaitan dengan pengaturan diferensiasi sel.

Faktor-faktor lain.

7. Faktor-faktor lain yang mempunyai kaitan dengan kanker paru termasuk

predisposisi genetic dan penyakit pernapasan lain yang mendasari, seperti

PPOM dan tuberculosis. Kombinasi faktor-faktor resiko, terutama

merokok, sangat meningkatkan resiko terjadinya kanker paru.

C. PATOFISIOLOGI

Tumor paru berawal dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/sub

bronkus menyebabkan silia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi

pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka

menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang

disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang

pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta
dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang

bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus

dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul

dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin. Wheezing

unilateral dapat terdengar pada auskultasi.

Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya

metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur-

struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, perikardium, otak,

dan tulang rangka.

D. KLASIFIKASI TUMOR PARU

1. Klasifikasi berdasarkan Sifat

NO Jinak (Benigna) Ganas (Maligna)

.
1. Pertumbuhan lambat Pertumbuhan cepat

2. Biasanya berkapsul Jarang berkapsul

3. Ekspansif: tidak menginfiltrasi Menginfiltrasi jaringan penunjang

jaringan penunjang

4. Tidak menyebar tetapi Menyebar melalui jaringan limfe,

terlokalisasi. darah, atau akibat sekunder dari

5. jaringan lain.

Tidak cenderung kambuh jika Cenderung untuk kambuh

6. dilakukan operasi

Menyebabkan kerusakan jaringan Menyebabkan kerusakan hebat

7. minimal pada jaringan

8. Menyebabkan cachexia dan


Tidak menyebabkan cachexia anemia.

Tidak menyebabkan kematian, Selalu menyebabkan kematian

kecuali letaknya pada organ vital. jika tidak dilakukan pembedahan

sebelum terjadi metastasis.

2. Klasifikasi Histogenetik

Histogenesis adalah sel asal yang spesifik setiap tumor, ditentukan dengan

pemeriksaan histopatologi dan memberikan spesifikasi jenis tumor. Hal ini

mempunyai arti di dalam penggabungan pemberian nama suatu tumor

(misalnya karsinoma sel skuamosa). Klasifikasi histogenesis meliputi :

NO. Type Karakteristik


1. Sel kecil (oat cell) 20%  Lokasi tumor ditengah-tengah (80%)

berkembang cepat, dan sering berbentuk

maligna.

 Banyak bermetastasis melalui limfe dan

system sirkulasi

 Berhubungan dengan sindrom paraneoplastik

 Prognosis jelek, dapat bertahan hidup

biasanya tidak lebih dari 2 tahun dengan

pengobatan.
2. Bukan sel kecil :  Sering kali terlokalisasi ditengah atau cabang

1. Epidermoid (sel bronkus segmental.

skuamosa) 30%  Pada lokasi perifer, cavitas dapat terbentuk

dijaringan paru-paru.

 Berhubungan erat dengan rokok


 Berkembang lambat, kurang invasif,

metastasis sering kali terbatas di rongga

toraks, termasuk nodus limfe regional,

pleura, dan dinding dada

 Biasanya berhubungan dengan gejala

obstruksi dan pneumonia, pasien mengeluh

nyeri dada, batuk, dispnea, dan hemoptisis


3. Adenokarsinoma 30-35%  Tumor terletak di daerah perifer

 Berkembang lambat

 Penyebaran secara hematogen

 Frekuensi tinggi, metastasis ke otak, letak

lain termsuk adrenal, hati, tulang, dan ginjal.

 Tipe predominan pada yang bukan perokok

dan sering pada wanita.

 Sering timbul dalam fibrotik paru-paru.


4. Sel besar 11%  Perifer, lesi subpleura dengan nekrotik

 Seringkali berbentuk tumor bermassa lebih

besar daripada adenokarsinoma .

 Berkembang lambat

 Prognosis buruk

E. MANIFESTASI KLINIK

1. Gejala awal

Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi

bronkus.
2. Gejala umum

a. Batuk

Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk

mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi

berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan

purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.

b. Hemoptisis

Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang

mengalami ulserasi.

c. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.

3. Gejala metastase

a. Nyeri tulang

b. Neurologik, setalgia

c. Ikterik

d. Kaheksia

B. Pemeriksaan penunjang

1. Radiologi

a. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi

dada.

Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi

adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi.

Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural,

atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.

b. Bronkhografi. Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.


c. Laboratorium.

d. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe). Dilakukan untuk

mengkaji adanya/ tahap karsinoma.

e. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA. Dapat dilakukan untuk mengkaji

kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.

f. Tes kulit, jumlah absolute limfosit. Dapat dilakukan untuk

mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).

g. Histopatologi.

h. Bronkoskopi. Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan

pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat

diketahui).

i. Biopsi Trans Torakal (TTB). Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi

yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya

mencapai 90 – 95 %.

j. Torakoskopi. Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang

lebih baik dengan cara torakoskopi.

k. Mediastinosopi. Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar

getah bening yang terlibat.

l. Torakotomi. Torakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan

bila bermacam – macam prosedur non invasif dan invasif

sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.

m. CT-Scan untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.

MRI untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

C. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :

 Kuratif. Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka

harapan hidup klien.

 Paliatif. Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.

 Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal. Mengurangi dampak

fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.

 Suportif. Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia

pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri

dan anti infeksi.

1. Pembedahan.

Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru

lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara

mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena

kanker.

a. Pembedahan

 Stadium I : Reseksi segmen, lobektomi

 Stadium II : Lobektomi + diseksi hillus / pnemonektomi

 Stadium III : Pneumonektomi, reseksi costa / dinding

thorax

 Stadium IV : Moperable, kontraindikasi

b. Kontra indikasi pembedahan

 Test faal paru jelek

 Metastase jauh
1. Toraktomi eksplorasi.

Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks

khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.

2. Pneumonektomi pengangkatan paru).

Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi

bisa diangkat.

3. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).

Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis

bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak

tuberkulois.

4. Resesi segmental.

Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.

5. Resesi baji.

Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit

peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari

permukaan paru – paru berbentuk baji (potongan es).

6. Dekortikasi.

Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)

2. Radiasi

Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan

kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan

komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap

pembuluh darah/ bronkus.

Indikasi :
 Anaplastik karsinoma

 Residif setelah pembedahan

 Ada metastase

Kontra indikasi

 Ada nekrosis tumor

 Pleuritis

 Infeksi

3. Kemoterapi.

Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor,

untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi

luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8,

Jakarta: EGC.

Doenges et. al (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, Jakarta : EGC.

Muttaqin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Pernafasan. Jakarta: Penerbit Salemba

Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada

Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Penerbit Salemba

Underwood, J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistematik, Vol. 1. Jakarta: EGC

http://rimiyanti.blogspot.com/2011/09/askep-tumor-paru.html, diakses tanggal 26

Mei 2013

Anda mungkin juga menyukai