Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN


HIRSCHPRUNG

Disusun Oleh :
1. Jihan Sajidah (P07120216057)
2. Galuh Ayu Nur Widati (P07120216058)
3. Umi Kalsum Mustalqimah (P07120216059)

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN B


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2018
A. Pengertian
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion
dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan
(Cecily Betz & Sowden : 2002).
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab
gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm
dengan berat lahir  3 Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan.
(Arief Mansjoeer : 2000 ).
Hirschprung adalah penyakit akibat tidak adanya sel –sel ganglion di dalam usus
yang terbentang ke arah proksimal mulai dari anus hingga jarak tertentu. (Behrman &
vaughan,1992:426)
Hirschprung adalah aganglionosis ditandai dengan tidak terdapatnya neuron
mienterikus dalam sengmen kolon distal tepat disebelah proksimal sfingter ani
(Isselbacher,dkk,1999:255)
Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis
pada usus, dapat dari kolon sampai usus halus ( Ngastiyah,2005:219)

B. Klasifikasi
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, Hirschprung dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Penyakit hirschprung segmen pendek
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70% dari kasus
penyakit hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki- laki dibanding anak
perempuan.
2) Penyakit hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus
halus. Ditemukan sama banyak baik laki – laki maupun perempuan.

C. Etiologi
Penyebab dari Hirschprung yang sebenarnya tidak diketahui, tetapi Hirschsprung atau
Mega Colon diduga terjadi karena :
o Faktor genetik dan lingkungan, sering terjadi pada anak dengan Down syndrom.
o Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio
kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
D. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan
primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen
aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar.
Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong
( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat
berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya
akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian
yang rusak pada Mega Colon (Cecily Betz & Sowden, 2002:196).
Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut,
menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi
obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 :
141 ).
Aganglionic mega colon atau hirschprung dikarenakan karena tidak adanya
ganglion parasimpatik disubmukosa (meissher) dan mienterik (aurbach) tidak ditemukan
pada satu atau lebih bagian dari kolon menyebabkan peristaltik usus abnormal. Peristaltik
usus abnormal menyebabkan konstipasi dan akumulasi sisa pencernaan di kolon yang
berakibat timbulnya dilatasi usus sehingga terjadi megakolon dan pasien mengalami
distensi abdomen. Aganglionosis mempengaruhi dilatasi sfingter ani interna menjadi tidak
berfungsi lagi, mengakibatkan pengeluaran feses, gas dan cairan terhambat. Penumpukan
sisa pencernaan yang semakin banyak merupakan media utama berkembangnya bakteri.
Iskemia saluran cerna berhubungan dengan peristaltik yang abnormal mempermudah
infeksi kuman ke lumen usus dan terjadilah enterocolitis. Apabila tidak segera ditangani
anak yang mengalami hal tersebut dapat mengalami kematian (kirscher dikutip oleh Dona
L.Wong,1999:2000)
E. Pathway

Tidak adanya sel ganglion

Tidak adanya peristaltik usus secara spontan

Makanan menumpuk di colon Mekonium terlambat / tidak


ada mekonium

Colon dilatasi Konstipasi

Megacolon Menekan lambung


Gangguan eliminasi alvi

Distensi abdomen Nyeri


Pembedahan

Colostomy Mual, muntah ↓ Jumlah cairan

Anoreksia

Nyeri Gangguan
keseimbangan
Gangguan cairan
Gangguan nutrisi kurang
integritas kulit dari kebutuhan

Resiko
infeksi
F. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama
setelahlahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan
empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan
Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat
lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium.
Keterlambatan evakuasi mekonium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi.
Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan
obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan
demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas.
Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau
busukyang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
Gejala Penyakit Hirshprung menurut ( Betz Cecily & Sowden, 2002 : 197)
1. Masa neonatal
a. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir
b. Muntah berisi empedu
c. Enggan minum
d. Distensi abdomen
2. Masa bayi dan anak – anak
a Konstipasi
b Diare berulang
c Tinja seperti pita dan berbau busuk
d Distenssi abdomen
e Adanya masa difecal dapat dipalpasi
f Gagal tumbuh
g Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi
G. Komplikasi
Menurut Corwin (2001:534) komplikasi penyakit hirschsprung yaitu gangguan
elektrolit dan perforasi usus apabila distensi tidak diatasi.
Menurut Mansjoer (2000:381) menyebutkan komplikasi penyakit hirschprung
adalah:
a. Pneumatosis usus
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang iskemik
distensi berlebihan dindingnya.
b. Enterokolitis nekrotiokans
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang iskemik
distensi berlebihan dindingnya.
c. Abses peri kolon
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang iskemik
distensi berlebihan dindingnya.
d. Perforasi
Disebabkan aliran darah ke mukosa berkurang dalam waktu lama.
e. Septikemia
Disebabkan karena bakteri yang berkembang dan keluarnya endotoxin karena iskemia
kolon akibat distensi berlebihan pada dindinng usus.
Sedangkan komplikasi yang muncul pasca bedah antara lain:
a. Gawat pernafasan (akut)
Disebabkan karena distensi abdomen yang menekan paru – paru sehingga mengganggu
ekspansi paru.
b. Enterokolitis (akut)
Disebabkan karena perkembangbiakan bakteri dan pengeluaran endotoxin.
c. Stenosis striktura ani
Gerakan muskulus sfingter ani tak pernah mengadakan gerakan kontraksi dan relaksasi
karena ada colostomy sehingga terjadi kekakuan ataupun penyempitan.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan:
a Daerah transisi
b Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit
c Entrokolitis padasegmen yang melebar
d Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam
Pada bayi baru lahir, barium enema tidak selalu memperlihatkan gambaran yang
jelas dari penyakit apabila seluruh kolon tidak mempunyai sel ganglion. Hal ini terjadi
meskipun pengeluaran barium terlambat 24 jam setelah pemeriksaan diagnostik.
2. Biopsi isap rektum
Hendaknya tidak dilakukan kurang dari 2 cm dari linea dentata untuk menghindari
daerah normal hipogang lionosis dipinggir anus. Biopsi ini dilakukan untuk
memperlihatkan tidak adanya sel – sel ganglion di sub mukosa atau pleksus saraf
intermuskular.
3. Biopsi rektum
Biopsi rektum dilakukan dengan cara tusukan atau punch atau sedotan 2 cm diatas garis
pektinatus memperlihatkan tidak adanya sel – sel ganglion di sub mukosa atau pleksus
saraf intermuskular.
4. Biopsi otot rektum
Pengambilan otot rektum, dilakukan bersifat traumatik, menunjukan aganglionosis otot
rektum.
5. Manometri anorektal
Dilakukan dengan distensi balon yang diletakan di dalam ampula rektum. Balon akan
mengalami penurunan tekanan di dalam sfingter ani interna pada pasien yang normal.
Sedangkan pada pasien yang megacolon akan mengalami tekanan yang luar biasa.
6. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang
menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang
menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
7. Foto rontgen abdomen
Didasarkan pada adanya daerah peralihan antara kolon proksimal yang melebar normal
dan colon distal tersumbat dengan diameter yang lebih kecil karena usus besar yang
tanpa ganglion tidak berelaksasi. Pada pemeriksaan foto polos abdomen akan
ditemukan usus melebar / gambaran obstruksi usus letak rendah.
I. Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus
besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar
sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.

Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :

a Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk


melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar
untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak
mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel,
Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering
dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa
aganglionik telah diubah.

2. Perawatan
1. Kaji, dan laporkan dengan segera setiap tanda-tanda enterokolitis.
2. Tingkatkan hidrasi yang adekuat.
3. Kaji fungsi usus.
a. Kaji pasase mekonium pada neonatus.
b. Perhatikan dan catat frekuensi dan karakteristik feses pada bayi dan anak yang
lebih besar.
c. Ukur lingkar abdomen secara periodik untuk mengkaji adanya peningkatan
distensi.
4. Tingkatkan nutrisi yang adekuat sesuai dengan usia anak dan kebutuhan nutrisi (Beri
makan sedikit tapi sering).
5. Berikan enema, sesuai program untuk mengatasi konstipasi.
6. Hindari mengukur suhu melalui rectum karena berpotensi merusak mukosa yang
lembut.
7. Beri obat-obatan yang diprogramkan, dapat mencakup :
a. Antibiotik sistemik diberikan dengan enema untuk mengurangi flora
intestinal. Pelunak feses diberikan untuk mengatasi konstipasi.
8. Turunksn ketidaknyamanan akibat dari distensi abdomen.
a. Tinggikan kepala tempat tidur.
b. Ubah posisi anak dengan sering.
c. Kaji adanya kesulitan bernapas dikaitkan dengan distensi.
9. Dukung anak dan orang tua.
a. Anjurkan anak dan orang tua untuk mengungkapkan perasaan dan
kekhawatirannya.
b. Anjurkan orang tua untuk mengunjungi dan berpartisipasi dalam perawatan
10. Persiapkan anak dan orang tua untuk setiap prosedur dan pengobatan, yang mencakup
:
a. Dilatasi anus secara manual, penatalaksanaan diet dan pembersihan dengan
enema sampai anak mempu menoleransi pembedahan.
b. Pembedahan untuk mengangkat segmen kolon aganglionik yang tidak
berfungsi, dilanjutkan dengan anastomosis dalam tiga tahap :
1) Kolostomi sementara sebelum pembedahan definitif untuk
mengistirahatkan usus dan meningkatkan berat badan anak.
2) Reanastomosis dengan menggunakan teknik penarikan
abdominoperineal sekitar 9 sampai 12 bulan kemudian.
3) Penutupan kolostomi sekitar 3 bulan kemudian setelah prosedur
penarikan abdominoperineal.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
Mekonium lambat keluar lebih dari 24-48 jam setelah lahir, perut kembung,
muntah berwarna hijau, dan nyeri abdomen.Pada kanak-kanak kadang terdapat diare
atau enterokolitis kronik disertai kehilangan cairan, elektrolit, dan protein yang
masif, secara cepat dan progresif menjadi sepsis dan syok.
4. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit diketahui adanya peningkatan kesulitan dalam defekasi yang
dimulai pada beberapa minggu pertama kehidupan, konstipasi sejak lahir dan
ditemukannya rektum yang kosong. Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini
diturunkan kepada anaknya.
5. Riwayat kesehatan lingkungan.
6. Imunisasi.
7. Kebutuhan nutrisi
Pola nutrisi didapatkan penurunan nafsu makan, minum, dan muntah berwarna
hijau, atau ada pembatasan klien pre op.
8. Kebutuhan eliminasi
Konstipasi, tinja seperti pita dan berbau busuk.
9. Riwayat penyakit keluarga
10. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan umum
Kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah dan gelisah, suhu tubuh
meningkat bila terdapat enterokolitis, nadi cepat dan lemah, respirasi takipnea ,
BB menurun.
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem kardiovaskuler.
Tidak ada kelainan.
b. Sistem pernapasan.
Sesak napas, distres pernapasan.
c. Sistem pencernaan.
Umumnya obstipasi.Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna
hijau.Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari
akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya
udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
d. Sistem saraf.
SSP :Tidak ada kelainan, namun ada kelainan sel ganglion pada ususnya.
e. Sistem lokomotor/musculoskeletal
Gangguan rasa nyaman.
f. Sistem integumen.
Tidak ada kelainan
g. Sistem pendengaran
Tidak ada kelainan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan penyakit
hirschprung adalah:
a. Diagnosa keperawatan pre operasi
1. Perubahan eliminasi alvi :konstipasi berhubungan dengan tidak adanya peristaltik
usus.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual
muntah
3. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan output yang berlebih
4. Gangguan rasa nyaman, Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
5. Ansietaskeluarga berhubungan dengan kurangnya informasi tentang pembedahan
kolostomi

b. Diagnosa keperawatan post operasi


1. Gangguan rasa nyaman, Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan sekunder
terhadap pembedahan
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan diskontinuitas jaringan akibat
pembedahan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan diskontinuitas jaringan akibat pembedahan
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
a. Diagnosa pre operasi
Diagnosa Intervensi Rasional
1. Perubahan 1. Makanan yang lembut 1. Untuk meningkatkan
eliminasi alvi : tetapi mempunyai serat bulk feses dan
konstipasi b.d tinggi memudahkan peristaltik,
tidak adanya sehingga meningkatkan
peristaltik defekasi
usus 2. Pelunak feces diberikan 2. Mungkin perlu untuk
sesuai resep atau enema merangsang peristaltik
retensi-minyak dapat dengan
diberikan untuk perlahan/evakuasi feses
melunakkan feces dan
menurunkan inflamasi.
2. Perubahan 1. Pertahankan status 1.Persiapan pasien sebelum
nutrisi kurang puasa sesuai advise tindakan pembedahan
dari kebutuhan guna meminimalkan efek
tubuh b.d narkose
anoreksia, 2. Pertahankan NGT 2.Meningkatkan
mual dan tersambung pada dekompresi usus untuk
muntah drainase gravitasi atau menurunkan distensi dan
penghisap rendah dan menurunkan mual atau
intermitten muntah
3. Irigasi NGT tiap 2 jam 3.Mempertahankan
untuk menjamin kebersihan NGT
kepatenan
4. Catat warna, jumlah 4.Haluaran cairan
dan karakteristik cairan berlebihan dapat
NGT menyebabkan
ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit
5. Beri cairan parenteral 5.Memperbaiki
sesuai advise keseimbangan cairan dan
elektrolit
6. Beri cairan per NGT 6. Mengembalikan fungsi
sesuai kondisi dan usus normal dan
advise meningkatkan masukan
nutrisi adekuat
7. Observasi abdomen: 7. Menentukan kembalinya
distensi (ukur lingkar peristaltic
perut dan tanda vital),
pulihnya bising usus,
pasase flatus dan feses
maupun kolostomi
8. Timbang BB tiap hari 8. Mengidentifikasi status
cairan serta memastikan
kebutuhan metabolic
3. Gangguan 1.Pantau tanda dan gejala 1. Penurunan sisrkulasi
keseimbangan kekurangan cairan volume cairan
cairan b.d output menyebabkan kekeringan
yang berlebih mukosa dan pemekataj
urin. Deteksi dini
memungkinkan terapi
pergantian cairan segera
untuk memperbaiki
defisit.
2. Pantau intake dan 2. Dehidrasi dapat
output meningkatkan laju filtrasi
glomerulus membuat
keluaran tak aadekuat
untuk membersihkan sisa
metabolisme.
3. Timbang berat badan 3. Mendeteksi kehilangan
setiap hari cairan , penurunan 1 kg
BB sama dengan
kehilangan cairan 1 lt
4.Anjurkan keluarga untuk 4. Mengganti cairan yang
memberi minum hilang secara oral
banyak pada kien
5. Cairan parenteral ( IV 5. Mengganti cairan secara
line ) sesuai dengan adekuat dan cepat.
umur
6. Obat-obatan : 6. Anti sekresi untuk
(antisekresin, menurunkan sekresi cairan
antispasmolitik, agar simbang,
antibiotik) antispasmolitik untuk
proses absorbsi normal,
antibiotik sebagai anti
bakteri berspektrum luas
untuk menghambat
endotoksin.
4. Ansietas 1. Kaji tanda – tanda 1.Level kecemasan
keluarga b.d dan ekspresi verbal berkembang ke panik
kurang dari kecemasan. yang merangsang respon
pengetahuan simpatik dengan
tentang melepaskan katekolamin.
prosedur Yang mengkontribusikan
pembedahan peningkatan kebutuhan
kolostomi O2 myocard.
2. Mulai melakukan 2.Mengurangi rangsangan
tindakan untuk eksternal yang tidak
mengurangi perlu.
kecemasan. Beri
lingkungan yang
tenang dan suasana
penuh istirahat..
3. Temani klien selama 3. Pengertian yang empati
periode kecemasan merupakan pengobatan
tinggi beri kekuatan, dan mungkin
gunakan suara tenang. meningkatkan
kemampuan coping
klien.
4. Berikan penjelasan 4.Memberi informasi
yang singkat dan jelas sebelum prosedur dan
untuk semua prosedur pengobatan
dan pengobatan. meningkatkan komtrol
diri dan ketidak pastian.
5. Mendorong klien 5. Menerima ekspresi
mengekspresikan perasaan membantu
perasaan perasaan, kemampuan klien untuk
mengijinkan klien mengatasi ketidak
menangis. tentuan klien dan
ketergantungannya.

b. Diagnosa post operasi


Diagnosa Intervensi Rasional
1. Gangguan 1. Kaji nyeri dengan skala 1. Membantu
rasa nyaman, 1 – 10 mengidentifikasi
Nyeri b.d intervensi yang tepat dan
trauma mengevaluasi keefektifan
jaringan analgesic
sekunder 2. Berikan rasa nyaman: 2. Menurunkan ketegangan
terhadap reposisi, “Back Rub” otot, meningkatkan
pembedahan (pijat punggung), relaksasi, meningkatkan
mendengarkan musik, rasa kontrol dan
sentuhan dan lain-lain kemampuan koping
3. Berikan ketenangan 3. Memberikan dukungan
pada anak. (fisik,emosional)

4. Observasi pola tidur dan 4. Mengetahui dan


hindari hal-hal yang mempertahankan tingkat
tidak dibutuhkan oleh kenyamanan
anak
5. Pemberian obat untuk 5. Mengontrol atau
mengatasi nyeri sesuai mengurangi nyeri untuk
program meningkatkan kerjasama
dengan aturan terapiutik
2. Gangguan 1. Kaji warna stoma 1. Memantau proses
integritas kulit poerdarahan, dan kaji penyembuhan atau
b.d
kerusakan sekeliling keefektifan alat dan
diskontinuitas
jaringan akibat area insisi pembedahan mengidentifdikasi masalah
prosedur pada area, kebutuhan
pembedahan
untuk evaluasi atau
2. Berikan perawatan kulit intervensi lanjut.
dengan meticulous 2. Melindungi kulit dari
perekat kantong dan
memudahkan
3. Gunakan kantong stoma pengangkatan kantong
yang dipoalergi bila perlu.
3. Mencegah iritasi jaring
atau kulit karena alergi.
3.Resiko infeksi 1. Perawatan luka dengan 1. Menurunkan risiko
b.d teknik aseptic, luka peyebaran bakteri.
diskontinuitas dapat sembuh dengan
jaringan akibat cepat dan sempurna.
pembedahan
2. Lihat insisi dan balutan.
Catat karakteristik 2. Memberikan deteksi dini
drainase luka/drein (bila terjadinya proses infeksi,
dimasukan), adanya dan pengawasan
eritema penyembuhan
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Edisi 3. Jakarta : EGC.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta : EGC

Sacharin, Rosa M. 1993. Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2. Jakarta : EGC

Asep Setiawan, et all, Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik (Pediatric Nursing) Edisi 3,
Jakarta : EGC

Chris Brooker. (2008). Ensiklopedia Keperawtan alih Bahasa Oleh Estu Tiar. Jakarta :
EGCDoengoes, Marilynn. E,.(1999). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.

Richard E. Behrma, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Nelson
Alih Bahasa A. Samik Wahab Edisi 15. Jakarta : ECGR. Sjamsuhidayat dan Wim de
jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai