Laporan Pendahuluan
Disusun Oleh :
Rianita Efrianti
191 FK 04042
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
1.1.1 Pengertian
kumpulan gejala atau dalam istilah medis dikatakan sebagai suatu sindrom pada sistem
Sindrom Distress Pernafasan Akut ) adalah perkembangan yang immatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai
RDS juga disebut sebagai sindrom gawat nafas yaitu kumpulan gejala yang terdiri
atas dispnea atau takipnea dengan frekuensi pernafasan besar 60 kali per menit, sianosis,
merintih waktu ekspirasi dan retraksi didaerah epigastrium, suprasternal, interkostal pada
berhubungan dengan perkembangan maturitas paru. Gangguan ini dikenal juga dengan
nama hyaline membrane disease HMD atau penyakit membran hialin yang melapisi
alveoli. Sindrom Distres pernafasan adalah perkembangan yang imature pada sistem
pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. Respiratory Distress
1.1.2 Etiologi
Etiologi RDS dihubungkan dengan usia kehamilan, berat badan bayi yang lahir
kurang dari 2500 gram. Sering terjadi pada bayi dengan lahir kurang dari 1000 gram.
Semakin muda seorang bayi, semakin tinggi resiko RDS sehingga menjadikan
perkembangan yang immatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah
surfaktan dalam paru. Kadar surfaktan paru mature biasanya muncul sesudah 35 minggu.
Sintesis surfaktan sebagian bergantung pada pH, suhu dan perfusi normal. Asfiksia,
hipoksemia, dan iskemia paru terutama dalam hubungan dengan hipovolemik, hipotensi,
paru-paru kurang lentur, memerlukan tekanan yang lebih besar untuk mengembangkan
alveolus kecil dan jalan napas. Pada bayi, dada bawah tertarik kedalam ketika diafragma
turun dan tekanan intratoraks menjadi negatif, dengan demikian membatasi jumlah
Dinding dada bayi yang sangat lemah memberi lebih sedikit tekanan daripada dinding
RDS terjadi dua kali lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan, insidens
meningkat pada bayi dengan faktor-faktor tertentu, misalnya ibu yang menderita diebetes
mellitus melahirkan bayi berusia kurang dari 38 minggu, hipoksia perinatal dan lahir
2) Pneumonia
3) Asfiksia
aktivitas usus janin. Mekonium adalah feses janin saat dalam kandungan yang
2) Pneumonia
3) Asidosis
ini tidak dapat dikenali selama beberapa jam sampai pernapasan menjadi cepat, dangkal
a. Tachypnea
b. Retraksi dada ( suprasternal, substernal, intercostal)
d. Cuping hidung
e. Apnea
Terjadi ketika bayi menjadi lelah dan muncul tanda-tanda tidak menyenangkan
f. Murmur
g. Sianosis
Kematian jarang terjadi pada bayi hari pertama sakit, biasanya terjadi antara hari ke-2
dan ke-7 dan disertai dengan kebocoran udara alveolar dan perdarahan paru atau
interventikuler.
1.1.4 Patofisiologi
Pada bayi dengan RDS, karena adanya ketidakmampuan paru untuk mengembang
dan alveoli terbuka. RDS pada bayi yang premature terjadi kegagal pernapasan karena
imaturenya dinding dada, parenchym paru, dan imaturnya endothelium kapiler yang
Pada bayi dengan RDS disebabakan oleh menurunnya jumlah surfaktan atau
Secara alamiah perbaikan mulai terjadi setelah 24-48 jam. Sel yang rusak akan
diganti. Membrane hyaline, berisi debris dari sel necrosis yang tertangkap dalam
proteinaceous filtrate serum (saringan serum protein), di pagosit oleh makrograf. Sel
cuboidal menempatkan pada alveolar yang rusak dan epitelium jalan nafas, kemudian
terjadi perkembangan sel kapiler baru pada alveoli. Sintesis surfaktan kembali diproduksi
1.1.5 Pathway
Kekurangan Nutrisi
1.1.6 Komplikasi
a. Kegagalan Pernafasan
Dapat timbul seiring dengan perkembangan penyakit dan individu harus vekerja lebih
keras untuk mengatasi penurunan compliance paru. Akhirnya individu kelelahan dan
b. Pneumonia
Peneumonia dapat timbul setelah ARDS, karena adanya penimbunan cairan di paru
Akibat hipoksia dapat terjadi gagal ginjal dan tukak saluran cerna karena stress.
ADRS.
a. Eksudatif
b. Fibroproliferatif
Ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe II, peningkatan tekanan
ventilasi.
a. Foto rontgen
Untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diafragma dengan overdistensi duktus
alveolar
Analisa gas darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg, SaO2 92%
c. Immature lecithin
Paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid dalam
cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur kematangan
paru, dengan cara menghitung rasio lesitin dibandingkan sfingomielin dari cairan
amnion. Sfingomyelin merupakan suatu membran lipid yang secara relatif merupakan
Gluck dkk menemukan bahwa L/S untuk kehamilan normal adalah < 0,5 pada
saat gestasi 20 minggu dan meningkat secara bertahap pada level 1 pada usia gestasi 32
minggu. Rasio L/S = 2 dicapai pada usia gestasi 35 minggu dan secara empiris
disebutkan bahwa Neonatal RDS sangat tidak mungkin terjadi bila rasio L/S > 2. 2 : 1
minggu.
1.1.9 Penatalaksanaan Medis
paru yang tidak adekuat; asidosis metabolic dan insufisiensi sirkulasi. Perawatan suportif
awal bayi baru lahir terutama pada pengobatan asidosis, hipoksia, hipotensi, dan
cermat dan sering terhadap frekuensi jantung dan pernapasan; PO 2, PCO2, pH,
bikarbonat, elektrolit arteri, glukosa darah, hematocrit, tekanan darah, dan suhu.
a. Pemberian oksigen
Oksigen hangat yang dilembabkan harus diberikan pada kadar yang cukup pada
mulanya untuk mempertahankan tekanan arteri antara 55-70 mmHg dengan tanda-
Untuk bayi yang apneu memerluhkan bantuan ventilasi mekanis yang bertujuan
atau toksisitas oksigen. Nilai gas darah yang dapat diterima yang menyeimbangkan
risiko hipoksia dan asidosis dengan risiko ventilasi mekaniis adalah PaO2: 55-70
d. Diit 60 kcal/kg/hari (sesuaikan dengan protocol yang ada) dengan asam amino yang
37 oC.
1.1.10 Pencegahan
kemungkinan regurgitasi asam lambung. Pada klien dengan ARDS yang mendapat
makanan melalui pipa nasogastrik (NGT), penting untuk berpuasa 8 jam sebelum operasi
- yang akan mendapat anestesia umum - agar lambung kosong. Selain berpuasa selama 8
jam, pemberian antasida dan simetidine sebelum operasi - pada klien yang akan
jika terjadi aspirasi, kerusakan paru akan lebih kecil. Setiap keadaan syok, harus diatasi
secepatnya dan harus selalu memakai filter untuk transfusi darah, menanggulangi sepsis
dengan antibiotik yang adekuat, dan jika perlu hilangkan sumber infeksi dengan tindakan
operasi. Pengawasan yang ketat harus dilakukan pada klien dengan risiko ARDS selama
masa laten, jika klien mengalami sesak napas, segera lakukan pemeriksaan gas darah
arteri (Astrup).
1.2.1 Pengkajian
2. Riwayat kesehatan
Riwayat maternal
• Nafas grunting
• Nasal flaring
• Murmur sistolik
• Mottling
a. Primary Survey
Kaji :
3) Distress pernafasan
2. Breathing
Kaji :
3. Circulation
Kaji :
2) Tekanan darah
4. Disability
Kaji :
1) Tingkat kesadaran
2) Gerakan ekstremitas
b. Secondary Survey
a) Pengkajian Fisik
1. Mata
2. Kulit
d. Edema periorbital
a. Sianosis
b. Clubbing finger
5. Hidung
7. Dada
/pleural friction)
f. Tactil fremitus, thrill, (getaran pada dada karena udara/suara melewati saluran
/rongga pernafasan)
8. Pola pernafasan
b) Pemeriksaan Penunjang
b. Pemeriksaan PH darah
b. Inhalasi nebulizer
c. Pemberian ventilator
d. Fisioterapi dada
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan immature paru dan dinding dada
2. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi atau pemasangan
intubasi trakea yang kurang tepat adanya secret pada jalan napas
3. Tidak efektif pola napas berhubungan dengan ketidakseimbangan napas bayi dan
ventilator; tidak berfungsinya ventilator, dan posisi bantuan ventilator yang kurang
tepat
5. Resiko perubahan peran orang tua berhubungan dengan hospitalisasi sekunder dari
a. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Perencanaa
4. Posisikan bayi
upaya bernapas
5. Pertahankan suhu
lingkungan netral
6. Pemberian oksigen
sesuai program
2. Tidak efektif bersihan jalan Kepatenan jalan napas 1. Kaji dada bayi
3. Lakukan suction
jam
6. Auskultasi kedua
lapang paru
4. Berikan lingkungan
yang kondusif
bantu napas
5. Resiko perubahan peran Orang tua bayi akan 1. Jelaskan semua alat-
dari situasi krisis pada bayi Dengan Kriteria hasil: orang tua
mengidentifikasi mengunjungi
untuk memberikan
ASI dan ajarkan cara
merangsang
pengeluaran ASI
output
4. kaji elektrolit
5. monitor jumlah
masuk
distress pernapasan
risusitasi jantung
distimulasikan
tekankan pentingnya
deteksi komplikasi
dari RDS
1.2.4 Evaluasi
1. Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan
ronchi (-)
7. Pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan tanda tekanan
Amin Zulkifli, Purwoto J. (2007). ‘Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)’ Dalam : Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II; Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Berhman, Klegman dan Arvin. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak.Edisi 15. Vol 1. Jakarta :
EGC
Doengoes, M.E, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Muttaqin, Arif ( 2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem. Pernapasan.