Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)

PRAKTEK PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Laporan Pendahuluan

Diajukan Sebagai Salah Satu Untuk Memenuhi Tugas

Stase Keperawatan Gawat Darurat

Disusun Oleh :

Rianita Efrianti

191 FK 04042

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG

2020
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Konsep Dasar Respiratory Distress

1.1.1 Pengertian

Acute Respiratory Distress Syndrome bukan suatu penyakit, melainkan suatu

kumpulan gejala atau dalam istilah medis dikatakan sebagai suatu sindrom pada sistem

pernapasan (American Lung Association, 2013). Acute Respiratory Distress Syndrome (

Sindrom Distress Pernafasan Akut ) adalah perkembangan yang immatur pada sistem

pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai

Hyaline Membrane Disease (HMD) (Suriadi, 2001).

RDS juga disebut sebagai sindrom gawat nafas yaitu kumpulan gejala yang terdiri

atas dispnea atau takipnea dengan frekuensi pernafasan besar 60 kali per menit, sianosis,

merintih waktu ekspirasi dan retraksi didaerah epigastrium, suprasternal, interkostal pada

saat inspirasi (Ngastiyah, 2005).

Menurut Whalley dan Wong, gangguan ini merupakan penyakit yang

berhubungan dengan perkembangan maturitas paru. Gangguan ini dikenal juga dengan

nama hyaline membrane disease HMD atau penyakit membran hialin yang melapisi

alveoli. Sindrom Distres pernafasan adalah perkembangan yang imature pada sistem

pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. Respiratory Distress

Syndrome dikatakan sebagai hyaline membrane disease (HMD).

1.1.2 Etiologi

Etiologi RDS dihubungkan dengan usia kehamilan, berat badan bayi yang lahir

kurang dari 2500 gram. Sering terjadi pada bayi dengan lahir kurang dari 1000 gram.
Semakin muda seorang bayi, semakin tinggi resiko RDS sehingga menjadikan

perkembangan yang immatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah

surfaktan dalam paru. Kadar surfaktan paru mature biasanya muncul sesudah 35 minggu.

Sintesis surfaktan sebagian bergantung pada pH, suhu dan perfusi normal. Asfiksia,

hipoksemia, dan iskemia paru terutama dalam hubungan dengan hipovolemik, hipotensi,

dan stress dingin, dapat menekan sistesis surfaktan.

Atelektaksis alveolar, formasi membrane hialin, dan edema interstisial membuat

paru-paru kurang lentur, memerlukan tekanan yang lebih besar untuk mengembangkan

alveolus kecil dan jalan napas. Pada bayi, dada bawah tertarik kedalam ketika diafragma

turun dan tekanan intratoraks menjadi negatif, dengan demikian membatasi jumlah

tekanan intrathoraks yang dihasilkan; akibatnya muncul kecendrungan atelektaksis.

Dinding dada bayi yang sangat lemah memberi lebih sedikit tekanan daripada dinding

dada bayi matur terhadap kecendrungan paru kolaps.

RDS terjadi dua kali lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan, insidens

meningkat pada bayi dengan faktor-faktor tertentu, misalnya ibu yang menderita diebetes

mellitus melahirkan bayi berusia kurang dari 38 minggu, hipoksia perinatal dan lahir

melalui sectio caesaria.

Etiologi yang lain dari ARDS adalah:

1. Kelainan paru: pneumonia

2. Kelainan jantung: penyakit jantung bawaan, disfungsi miocardium

3. Kelainan susunan syaraf pusat akibat: Asfiksia, perdarahan otak

4. Kelainan metabolik: hipoglikemia, asidosis metabolik

5. Kelainan bedah: pneumotoraks, fistel trakheoesofageal, hernia diafragmatika


6. Kelainan lain: sindrom Aspirasi mekonium, penyakit membran hialin

Bila menurut masa pertumbuhan, penyebab gangguan nafas ialah:

a. Pada bayi kurang bulan

1) Penyakit membran hialin

2) Pneumonia

3) Asfiksia

4) Kelainan atau malformasi kongenital

b. Pada bayi cukup bulan

1) Sindrom Aspirasi Mekonium

Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah kumpulan gejala yang diakibatkan

oleh terhisapnya mekonium ke dalam saluran pernafasan bayi akibat peningkatan

aktivitas usus janin. Mekonium adalah feses janin saat dalam kandungan yang

apabila terjadi gangguan dapat bercampur dengan cairan amnion sehingga

terhirup oleh janin.

2) Pneumonia

3) Asidosis

4) Kelainan atau malformasi kongenital

1.1.3 Manifestasi Klinis

Tanda biasanya tampak dalam beberapa menit kelahiran, walaupun tanda-tanda

ini tidak dapat dikenali selama beberapa jam sampai pernapasan menjadi cepat, dangkal

bertambah sampai 60/menit.

a. Tachypnea
b. Retraksi dada ( suprasternal, substernal, intercostal)

c. Pernapasan terlihat parados

d. Cuping hidung

e. Apnea

Terjadi ketika bayi menjadi lelah dan muncul tanda-tanda tidak menyenangkan

yang membutuhkan intervensi segera.

f. Murmur

g. Sianosis

Kematian jarang terjadi pada bayi hari pertama sakit, biasanya terjadi antara hari ke-2

dan ke-7 dan disertai dengan kebocoran udara alveolar dan perdarahan paru atau

interventikuler.

1.1.4 Patofisiologi

Pada bayi dengan RDS, karena adanya ketidakmampuan paru untuk mengembang

dan alveoli terbuka. RDS pada bayi yang premature terjadi kegagal pernapasan karena

imaturenya dinding dada, parenchym paru, dan imaturnya endothelium kapiler yang

menyebabkan kolaps paru pada akhir ekspirasi.

Pada bayi dengan RDS disebabakan oleh menurunnya jumlah surfaktan atau

perubahan kualitatif surfaktan dapat menyebabkan ketidakmampuan alveoli untuk

ekspansi. Terjadi perubahan intra-extrathoracic dan menurunnya pertukaran udara.

Secara alamiah perbaikan mulai terjadi setelah 24-48 jam. Sel yang rusak akan

diganti. Membrane hyaline, berisi debris dari sel necrosis yang tertangkap dalam

proteinaceous filtrate serum (saringan serum protein), di pagosit oleh makrograf. Sel
cuboidal menempatkan pada alveolar yang rusak dan epitelium jalan nafas, kemudian

terjadi perkembangan sel kapiler baru pada alveoli. Sintesis surfaktan kembali diproduksi

dan kemudian terjadi perbaikan alveoli untuk pengembangan.

1.1.5 Pathway

Bayi lahir premature

surfaktan menurun lapisan lemak belum terbentuk pada kulit

Alveolus kolaps Resiko gangguan termegolulasi hiportermia

Ventilasi berkurang Hipoksia

Peningkatan usaha Nafas Cedera Paru Pembentukan membran hialin

Takipnea Pertukaran gas terganggu Mengendap dialveoli

Pola Nafas Tidak Efektif

Reflek hisap menurun Penguapan meningkat

Intake tidak adekuat Resiko kekurangan Volume cairan

Kekurangan Nutrisi
1.1.6 Komplikasi

a. Kegagalan Pernafasan

Dapat timbul seiring dengan perkembangan penyakit dan individu harus vekerja lebih

keras untuk mengatasi penurunan compliance paru. Akhirnya individu kelelahan dan

ventilasi melambat. Hal ini menimbulkan asidosis respiratorik karena teradi

penimbunan karbondioksida di dalam darah. Melambatnya pernafasan dan penurunan

pH arteri adalah indikasi datangnya kegagalan pernafasan dan mungkin kematian.

b. Pneumonia

Peneumonia dapat timbul setelah ARDS, karena adanya penimbunan cairan di paru

dan kurangnya ekspansi paru.

Akibat hipoksia dapat terjadi gagal ginjal dan tukak saluran cerna karena stress.

Koagulasi intreavascular diseminata akibat banyaknya jaringan yang rusak pada

ADRS.

1.1.7 Fase yang menggambarkan terjadinya ARDS

a. Eksudatif

Ditandai dengan adanya perdarahan pada permukaan parenkim paru, edema

interstisial atau alveolar, penekanan pada bronkiolusterminalis, dan kerusakan pada

sel alveolar tipe I.

b. Fibroproliferatif

Ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe II, peningkatan tekanan

puncak inspirasi, penurunan compliance paru (statik dan dinamik), hipoksemia,


penurunan fungsi kapasitas residual, fibrosisinterstisial, dan peningkatan ruang rugi

ventilasi.

1.1.8 Pemeriksaan Diagnostik

a. Foto rontgen

Untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diafragma dengan overdistensi duktus

alveolar

b. Analisa gas darah

Analisa gas darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg, SaO2 92%

- 94%, pH 7,31 – 7,45

c. Immature lecithin

Paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid dalam

cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur kematangan

paru, dengan cara menghitung rasio lesitin dibandingkan sfingomielin dari cairan

amnion. Sfingomyelin merupakan suatu membran lipid yang secara relatif merupakan

komponen non spesifik dari cairan amnion.

Gluck dkk menemukan bahwa L/S untuk kehamilan normal adalah < 0,5 pada

saat gestasi 20 minggu dan meningkat secara bertahap pada level 1 pada usia gestasi 32

minggu. Rasio L/S = 2 dicapai pada usia gestasi 35 minggu dan secara empiris

disebutkan bahwa Neonatal RDS sangat tidak mungkin terjadi bila rasio L/S > 2. 2 : 1

atau lebih mengindikasikan maturitas paru. Phospatidyglicerol : meningkat saat usia 35

minggu.
1.1.9 Penatalaksanaan Medis

Terapi yang diberikan ialah pengobatan pertukaran oksigen dan karbodioksida

paru yang tidak adekuat; asidosis metabolic dan insufisiensi sirkulasi. Perawatan suportif

awal bayi baru lahir terutama pada pengobatan asidosis, hipoksia, hipotensi, dan

hipotermia akan mengurangi keparahan RDS. Terapi memerluhkan pemantauan yang

cermat dan sering terhadap frekuensi jantung dan pernapasan; PO 2, PCO2, pH,

bikarbonat, elektrolit arteri, glukosa darah, hematocrit, tekanan darah, dan suhu.

a. Pemberian oksigen

Oksigen hangat yang dilembabkan harus diberikan pada kadar yang cukup pada

mulanya untuk mempertahankan tekanan arteri antara 55-70 mmHg dengan tanda-

tanda vital yang stabil, untuk mencegah resiko toksisitas oksigen.

Untuk bayi yang apneu memerluhkan bantuan ventilasi mekanis yang bertujuan

memperbaiki oksigenasi dan mengeliminasi CO2 tanpa menyebabkan trauma paru

atau toksisitas oksigen. Nilai gas darah yang dapat diterima yang menyeimbangkan

risiko hipoksia dan asidosis dengan risiko ventilasi mekaniis adalah PaO2: 55-70

mmHg; PCO2 : 35-55 mmHg; dan pH : 7,25-7,45.

b. Pertahankan nutrisis adekuat

c. Pertahankan suhu lingkungan netral

d. Diit 60 kcal/kg/hari (sesuaikan dengan protocol yang ada) dengan asam amino yang

mencukupi untuk mencegah katabolisme protein dan ketoasidosis endogenous

e. Pertahankan PO2 dalam batas normal

f. Menjaga suhu tubuh.


Bayi ditempatkan di dalam Isollette dan suhu dalam tubuh dipertahankan antara 36,5-

37 oC.

1.1.10 Pencegahan

Pada klien dengan ARDS, posisi semifowler dilakukan untuk mengurangi

kemungkinan regurgitasi asam lambung. Pada klien dengan ARDS yang mendapat

makanan melalui pipa nasogastrik (NGT), penting untuk berpuasa 8 jam sebelum operasi

- yang akan mendapat anestesia umum - agar lambung kosong. Selain berpuasa selama 8

jam, pemberian antasida dan simetidine sebelum operasi - pada klien yang akan

mendapat anestesia umum - dilakukan untuk menurunkan keasaman lambung sehingga

jika terjadi aspirasi, kerusakan paru akan lebih kecil. Setiap keadaan syok, harus diatasi

secepatnya dan harus selalu memakai filter untuk transfusi darah, menanggulangi sepsis

dengan antibiotik yang adekuat, dan jika perlu hilangkan sumber infeksi dengan tindakan

operasi. Pengawasan yang ketat harus dilakukan pada klien dengan risiko ARDS selama

masa laten, jika klien mengalami sesak napas, segera lakukan pemeriksaan gas darah

arteri (Astrup).

1.2. Pengkajian Keperawatan

1.2.1 Pengkajian

1. Identitas pasien dan penanggung jawab

2. Riwayat kesehatan

• Riwayat keperawatan sekarang

• Riwayat keperawatan dahulu


• Riwayat kesehatan keluarga

3. Identifikasi factor resiko

Riwayat maternal

• Menderita penyakit seperti diabetes mellitus

• Kondisi seperti perdarahan placenta

• Tipe dan lamanya persalinan

• Stress fetal atau intrapartus

Status infant saat lahir

• Prematur, umur kehamilan

• Apgar score, apakah terjadi aspiksia

• Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar.

4. Kaji system pernapasan, tanda dan gejala RDS

• Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 – 100 x )

• Nafas grunting

• Nasal flaring

• Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal

• Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan

persentase desaturasi hemoglobin

• Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea

5. Kaji system kardiovaskuler

• Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat

• Murmur sistolik

• Denyut jantung dalam batas normal


6. Kaji intergumen

• Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi periferal

• Pitting edema pada tangan dan kaki

• Mottling

• Penurunan suhu tubuh.

a. Primary Survey

1. Airway ( Jalan Napas) :

Kaji :

1) Bersihan jalan nafas

2) Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas

3) Distress pernafasan

4) Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring

2. Breathing

Kaji :

1) Frekuensi nafas, usaha nafas dan pergerakan dinding dada

2) Suara pernafasan melalui hidung atau mulut

3) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas

3. Circulation

Kaji :

1) Denyut nadi karotis

2) Tekanan darah

3) Warna kulit, kelembaban kulit


4) Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal

4. Disability

Kaji :

1) Tingkat kesadaran

2) Gerakan ekstremitas

3) Glasgow coma scale (GCS

4) Ukuran pupil dan respons pupil terhadap cahaya

b. Secondary Survey

a) Pengkajian Fisik

1. Mata

a. Konjungtiva pucat (karena anemia)

b. Konjungtiva sianosis (karena hipoksia)

2. Kulit

a. Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer).

b. Sianosis secara umum (hipoksemia)

c. Penurunan turgor (dehidrasi)

d. Edema periorbital

3. Jari dan kuku

a. Sianosis

b. Clubbing finger

4. Mulut dan bibir

a. Membrane mukosa sianosis


b. Bernafas dengan mengerutkan mulut

5. Hidung

a. Pernapasan dengan cuping hidung

6. Vena leher : Adanya distensi/bendungan

7. Dada

a. Retraksi otot bantu pernafasan (karena peningkatan aktivitas pernafasan,

dispnea, atau obstruksi jalan pernafasan)

b. Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dengan kanan

c. Suara nafas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)

d. Suara nafas tidak normal (crekler/reles, ronchi, wheezing, friction rub,

/pleural friction)

e. Bunyi perkusi (resonan, hiperresonan, dullness)

f. Tactil fremitus, thrill, (getaran pada dada karena udara/suara melewati saluran

/rongga pernafasan)

8. Pola pernafasan

a. Pernafasan normal (eupnea)

b. Pernafasan cepat (tacypnea)

c. Pernafasan lambat (bradypnea)

b) Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan gas darah (saturasi oksigen dan CO2)

b. Pemeriksaan PH darah

c. Pemeriksaan radiologi pulmonaldan kardio

c) Tindakan pada secondary survey


a. Pemberian oksigen

b. Inhalasi nebulizer

c. Pemberian ventilator

d. Fisioterapi dada

1.2.2 Diagnosis Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan immature paru dan dinding dada

atau kurangnya jumlah cairan surfaktan

2. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi atau pemasangan

intubasi trakea yang kurang tepat adanya secret pada jalan napas

3. Tidak efektif pola napas berhubungan dengan ketidakseimbangan napas bayi dan

ventilator; tidak berfungsinya ventilator, dan posisi bantuan ventilator yang kurang

tepat

4. Resiko injuri berhubungan dengan ketidakseimbangan asam-basa; o2 dan co2 dan

barotrauma (perlukaan dinding mukosa ) dari alat bantu nafas

5. Resiko perubahan peran orang tua berhubungan dengan hospitalisasi sekunder dari

situasi krisis pada bayi

6. Resiko kurangnya nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakmampuan menelan, motilitas gastrik menurun, dan kurangnya penyerapan

1.2.3 Perencanaan Keperawatan

a. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Perencanaa

1. Gangguan pertukaran gas Pertukaran gas 1. Identifikasi bayi

berhubungan dengan adekuat mungkin adanya

immature paru dan dinding Kriteria hasil : resiko-resiko yang

dada atau kurangnya jumlah • Nilai analisa gas muncul

cairan surfaktan darah dalam batas

normal 2. Monitor status

• Nilai SaO2 dalam pernapasan; distress

batas normal pernapasan

3. Monitor analisa gas

darah, pulse oximetry

4. Posisikan bayi

dengan tepat agar ada

upaya bernapas

5. Pertahankan suhu

lingkungan netral

6. Pemberian oksigen

sesuai program
2. Tidak efektif bersihan jalan Kepatenan jalan napas 1. Kaji dada bayi

nafas berhubungan dengan dapat dipertahankan adanya nafas bilateral

obstruksi atau pemasangan Dengan Kriteria hasil: dan ekspansi selama

intubasi trakea yang kurang • Tidak Bunyi inspirasi

tepat adanya secret pada jalan rhonki 2. Atur posisi bayi

napas • Tidak terjadi untuk memudahkan

retraksi interkosta drainage

3. Lakukan suction

4. Kaji kepatenan jalan

napas setiap jam

5. Kaji posisi ketepatan

alat ventilator setiap

jam

6. Auskultasi kedua

lapang paru

3. Tidak efektif pola napas Support ventilator 1. Monitor analisa gas

berhubungan dengan tepat dan ada usaha darah

ketidakseimbangan napas bayi untuk bernafas. 2. Gunakan alat bantu

bayi dan ventilator; tidak Dengan Kriteria hasil: pernapasan sesuai

berfungsinya ventilator, dan • analisa gas darah instruksi

posisi bantuan ventilator yang dalam batas 3. Pantau ventilator

kurang tepat normal setiap jam

4. Berikan lingkungan
yang kondusif

5. Kaji adanya usaha

bayi dalam bernapas

4. Resiko injuri berhubungan Bayi tidak mengalami 1. Evaluasi gas darah

dengan ketidakseimbangan ketidakseimbangan 2. Monitor pulse

asam-basa; o2 dan co2 dan asam-basa dab oximetry

barotrauma (perlukaan barotrauma 3. Monitor komplikasi

dinding mukosa ) dari alat 4. Pantau dan

bantu nafas pertahankan

kecepatan posisi alat

bantu napas

5. Resiko perubahan peran Orang tua bayi akan 1. Jelaskan semua alat-

orang tua berhubungan menerima keadaan alat (monitor, ETT,

dengan hospitalisasi sekunder anaknya ventilator) pada

dari situasi krisis pada bayi Dengan Kriteria hasil: orang tua

• Melakukan 2. Ajarkan orang tua

bonding dan untuk selalu

mengidentifikasi mengunjungi

perannya 3. ajarkan orang tua

• Memberikan ASI untuk berpartisipasi

eksklusif dalam perawatan bayi

4. instruksikan pada ibu

untuk memberikan
ASI dan ajarkan cara

merangsang

pengeluaran ASI

6. Resiko perubahan peran Keseimbangan cairan 1. pertahankan cairan

orang tua berhubungan dan elektrolit dapat infus 60-100

dengan hospitalisasi sekunder dipertahankan ml/kg/hari atau sesuai

dari situasi krisis pada bayi advice

2. gunakan infus pompa

3. monitor intake dan

output

4. kaji elektrolit

5. monitor jumlah

cairan infus yang

masuk

7. Resiko kurangnya volume Kebutuhan intake 1. berikan pengajaran

dari kebutuhan tubuh nutrisi dapat perawatan bayi pada

berhubungan dengan dipertahankan orang tua

ketidakmampuan menelan, 2. kenalkan pada orang

motilitas gastrik menurun, tua untuk

dan kurangnya penyerapan mengidentifikasi

tanda dan gejala

distress pernapasan

3. ajarkan pada orang


tua cara melakukan

risusitasi jantung

paru (RJP) dan

distimulasikan

tekankan pentingnya

control ulang dan

deteksi komplikasi

dari RDS

1.2.4 Evaluasi

1. Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan

ronchi (-)

2. Pasien bebas dari dispneu

3. Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan

4. Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas

5. Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat

6. Bebas dari gejala distress pernafasan

7. Pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan tanda tekanan

darah, berat badan, urine output pada batas normal.

8. Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemasnya secara verbal.


DAFTAR PUSTAKA

Amin Zulkifli, Purwoto J. (2007). ‘Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)’ Dalam : Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II; Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Berhman, Klegman dan Arvin. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak.Edisi 15. Vol 1. Jakarta :

EGC

Doengoes, M.E, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta

Muttaqin, Arif ( 2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem. Pernapasan.

Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai