Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)

Oleh :
RAVY HARYO WIDIGDO
P1908117

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


ITKES WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2019/2020
LAPORAN PENDAHLUAN
ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)

I. Konsep dasar penyakit


A. Pengertian
Sindrom gawat napas pada neonatus (SGNN), dalam bahasa
Inggris disebut acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan
kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi
pernapasan lebih dari 60 kali per menit; sianosis; merintih waktu ekspirasi
(expiratory grunting); dan retraksi di daerah epigastrium, suprasternal,
intekostal pada saat inspirasi. Bila di dengar dengan stetoskop akan
terdengar penurunan masukan udara dalam paru.
Istilah SGNN merupakan istilah umum yang menunjukkan
terdapatnya kumpulan gejala tersebut pada neonatus. Sindrom ini dapat
terjadi karena adanya kelainan di dalam atau di luar paru. Beberapa
kelainan paru yang menunjukkan sindrom ini adalah
pneumotoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH),
pneumonia aspirasi, dan sindrom Wilson-mikity (Ngastiyah, 2005).
Syndrome distress pernapasan adalah perkembangan yang imatur
pada sistem pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam
paru. ARDS dikatakan sebagai hyaline membrane disease (HMD)
(Suriadierita Yulianni, 2006).
Sindrom gawat napas (acute respiratory distress syndrome, ARDS)
adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus
(Asrining Surasmi, dkk, 2003).

B. Etiologi
Penyebab kelainan ini secara garis besar adalah kekurangan
surfaktan, suatu zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps paru. ARDS
seringkali terjadi pada bayi prematur, karena produksi surfaktan, yang
dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, baru mencapai jumlah cukup
menjelang cukup bulan. Makin muda usia kehamilan, makin besar pula
kemungkinan terjadinya ARDS.
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) etiologi dari ARDS yaitu:
a. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli
terbuka.
b. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan
berkembang dan pengembangan kurang sempurna. Fungsi
surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap
berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur
dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan
daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami
sesak nafas.
c. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang
tertangkap dalam proteinaceous filtrat serum (saringan serum
protein), di fagosit oleh makrofag.
d. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
e. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru
Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran
hialin (PMH).
f. Bayi prematur atau kurang bulan
Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi
surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, semakin
muda usia kehamilan, maka semakin besar pula kemungkinan
terjadi ARDS.

C. Patofisiologi
Faktor yang memudahkan terjadinya ARDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang,
pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah,
produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku.
Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya
pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal, pernafasan
menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia
berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah
diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein ,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga
agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru tampak
tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu
paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk
mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga
udara bagian distal menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding
alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II.
Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena
adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif
dengan barotrauma atau volutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan
kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal
sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah.
Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam
setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk
pada 36-72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek
pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang
dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi
Bronchopulmonal Displasia (BPD).
D. Pathway

E. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala yang muncul dari ARDS adalah:
a. Pernapasan cepat
b. Pernapasan terlihat parodaks
c. Cuping hidung
d. Apnea
e. Murmur
f. Sianosis Pusat
F. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan AGD didapat adanya hipoksemia kemudian hiperkapni
dengan asidosis respiratorik.
b. Pemeriksaan radiologis, mula-mula tidak ada kelainan jelas pada foto
dada, setelah 12-24 jam akan tampak infiltrate alveolar tanpa batas
yang tegas diseluruh paru
c. Biopsi paru , terdapat adanya pengumpulan granulosit secara
abnormal dalam parenkim paru

G. Komplikasi
a. Pneumotoraks / pneumomediastinum
b. Pulmonary interstitial dysplasia
c. Patent ductus arteriosus (PDA)
d. Hipotensi
e. Asidosis
f. Hiponatermi / hipernatremi
g. Hipokalemi
h. Hipoglikemi
i. Intraventricular hemorrhage
j. Retinopathy pada premature
k. Infeksi sekunder

II. Konsep dasar asuhan keperawatan


A. Pengkajian
1. Pengkajian
a. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu, pernafasan
mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung,
sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit
bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin normal
kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau
dan pernapasan dalam. Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan
kegawatan pernafasan dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan
penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi meliputi:
1) Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada
bayi. Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan
merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis
metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis,
diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik.
Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada
hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda
memburuknya keadaan klinik.
2) Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping
hidung, retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi
jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke atas,
merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan terjadi
gangguan mekanik usaha pernafasan.
3) Warna kulit/ membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh
terlihat berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat
dan teraba dingin.
b. Pemeriksaan penunjang
1) Foto rontgen thorak
Untuk mengetahui kemungkinan adanya kardiomegali bila sistim
lain bila terkena.

2) Pemeriksaan hasil analisa gas darah


Untuk mengetahui adanya hipoksemia, hipokapnia, dan alkalosis
respiratori ( pH >7,45) pada tahap dini.
3) Tes fungsi paru
Untuk mengetahui keadaan paru kanan dan paru kiri.
c. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan dari RDS yang muncul menurut Suriadi dan
Yulianni (2006) yaitu:
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan dinding
dada atau kurangnya jumlah cairan surfaktan.
2) Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi atau
pemasangan intubasi trakea yang kurang tepat dan adanya secret pada
jalan napas.
3) Tidak efektif pola napas berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi
dan ventilator, dan posisi bantuan bentilator yang kurang tepat.
4) Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan
yang tanpa disadari (IWL).
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan, motilitas gastrik menurun, dan penyerapan.

d. Intervensi keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan dinding
dada atau kurangnya jumlah cairan surfaktan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pola nafas efektif.
Kriteria hasil:
 Jalan nafas bersih
 Frekuensi jantung 100-140 x/menit
 Pernapasan 40-60 x/menit
 Takipneu atau apneu tidak ada
 Sianosis tidak

Intervensi:
 Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal; tempatkan pada
posisi telentang dengan leher sedikit ekstensi dan hidung
menghadap keatap dalam posisi ’mengendus’.
Rasional: untuk mencegah adanya penyempitan jalan nafas.
 Hindari hiperekstensi leher.
Rasional: karena akan mengurangi diameter trakea.
 Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang diinginkan,
kenali tanda-tanda distres misalnya: mengorok, pernafasan cuping
hidung, apnea.
Rasional: memastikan posisi sesuai dengan yang diinginkan dan
mencegah terjadinya distres pernafasan.
 Lakukan penghisapan mukus.
Rasional: menghilangkan mukus yang terakumulasi dari
nasofaring, trakea, dan selang endotrakeal.
 Penghisapan selang endotrakeal sebelum pemberian surfaktan.
Rasional: memastikan bahwa jalan napas bersih.
 Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam setelah pemberian surfaktan.
Rasional: meningkatkan absorpsi ke dalam alvelolar.
 Observasi peningkatan pengembangan dada setelah pemberian
surfaktan.
Rasional: menilai fungsi pemberian surfaktan.
 Turunkan pengaturan, ventilator, khususnya tekanan inspirasi
puncak dan oksigen.
Rasional: mencegah hipoksemia dan distensi paru yang berlebihan.

2) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya fungsi


jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan
nafas ditandai dengan: dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot
pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.
Tujuan: Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas
yang jernih dan ronchi (-).
Kriteria hasil:
 Pasien bebas dari dispneu
 Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
 Memperlihatkan tingkah laku dan mempertahankan jalan nafas.
Intervensi:
 Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya.
Rasional: Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat
meningkatkan usaha dalam bernafas.
 Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan
fremitu.
Rasional: Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi
cairan dan adanya cairan dapat meningkatkan fremitus.
 Catat karakteristik dari suara nafas.
Rasional: Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati
batang tracheo branchial dan juga karena adanya cairan, mukus
atau sumbatan lain dari saluran nafas.
 Catat karakteristik dari batuk
Rasional: Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada
penyebab dan etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam
jumlah yang banyak, tebal dan purulent.
 Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas
tambahan bila perlu.
Rasional: Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten.
 Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan
lakukan suction bila ada indikasi.
Rasional: Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan
predisposisi perkembangan atelektasis dan infeksi paru.
 Peningkatan oral intake jika memungkinkan.
Rasional: Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum
Kolaboratif.
 Berikan oksigen, cairan IV; tempatkan di kamar humidifier sesuai
indikasi.
Rasional: Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport
oksigen.
 Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi.
Rasional: Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan
mengeluarkan sekret.
 Berikan fisiotherapi dada misalnya: postural drainase, perkusi dada/
vibrasi jika ada indikasi.
 Rasional: Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan
efisiensi penggunaan otot-otot pernafasan.
 Berikan bronchodilator misalnya: aminofilin, albuteal dan
mukolitik.
Rasional: Diberikan untuk mengurangi bronchospasme,
menurunkan viskositas sekret dan meningkatkan ventilasi.

3) Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan


nafas bayi dan ventilator, tidak berfungsinya ventilator dan posisi
bantuan ventilator yang kurang tepat.
Tujuan: Pola nafas efektif
Kriteria Hasil:
 Mempertahankan pola pematasan efektif.
 Irama nafas, kedalaman nafas normal.
 Oksigenasi adekuat
Intervensi:
 Analisa Monitor serial gas darah sesuai program.
Rasional: Mempertahankan gas darah optimal dan mengetahui
perjalanan penyakit.
 Gunakan alat bantu nafas sesuai intruksi.
Rasional: Memudahkan memelihara jalan nafas atas.
 Pantau ventilator setiap jam
Rasional: Mencegah turunnya konsentrasi mekanik dan
kemungkinan terjadinya komplikasi.
 Berikan lingkungan yang kondusif
Rasional: Supaya bayi dapat tidur dan memberikan rasa nyaman.
 Auskultasi irama jantung, suara nafas dan lapor adanya
penyimpangan.
Rasional: Mendeteksi dan mencegah adanya komplikasi.

4) Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan


yang tanpa disadari.
Tujuan: mempertahankan cairan dan elektrolit
Kriteria Hasil:
Keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dipertahankan
Intervensi:
 Pertahankan cairan infus 60- 10 ml /kg/hari atau sesuai protokol
yang ada.
Rasional: Penggantian cairan secara adekuat untuk mencegah
ketidakseimbangan.
 Tingkatkan cairan infus 10 ml/ kg, tergantung dari urin output,
penggunaan pemanas dan jumlah fendings.
Rasional: mempertahankan asupan cairan sesuai kebutuhan pasien,
penggunaan pemanas tubuh akan meningkatkan kebutuhan cairan.

5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan menelan, motilitas gerak menurun dan penyarapan.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi adekuat.
Kriteria hasil:
 Mencapai status nutrisi normal dengan berat hadan yang sesuai.
 Mencapai kadar gula darah normal.
 Mencapai keseimbangan intake dan output.
 Bebas dari adanya komplikasi Gl.
 Lingkar perut stabil.
 Pola eliminasi nonnal
Intervensi:
 Timbang berat badan tiap hari.
Rasional: Mendeteksi adanya penurunan atau peningkatan berat
badan.
 Berikan glukosa 5-10% banyaknya sesuai umur dan berat badan.
Rasional: Diperlukan keseimbangan cairan dan kehutuhan kalori
secara parsiasif.
 Monitor adanya hipoglikemi.
Rasional: Masukkan nutrisi inadekuat menyebabkan penurunan
glukosa dalam darah.
 Monitor adanya komplikasi GI:
o Disstres
o Konstipasi / diare.
o Frekwensi muntah
Rasional: Mempertahankan nutrisi cukup energi dan
keseimbangan intake dan output.
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC.


Surasmi, A, dkk. 2003. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta : EGC
Suriadi & Yuliani. 2006. Buku Pegangan Praktik Klinik. Asuhan keperawatan
pada Anak Edisi 2. Jakarta : Sagung Seto.
https://www.scribd.com/document/368974831/Lp-Askep-Rds-Pada-Bayi di akses
pada tanggal 19 september 2018
https://www.scribd.com/doc/299832311/LP-RDS di akses pada tanggal 19
september 2018

Anda mungkin juga menyukai