Oleh :
RAVY HARYO WIDIGDO
P1908117
B. Etiologi
Penyebab kelainan ini secara garis besar adalah kekurangan
surfaktan, suatu zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps paru. ARDS
seringkali terjadi pada bayi prematur, karena produksi surfaktan, yang
dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, baru mencapai jumlah cukup
menjelang cukup bulan. Makin muda usia kehamilan, makin besar pula
kemungkinan terjadinya ARDS.
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) etiologi dari ARDS yaitu:
a. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli
terbuka.
b. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan
berkembang dan pengembangan kurang sempurna. Fungsi
surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap
berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur
dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan
daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami
sesak nafas.
c. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang
tertangkap dalam proteinaceous filtrat serum (saringan serum
protein), di fagosit oleh makrofag.
d. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
e. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru
Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran
hialin (PMH).
f. Bayi prematur atau kurang bulan
Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi
surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, semakin
muda usia kehamilan, maka semakin besar pula kemungkinan
terjadi ARDS.
C. Patofisiologi
Faktor yang memudahkan terjadinya ARDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang,
pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah,
produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku.
Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya
pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal, pernafasan
menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia
berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah
diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein ,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga
agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru tampak
tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu
paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk
mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga
udara bagian distal menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding
alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II.
Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena
adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif
dengan barotrauma atau volutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan
kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal
sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah.
Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam
setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk
pada 36-72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek
pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang
dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi
Bronchopulmonal Displasia (BPD).
D. Pathway
G. Komplikasi
a. Pneumotoraks / pneumomediastinum
b. Pulmonary interstitial dysplasia
c. Patent ductus arteriosus (PDA)
d. Hipotensi
e. Asidosis
f. Hiponatermi / hipernatremi
g. Hipokalemi
h. Hipoglikemi
i. Intraventricular hemorrhage
j. Retinopathy pada premature
k. Infeksi sekunder
d. Intervensi keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan dinding
dada atau kurangnya jumlah cairan surfaktan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pola nafas efektif.
Kriteria hasil:
Jalan nafas bersih
Frekuensi jantung 100-140 x/menit
Pernapasan 40-60 x/menit
Takipneu atau apneu tidak ada
Sianosis tidak
Intervensi:
Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal; tempatkan pada
posisi telentang dengan leher sedikit ekstensi dan hidung
menghadap keatap dalam posisi ’mengendus’.
Rasional: untuk mencegah adanya penyempitan jalan nafas.
Hindari hiperekstensi leher.
Rasional: karena akan mengurangi diameter trakea.
Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang diinginkan,
kenali tanda-tanda distres misalnya: mengorok, pernafasan cuping
hidung, apnea.
Rasional: memastikan posisi sesuai dengan yang diinginkan dan
mencegah terjadinya distres pernafasan.
Lakukan penghisapan mukus.
Rasional: menghilangkan mukus yang terakumulasi dari
nasofaring, trakea, dan selang endotrakeal.
Penghisapan selang endotrakeal sebelum pemberian surfaktan.
Rasional: memastikan bahwa jalan napas bersih.
Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam setelah pemberian surfaktan.
Rasional: meningkatkan absorpsi ke dalam alvelolar.
Observasi peningkatan pengembangan dada setelah pemberian
surfaktan.
Rasional: menilai fungsi pemberian surfaktan.
Turunkan pengaturan, ventilator, khususnya tekanan inspirasi
puncak dan oksigen.
Rasional: mencegah hipoksemia dan distensi paru yang berlebihan.