Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA An. Ny. P DENGAN SGNN (sindrom gawat napas neonates)


DI RUANG PERISTI RSI NAHDLATUL ULAMA DEMAK
Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu Stase Keperawatan Anak

Disusun Oleh :

Dwi Andriyani

NIM: 92022040042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Respiratory Distress Syndrome (RDS) ialah keadaan dimana terdapat gangguan
sistem respiratori pada neonatus yang disebabkan oleh kurangnya surfaktan terlebih
pada bayi yang kurang bulan. Surfaktan merupakan zat yang mampu menurunkan
tegangan pada dinding alveoli paru.Neonatus dengan Respiratory Distress
Syndromemasih menjadi masalah kesehatan dalam masyarakat yang signifikan secara
menyeluruh karena efek yang ditimbulkan, baik efek dalam jangka yang pendek
maupun dalam jangka panjang (Pp, Skp, & Suminto, 2017).
Sindrom gangguan pernapasan / Respiratory Distress syndrome (RDS) adalah
gangguan pada sistem pernapasan neonatus, khususnya karena kurangnya surfaktan
yang efektif dan kurangnya tekanan permukaan alveoli untuk mencegah kolaps pada
alveoli. (S. Suminto, 2017)
2. Etiologi
Penyebab penyakit pernafasan yang paling umum ialah Respiratory Distress
syndrome (RDS). RDS sendiri ialah kurangnya surfaktan di paruparu. Surfaktan
adalah cairan yang menutupi bagian dalam paru-paru. Paru-paru janin mulai
memproduksi surfaktan pada pertengahan ketiga kehamilan (hingga minggu ke-26
persalinan).Surfaktan adalah zat di dalam kantung udara pada paru-paru. Hal tersebut
membantu menjaga paru-paru tetap mengembang sehingga bayi bisa bernafas setelah
dilahirkan (NHLBI, 2012).
3. Tanda gejala
Kematangan paru sangat berpengaruh dengan tingkat keparahan RDS atau
beratnya gejala klinis. Gejala klinis akan semakin parah jika berat badan dan usia
kehamilan juga semakin rendah. Gejala akan muncul setelah beberapa jam bayi
dilahirkan. Bayi dengan RDS yang dapat mempertahankan hidupnya pada 96 jam
pertama memiliki prognosis yang lebih baik. Gejala umum yang terjadi pada RDS
adalah: sesak nafas (> 60x / menit), nafas pendek, ngorok, bibir keunguan, kulit
pucat, kelelahan, apnea dan pernafasan yang tidak teratur, suhu tubuh mengalami
penurunan, retraksi supra dan tulang dada bagian bawah, pernafasan lobus hidung
(Surasmi dkk, 2013)
4. Pathofisiologi
Neonatus yang lahir kurang bulan dengan keadaan paru-paru yang belum siap
seutuhnya untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal tersebut
merupakan faktor penting terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru-paru melakukan
fungsinya tersebut terlebih lagi disebabkan oleh tidak adanya surfaktan atau
kurangnya surfaktan. Kekurangan atau ketidakefektifan fungsi sufaktan menyebabkan
ketidakseimbangan peningkatan pada saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi.
Ketidak adanya surfaktan, janin tidak mampu menjaga paruparunya untuk tetap
mengembang. Setiap kali bernafas menjadi sulit dan memerlukan usaha yang keras
untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi). Hal tersebut
menyebabkan bayi baru lahir lebih banyak menggunakan oksigen untuk
menghasilkan energi daripada menerima sehingga mengakibatkan bayi merasa
kelelahan. Jika bayi semakin merasakan kelelahan, alveoli pada bayi akan semakin
sedikit membuka. Ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat
menyebabkan atelektasis (Asrining Surasmi,2011). Kolaps paru dapat menyebabkan
terganggunya ventilasi pulmonal sehingga dapat mengakibatkan hipoksia. Akibat dari
hipoksia adalah kontraksi vaskularisasi pulmonal yang menyebabkan penurunan
oksigenasi jaringan kemudian dapat menyebabkan metabolisme anaerobik.
Metabolisme anaerobik menghasilkan timbunan asam laktat sehingga terjadi asidosis
6 metabolik pada neonatus dan penurunan curah jantung yang menurunkan perfusi ke
organ fundamental. Atelektasis dan asidosis juga dapat mengakibatkan aliran darah
paru semakin sedikit dan dapat menyebabkan berkurangnya pembentukan zat
surfaktan. Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon
dioksida dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Penurunan pH
menyebabkan vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan menurunnya sirkulasi pada
paru-paru dan perfusi alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH juga akan menurun
drastis, serta materi yang diperlukan untuk produksi surfaktan tidak mengalir ke
dalam alveoli. Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi
typical, asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama berkaitan dengan
hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan
epitel paru dapat juga terkena injury akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh
penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan penurunan surfaktan lebih lanjut
(Asrining Surasmi, Siti Handayani 2011). Akibat lain adalah kerusakan endotel
kapiler dan epitel duktus alveolus yang mengakibatkan terjadinya transudasi ke dalam
alveoli dan terbentuknya fibrin, selanjutnya fibrin bersama-sama dengan jaringan
epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin.
Membran hialin tersebut melapisi alveoli dan menghambat pertukaran gas sehingga
timbul masalah gangguan pertukaran gas Neonatus dengan gangguan pernapasan bisa
menimbulkan efek yang sangat berat bagi bayi itu sendiri yaitu kerusakan pada otak
bahkan sampai dengan kematian. Pengaruh dari gangguan sistem pernafasan adalah
hipoksia atau kekurangan oksigen pada tubuh bayi itu sendiri. Tubuh bayi akan
beradaptasi dengan hipoksia yaitu dengan mengaktifkan metabolisme anaerob.
Bilamana keadaan kekurangan oksigen semakin memburuk dan dalam waktu lama,
metabolisme anaerob akan mengeluarkan asam laktat.Ketika asidosis memburuk dan
aliran darah ke otak menurun, otak dan organ lain dapat rusak karena hipoksia dan 7
iskemia. Pada tahap awal, terjadi hiperventilasi terlebih dahulu, lalu tahap apnea
primer. Dalam hal ini, bayi tampak ungu, tetapi peredaran darahnya relatif baik.
Peningkatan curah jantung dan kontraksi ringan pada pembuluh darah di sekitarnya
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah dan refleks bradikardia. Depresi
pernapasan dapat diobati saat ini dengan meningkatkan stimulasi seperti impuls kulit
yang masuk. Apnea normal berlangsung sekitar 1-2 menit, dan apnea primer dapat
berlangsung lama dan sistem peredaran darah memburuk.Hipoksia dan asidosis
miokard dapat memperburuk bradikardia, vasokonstriksi, dan hipotensi. Kondisi ini
dapat berlangsung hingga 5 menit, dan kemudian terjadi apnea sekunder. Selama
apnea berlangsung detak jantung, tekanan darah dan kadar oksigen terus menurun.
Bayi tidak merespon stimulus dan tidak menunjukkan usaha untuk bernapas secara
spontan. Jika pernapasan buatan dan oksigen tidak segera dimulai, kematian akan
terjadi (Marmi & Rahardjo, 2012).
5. Pathway

PREMATURITAS

Surfaktan tidak adekuat Konjugasi bilirubin belum Refelk hisap belum kuat
baik

Respiratory distress Hiperbilirubin Intake tidak adekuat


syndrome

Peningkatan usaha Usia kurang dari 7 hari Deficit nutrisi


nafas

Ikterik neonatus
Retraksi dada

Takipneu Kelelahan

Pola nafas tidak efektif Intoleransi


aktivitas

Kolaps paru

Gangguan ventilasi pulmonal Retensi CO2

Hipoksia Asidosis
respiratorik
Penurunan oksigenasi
Penurunan PH dan PAO2
Metabolisme anaerob
Vasekontriksi berat
Timbunan asamlaktat

Penurunan sirkulasi paru


Asidosis metabolik dan pulmonal

Kurangnya cadangan glikogen


Gangguan pertukaran gas
Respon menggigil pada bayi
berkurang

Tidak dapat meningkatkanpanas Termogulasi


tubuh tidak efektif
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan pada RDS menurut Warman (2012), antara lain : 1) Tes kematangan
pada paru Tes biokimia : Paru-paru pada janin berkaitan pada cairan amnion maka
dari itu jumlah fosfilipid pada cairan amnion berguna untuk memperkirakan hasil
surfaktan, sebagaimana menjadi tolak ukur kematangan paru. 2) Analisa gas darah
Gas darah menentukkan respiratorik yang diiringi dengan kekurangan oksigen dan
asidosis metabolik. Asidosis terjadi akibat dari atelaksis alveolus atau pembesaran
pada jalan napas terminal. 3) Pemeriksaan radiografi dada Pada neonatus yang
mengalami RDS dibuktikan dengan tekanan saat respirasi yang buruk,terdapat air
bronchograms yaitu gambaran yang ditunjukkan dengan bronkiolus yang terdapat
udara di alveoli yang kolaps. Gambaran pada jantung bisa saja membesar bahkan
tidak terdapat apa-apa/normal. Penemuan ini bisa saja berbeda hasil dengan 9
dilakukannya terapi surfaktan sedini mungkin dan tambahan ventilasi mekanik yang
tepat.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian primer (ABCD)
- Airway : adanya perubahan pola nafas (apneu yang diselingi oleh
hiperventilasi)napas berbunyi stridor, ronki, mengi positif (kemungkinan karena
aspirasi)
- Breathing : dilakukan auskultasi dada terdengar stridor/ronki/mengi , RR lebih
dari 24x/mnt
- Circulation: adanya perubahan tekanan darah atau normal (hipotensi), perubahan
frekuensi jantung, (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan bradikardi
disritmia)
- Disability : adanya lemah/letargi, lelah, kaku, hilang keseimbangan, perubahan
kesadaran bias sam`pai koma.
2. Pengakjian sekunder
a. Pemeriksaan fisik

(1) Keadaan umum : dikaji GCS klien

(2) System Integumen : kaji ada tidaknya eritema, bengkak, oedema, nyeri tekan.
(3) Kepala : kaji bentuk kepala, apakah terdapat benjolan, apakah ada nyeri kepala

(4) Leher : kaji ada tidaknya penjolankelenjar tiroid, dan reflek menelan.

(5) Muka : kaji ekspresi wajah klien wajah, ada tidak perubahan fungsi maupun
bentuk. Ada atau tidak lesi, ada tidak oedema.

(6) Mata : kaji konjungtiva anemis atau tidak (karena tidak terjadi perdarahan).

(7) Telinga : kaji ada tidaknya lesi, nyeri tekan, dan penggunaan alat bantu
pendengaran.

(8) Hidung : kaji ada tidaknya deformitas, dan pernapasan cuping hidung.

(9) Mulut dan Faring : kaji ada atau tidak pembesaran tonsil, perdarahan gusi, kaji
mukosa bibir pucat atau tidak.

(10)Paru :

(a) Inspeksi : kaji ada tidaknya pernapasan meningkat.

(b) Palpasi : kaji pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.

(c) Perkusi : kaji ada tidaknya redup atau suara tambahan.

(d) Auskultasi : kaji ada tidaknya suara nafas tambahan.

(11)Jantung

(a) Inspeksi : kaji ada tidaknya iktus jantung.

(b) Palpasi : kaji ada tidaknya nadi meningkat, iktus teraba atau tidak.

(c) Perkusi : kaji suara perkusi pada jantung

(d) Auskultasi : kaji adanya suara tambahan

(12) Abdomen

(a) Inspeksi : kaji kesimetrisan, ada atau tidak hernia

(b) Auskultasi : kaji suara Peristaltik usus klien


(c) Perkusi : kaji adanya suara

(d) Palpasi : ada atau tidak nyeri tekan

(13) Ekstremitas

(a) Atas : kaji kekuatan otot, rom kanandan kiri, capillary refile, perubahan bentuk
tulang

(b) Bawah : kaji kekuatan otot, rom kanan dan kiri, capillary refile, dan perubahan
bentuk tulang

b. diagnose keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif b.d imaturitas neurologis d.d adanya retraksi dinding dada
saat bernafas, klien terpasang CPAP.
2) Ikterik neonatus b.d usia kurang dari 7 hari d.d usia 3 hari,kulit pada bagian perut
hingga lutut berwarna kuning saat ditekan
3) Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan d.d berat badan menurun
4) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakadekuatan kadar surfaktan,
ketidakseimbangan perfusi ventilasi
5) Termogulasi tidak efektif b.d peningkatan upaya pernapasan sekunder akibat
RDS
c. Intervensi keperawatan

No Dx keperawatan Tujuan & criteria hasil Intervensi


1 Pola nafas tidak Setelah dilakukan 1. Monitor pola napas
efektif b.d imaturitas tindakan keperawatan (frekuensi,kedalaman,usaha
neurologis selama …x24 jam napas)
diharapkan pola nafas 2. Monitor saturasi oksigen
klien membaik dengan 3. Berikan oksigen
kriteria hasil :
1. Penggunaan otot bantu
napas menurun
2 Ikterik neonatus b.d Setelah dilakukan 1. Monitor ikterik pada sklera
usia kurang dari 7 tindakan keperawatan dan kulit bayi
hari selama ….x24 jam 2. Monitor suhu dan tanda-
diharapkan kekuningan tanda vital setiap 4 jam sekali
pada kulit klien membaik 3. Siapkan lampu fototerapi
dengan kriteria hasil : dan incubator
1. Kulit kuning menurun 4. Lepaskan pakaian bayi
2. Sklera kuning menurun kecuali popok
5. Berikan penutup mata
6. Ukur jarak antara lampu
dan permukaan kulit bayi
7. Ganti segera alas dan popok
bayi jika BAB/BAK
8. Gunakan linen berwarna
putih agar memantulkan
cahaya sebanyak mungkin.
9. Anjurkan ibu menyusui
sesering mungkin
10. Kolaborasi pemeriksaan
darah vena bilirubin direk dan
indirek
3 Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan 1. Monitor asupan makanan
ketidakmampuan tindakan keperawatan 2. Monitor berat badan
menelan makanan selama …x24 jam 3. Identifikasi keadaan
diharapkan nutrisi emosional ibu
tercukupi dengan kriteria
hasil :
1. Berat badan meningkat
2. Pola makan membaik
4 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan 1. Monitor hemodinamika
gas b.d tindakan ….x24 jam status
ketidakadekuatan diharapkan hasil AGD 2. Monitor status
kadar surfaktan, pasien dalam batas normal pernapasan dan status
ketidakseimbangan dengan kriteria hasil : oksigenasi pasien
perfusi ventilasi 1. PaO2 dalam batas 3. Pertahankan kepatenan
normal jalan nafas
2. PaCO2 dalam batas 4. Posisikan pasien untuk
normal mendapatkan ventilasi
3. pH normal yang adekuat, (misal
4. SaO2 normal tinggikan kepala dari
5. Tidak ada sianosis tempat tidur)
6. Tidak ada penurunan
kesadaran
5 Termogulasi tidak Setelah dilakukan 1. Monitor suhu tubuh anak
efektif b.d tindakan keperawatan … tiap 2 jam sekali
peningkatan upaya x24 jam diharapkan 2. Atur suhu incubator
pernapasan sekunder pengaturan suhu tubuh sesuai kebutuhan
akibat RDS membaik, dengan criteria 3. Pertahankan
hasil : kelembababn incubator
1. Hipoksia menurun 50% atau lebih untuk
2. Suhu tubuh membaik mengurangi kehilangan
3. Suhu kulit membaik nafas karena proses
evaporasi
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC


Tim Prokja SDKI DPP PPNI.2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI

Tim Prokja SLKI DPP PPNI.2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.


Edisi 1. Jakarta : PPNI

Tim Prokja SIKI DPP PPNI.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.


Edisi 1. Jakarta : PPNI

Anda mungkin juga menyukai