Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN RDS

(RESPIRATORY DISTRESS SYDNROM

A. Konsep Teoritis
1. Pengertian
RDS (Respiratory Distress Syndrom) adalah gangguan pernafasan
yang sering terjadi pada bayi prematur dengan tanda-tanda takipnea (>60
x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau
memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik.
Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya
infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark,1986).
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur
pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam
paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan
Yuliani, 2001).

2. Etiologi
Penyebab terjadinya RDS yaitu kurang/tidak adanya surfaktan dalam paru-
paru. Namun terdapat faktor predisposisi, diantaranya :
1) Bayi dari ibu diabetes
2) Persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu
3) Kehamilan multijanin
4) Persalinan SC
5) Persalinan cepat
6) Asfiksia
7) Stress dingin
8) Riwayat bayi sebelumnya terkena RDS

3. Patofisiologi dan Pathways


Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap
sepenuhnya untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif.
Hal ini merupakan faktor kritis dalam terjadi RDS, ketidaksiapan paru
menjalankan fungsinya tersebut disebabkan oleh kekurangan atau tidak
adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu
menahan sisa udara fungsional/kapasitas residu fungsional (Ilmu
Kesehatan Anak, 1985). Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang
merata dan menjaga ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah.
Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi surfaktan menimbulkan
ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi.
Bila surfaktan tidak ada, janin tidak dapat menjaga parunya tetap
mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras untuk
mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi)
sehingga untuk pernapasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif
intratoraks yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang lebih
kuat. Akibatnya, setiap kali bernapas menjadi sukar seperti saat pertama
kali bernapas (saat kelahiran). Sebagai akibat, janin lebih banyak
menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada yang ia
terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya
kelelahan, bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya.
Ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat
menyebabkan atelaktasis.
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan
pulmomary vascular resistance (PVR) yang nilainya menurun pada
ekspansi paaru normal. Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan paru dan
selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di samping itu,
peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi darah
janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan
foramen ovale.
Kolaps baru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan ventilasi
pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah
konstriksin vaskularisasi pulmonal yang menimbulkan penurunan
oksigenasi jaringan dan selanjutnya menybabkan metabolismeanareobik.
RDS atau sindrom gangguan pernapasan adalah penyakit yang
dapat sembuh sendiri dan mengikuti masa deteriorasi (kurang lebih 48
jam) dan jika tidak ada komplikasi paru akan membaik dalam 72 jam.
Proses perbaikan ini, terutama dikaitkan dengan meningkatkan
produksi dan ketersediaan materi surfaktan.

Pathways
Bayi lahir prematur

Inadekuat Surfaktan Lapisan lemak belum


Terbentuk pada kulit
Alveolus kolaps
Resiko gangguan
Ventilasi berkurang hipoksia Termoregulasi:
hipotermia
Peningkatan usaha Cedera paru
Nafas Pembentukan membran
Edema hialin
Takipnea
Pertukaran gas Mengendap di alveoli
Pola nafas terganggu
tidak efektif

Refleks hisap Penguapan meningkat


menurun
Resiko kekurangan
Intake tidak volume cairan
adekuat

Kekurangan nutrisi

4. Manifestasi Klinis
Menurut Martin, 1999 manifestasi klinis pada bayi yang menderita RDS
dantaranya :
a. Kesulitan dalam memulai respirasi normal
b. Dengkingan (grunting) pada saat ekspirasi, diamati pada saat bayi tidak
dalam keadaan menangis (disebabkan oleh penutupan glotis)
merupakan tanda/indikasi awal penyakit, berkurangnya dengkingan
mungkin merupakan tanda pertama perbaikan.
c. Refraksi sternum dan interkosta
d. Nafas cuping hidung
b. Sianosis pada udara kamar
c. Respiarasi cepat atau kadang lambat jika sakit parah
d. Auskultasi; udara yang masuk berkurang
e. Edema ekstremitas
f. Pada foto rontgen ditemukan retikulogranular, gambaran bulat-bulat
kecil dengan corakan bronkogram udara.

5. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat RDS yaitu antara lain :
a. Ruptur Alveoli
Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada
bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis
hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
b. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang
memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan trombositopeni.
Infeksi dapat timbul karena tindakan invasif seperti pemasangan jarum
vena, kateter, dan alat respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalasia periventrikular.
Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan
frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
d. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan
komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan
terapi surfaktannya

Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :


a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen
pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan
tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu
menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan
defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya
masa gestasi.
b. Retinopathy Prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.

6. Penatalaksanaan
a. Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS
adalah:
1) Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
2) Furosemiduntuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan
menurunkan caiaran paru
3) Fenobarbital
4) Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
5) Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan
untuk pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
(cusson,1992)
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari
sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru
sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan).
b. Penunjang/diagnostik
1) Seri rontgen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi
diaphragma dengan overdistensi duktus alveolar.
2) Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
3) Data laboratorium
4) Profil paru :
a) untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion
(untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih
mengindikasikan maturitas paru Phospatidyglicerol : meningkat
saat usia gestasi 35 minggu
b) Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2
kurang dari 60 mmHg, saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 –
7,45
c) Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release
potassium dari sel alveolar yang rusak.
c. Diit
Makanan peroral sebaiknya tidak diberikan dan bayi diberi cairan
intravena yang yang disesuaikan dengan kebutuhan kalorinya.
Pemberian cairan ini bertujuan untuk memberikan kalori yang cukup,
menjaga agar bayi tidak mengalami dehidrasi, mempertahankan
pengeluaran cairan melalui ginjal dan mempertahankan keseimbangan
asam basa tubuh. Dalam 48 jam pertama biasanya cairan yang
diberikan terdiri dari glukosa atau dekstrose 10% dalam jumlah 100
ml/kg BB/hari. Dengan pemberian secara ini diharapkan kalori yang
dibutuhkan (40 kkal/kg BB/hari) untuk mencegah katabolisme tubuh
dapat terpenuhi.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas : lengkap, termasuk orang tua bayi
b. Riwayat kesehatan :
Keluahan utama, terutama sistem pernafasan : cyanosis, grunting ,
RR, cuping hidung
c. Riwayat kesehatan : terutama umur kehamilan dan proses persalinan
d. Pemeriksaan Fisik :
1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign
2) Pemeriksaan persistem : terutama pada sistem yang terlibat
langsung
a) Sistem pernafasan : kesulitan dalam respirasi normal.
Refraksi strenum dan interkosta, nafas cuping hidung,
cyanosis pada udara kamar, grunting, respirasi cepat atau
lambat
b) Sistem kardiovaskulaer : takikardia, nadi lemah/cepat, akral
dingin/hangat, cyanosis perifer
c) Sistem gastrointestinal : muntah, kembung, peristaltik
menurun/meningkat
d) Sistem perkemihan : keluaran urine, warna

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis
(defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolar
c. Resiko gangguan termoregulasi : hipotermia berhubungan dengan
berada di lingkungan yang dingin
d. Kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi

3. Perencanaan Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis
(defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)

Tujuan yang diharapkan : Pola nafas kembali efektif


Kriteria Hasil :
1) Pengembangan dada simetris
2) Irama pernapasan teratur
3) Bernapas mudah
4) Tidak ada suara nafas tambahan

Rencana Tindakan

Intervensi Rasional

Monitor kecepatan, irama, Mengetahui apakah ada


kedalaman dan upaya nafas gangguan dalam bernafas

Monitor pergerakan, Mengetahui kemampuan


kesimetrisan dada, retraksi dada bernafas klien
dan alat bantu pernafasan

Posisikan klien untuk Klien merasa nyaman


memaksimalkan ventilasi dan
mengurangi dispnea

Berikan oksigen sesuai program Mempertahankan oksigen arteri


Alat-alat emergensi disiapkan Kemungkinan terjadi kesulitan
dalam keadaan baik bernapas akut

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran


kapiler-alveolar

Tujuan yang diharapkan : pertukaran gas kembali normal


Kriteria hasil :
1) Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan adekuat
dengan  GDA  dalam  rentang normal.
2) Bebas dari gejala distres pernafasan.

Rencana Tindakan :

Intervensi Rasional

Pantau dispnea, takipnea, bunyi Data dasar untuk menentukan


napas, peningkatan upaya intervensi lebih lanjut
pernapasan, ekspansi, paru, dan
kelemahan

Monitor intake dan output Menjaga keseimbangan cairan


cairan

Jaga alat emergensi dan Persiapan emergensi terjadinya


pengobatan tetap tersedia seperti masalah akut pernafasan
ambu bag, ET tube, suction,
oksigen

Batasi pengunjung Mengurangi tingkat kecemasan

c. Resiko gangguan termoregulasi : hipotermia berhubungan dengan


berada di lingkungan yang dingin
Tujuan yang diharapkan : Hipotermia dapat teratasi
Kriteria hasil :
1) Suhu axila 36-37˚C
2) RR : 30-60 X/menit
3) Warna kulit merah muda
4) Tidak ada distress respirasi
5) Tidak menggigil
6) Bayi tidak gelisah
7) Bayi  tidak letargi
Rencana Tindakan :
Intervensi Rasional
Monitor gejala dari hopotermia : Data dasar dalam menentukan
fatigue, lemah, apatis, perubahan intervensi
warna kulit

Monitor status pernafasan Mengetahui adanya gangguan


pernafasan

Pindahkan bayi dari lingkungan Menaikkan suhu tubuh bayi


yang dingin ke dalam
lingkungan / tempat yang hangat
(didalam inkubator atau lampu
sorot)
Segera ganti pakaian bayi yang Pakaian yang dingin dan basah
dingin dan basah dengan pakaian akan membuat bayi
yang hangat dan kering, berikan memperburuk kondisi bayi
selimut.

d. Kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat


Tujuan : Nutrisi dapat tercukupi
Kriteria hasil :
1) Tidak terjadi penurunan BB > 15 %.
2) Bayi tidak muntah
3) Bayi dapat minum dengan baik

Rencana Tindakan :
Intervensi Rasional
Observasi reflek menghisap dan Mengetahui apakah ada
menelan bayi. gangguan dalam menghisap dan
menelan bayi

Observasi intake dan output. Mengetahui status nutrisi bayi

Berikan cairan IV dengan Memenuhi kebutuhan kalori


kandungan glukosa sesuai bayi
kebutuhan  neonates

Rujuk kepada ahli diet untuk Menentukan diet yang tepat bagi
membantu memilih cairan yang bayi
dapat memenuhi kebutuhan gizi

e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan


mekanisme regulasi

Tujuan yang diharapkan : Resiko kekurangan volume cairan tidak


terjadi
Kriteria hasil :

1) Turgor pada perut bagian depan kenyal, tidak ada edema,


membranmukosa lembab, intake cairan sesuai dengan usia dan BB.
2) Output urin 1-2 ml/kg BB/jam, ubun-ubun datar, elektrolit darah
dalam batas normal.

Rencana Tindakan :
Intervensi Rasional
Observasi suhu dan nadi. Mengetahui adanya indikasi
kekurangan volume cairan

Observasi adanya tanda-tanda Menentukan intervensi lebih


dehidrasi atau overhidrasi. lanjut

Berikan terapi intravena sesuai Mempertahankan keseimbangan


dengan anjuran dan berikan cairan
dosis pemeliharaan, selain itu
berikan pula tindakan-tindakan
pencegahan

Cairan membantu distribusi


Berikan susu dan cairan
obat-obatan dalam tubuh serta
intravena sesuai kebutuhan
membantu menurunkan demam.
Cairan bening membantu
menambahkan kalori serta
menanggulangi kehilangan BB

BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS
dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae. Penyebab terjadinya RDS
yaitu kurang/tidak adanya surfaktan dalam paru-paru. Namun terdapat
beberapa faktor predisposisi, yaitu bayi dari ibu diabetes, persalinan sebelum
umur kehamilan 37 minggu, kehamilan multijanin, persalinan SC, persalinan
cepat, asfiksia, stress dingin, dan riwayat bayi sebelumnya terkena RDS.
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya
untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan
faktor kritis dalam terjadi RDS, ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya
tersebut disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan. Manifestasi
klinis pada bayi yang menderita RDS dantaranya yaitu kesulitan dalam
memulai respirasi normal, dengkingan (grunting) pada saat ekspirasi, refraksi
sternum dan interkosta, nafas cuping hidung, dan sianosis pada udara kamar.
Komplikasi yang timbul akibat RDS yaitu antara lain ruptur alveoli, dapat
timbul infeksi, perdarahan intrakranial dan leukomalasia periventrikular.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi yaitu Bronchopulmonary
Dysplasia (BPD) dan retinopathy prematur. Pengobatan yang biasa diberikan
selama fase akut penyakit RDS adalah antibiotika, furosemid, fenobarbital,
vitamin E, metilksantin (teofilin dan kafein). Pemeriksaan penunjang pada
RDS yaitu seri rontgen dada, bronchogram udara, data laboratorium, dan
profil paru. Diet untuk pasien dengan RDS yaitu

B. Saran
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja karena
masih banyak referensi yang lebih lengkap yang membahas materi dari
makalah ini. Oleh karena itu, pembaca sebaiknya membaca dari referensi dan
literatur lain untuk menambah wawasan yang lebih luas tentang materi ini.

DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Riezkhy. 2014. Sindrom Gangguan Pernafasan. https://riezkhyamalia.
files.wordpress.com/2014/11/sindrom-gangguan-pernafasan.pdf (Diunduh
pada tanggal 5 Oktober pukul 06:45 WIB)

Anonim. Chapter I.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/
53413/Chapte%20I.pdf;jsessionid=3D616D9A9CCC48C8259AEFC0D0
6C126?sequenc=5 (Diunduh pada tanggal 5 Oktober pukul 06:43 WIB)

Putriyana, Mega. 2015. Asuhan Keperawatan RDS.


https://megaputriyana0912.
wordpress.com/2015/05/03/asuhan-keperawatan-rds/ (Diakses pada
tanggal 5 Oktober pukul 06:48)

Surasmi, Asrining, dkk. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC

Suriadi dan Yuliani, R. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1. Jakarta :
CV Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai