Anda di halaman 1dari 4

PPK RDS

A. Definisi
Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-
tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap
atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-
tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada
tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark 1986).
Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak nafas
berat (dyspnea ), frekuensi nafas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap dengan
terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru,adanya gambaran infiltrat alveolar
yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan,
edema paru, dan adanya hyaline membran pada saat otopsi.
B. Etiologi
Defesiensi atau kerusakan surfaktan. Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi
surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksio
sesaria. Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membran
Disease (HMD) didapatkan pada 10% bayi prematur, yang disebabkan defisiensi
surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Surfaktan biasanya
didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong
alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana
surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan
bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah
bayi lahir dan akan bertambah berat.
C. Faktor Predisposisi
1. Prematuritas dengan paru-paru yang imatur (gestasi dibawah 32 minggu) dan
tidak adanya, gangguan atau defisiensi surfactan
2. Bayi prematur yang lahir dengan operasi caesar
3. Penurunan suplay oksigen saat janin atau saat kelahiran pada bayi matur atau
prematur.
D. Patofisiologi
Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat
yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran
nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24
minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%)
dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional
pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi
sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Hipoksia akan menyebabkan
terjadinya :
*Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan asam
laktat asam organic>asidosis metabolic.
*Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi kedalam
alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik>lapisan
membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantun, penurunan aliran
darah keparum, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang
menyebabkan terjadinya atelektasis. Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang
pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu
dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.
Secara singkat patofisiologinya dapat digambarkan sbb : Atelektasis → hipoksemia
→asidosis → transudasi → penurunan aliran darah paru → hambatan
pembentukan zat surfaktan → atelekstasis. Hal ini berlangsung terus sampai terjadi
penyembuhan atau kematian.
E. Manifestasi Klinis
RDS mungkin terjadi pada bayi premature dengan berat badan <1000 gram. Tanda-
tanda gangguan pernafasan berupa : Dispnue/hipernue/takipneu Sianosis Retraksi
suprasternal / epigastrik / intercostals Grunting expirasi Mengorok ekspiratori.
Pernapasan cuping hidung. Pernapasan kulit Didapatkan gejala lain seperti :
Bradikardi Hipotensi Kardiomegali Edema terutama didaerah dorsal tangan atau kaki.
Hipotermi Tonus otot yang menurun Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria
Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
Pertama, terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara,
Kedua, bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan
gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer
menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
Ketiga,alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih
opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.
Keempat, seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat
dilihat.
F. Diagnosis
1. Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi
diaphragma dengan overdistensi duktus alveolar
2. Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
3. Data laboratorium
- Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion
(untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio
2 : 1 atau lebih mengindikasikan maturitas paru
Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
Tingkat phosphatydylinositol
- Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60
mmHg, saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45
- Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel
alveolar yang rusak.
G. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :
1. kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau
bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
2. Jangkitan penyakit kerana keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana
tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada
bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
4. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi
bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang
tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke
otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang
disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD
berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu
menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A.
Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
2. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi
yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan
adanya infeksi

DAFTAR PUSTAKA

1. http://tiaraaskep.blogspot.com/2008/11/asuhan-keperawatan-klien-rds.html
2. http//www.nursemedia.info.com
3. http//www.askep.blogspot.com
4. http//www.duta4diagnosa.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai