Anda di halaman 1dari 9

A.

DEFINISI
Respiratory distress syndrome adalah suatu bentuk gagal nafas
yang ditandai dengan hipoksemia, penurunan compliance paru, dispnea,
edema pulmonal bilateral tanpa gagal jantung dan infiltrat yang menyebar
(Somantri, 2009 et al kurniawan, 2020 ).
Respiratory distress syndrome (RDS) merupakan kumpulan gejala
yang terdiri atas dispnea, frekuensi pernafasan yang lebih dari 60 kali
permenit, adanya sianosis, adanya rintihan pada saat ekspirasi (ekspiratory
grunting), serta adanya retraksi suprasternal, interkostal, dan epigastrium
saat inspirasi. Penyakit ini adalah penyakit membran hialin, dimana terjadi
perubahan atau berkurangnya komponen surfaktan pulmonal (zat aktif
alveoli yang dapat mencegah kolaps paru dan mampu menahan sisa udara
pada akhir ekspirasi) (Hidayat, 2008 et al kurniawan, 2020 ).
Surfaktan merupakan suatu zat yang dapat menurunkan tegangan
dinding alveoli paru.Pertumbuhan surfaktan paru mencapai maksimum
pada minggu ke 35 kehamilan. Defisiensi surfaktan menyebabkan
gangguan kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitasnya, alveolus
akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi sehingga untuk pernafasan
berikutnya dibutuhkan tekana negative intoraks yang lebih besar yang
disertai usaha inspirasi yang kuat.
Respiratory distress syndrome (RDS) disebut juga hyaline
membrane didease (HMD), merupakan sindrom gawat nafas yang
disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan
masa gestasi kurang (Stark, 2010 et al kurniawan, 2020 ).
B. ETIOLOGI
1. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka
2. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang
dan pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk
menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara,
sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum
berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi
akan mengalami sesak nafas.
3. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang
tertangkap dalam proteinaceous filtrat serum (saringan serum
protein), di fagosit oleh makrofag.
4. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
5. Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin
(PMH).
6. Bayi prematur atau kurang bulan diakibatkan oleh kurangnya
produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan
minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan, maka semakin besar
pula kemungkinan terjadi RDS.
C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama Gawat napas / distress respirasi pada neonatus yaitu :
 Takipnea : laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40
kali per menit)
 Sianosis sentral pada suhu kamar yang menetap atau memburuk
pada 48- 96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik
 Retraksi : cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi
 Grunting : suara merintih saat ekspirasi
 Pernapasan cuping hidung
D. PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang,
pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah,
produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku.
Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya
pengembangan paru ( compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan
menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia
berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah
diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga
agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak
tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu
paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk
mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga
udara bagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding
alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II.
Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya
defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan
barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan
kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal
sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah.
Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam
setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk
pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek;
pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang
dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi
Bronchopulmonal Displasia (BPD).
E. PATHWAY
F. KOMPLIKASI
a. Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :
1. kebocoran alveoli: Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara
(pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium,
emfisema intersisiel), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba
memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi
atau adanya asidosis yang menetap.
2. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan
adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi
dapat timbul kerana tindakan invasiv seperti pemasangan jarum
vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular :
perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur
dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi
mekanik.
b. Komplikasi jangka panjang
Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam
paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke
otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi
1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru
kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan
masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya
volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan
ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi
vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa
gestasi.
2. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar
10- 70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya
hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi
G. PENATALAKSANAAN
a. MEDIS
1. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5. Mencegah hipotermia.
6. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
7. Berikan asupan cairan, elektrolit, dan nutrisi yang tepat
b. KEPERAWATAN
penatalaksanan keperawatan terhadap RDS meliputi tindakan pendukung
yang sama dalam pengobatan pada bayi prematur dengan tujuan
mengoreksi ketidakseimbangan. Pemberian minum per oral tidak
diperbolehkan selama fase akut penyakit ini karena dapat menyebabkan
aspirasi. Pemberian minum dapat diberikan melalui perenteral,pantau
selalu tanda tanda vital.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Kultur darah untuk menunjukkan keadaan bakterimia
2. Analisis gas darah untuk menilai derahat hipoksemia dan
kesimbangan asam basa
3. Glukosa darah untuk menilai keadaan hipoglikemia karena
hipoglikemia dapat menyebabkan atau meperberat takipnue
4. Rontgen thoraks untuk mengetahui etiologic distress nafas
5. Darah rutin dan hitung jenis leukositosis menunjukkan adanya
infeksi neutropenia menunjukkan infeksi bakteri trombositopenia
menunjukkan adanya sepsis
6. Pulse oximetry untuk menilai hipoksi dan kebutuhan tambahan
oksigen
I. ASKEP TEORI
1. Kaji riwayat kehamilan sekarang (apakah selama hamil ibu
menderita hipotensi atau perdarahan )
2. Kaji riwayat neonatus (lahir afiksia akibat hipoksia akut,
terpajan pada keadaan hipotermia)
3. Riwayat maternal
 Menderita penyakit seprti diabetes militus
 Kondisi seperti perdarahan placenta
 Tipe dan lamanya persalinan
 Stress fetal atau intrapartus
4. Status infant saat lahir
 Premature,umur kehamilan
 Bayi premature yang lahir melalui operasi Caesar
5. Cardiovascular
 Bradikaardi ( dibawah 100 x permenit ) dengan hipoksemia
berat
 Murmur sistolik
 Denyut jantung dalam batas normal
6. Integument
 Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
 Pitting edema pada tangan dan kaki
 Mottling
7. Neurologis
 Imobilitas, kelemahan ,fleciditas
 Penurunan suhu tubuh
 Pulmonary
 Takipnue ( pernafasan lebih dari 60 x per menit ,mungkin
80- 100 x per menit )
 Nafas grunting
 Nafas flaring
 Retraksi intercostal,suprasternal atau substernal
 Cyanosis
 Penurunan suara nafas,episode apnue
8. DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi
 Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas
 Gangguan ventilasi spontan b.d kelelahan otot pernafasan
SLKI
Pertukaran gas

dispnue 2
Napas cuping hidung 1
takikardi 3
Pola nafas 2
PCO2 2

Keseimbangan asam basa

Frekuensi napas 2
Kadar hemoglobin 3
Tingkat kesadaran 2

SIKI
Observasi
 Monitor kecepatan aliran oksigen
 Monitor posisi alat oksigen
 Monitor aliran oksigen secara periodic
 Dan pastikan fraksi yang diberikan cukup
 Monitor efektifitas terapi oksigen
 Monitor tanda tanda hipoventilasi
 Monitor tanda tanda dan gejala toksikasi dan atelectasis
 Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen

Terapiutik

 Bersihkan secret pada mulut hidung dan trachea jika perlu


 Pertahankan kepatenan jalan nafas
 Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
 Berikan okisgen tambahan jika perlu
Edukasi
 Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di rumah
Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen
 Kolaborasi penggunan oksigen saat aktivitas dari/atau tidur

Anda mungkin juga menyukai