Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA BY NY. SITI MUNADLOFAH, UMUR (0thn, 0bln,1hari)


DIRUANGAN KH.WAHID HASYIM
DENGAN DIAGNOSA SGNN

Disusun oleh :
Andy Prayitno
30902000030

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2022
I. KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Gagal nafas pada neonatus merupakan masalah klinis yang sangat serius, yang
berhubungan dengan tingginya morbiditas, mortalitas dan biaya perawatan. Faktor resiko
utama gagal nafas pada neonatus adalah prematuritas, bayi berat badan lahir rendah, dan
penelitian menunjukkan kejadiannya lebih banyak terjadi pada golongan sosioekonomi
rendah.
Sindrom gawat napas neonatus(SGNN) atau respiratory distress syndrome
(RDS)merupakan penyebab morbiditas utama pada anak. Sindrom ini paling banyak
ditemukanpada BBLR terutama yang lahir pada masa gestasi < 28 minggu. Penyebab
terbanyak(SGNN) adalah penyakit membran hialin (PMH) yang terjadi akibat
kekurangansurfaktan.
Kelainan paru ini membawa akibat pada sistem kardiovaskular sepertiterjadinya
pengisian ventrikel kiri yang menurun, penurunan isi sekuncup, curah jantungyang menurun,
bahkan dapat terjadi hipotensi sampai syok. Resistensi pembuluh darahparu yang meningkat
dapat menimbulkan hipertensi pulmonal persisten.
Pada bayiyang sembuh dari PMH dapat terjadi duktus arteriosus persisten (DAP).
Pemeriksaanpenunjang radiologis, laboratorium, EKG dan ekokardiografi sangat diperlukan
untukmembantu menegakkan diagnosis RDS. Tata laksana penyakit ini sangat
tergantungpada tingkat gangguan kardiovaskular yang terjadi
Respiratory distress syndrome (RDS) merupakan kumpulan gejala yang terdiri atas
dispnea, frekuensi pernafasan yang lebih dari 60 kali permenit, adanya sianosis, adanya
rintihan pada saat ekspirasi (ekspiratory grunting),
serta adanya retraksi suprasternal, interkostal, dan epigastrium saat inspirasi. Penyakit ini
adalah penyakit membran hialin, dimana terjadi perubahan atau berkurangnya komponen
surfaktan pulmonal (zat aktif alveoli yang dapat mencegah kolaps paru dan mampu menahan
sisa udara pada akhir ekspirasi) (Hidayat, 2008).

B. ETIOLOGI
sindrom gagal napas pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga
sulit berkembang. Pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah,
produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada
alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku.
Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologis paru sehingga daya pengembangan paru
menurun 25% dari normal, pernapasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan
terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap
mengembang (Hasan, 2010). Sindrom gawat napas biasanya terjadi jika tidak cukup terdapat
suatu substansi dalam paru-paru yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah suatu substansi
molekul yang aktif dipermukaan alveolus paru dan diproduksi oleh sel-sel tipe II paru-paru.
Surfaktan berguna untuk menurunkan tahanan permukaan paru. Surfaktan terbentuk mulai
pada usia kehamilan 24 minggu dan dapat ditemukan pada cairan ketuban. Pada usia
kehamilan 35 minggu, sebagian besar bayi telah memiliki jumlah surfaktan yang cukup
(Maryunani, 2009).

C. TANDA DAN GEJALA


pernapasan cepat, pernapasan terlihat parodaks, cuping hidung, apnea, murmur dan
sianosis pusat

D. PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh
alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna karena
dinding thorax
masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)
menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan
terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah
diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini
berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang.
Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan
seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk
mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal
menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan
desquamasi dari epithel sel alveoli type II.
Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan
ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan
keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan
pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari
darah.

E. MANIFESTASI KLINIK
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit ini sangat dipengaruhi oleh tingkat
maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis
yang ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan
kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli
sehingga menghambat fungsi surfaktan.
Gejala klinikal yang timbul yaitu adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah
lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung, grunting,
retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah
lahir.

F. KOMPLIKASI
1) Kebocoran alveoli Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema interstitial), pada bayi dengan RDS
yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya
asidosis yang menetap.
2) Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan
jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan invasif seperti
pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
3) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventricular, perdarahan intraventrikuler
terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan
ventilasi mekanik.
4) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD) Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan
pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan
tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik,
adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan
menurunnya masa gestasi.
5) Retinopathy premature Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya
infeksi.

G. PENATALAKSANAAN
1) Memperthankan stabilitas jantung paru yang dapat dilakukan dengan mengadakan
pantauan mulai dari kedalaman, kesimetrisan dan irama pernafasan, kecpatan, kualitas dan
suara jantung, mempertahankan kepatenan jalan nafas, memmantau reaksi terhadap
pemberian atau terapi medis, serta pantau PaO2. Selanjutnya melakukan kolaborasi dalam
pemberian surfaktan eksogen sesuai indikasi.
2) Memantau urine, memantau serum elketrolit, mengkaji status hidrasi seperti turgor,
membran mukosa, dan status fontanel anterior. Apabila bayi mengalami kepanasan berikan
selimut kemudian berikan cairan melalui intravena sesuai indikasi.
3) Mempertahankan intake kalori secara intravena, total parenteral nurition dengan
memberikan 80-120 Kkal/Kg BB setiap 24 jam, mempertahankan gula darah dengan
memantau gejala komplikasi adanya hipoglikemia, mempertahankan intake dan output,
memantau gejala komplikasi gastrointestinal, sepertia danya diare, mual, dan lain-lain.
4) Mengoptimalkan oksigen, oksigenasi yang optimal dilakukan dengan mempertahankan
kepatenan pemberian oksigen, melakukan penghisapa lendir sesuai kebutuhan, dan
mempertahankan stabilitas suhu.
5) Pemberian antibiotik. Bayi dengan respiratory distress syndrome perlu mendapat
antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-
100.000 U/kgBB/hari atau ampisilin 100 mg/kgBB/hari, dengan atau tanpa gentamisin 3-5
mg/kgBB/hari (Hidayat, 2008).

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Tes Kematangan Paru
a) Tes Biokimia Paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid
dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur kematangan
paru.
b) Test Biofisika Tes biokimia dilakukan dengan shake test dengan cara mengocok cairan
amnion yang dicampur ethanol akan terjadi hambatan pembentukan gelembung oleh unsur
yang lain dari cairan amnion seperti protein, garam empedu dan asam lemak bebas. Bila
didapatkan ring yang utuh dengan pengenceran lebih dari 2 kali (cairan amnion: ethanol)
merupakan indikasi maturitas paru janin. Pada kehamilan normal, mempunyai nilai prediksi
positip yang tepat dengan resiko yang kecil untuk terjadinya neonatal RDS
2) Analisis Gas Darah Gas darah menunjukkan asidosis metabolik dan respiratorik
bersamaan dengan hipoksia. Asidosis muncul karena atelektasis alveolus atau over distensi
jalan napas terminal.
3) Radiografi Thoraks Pada bayi dengan RDS menunjukkan retikular granular atau gambaran
ground-glass bilateral, difus, air bronchograms, dan ekspansi paru yang jelek. Gambaran air
bronchograms yang mencolok menunjukkan bronkiolus yang terisi udara didepan alveoli
yang kolap. Bayangan jantung bisa normal atau membesar. Kardiomegali mungkin
dihasilkan oleh asfiksi prenatal, diabetes maternal, patent ductus arteriosus (PDA),
kemungkinan kelainan jantung bawaan. Temuan ini mungkin berubah dengan terapi
surfaktan dini dan ventilasi mekanik yang adekuat
I. PATHWAY

Etiologi RDS
Neonatus
a. Ketidakmampuan paru untuk
mengembang
b. Alveoli masih kecil
Kematian neonatus c. Membran hialin berisi debris
d. Berat badan bayi lahir
e. Adanya kelainan di dalam
dan
Faktor-Faktor Penyebab Kematian
di luar paru
Neonatus:
f. Bayi prematur
1. Faktor Bayi
a. Tetanus Neonatorum
Respiratory distress syndrome
b. Sindrom Gawat Napas
(Respiratory Distress
Syndrome)
Faktor Risiko Respiratory
c. Asfiksia Neonatoru
Distress
d. Sepsis Neonatorum
Syndrome
e. Berat Badan Lahir
1. Kehamilan ganda
f. Kelainan Kongenital
2. Asfiksia
2. Faktor Ibu
3. Usia Kehamilan
a. Umur Ibu
4. Paritas
b. Paritas
c. Komplikasi Obstetrik
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan berbagai informasi yang
berkaitan dengan masalah yang dialami klien. Pengkajian dilakukan dengan berbagai cara
yaitu anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik yang dilakukan
dilaboratorium. (Surasmi dkk,2013).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Setelah didapatkan data dari pengkajian, data tersebut dianalisis. Selanjutnya semua masalah
yang ditemukan dirumuskan menjadi diagnosa keperawatan untuk menentukan intervensi
keperawatan (Cecily & Sowden, 2009)
C. RENCANA TINDAKAN
1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan upaya naik
2. Monitor pergerakan, kesimetrisan dada, retraksi dada, dan alat bantu
3. Monitor adanya pernafasan cupinh hidung
4. Monitor pola nafas bardipnea, takipnea,hiperventi,la si, lusmaul,dan apnea
5. Monitor adanya kelemahan otot diagfragama
6. monitor suhu tubuh tiap 2 jam
7.. Monitor warna kulit dan suhu kulit
8. Kaji tanda tanda hipertermi atau hipotermi
9. Tingkatjkan intake nutrisi dan cairan
10. Selimuti pasien intuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
D. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi keperawatan.
Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan yang telah
direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu klien untuk
mencegah
E. EVALUASI
Menurut Surasmi (2013) Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yg menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Mengakhiri rencana tindakan (klien telah mencapai
tujuan yg ditetapkan

III. DAFTAR PUSTAKA


http://repository.ump.ac.id/8164/3/Feptriyanto%20BAB%20II.pdf
https://www.scribd.com/document/470867510/LAPORAN-PENDAHULUAN-sgnn
PPNI (2017) Standar Diagnisis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik.
Jakarta: DPP PPNI.
Yustiana Olfah & Abdul Ghofur (2016) Dokumentasi Keperawatan Jakarta: Kementrian
Kesehatan REpublik Indonesia
Nelson, (2011), Ilmu Ksesehatan Anak Esensial, Ed 6, Jakarta: Elsevier
Moi, Maria Yosefa (2019) Asuhan Keperawatan Pada Bayi Ny. T Dengan Rds (Respiratory
Distress Syndrom) Di Ruangan NHCU RSUD Prof. Dr. W. Z. Johanes Kupang. Diploma
thesis, Poltekkes Kemenkes Kupang.
Wijanarti, Putu Dipta Pramita (2020) Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Bayi Respiratory
Distress Syndrome (RDS) Dengan Gangguan Pertukaran Gas di Ruang Perinatologi RSUD
Wangaya Tahun 2020. Diploma thesis, Poltekkes Denpasar Jurusan Keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai