Anda di halaman 1dari 10

BAB II PEMBAHASAN Definisi Hyaline membran disease (HMD) adalah suatu penyakit yang mengenai cabang bronciolus dan

saluran alveolar yang mana membran hyaline tersusun oleh material fibrin dari darah dan debris seluler (Fanaroff, 2002). Penyakit ini disebut juga Respiratory Distress Syndrome (RDS) merupakan suatu sindrom gawat nafas akibat defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi yang kurang (Nur, 2006). Buku pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak Indonesia (IDAI), 2009, mendefinisikan HMD sebagai suatu penyakit gangguan pernafasan yang sering dijumpai pada bayi prematur dan merupakan sindrom yang terdiri dari satu atau lebih gejala sebagai berikut: pernafasan cepat > 60x/menit, retarksi dinding dada, merintih (grunting) dengan antau tanpa sianosi pada udara kamar yang memburuk dalam 48-96 jam pertama kehidupan.Secara histologi, membran hialin muncul melapisi jalan nafas akhir. Hal ini yang menyebabkan penyakit ini diberi nama HMDyang hanya dapat ditentukan berdasarkan konfirmasi histologi (Rocha, 2011). Epidemiologi Hyalin membran disease umumnya terjadi pada bayi prematur. Angka kejadiannya berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan lahir. Angka tersebut cenderung meningkat karena angka operasi caesar meningkat tetapi juga cenderung menurun sejak digunakannya surfaktan eksoge (Nur, 2006). HMD pada bayi yang lahir dengan masa gestasi 28 minggu sebesar 60-80%, pada usia kelahiran 30 minggu adalah 25%, sedang pada usia kelahiran 32-36 minggu sebesar 15-30%, dan pada bayi aterm jarang dijumpai. Di Indonesia, dari 950.000 bayi berat lahir rendah (BBLR) yang lahir setiap tahunnya, diperkirakan 150.000 bayi di antaranya

menderita Infant Respiratory Distress Syndrome (IRDS) dan sebagian besar berupa HMD (Tobing, 2004). Faktor risiko Faktor faktor risiko yang dapat kita pertimbangkan untuk meramalkan terjadinya SGNN adalah prematuritas, masa kehamilan, jenis kelamin, ras, riwayatkehamilan sebelumnya, bedah kaisar, diabetes, ketubanpecah lama, penyakit ibu seperti DM. Klasifikasi Semakin berat derajat MDS, semakin berat keterlibatan kardiovaskular. Pada MDS ringan tidak memerlukan ventilasi mekanik sedangkan MDS berat memerlukan ventilasi mekanik. Kelainan kardiovaskular pada MDS ringan belum terlalu banyak diteliti, sedang pada MDS berat kelainan kardiovaskular yang dijumpaiantara lain disfungsi faal sistolik dan diastolik ventrikelkiri dan kanan, hipertensi pulmonal persisten,penurunan isi sekuncup dan curah jantung, bahkanbisa menyebabkan hipotensi sampai syok. Kelainan kardiovaskular yang lain adalah gangguan faaljantung seperti penurunan pengisian ventrikel kiri,periode pra-ejeksi yang memanjang, dan waktu ejeksiyang memendek.Masalah kardiovaskular lain yangterjadi pada bayi yang sembuh dari MDS adalahterjadinya duktus arteriosus persisten (DAP)(Tobing, 2006). Perkembangan Paru Normal Perkembangan paru normal dapat dibagi dalam beberapa tahap. Selama tahap awal emrionik paru-paru berkembang diluar dinding ventral dari primitive foregut endoderm. Sel epitel dari foegut endoderm bergerak disekitar mesoderm yang merupakan struktur teratas dari saluran nafas. Tabel 1 Tahap pertumbuhan nafas

Waktu (minggu) Embrionik Canalicular Pseudoglandular Saccular Alveolar Postnatal growth 3-7 7-16 16-26 26-36 36-2 tahun 2-18 tahun

Selama tahap canalicular yang terjadi antara 16-26 minggu di uterus, terjadi perkembangan lanjut dari saluran nafas bagian bawah dan terjadi pembentukan acini primer. Sturktur acinar terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolar dan alveoli rudimenter. Perkmebangan intraacinar capillaries yang berada disekeliling mesenkim bergabung dengan perkembangan acinus. Lamella bodies mengandung protein surfaktan dan fosfolipid dalam penumocyte type II yang dapat ditemui dalam acinar tubulus pada stadium ini. Perbedaannya pneumocyte type I terjadi bersama dengan barrier alveolar-capillary. Fase saccular dimulai dengan ditandai adanya pelebaran jalan nafas perifer yang merupakan dilatasi tubulus acinar dan penebalan dinding yang menghasilkan peningkatan pertukaran gas pada area permukaan. Lamellar bodies pada sel type II meningkat dan maturasi lebih lanjut terjadi dalam sel type I. Kapiler-kapiler sangat berhubungan dengan sel tipe I, sehingga akan terjadi penurunan jarak antara permukaan darah dan udara. Selama tahap

alveolar dibentuk septa alveolar sekunder yang terjadi darigestasi 36 minggu sampai 24 bulan setelah lahir. Septa sekunder terdiri daripenonjolan jaringan penghubung dan double capillary loop.

Terjadi perubahanbentuk dan maturasi alveoli yang ditandai dengan penebalan dinding alveoli dandengan cara apoptosis mengubah bentuk dari double capillary loop menjadi singlecapillary loop . Selama fase ini terjadi proliferasi pada semua tipe sel . Sel-selmesenchym berproliferasi dan menyimpan matrix ekstraseluler yang diperlukan. Sel-sel epithel khususnya pneumocytes tipe I dan II, jumlahnya meningkat pada dindingalveoli dan sel-sel endothel tumbuh dengan cepat dalam septa sekunder dengancara pembentukan berulang secara berkelanjutan dari double capillary loop menjadisingle capillary loop.

Perkiraan jumlah alveolus pada saat lahir denganmenggunakan rentang antara 20 juta 50 juta sudah mencukupi. Pada dewasajumlahnya akan bertambah sampai sekitar 300 juta (Nur, 2006). Manifestasi Klinis Manifestasi klinis dari HMD bergantung pada besar dan maturitas dari bayi. Patofisiologi Hyalin Membrane Disease terjadi apabila sedikitnya produksi surfaktan dalam paru. Kekurangan surfaktan yang terjadi baik oleh karena kurangnya produksi maupun sekresi. Unsur utama dari surfaktan adalah lesitin,fosfotidilgliserol, apoprotein (surfaktan protein SPA,B,C,D), dan kolesterol. Dengan pertambahan usiakehamilan, bertambah pula jumlah sintesis fosfolipid dan disimpan di sel alveolar tipe II. Jumlah ini tidakmencukupi pada keadaan prematur. Surfaktan dalamkonsentrasi tinggi didapatkan di dalam paru-paru fetuspada usia 20 minggu kehamilan. Tingkat kematangan surfaktan paru biasanya terlihat sesudah 35 minggu. Sintesis surfaktan bergantung dari pH yang normal, temperatur dan perfusi. Asfiksia, hipoksemia dan iskemia pulmonal terutama yang berhubungandengan hipovolemia, hipotensi, stres dingin,

bisamenekan sintesis surfaktan. Kekurangan sintesis ataupelepasan surfaktan menyebabkan atelektasis paru. Bergantung pada luas atelektasis, secara keseluruhankelenturan paru menjadi berkurang seperlima sampaisepersepuluh nilai normal. Pada keadaan defisiensisurfaktan, paru bayi akan gagal mempertahankanfungsinya setelah bayi lahir dan juga gagal mempertahankan kestabilan alveolus pada akhir ekspirasi, sehingga pada saat inspirasi berikutnya dibutuhkantekanan yang lebih besar untuk mengembangkanalveolus yang kolaps. Kelainan tadi menyebabkanterjadinya gangguan ventilasi dan perfusi dalam paru hingga timbul hipoksemia pada bayi (Tobing, 2006). Sel-sel paru mengalami kerusakan sehingga paru bayi dilapisi oleh suatu membran yang terbentuk dari sel paru rusak dan protein yang bocor menuju alveoli-capillary beddari paru. Membran ini membuat paru sulit untuk mengembang dan lebih penting lagi oksigen tidak dapat melintasi membran ini menuju kapiler dan aliran darah. Hal ini menyebabkan organ-organ tidak menerima oksigenasi (Fanaroff, 2002)

Diagnosis Anamnesis: Riwayat kelahiran kurang bulan Ibu dengan Diabetes Mellitus Riwayat persalinan yang mengalami asfiksia perinatal (gawat janin) Riwayat kelahiran saudara kandung dengan HMD

Pemeriksaan Fisik Gejala biasanya dijumpai dalam 24 jam pertama kehidupan

Dijumpai sindrom klinis yang terdiri dari kumpulan gejala: o Takipnea (frekuensi nafas > 60x/ menit) o Grunting atau nafas merintih o Retraksi dinding dada o Kadang dijumpai sianosis (pada udara kamar)

Perhatikan tanda prematuritas Kadang ditemukan hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru Perjalanan klinis bervariasi sesuai dengan beratnya penyakit, besarnya bayi, adanya infeksi dan derajat dari pirau patent ductus arteriosus (PDA)

Penyakit dapat menetap atau menjadi progresif dalam 48-96 jam pertama

Pemeriksaan penunjang Foto thoraks posisi AP dan lateral, bila diperlukan serial Gambaran radiologi memberi gambaran penyakit membran hialin. Gambaran yang khas berupa pola ratikulogranular, yang disebut ground glass appearance disertai dengan gambaran bronkus di bagian perifer paru (air bronchogram). Terdapat 4 stadium: o Stadium 1: pola retikulogranular o Stadium 2: Stadium 1 + air bronchogram o Stadium 3: Stadium 2 + batas jantung-paru kabur o Stadium 4: Stadium 3 + white lung Selama perawatan, diperlukan foto thoraks serial dengan interval sesuai indikasi. Pada pasien dapat ditemukan pneumothoraks sekunder karena pemakaian ventilator, atau terjadi bronchopulmonary dysplasia (BPD) setelah pemakaian ventilator jangka lama.

Laboratorium o Darah tepi lengkap dan kultur darah o Bila fasilitas tersedia dapat dilakukan pemeriksaan analisis gas darah yang biasanya memberi hasil: hipoksia, asidosis metabolic, respiratorik atau kombinasi, dan saturasi oksigen yang tidak normal. o Rasio lesitin/ sfingomielin pada cairan paru (L/S ratio) < 2:1 o Shake test (tes kocok), dilakukan dengan cara pengocokan aspirat lambung, jika tak ada gelembung, risiko tinggi untuk terjadinya HMD (60%)

Tata laksana Medikamentosa Manajemen Umum Jaga jalan nafas tetap bersih dan terbuka Terapi oksigen sesuai dengan kondisi: o Nasal kanul atau head box dengan kelembaban dan konsentrasi yang cukup untuk mempertahankan tekanan oksigen arteri antara 50-70 mmHg o Jika PaO2 tidak dapat dipertahankan di atas 50mmHg pada konsentrasi oksigen inspirasi 60% atau lebih, penggunaan Nasal Continuous Positive Airway Pressure(NCPAP) sedini mungkin (early NCPAP) untuk stabilisasi bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) sejak di raung persalinan juga direkomendasikan untuk mencegah kolaps alveoli. Pada pemakaian nasal prong, perlu lebih hati-hati karena pemakaian yang terlalu ketat dapat merusak septum nasi.\

o Ventilator mekanik digunakan pada bayi dengan HMD berat atau komplikasi yang menimbulkan apneu persisten. Indikasi rasional untuk penggunaan ventilator adalah : pH darah arteri <7,2 pCO2 darah arteri 60 mmHg atau lebih pO2 darah arteri 50 mmHg atau kurang pada konsentrasi oksigen 70-100% dan tekanan CPAP 6-10 cmH2O atau apnea persisten o Jaga kehangatan o Pemberian infus cairan intravena dengan dosis rumatan o Pemberian nutrisi bertahap, diutamakan air susu ibu (ASI) Antibiotik: diberikan antibiotic dengan spectrum luas, biasanya dimulai dengan ampisilin 50 mg/kg intra vena tiap 12 jam dan gentamisin, untuk berat lahir <2 kg dosis 3 mg/kgBB per hari. Jika tak terbukti ada infeksi, pemberian antibiotik dihentikan. Analisis gas darah dilakukan berulang untuk manajemen respirasi. Tekanan pO2 diharapkan antara 50-70 mmHg, paCO2 diperbolehkan antara 45-60 mmHg (permissive hypercapnia), pH diharapkan tetap di atas 7,25 dengan saturasi oksigen antara 88-92%. Manajemen Khusus Pemberian surfaktan dilakukan bila memenuhi persyaratan, obat tersedia dan lebih disukai bila tersedia fasilitas neonatal intensive care unit (NICU). Syarat pemberian surfaktan adalah: Diberikan oleh dokter yang memiliki kualifikasi resusitasi neonatal dan tata laksana respiratorik serta mampu memberi perwatan pada bayi hingga setelah satu jam pertama stabilisasi

Tersedia staf (perawat atau terapis respiratorik) yang berpengalaman dalam tata laksana ventilasi BBLR

Peralatan pemantau (radiolgi, analisis gas darah, dan pulse oxymetry) harus tersedia Terdapat protocol pemberian surfaktan yang disetuji oleh institusi bersangkutan

Surfaktan Surfaktan diberikan dalam 24 jam pertama jika bayi terbukti mengalami penyakit membran hialin, diberikan dalam bentuk dosis berulang melalui pipa endotrakea setiap 6-12 jam untuk total 2-4 dosis, tergantung jenis preparat yang dipergunakan. Survanta (bovine survactant diberikan dengan dosis total 4mL/kgBB intratrakea masing-masing 1mL/kgBB untuk lapangan paru depan kiri dan kanan serta paru belakang kiri dan kanan), terbagi dalam beberapa kali pemberian, biasanya 4 kali masing-masing dosis total atau 1 mL/kg. Dosis total 4 mL/kgBB dapat diberikan dalam jangka waktu 48 jam pertama kehidupan dengan interval minimal 6 jam antar pemberian. Bayi tidak perlu dimiringkan ke kanan atau ke kiri setelah pemberian surfaktan, karena surfaktan akan menyebar sendiri melalui pipa endotrakeal. Selama pemberian surfaktan dapat terjai obstruksi jalan nafas yang disebabkan oleh viskositas obat. Efek samping dapat berupa perarahan dan infeksi paru. Bedah Tindakan bedah dilakukan jika timbul komplikasi yang bersifat fatal seperti pneumotoraks, penumomediastinum, emfisema subkutan. Tindakan yang segera dilaksanakan adalah mengurangi tekanan rongga dada dengan pungsi toraks, bila gagal dilakukan drainase Suportif Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya, dll)

Bila terjadi apneu berulang atau perlu bantuan ventilator, maka dirujuk ke Rumah Sakit dengan fasilitas Pelayanan Neonatal Level III yang tersedia fasilitas NICU.

Langkah preventif Hyalin Membran Disease Mencegah persalinan prematur Pemberian terapi kortikosteroid antenatal pada ibu dengan ancaman persalinan prematur Mengelola ibu DM dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai