Disusun oleh:
220101182200040
Penguji :
Pembimbing :
SEMARANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : 22010118220040
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Diponegoro
Penguji, Pembimbing,
Latar Belakang : Bronkiektasis adalah kelainan kronik yang ditandai dengan dilatasi
bronkus secara permanen, disertai proses inflamasi pada dinding bronkus dan
parenkim paru sekitarnya. Manifestasi klinis primer bronkiektasis adalah terjadinya
infeksi yang berulang, kronis, atau refrakter, dengan gejala sisa yang terjadi adalah
batuk darah, obstruksi saluran napas kronis, dan gangguan bernapas secara progresif.
Tujuan dari laporan ini adalah untuk melaporkan sebuah kasus Bronkiektaksis pada
Anak usia 10 tahun dengan komorbid scoliosis, lymphedema dan suspek morbus
hansen yang terjadi di Semarang dan melakukan diskusi terkait dengan kasus tersebut,
sehingga penanganan yang tepat dapat dimulai sesegera mungkin.
Kasus : Pasien adalah seorang anak laki-laki usia 10 tahun datang ke Instalasi Gawat
Darurat dengan keluhan batuk produktif, sesak nafas, riwayat batuk darah dan
demam.
Diskusi : Pasien datang dengan keluhan batuk, sesak nafas, riwayat batuk darah dan
demam. Pemeriksaan fisik didapatkan demam, nafas cepat, scoliosis dan
pembengkakan bahu kanan. Pemeriksaan paru didapatkan ronkhi basah halus pada
paru kiri maupun kanan. Pemeriksaan X-Foto Thoraks didapatkan gambaran
honeycomb appearance, suspek bronkiektaksis, Hasil CT-Scan didapatkan hasil
bronkiektaksis. Pasien diterapi Azitromycin 250mg/24 jam, inhalasi seretide 1 puff/24
jam, dan paracetamol 40 mg/6jam (jika demam > 38oC )
Etiologi bronkiektaksis sampai saat ini masih belum jelas, Namun dalam
penelitian dapat timbul secara kongenital ataupun di dapat.Kelainan kongenital,dalam
hal ini, bronkiektaksis terjadi sejak individu masih dalam kandungan . Faktor genetic
atau factor pertumbuhan dan perkembangan memegang peranan penting.
Bronkiektaksis yang timbul kongenital biasanya mengenai hamper seluruh cabang
bronkus pada satu atau kedua bronkus. Selain itu, bronkiektaksis kongenital biasanya
menyertai penyakit penyakit kongenital seperti fibrosis kistik, sindroma kertagener,
William Campbell syndrome, dll. Yang kedua ialahk kelainan acquired.
Bronkiektaksis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan proses
infeksi dan inflamasi kronik seperti infeksi adenovirus, influenza, tuberkulosa,
infeksi bakteri lainnya seperti Klebsiella, Staphylococcus dan Pseudomonas.
Bronkiektaksis juga dapat diakibatkan karna penyumbatan bronkus dari korpus
alienum. Tumor paru. Ataupun limfadenopati. Bisa juga akibat iritasi akibat polutan
asap, gas ataupun partikel beracun, aspirasi asam lambung ataupun partikel makanan.
Tujuan dari laporan ini adalah untuk melaporkan sebuah kasus Bronkiektaksis
pada bayi 10 tahun disertai lymphedema yang terjadi di Semarang dan melakukan
diskusi terkait dengan kasus tersebut, sehingga penanganan yang tepat dapat dimulai
sesegera mungkin.
Laporan Kasus
Sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu, ibu pasien mengeluhkan anak batuk,
berbunyi grok grok . disertai keluarnya dahak berwarna hijau kental. Batuk dirasakan
terus menerus, hingga anak sesak nafas. Tidak ada faktor memperingan dan
memperberat. Keluhan disertai demam, demam terukur dirumah 38.5 C. Demam
turun bila di berikan parasetamol dirumah dan naik kembali. Lalu pasien dibawa ke
RS Kartini Jepara (13/01.2020) , dilakukan pemeriksaan foto thoraks dengan hasil
bronkiektaksis dan pemeriksaan dahak dengan hasil BTA (-), Candida (+). Pasien
masuk ke ruang HCU dan di pasang oksigen dengan masker. Pada hari ke empat,
pasien mengalami batuk darah, keluar darah segar berbuih halus kurang lebih 3-4x/24
jam. Batuk darah terjadi dalam 1 hari. Setelah kondisi membaik, pasien di pulangkan.
Pada saat kontrol ke poliklinik (29/01/2020) pasien masih mengalami batuk berdahak
dan sesak, sekarang, pasien mengeluhkan bahu kanan yang membengkak, lalu pasien
diberikan surat rujukan ke RSDK untuk pemeriksaan lebih lanjut. Pada hari senin
(17/02/2019) Pasien masuk RSUP Kariadi dengan keluhan batuk. Saat ini, pasien
sudah tidak demam dan tidak sesak, tetapi masih batuk disertai dahak kental
kekuningan.
Dengan riwayat dahulu sejak +- 5 tahun yang lalu, muncul ruam ruam merah
berawal dari tangan kanan pasien, selang 2 bulan muncul di punggung dan di kaki
pasien. Gatal (-), kebas (-), perih (-). 6 bulan kemudian 1 ruas jari telunjuk tangan
pasien putus tanpa sebab yang jelas. Anak di bawa ke dokter puskesmas dan
dinyatakan suspek Morbus Hansen. setelah itu, pasien belum berobat kembali.
Anak lahir dari ibu G2P2A0 22 tahun, lahir spontan di rumah sakit. Anak lahir
cukup bulan (usia kehamilan 37 minggu), ibu tidak ada riwayat sakit saat kehamilan
dan meminum jejamuan.Anak lahir dengan berat badan lahir 3200 gram, panjang
badan lahir lupa. Setelah lahir langsung menangis. Anak mendapatkan imunisasi
BCG 1x, DPT 3x pada bulan ke 2,3,4, Hib 3x pada bulan ke 2,3,4, Polio 4x pada
bulan ke 0,2,4,6, Campak 1x pada bulan ke 9, Hepatitis 4x pada bulan ke 0,2,3,4.
Kesan : imunisasi dasar lengkap. Saat ini anak menginjak kelas 5 dapat mengikuti
pelajaran dan bersosialisasi dengan teman sebaya, kesan perkembangan : Sesuai usia.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran composmentis, tidak tampak
sesak. Denyut nadi pasien 98 x/menit, pernapasan 27 x/menit, saturasi oksigen 97%,
tanpa O2. suhu 38,4oC. Tidak didapatkan napas cuping hidung. Pada pemeriksaan
fisik status generalis,didapatkan pemeriksaan mata, hidung, telinga, mulut, leher
dalam batas normal. Tampak adanya benjolan pada bahu kanan, difus, tidak hiperemis
dengan konsistensi kenyal, nyeri tekan (+) dengan ukuran kurang lebih 5x5 cm
Pemeriksaan rongga dada didapatkan gerakan dada simetris statis dinamis dan tidak
didapatkan retraksi rongga dada, tampak scoliosis dengan konveksitas kearah
kanan .Pada saat di palpasi didapatkan stem fremitus kanan dan kiri simetris Pada
pemeriksaan perkusi didapatkan sonor seluruh lapangan paru. Pada auskultasi
didapatkan suara dasar vesikuler (+/+) yang menurun ,wheezing (-/-), ronkhi basah
halus di lapangan paru bagian basal paru (+/+). Status dermatologis tampak UKK
macula hiperpigmentasi pada lengan kanan, punggung dan kaki, multiple dengan
ukuran terbesar 4x4 cm, anestesi (-)
Berat badan anak 20 Kg dengan tinggi badan 130 cm, dan lingkar kepala 53
cm,.Anak mampu mengepalkan tangan, mencari sumber suara. Kesan perkembangan
anak sesuai usia. Anak diberi ASI sejak lahir hingga saat ini, tanpa diberi susu
formula ataupun makanan lain. Anak minum ASI setiap 2-3 jam dengan lama setiap
menyusu kurang lebih 15-20 menit. Status gizi dihitung dengan CDC Growth Chart
memberikan kesan gizi baik perawakan normal bb cukup (WAZ -1.31 SD, HAZ
-01.33 SD, WHZ -.071 SD).
Keterangan:
Gambar 1. Tiga tipe bronkiektasis: silindris atau tubuler, varikosa, dan sakular
atau kistik. Dikutip dari Neves PC, Guerra M, Ponce P, Miranda J, Vouga
L.State-of-the-art – Pulmonary Non-cystic fibrosis bronchiectasis.
Model yang secara luas diterima dalam menjelaskan evolusi bronkiektasis adalah
model Cole’s vicious circle. Model ini menjelaskan individu yang memiliki
predisposisi terjadi respons inflamasi hebat terhadap infeksi paru atau jejas terhadap
jaringan. Inflamasi yang terjadi sebagian bertanggungjawab terhadap kerusakan
struktural saluran napas. Abnormalitas struktural yang terjadi menyebabkan stasis
dari mukus yang semakin memperberat infeksi kronis dan lingkaran setan infeksi
(vicious circle) (dapat dilihat pada gambar 2) terus berlangsung. Pada bronkiektasis
sering terjadi retensi sputum, mucous plug, obstruksi saluran napas, obliterasi dan
kerusakan dinding bronkhial lebih lanjut.3,4,5
Etiologi
Patogenesis
Udara inspirasi sering terkontaminasi dengan gas toksik, partikel, dan mikroba.
Lini pertama pertahanan paru dibentuk oleh bentuk kompleks saluran napas atas dan
bawah yang sedemikian sehingga membentuk aliran udara dengan turbulensi tinggi.
Bentuk saluran napas yang khas tersebut memungkinkan impaksi, sedimentasi, dan
deposisi partikel dan mikroorganisme ke mukosa saluran napas. Partikel dan
mikroorganisme yang terdeposisi pada mukosa selanjutnya akan dibuang melalui
mekanisme gerakan mukosilier atau langsung keluarkan dari saluran napas melalui
mekanisme bersin, batuk, atau penelanan. Saluran napas dilapisi atas epitel bersilia, di
mana stuktur dan fungsi dari silia ini telah banyak dipelajari. Fungsi silia dan gerakan
mukosilier juga bergantung pada viskositas yang rendah dari lapisan cairan perisilier,
lapisan cairan yang terhidrasi cukup memungkinkan separasi yang baik antara epitel
dan lapisan viscous-mucous yang melapisi silia. Apabila lapisan perisilier tidak
merata (seperti pada fibrosis kistik), lapisan perisilier yang tipis dapat menyebabkan
silia terjerat pada lapisan mukus, sehingga menyebabkan gerakan mendorong mukus
terganggu. 5
fungsi silia, dan menghambat efferocytosis (yaitu, fagositosis neutrofil yang telah
mengalami apoptosis) oleh phosphatidylserine (PS) pada permukaan sel apoptosis,
mencegah pengikatan reseptor PS (PSRs) pada permukaan makrofag. Elastase juga
menghambat bacterial killing dengan menghambat opsonisasi bakteri melalui
degradasi opsonins immunoglobulin G (IgG), komplemen komponen iC3b serta
pembelahan reseptor Fcγ (FcγRs) dan reseptor komplemen (CR)
Eksaserbasi terjadi bila didapatkan 4 atau lebih gejala berikut: Batuk dengan
peningkatan dahak, sesak bertambah, peningkatan suhu badan > 38˚C, peningkatan
wheezing, penurunan kemampuan fisik, fatigue, penurunan fungsi paru, dan terdapat
tanda-tanda infeksi akut secara radiologis.6
Aspek diagnostik lain yang perlu diperhatikan adalah gejala dan tanda klinis
penyakit yang mendasarinya seperti fibrosis kistik, defisiensi imun, atau penyakit
jaringan ikat.9 Alur diagnostik bronkiektasis digambarkan dalam gambar 3
Gambar 3. Alur Penegakan Diagnosis Bronkiektaksis
Pemeriksaan Radiologis
Gambar
5. Gambaran
bronkiektasis
pada pasien yang
sama.12
Keterangan:
Gambar 6. Bronkiektasis
silindris dengan gambaran tram track
line.12
Gambar 9. Bronkiektasis
dengan penebalan dinding bronkus (tanda bintang) dan mucous plugging
(tanda panah) di lobus medius paru kanan.12
Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi sputum adalah pemeriksaan yang sangat penting dalam
penanganan bronkiektasis. Penelitian yang dilakukan di 4 pusat kesehatan dengan
spesialisasi bronkiektasis (di Hongkong; Tyler, Texas; Barcelona, Spanyol; dan
Cambridge, Inggris) mendapatkan data bahwa H influenzae adalah patogen yang
paling sering terisolasi (yaitu 29% sampai dengan 42% kasus). Patogen lain yang
sering teridentifikasi antara lain Staphylococcus aureus, Moraxella catarrhalis,dan
Pseudomonas aeruginosa. Patogen-patogen tersebut mempunyai kemampuan
menghambat bersihan mukosilier, merusak epitel respirasi, dan membentuk biofilm
yang dapat mempermudah infeksi persisten melalui mekanisme inhibisi imunitas
innate serta meningkatkan resistensi antibiotik.13
Penatalaksanaan Bronkiektasis
Antibiotik
Pada saat eksaserbasi, antibiotik dapat diberikan secara oral maupun intravena
sesuai dengan derajat klinis penderita. Antibiotik oral yang digunakan, bila
memungkinkan, sebaiknya berdasarkan hasil pemeriksaan kultur sputum (tabel 3).
Menurut British Thoracic Society guideline for non-CF Bronchiectasis 2010, apabila
tidak terdapat data bakteriologis, maka antibiotik lini pertama yang dapat digunakan
adalah amoksisilin 500 mg tiga kali sehari atau klaritromisin 500 mg dua kali sehari
(untuk penderita alergi penisilin) selama 14 hari. Regimen dosis tinggi (misalnya
amoksisilin 1 gram tiga kali sehari, atau amoksisilin 3 gram dua kali sehari) mungkin
diperlukan pada penderita dengan bronkiektasis berat yang telah terjadi kolonisasi
kronis Haemophilus influenzae. Ciprofloxacin dapat diberikan pada penderita dengan
kolonisasi Pseudomonas aeruginosa, dimana penggunaannya harus hati-hati pada
orangtua.15 Antibiotik kombinasi tidak diperlukan pada pasien dengan infeksi
Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis, Staphylococcus aureus (methicillin-
sensitive) dan Streptococcus pneumoniae. Apabila didapatkan lebih dari satu patogen,
dapat dipilih antibiotik yang mencakup kedua patogen. Kombinasi dapat dilakukan
jika didapatkan pola resistensi yang tidak memungkinkan dilakukan terapi tunggal.
Pada penderita dengan kultur Pseudomonas aeruginosa sensitif terhadap
ciprofloxacin, monoterapi dengan ciprofloxacin oral dapat digunakan sebagai terapi
lini pertama. Antibiotik kombinasi harus digunakan untuk infeksi Pseudomonas
aeruginosa yang resisten. MRSA harus diterapi dengan dua antibiotik oral atau satu
agen intravena.14,15
Tabel 2. Organisme yang sering dihubungkan dengan Bronkiektasis Eksaserasi
Akut dan Antibiotik yang direkomendasikan.15
Antibiotik jangka panjang dapat diberikan pada penderita dengan eksasebasi lebih
dari 3 kali per tahun atau penderita dengan eksaserbasi lebih jarang namun terjadi
morbiditas yang signifikan. Dosis tinggi tidak dianjurkan untuk meminimalkan efek
samping. Regimen antibiotik ditentukan oleh kultur sputum pada saat kondisi stabil
(tabel 3). Antibiotik jangka panjang dapat berisiko resistensi pada pasien dan
antibiotik alternatif dapat digunakan sesuai dengan hasil sensitivitas.15
Higienitas Bronkopulmoner
Penatalaksanaan bronkiektasis juga melibatkan usaha-usaha untuk
menghilangkan sekret saluran napas. Usaha yang dapat dilakukan antara lain latihan
batuk efektif, postural drainase, fisioterapi dada, mengencerkan sekret saluran napas,
serta pemberian bronkodilator dan kortikosteroid inhalasi pada saat eksaserbasi akut.
Penderita dengan sekret kental dan mucous pluging dapat dibantu dengan nebulisasi
salin dan tetap mempertahankan hidrasi sistemik yang mencukupi.9
Penatalaksanaan Bedah
Lymphedema adalah pembengkakan yang terjadi pada salah satu atau kedua tangan
atau tungkai akibat kerusakan atau fungsi inadekuat pada lymphatic system.
Morbus Hansen
KESIMPULAN
Bronkiektasis adalah dilatasi atau ectasia dari saluran napas atau bronkus
secara permanen. Bronkiektasis dapat terjadi terkait dengan kondisi dasar
konstitusional genetik penderita atau episode insidental yang tidak berhubungan
dengan kondisi dasar intrinsik pertahanan tubuh penderita. Patogenesis yang terjadi
berkaitan kombinasi inflamasi berulang dinding bronkus dan fibrosis parenkim,
menghasilkan dinding bronkus yang lemah dan berlanjut menjadi dilatasi yang
irreversibel. Pemeriksaan spesifik dilakukan untuk mendiagnosis kelainan spesifik
tertentu sesuai dengan gambaran klinis yang mendukung diagnosis bronkiektasis.
Strategi yang digunakan pada penatalaksanaan bronkiektasis antara lain identifikasi
keadaan eksaserbasi akut dan penggunaan antibiotik, mengendalikan pertumbuhan
mikroba, terapi terhadap kondisi yang mendasarinya, mengurangi respons inflamasi
yang berlebihan, peningkatan higienitas bronkial dan pertimbangan terapi bedah pada
kasus tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
6. Barker AF. Bronchiectasis. New England Journal of Medicine 2002; 346: 1383–
1393
7. Brown JS, Baxendale H, Floto RA. Immunodeficiencies Associated with
Bronchiectasis. New England Journal of Medicine 2009; 211: 901–33
8. De Gracia J, Rodrigo MJ, Morell F, et al. IgG subclass deficiencies associated with
bronchiectasis. Am J Respir Crit Care Med 1996;153:650–655
15. Pasteur M C, Bilton D, Hill A T. British Thoracic Society guideline for non-
CFbronchiectasis. 2010