Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Pada awal abad ke-20, sebagian besar kasus FUO hanya terbatas pada
beberapa penyakit infeksi, namun kini diagnosis banding penyebab FUO mencapai
lebih dari dua ratus macam penyakit. Untuk menegakkan diagnosis penyebab FUO,
diperlukan anamnesis yang teliti dan mendalam, pemeriksaan fisik yang seksama,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan tambahan yang mendukung, serta
pengumpulan bukti atau data yang kontinyu sehingga dapat diperoleh petunjuk ke
arah penyebab pasti dari demam tersebut.1-3
Fever of Unknown Origin (FUO) atau demam yang tak diketahui asal-usulnya
pada anak didefinisikan sebagai demam dengan suhu 38oC selama lebih dari 14 hari
dengan penyebab yang tidak dapat ditentukan berdasarkan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium rutin.1-3
Mengetahui penyebab-penyebab tersering yang melatarbelakangi FUO sangat
membantu dalam penegakan diagnosis pada pasien. Biasanya, penyebab FUO adalah
penyakit-penyakit yang umum atau yang familier, tapi dengan penampakan klinis
yang tidak biasa. Dokter anak diharapkan dapat menentukan apakah penegakan
diagnosis dengan instrumen diagnostik yang tepat dan observasi yang teliti lebih
diutamakan daripada intervensi terapetik. Pemberian antipiretik untuk mengatasi
demam tentu saja bermanfaat bagi kenyamanan pasien. Seringkali orangtua pasien
cukup puas bila anaknya dapat sembuh dari demam yang dideritanya meskipun tak
diketahui latar belakang penyakitnya.1-3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI dan KLASIFIKASI

Demam yang tidak diketahui sebabnya atau dikenal dengan fever of unknown
origin (selanjutnya disebut FUO) didefinisikan oleh Petersdorf dan Beeson4 pada
tahun 1961 sebagai :
 Temperatur > 38,3o C pada beberapa keadaan.
 Lama demam > 3 minggu.

Definisi tersebut telah digunakan selama 30 tahun, namun Durrack dan Street5
kemudian mengajukan sistem klasifikasi FUO yang baru, yaitu :
a. FUO klasik
b. FUO nosokomial
c. FUO neutropenik
d. FUO pada infeksi HIV

1. FUO Klasik
FUO klasik memiliki definisi yang hampir serupa dengan FUO awal,
perbedaannya terletak pada klasifikasi ke 3, mengenai observasi pasien rawat inap
selama 1 minggu di rumah sakit. Pada definisi yang baru hal tersebut diperluas
menjadi 3 kali kunjungan pasien rawat jalan atau rawat inap selama 3 hari di rumah
sakit tanpa ada penjelasan mengenai penyebab demam, atau 1 minggu observasi
secara invasif dan menyeluruh.

2
2. FUO Nosokomial
Pada FUO nosokomial, temperatur > 38,3oC terjadi pada beberapa pasien yang
dirawat di rumah sakit yang mendapat perawatan akut (acute care) dan menderita
infeksi yang tidak bermanifestasi atau ketika masuk ke rumah sakit berada dalam
masa inkubasi. Observasi dilakukan selama 3 hari, termasuk inkubasi kultur selama 2
hari, merupakan syarat minimum untuk menegakkan diagnosis.

3. FUO Neutropenik
FUO neutropenik didefinisikan sebagai temperatur > 38,3oC pada beberapa
pasien dengan hitung neutrofil < 500/μL atau diperkirakan akan mencapai angka
tersebut dalam 1 sampai 2 hari. Diagnosis FUO neutropenik dipertimbangkan jika
penyebab spesifik tidak teridentifikasi setelah observasi selama 3 hari, termasuk
sekurang-kurangnya 2 hari inkubasi kultur.

4. FUO pada Pasien HIV


FUO yang berhubungan dengan infeksi HIV didefinisikan sebagai temperatur
> 38,3oC pada beberapa keadaan yang berlangsung selama > 4 minggu pada pasien
rawat jalan atau > 3 hari perawatan pada pasien rawat inap dengan infeksi HIV.
Diagnosis ini dipertimbangkan bila setelah observasi lebih dari 3 hari, termasuk 2
hari inkubasi kultur, penyebab demam tetap tidak terungkap.

Tabel 1. Kategori FUO5


Durasi penyakit
Situasi Pasien Contoh penyebab
selama observasi
Nosokomial Dirawat di rumah sakit, 3 hari Tromboflebitis septik,
perawatan akut, tidak ada sinusitis, kolitis
infeksi ketika masuk RS Clostridium difficile,
demam akibat obat
Neutropenik Hitung Neutrofil <500/µL 3 hari Infeksi perianal,
atau diperkirakan mencapai aspergilosis, candidiemia
nilai tersebut dalam 1-2
hari
Berhubungan Telah dikonfirmasi 3 hari (atau 4 Infeksi MAI, TBC,
dengan HIV menderita HIV minggu pada pasien Limfoma Hodgkin,
rawat jalan) demam akibat obat
Klasik Selain yang di atas dengan 3 hari atau 3 kali Infeksi, keganasan,
demam > 3 minggu kunjungan rawat penyakit inflamasi,
jalan demam akibat obat.

3
B. ETIOLOGI
Penyakit yang paling sering menyebabkan demam tanpa kausa jelas pada anak
ialah penyakit infeksi (50%) diikuti penyakit vaskuler-kolagen (15%), neoplasma
(7%), inflamasi usus besar (4%) dan penyakit lain (12%). Penyakit infeksi meliputi
sindrom virus, infeksi saluran nafas atas, saluran nafas bawah, traktus urinarius,
gastrointestinal, osteomielitis, infeksi saluran saraf pusat, tuberculosis, bakterimia,
endokarditis bakterialis subakut, mononukloesis, abses, bruselosis, dan malaria,
sedangkan penyakit vascular-kolagen meliputi arthritis rheumatoid, SLE dan
vaskulitis. Keganasan yang sering menimbulkan demam tanpa kausa jelas adalah
leukemia, limfoma dan neuroblastoma. Bannister dkk mengelompokkan penyebab
demam berkepanjangan dalam 6 kelompok, yaitu infeksi (45-55%), keganasan
(12-20%), gangguan jaringan ikat (10-15%), gangguan hipersensitivitas, kelainan
metabolik yang jarang terjadi, dan factitious fever 2.
Diagnosis FUO untuk anak dengan kriteria sebagai berikut:
1. Demam yang berlangsung seminggu atau lebih;
2. Demam terjadi di rumah sakit;
3. Diagnosis yang tidak jelas setelah dilakukan penelusuran selama 1 minggu di
rumah sakit.

Tabel 2. Keganasan yang Biasanya disertai dengan FUO


Penyakit Hodgkin
Limfoma non Hodgkin
Leukemia (termasuk fase preleukemik dan aleukemik
Karsinoma sel renal
Hepatoma
Karsinoma kolon

Pada orang tua, penyakit multisistem merupakan penyebab tersering dari FUO.
Arteritis sel raksasa menjadi etiologi terbanyak pada kategori ini. Tuberkulosis
merupakan infeksi yang paling sering menjadi penyebab FUO pada orang tua. Kanker
kolon merupakan penyebab tersering FUO pada keganasan.

4
Beberapa penyakit dimasukkan dalam kelompok “miscellanous”. Penyakit yang
termasuk dalam kelompok ini antara lain emboli paru, demam palsu, demam
mediteranian familial, dan penyakit Fabry.
Etiologi yang berhubungan dengan obat-obatan harus dipertimbangkan pada
setiap kasus demam lama. Setiap pola demam mungkin dicetuskan oleh obat, dan
bradikardia relatif serta hipotensi tidak jarang ikut menyertai. Eosinofilia dan/atau
ruam ditemukan pada seperlima pasien dengan demam akibat obat. Demam ini
biasanya timbul 1 sampai 3 minggu setelah dimulainya terapi dan menetap 2 sampai
3 hari setelah terapi dihentikan.
Sebenarnya, semua jenis obat dapat menyebabkan demam, tetapi antimikroba
(terutama antibiotik beta laktam), obat kardiovaskuler, antineoplasma, dan obat-
obatan yang bekerja pada sistem saraf pusat (misalnya fenitoin) merupakan penyebab
tersering.
Telah menjadi suatu aksioma, bahwa seiring dengan meningkatnya durasi
demam, kecenderungan penyakit infeksi sebagai penyebab demam semakin menurun.

Tabel 3. Penyebab FUO yang Berlangsung > 6 Bulan


Penyebab Kasus (%)
Tidak teridentifikasi 19
Penyebab lain-lain 13
Penyebab palsu (factitious) 9
Hepatitis granulomatosa 8
Neoplasma 7
Penyakit Still 6
Infeksi 6
Penyakit kolagen vaskuler 4
Demam mediteranian familial 3
Tidak demam 27

5
Tabel 4. Agents Commonly Associated with Drug-Induced Fever

Allopurinol (Zyloprim)
Captopril (Capoten)
Cimetidine (Tagamet)
Clofibrate (Atromid-S)
Erythromycin
Heparin
Hydralazine (Apresoline)
Hydrochlorothiazide (Esidrix)
Isoniazid
Meperidine (Demerol)
Methyldopa (Aldomet)
Nifedipine (Procardia)
Nitrofurantoin (Furadantin)
Penicillin
Phenytoin (Dilantin)
Procainamide (Pronestyl)
Quinidine

Common Etiologies of Fever of Unknown Origin

Infections
Tuberculosis (especially extrapulmonary)
Abdominal abscesses
Pelvic abscesses
Dental abscesses
Endocarditis
Osteomyelitis
Sinusitis
Cytomegalovirus
Epstein-Barr virus
Human immunodeficiency virus
Lyme disease
Prostatitis
Sinusitis
Malignancies
Chronic leukemia
Lymphoma
Metastatic cancers
Renal cell carcinoma
Colon carcinoma
Hepatoma
Myelodysplastic syndromes
Pancreatic carcinoma
Sarcomas
Autoimmune conditions
Adult Still's disease
Polymyalgia rheumatica
Temporal arteritis
Rheumatoid arthritis

6
Rheumatoid fever
Inflammatory bowel disease
Reiter's syndrome
Systemic lupus erythematosus
Vasculitides
Miscellaneous
Drug-induced fever
Complications from cirrhosis
Factitious fever
Hepatitis (alcoholic, granulomatous, or lupoid)
Deep venous thrombosis
Sarcoidosis

C. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Umur penderita membantu. Anak sebelum umur 6 tahun sering menderita infeksi
saluran pernapasan atau saluran genitourinaria, infeksi terlokalisasi (abses,
osteomielitis), arthritis rheumatoid juvenil, atau yang jarang, leukemia.
Penderita remaja lebih mungkin menderita tuberculosis, penyakit radang usus,
proses autoimun dan limfoma, disamping penyebab FUO yang ditemukan pada anak
lebih muda. Riwayat pemajanan terhadap binatang buas atau jinak harus ditanyakan.
Insidens infeksi zoonotik di Amerika Serikat semakin bertambah, dan infeksi sering
didapat dari binatang kesayangan yang tidak nampak sakit.6,7
Riwayat makan daging kelinci atau bajing dapat memberi kunci diagnosis
tularemia orofaring, kelenjar, atau tifoidal. Riwayat gigitan kutu atau berpergian ke
daerah yang penuh dengan kutu atau parasit. Riwayat kebiasaan diet dan perjalanan
yang tidak lazim harus dicari mulai dari kelahiran anak itu. Mungkin ada pemunculan
kembali malaria, histoplasmosis, dan koksidioidomikosis bertahun-tahun sesudah
mengunjungi atau hidup di daerah endemik. Hal yang penting adalah bertanya
tentang imunisasi profilaktik dan tindakan pencegahan yang dilakukan oleh individu
terhadap minum air atau makan makanan yang terkontaminasi selama perjalanan ke
tempat asing. Batu, kotoran dan artefak dari daerah geografis yang jauh, yang telah
dikumpulkan dan dibawa pulang sebagai souvenir dapat berperan sebagai vektor
penyakit. Riwayat obat-obatan harus benar-benar di lacak, riwayat ini harus

7
memasukkan preparat yang dijual bebas dan agen topical, termasuk tetes mata
(demam akibat atropine).

b. Pemeriksaan fisik
Keringat pada anak demam harus di catat. Keadaan yang terus-menerus tidak ada
keringat saat ada kenaikan atau perubahan suhu memberi kesan dehidrasi karena
muntah, diare, atau diabetes insipidus sentral atau nefrogenik. Keadaan ini juga akan
memberi kesan dysplasia ektodermal anhidrotik, disutonomia familial, atau terpajan
atropine.
Mata merah dan mencucurkan air mata dapat merupakan tanda penyakit jaringan
ikat, terutama poliarteritis nodosa. Konjungtivitis palpebra pada penderita demam
dapat merupakan petunjuk terhadap campak, infeksi virus coxsakckie, tuberculosis,
mononucleosis infecsiosa, limfogranuloma venerium, penyakit cakaran kucing, atau
infeksi virus penyakit newcastle. Sebaliknya konjungtivitis bulbar pada anak dengan
FUO memberi kesan sindrom Kawasaki atau letospirosis. Perdarahan petekie pada
konjungtivita memberi kesan endokarditis. Uveitis memberi kesan sarkoidosis,
arthritis rheumatoid juvenil, LES, Sindrom Kawasaki, vaskulitis. Korioretinitis
memberi kesan sitomegalovirus, toksoplasmosis, dan sifilis. Penonjolan biji mata
(proptosis) memberi kesan tumor orbita, tirotoksikosis, metastasis, infeksi orbita,
granulomatosis Wegener, atau pseudotumor. Pemeriksaan mata yang teliti penting
pada kebanyakan penderita FUO.
Oftalmoskop juga harus digunakan memeriksa kelainan kapiler lipatan kuku
yang dihubungkan dengan penyakit jaringan ikat seperti dermatomositis dan
scleroderma sistemik. Minyak emersi atau jelim pelumas ditempatkan pada kulit
berdekatan dengan bantalan kuku, dan gambaran kapiler diamati dengan oftalmoskop
yang disetel pada +40. Gambaran kapiler lipatan kuku normal dengan penyebaran
homogen dan tampilan lengkungan seragam. Gambaran kapiler lipatan kuku
abnormal (dermatomiositis) lengkungan sangat melebar dekat dengan avascular yang
telah mengalami kehilangan kapiler.

8
Demam yang tidak diketahui sebabnya kadang-kadang disebabkan oleh disfungsi
hipotalamus. Petunjuk pada gangguan ini adalah kegagalan konstriksi pupil karena
tidak adanya otot sfringter konstriktor mata. Otot ini secara embriologis berkembang
ketika struktur dan fungsi hipotalamus juga mengalami diferensiasi.
Kurangnya air mata atau tidak adanya reflex kornea dapat memberi kesan demam
akibat dari disautonomia familial. Nyeri pada pengetukan diatas sinus dan gigi harus
dicari, dan sinus harus ditransluminasi. Kandidiasis oral dapat merupakan petunjuk
untuk berbgai gangguan system imun.
Menggigil berulang-ulang dan suhu naik tajam lazim dijumpai pada anak dengan
septicemia (tanpa memandang etiologinya), terutama bila disertai dengan penyakit
ginjal, penyakit hati, batu biliaris, endokarditis, malaria, bruseloris, demam gigitan
tikus, kumpulan nanah yang terlokulasi. Hiperemi faring, dengan atau tanpa eksudat,
dapat memberi kesan mononucleosis infeksiosa, infeksi sitomegalovirus,
toksoplasmosis, salmonelosis, tularemia, sindrom Kawasaki dan leptospirosis.
Otot dan tulang harus dipalpasi dengan baik dan teliti. Titik nyeri diatas tulang
dapat memberi kesan osteomielitis atau invasi sum-sum tulang dari penyakit
neoplastik yang tersembunyi. Pemeriksaan rectum dapat menemukan adenopati atau
nyeri pararektal, yang memberi kesan abses panggul dalam, adenitis iliaka atau
osteomielitis pelvis. Uji guaiak harus dilakukan pada setiap tinja yang ditemukan
pada pemeriksaan jari, kehilangan darah tersembunyi dapat memberi kesan colitis
granulomatosa atau colitis ulseratif sebagai penyebab FUO.

c. Pemeriksaan laboratorium
Uji diagnostik yang paling dapat memberikan diagnostik definitive segera harus
digunakan. Permintaan untuk melakukan sejumlah besar uji pada setiap anak dengan
FUO menurut urut-urutan yang ditentukan sebelumnya dapat membuang-buang
waktu dan uang. Pilihan lain, rawat inap dirumah sakit dalam waktu lama untuk uji-
uji berikutnya mungkin lebih mahal. Frekuensi pemeriksaan diagnostik harus
disesuaikan dengan irama penyakit, kesegeraan mungkin sangat penting pada

9
penderita yang sakit berat tetapi jika penyakitnya lebih kronis, pemeriksaan dapat
dimulai lebih lambat dan lebih hati-hati, dan biasanya, pada rawat jalan.

Hitung sel darah lengkap dengan hitung jenis sel dan analisis urin harus
merupakan bagian pemeriksaan awal laboratorium. Jumlah neutrofil absolute
<5.000/mm3 merupakan bukti bahwa infeksi bakteri tidak mendadak selain tifoid.
Sebaliknya, penderita dengan leukosit polimorfnuklear >10.000 atau lekosit
polimorfnuklear nonsegmen >500/mm3 berpeluang tinggi menderita infeksi bakteri
berat. Pemeriksaan langsung pulasan darah yang dicat dengan giemsa atau wright
dapat menunjukkan malaria, tripanosomiasis, babesiosis, atau demam yang kumat-
kumatan.

Peningkatan laju endap darah (LED>30 mm/jam, metode westergren)


menunjukkan adanya radang dan perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk penyakit
infeksi, autoimun, atau keganasan. LED rendah tidak mengesampingkan
kemungkinan infeksi atau arthritis rheumatoid juvenile, tetapi LED>100 mm/jam
memberi kesan tuberculosis, sindrom kawasaki, keganasan atau penyakit autoimun.6

Biakan darah harus diambil secara aerob. Biakan darah anaerob mempunyai hasil
yang amat rendah dan hanya harus diambil jika ada alasan spesifik untuk mencurigai
adanya infeksi anaerob. Biakan darah ulangan mungkin diperlukan untuk
mendiagnosis endokarditis, osteomielitis, atau abses letak dalam yang menyebabkan
bakteremia. Bakteremia polimikrobia memberi kesan infeksi palsu yang dibuat
sendiri atau patologi gastrointestinal. Isolasi leptospirosis, francisella atau yersinia
mungkin memerlukan media selektif atau keadaan-keadaan spesifik yang tidak
digunakan secara rutin. Biakan urin harus dilakukan secara rutin.

Uji kulit tuberculin harus dilakukan dengan teliti mengunakan polisorbat yang
distabilisasi dengan derivate protein yang dimurnikan (PPD) yang telah disimpan
dalam lemari es dengan tepat.

10
Pemeriksaan rontgenografi dada, sinus, mastoid, atau saluran gastrointestinal
dapat disrankan bila ada penemuan anamnesis atau pemeriksaan fisik spesifik.
Pemeriksaan rontgenografi saluran gastrointestinal untuk penyakit radang usus dapat
membantu dalam mengevaluasi anak tertentu dengan FUO yang tidak menunjukkan
tanda-tanda atau gejala-gejala setempat lainnya.

Pemeriksaan sum-sum tulang dapat mengungkapkan adanya leukemia,


neoplasma metastasis, mikrobakteria, jamur, atau penyakit parasit, dan histiositosis.
Jika dilakukan aspirasi sum-sum tulang, biakan untuk bakteri, mycobacterium, dan
jamur harus dilakukan.

Uji serologi dapat membantu dalam mendiagnosis mononukleus infecsiosa,


penyakit sitomegalovirus, toksoplasma, salmonelosis, tularemia, bruselosis,
leptospirosis, dan kadang-kadang artritis rheumatoid juvenile. Karena uji serologis
untuk lebih banyak penyakit telah tersedia melalui laboratorium komensial, maka
penting untuk memastikan sensitivitas dan spesifisitas setiap uji sebelum memakai
hasilnya sebagai dasar untuk membuat diagnosis.

Scan radioaktif dapat membantu dalam mendeteksi osteomielitis dan abses


abdomen. Gallium sitrat berlokalisasi pada jaringan radang yang berkaitan dengan
tumor atau abses. Fosfat Tc berguna untuk mendeteksi osteomielitis sebelum
rontgenogram sederhana dapat memperlihatkan lesi tulang. Granulosit indium-III atau
igG yang diyodinisasi mungkin berguna dalam mendeteksi proses piogenik setempat.
Ekokardiogram dapat memberi kesan adanya vegetasi pada daun katup jantung,
misalnya pada endocarditid bacterial subakut. Ultrasonografi dapat mengenali abses
intraabdomen hati, sela subfrenikus, pelvis dan limfa.

Computerized Tomography Scan (CT Scan) atau Magnetic Resonance Imaging


(MRI) seluruh tubuh memungkinkan deteksi neoplasma dan kumpulan bahan purulen
tanpa penggunaan eksplorasi bedah atau radioisotope. CT membantu dalam
mengenali lesi kepala, leher, dada, sela retroperitoneum, hati, limfa, limfonodi,

11
intraabdomen, dan intratoraks, ginjal, pelvis, dan mediastinum. Aspirasi yang
dibimbing CT atau ultrasonografi atau biopsi sel yang mencurigakan telah
mengurangi perlunya eksplorasi laparotomi dan torakotomi. Walaupun prosedur
screening mungkin amat membantu dalam memperkuat diagnosis yang dicurigai,
prosedur ini jarang mengarah pada diagnosis yang dicurigai.

Biopsi kadang-kadang membantu dalam menegakkan diagnosis FUO.


Bronkoskopi, laparoskopi, mediastinoskopi, dan endoskopi mungkin amat membantu
dalam memperkuat diagnosis yang dicurigai, prosedur ini jarang mengarah pada
diagnosis yang dicurigai. Biopsi kadang-kadang membantu dalam menegakkan
diagnosis FUO. Bronkoskopi, laparoskopi, mediastinoskopi, dan endoskopi
gastrointestinum dapat memberikan visualisasi langsung serta bahan biopsi bila ada
manifestasi spesifik pada organ.

1. FUO Nosokomial5
Pertimbangan utama dalam mendiagnosis FUO nosokomial adalah terdapatnya
kemungkinan yang mendasari pada pasien dan terdapatnya potensi komplikasi akibat
perawatan di rumah sakit. Area tempat dilakukannya tindakan operasi merupakan
tempat yang pertama kali diperiksa, baik pemeriksaan fisik maupun laboratorium,
untuk mencari adanya abses, hematoma, atau badan asing yang terinfeksi.

Lebih dari 50% pasien dengan FUO nosokomial terinfeksi, dan kemungkinan
berupa infeksi intravaskuler, flebitis septik, dan infeksi akibat pemasangan protesa.
Kolitis akibat Clostridium difficile dapat disertai dengan demam dan leukositosis
sebelum terjadinya diare.

Pada sekitar 25% pasien dengan FUO nosokomial, demam yang terjadi bukan
disebabkan oleh infeksi, di antaranya adalah kolesistits acalculous, tromboflebitis
vena dalam, dan emboli paru. Demam akibat obat, reaksi tranfusi, insufisiensi
adrenal, tiroiditis, pankreatitis, gout, dan pseudogout merupakan beberapa
kemungkinan penyebab FUO nosokomial yang harus dipertimbangkan.

12
2. FUO Neutropenik5
Pasien dengan neutropenia sangat rentan terhadap infeksi bakteri dan fungi fokal,
infeksi bakteriema, infeksi akibat pemasangan kateter (termasuk tromboflebitis
septik), dan infeksi perianal. Infeksi candida dan aspergillus juga sering terjadi.
Infeksi yang berhubungan dengan virus herpes simpleks atau CMV kadang-kadang
menyebabkan FUO pada pasien neutropenia.

3. FUO pada Pasien HIV5

Infeksi HIV tersendiri dapat menyebabkan demam. Infeksi yang berhubungan


dengan Mycobacterium avium atau Mycobacterium intracellulare, tuberkulosis,
toksoplasmosis, infeksi CMV, Infeksi P. carinii, salmonellosis, cryptococcosis,
histoplasmosis, limfoma non Hodgkin, dan demam akibat obat, seluruhnya
merupakan kemungkinan penyebab FUO.

Infeksi mikobakterium dapat didiagnosis dengan kultur darah, dan biopsi hati,
sumsum tulang, dan nodul limfatik. CT dada sebaiknya dilakukan untuk
mengidentifikasi pembesaran nodul mediastinum. Pemeriksaan serologis dapat
menunjukkan antigen cryptococcus, dan scan 67Ga dapat membantu identifikasi
infeksi paru akibat P. carinii. Lebih dari 80% penderita HIV dengan FUO mengalami
infeksi, tetapi demam akibat obat dan limfoma tetap menjadi pertimbangan utama.

Table 4. Diagnostik Imaging in Patients with FUO

Imaging Possible diagnoses


Chest radiograph Tuberculosis, malignancy, Pneumocystis carinii
pneumonia
CT of abdomen or pelvis with contrast agent Abscess, malignancy
Gallium 67 scan Infection, malignancy
Indium-labeled leukocytes Occult septicemia
Technetium Tc 99m Acute infection and inflammation of bones and soft
tissue
MRI of brain Malignancy, autoimmune conditions
PET scan Malignancy, inflammation
Transthoracic or transesophageal Bacterial endocarditis
echocardiography
Venous Doppler study Venous thrombosis

13
Alogarithma Diagnosis of Fever of Unknown Origin8

14
D. TERAPI

Yang paling penting dalam penanganan FUO adalah mengenali apakah anak
tampak baik-baik saja, sakit, atau toksik. Yang dimaksud dengan toksik adalah
kondisi pucat atau kebiruan, dengan napas dan denyut nadi yang cepat, sulit
ditenangkan, dan letargi (dimana anak tidak dapat berinteraksi dengan orang atau
benda disekelilingnya, tidak mengenali orang tua, atau menurun drastisnya kontak
mata). Dasar penanganan yang paling penting adalah apakah anak tampak toksik atau
tidak. Semua anak ≤ 3 tahun yang tampak toksik harus menjalani pemeriksaan di
rumah sakit untuk meneliti kemungkinan sepsis (bakteri dalam peredaran darah) atau
meningitis.

Penanganan dengan FUO yang tidak tampak toksik dibagi menjadi 3 berdasarkan
kelompok usia< 28 hari, 28-90 hari, dan 3-36 bulan.

1. Bayi < 28 hari


Pada kelompok ini, semua yang mengalami demam harus menjalani evaluasi di
rumah sakit. Pemeriksaan yang dilakukan adalah:

 Hitung darah (eritrosit, leukosit, trombosit, dan jenis-jenisnya)


 Kultur darah
 Pemeriksaan dan kultur urin
 Pungsi lumbal untuk analisis dan kultur cairan serebrospinal
 Kultur dan pemeriksaan feses.
 X-ray dada
Selain itu juga diberikan antibiotik.
Akhir-akhir ini banyak ahli yang menyarankan agar pemberian antibiotik dan
perawatan dirumah sakit dilakukan hanya pada bayi dengan FUO yang berusia < 7
hari. Sedangkan, pada bayi usia 7-28 hari yang memenuhi kriteria risiko rendah untuk
infeksi bakteri berat, penanganan dapat dilakukan dengan pemeriksaan tanpa diikuti
dengan pemberian antibiotik. Bayi diobservasi hingga hasil pemeriksaan diperoleh.

15
Jika kultur bakteri negatif, maka bayi tidak memerlukan antibiotik dan dapat
diobservasi dirumah dengan catatan:
 Orang tua dapat mengobservasi bayi dengan cermat
 Terdapat akses yang mudah untuk memperoleh pelayanan medis
Yang termasuk dalam kriteria risiko rendah adalah sebagai berikut :
Kriteria Rochester untuk mengidentifikasi risiko rendah infeksi bakteri berat
pada bayi berusia < 90 hari dengan FUO:
 Bayi tampak baik-baik saja
 Bayi sebelumnya selalu dalam keadaan sehat :
- Lahir cukup bulan (≥ 37 minggu kehamilan)
- Tidak ada riwayat pemberian antibiotik sebelum, saat, dan setelah
kelahiran.
- Tidak ada riwayat pengobatan hiperbilirubinemia tanpa sebab
- Tidak ada riwayat perawatan di rumah sakit
- Tidak ada penyakit kronis atau kongenital
- Tidak dirawat dirumah sakit lebih lama dari ibu.
 Tidak ada bukti infeksi kulit, jaringan lunak, tulang, sendi, atau telinga
 Hasil laboratorium :
- Sel darah putih 5000-15000/mm3
- Hitung sel batang (salah satu jenis sel darah putih) 1500/mm3
- ≤10 sel darah putih per lapang pandang besar (LPB) pada
pemeriksaan urin mikroskopis.
- ≤5 sel darah putih per LPB pada pemeriksaan feses mikroskopis
bayi dengan diare.

16
Antibiotik yang digunakan untuk kelompok usia ini adalah :
 Ampisilin 100-200 mg/kg/hari intravena dalam dosis yang dibagi setiap 6
jam dan gentamisin 7,5 mg/kg/hari dalam dosis yang dibagi dalam 8 jam
 Atau ceftriaxon 50 mg/kg/hari dalam I dosis
 Atau cefotaxim 150 mg/kg/hari dalam dosis yang dibagi setiap 8 jam

2. 28-90 hari
Pada kelompok usia ini, bayi juga dikelompokkan dalam resiko rendah atau
resiko tinggi dengan kriteria Rochester. Jika bayi memiliki resiko tinggi, maka selain
dilakukan pemeriksaan lengkap juga diberikan antibiotik. Jika bayi masuk dalam
kategori risiko rendah, maka ada 2 pilihan. Yang pertama adalah melakukan kultur
darah, urin, pungsi lumbal, dan pemberian antibiotik di rumah sakit. Pilihan kedua
adalah melakukan kultur urin dan observasi tanpa pemberian antibiotik, kecuali jika
hasil kultur diketahui positif. Apapun pilihan yang diambil, evaluasi follow up harus
dilakukan dalam waktu 24-48jam.

3. 3-36 hari
Pada kelompok usia ini, yang pertama dilakukan adalah mengelompokkan
apakah demam si anak < 39 oC atau >39 oC
 Demam < 39 oC
Yang harus dilakukan adalah pengambilan riwayat dan pemeriksaan fisik
yang teliti untuk mencoba mencari penyebab demam. Umumnya tidak perlu
dilakukan pemeriksaan laboratorium dan pemberian antibiotik jika anak
tampak baik-baik saja, cukup diberikan antipiretik. Namun orang tua harus
membawa kembali ke rumah sakit jika demam terus berlanjut dalam 2-3 hari
atau jika kondisi anak memburuk.

17
 Demam > 39 oC
- Kultur urin pada semua anak < 2 tahun yang diresepkan antibiotik
- X-ray dada pada anak dengan sesak napas, laju napas cepat, ronki, bunyi
napas yang menurun, atau saturasi oksigen < 95%. Juga pada anak tanpa
gejala tersebut yang memiliki leukosit >20.000/mm3
- Kultur feses jika ada lendir atau darah pada feses, atau ada > 5 leukosit/
LPB pada pemeriksaan feses mikroskopis
- Kultur darah
Ada beberapa pendapat mengenai hal ini. Pendapat pertama adalah
melakukan kultur darah pada semua anak dengan demam ≥ 39 oC.
pendapat kedua adalah melakukannya hanya pada anak dengan demam
≥ 39oC dan lekosit > 15.000/mm3. Pendapat ketiga melakukannya hanya
pada anak dengan demam ≥ 39 o
C dan leukosit > 18.000/mm3.
Sedangkan pendapat yang cukup baru menekankan pada jumlah
neutrofil (salah satu jenis leukosit, terdiri atas bentuk batang dan
segmen). Jika neutrofil > 10.000/mm3, baru dilakukan kultur darah.
- Pemberian antibiotik
Antibiotik diberikan dengan kriteria yang sama seperti penentuan perlu
atau tidaknya kultur darah. Pemberian antibiotik juga dapat
dipertimbangkan jika orang tua tidak dapat diandalkan untuk melakukan
evaluasi follow up. Antibiotik yang dipilih adalah ceftriaxone 50
mg/kg/hari dalam dosis tunggal atau cefuroxime 150-200 mg/kg/hari
dalam dosis yang dibagi setiap 6-8 jam.
- Follow up 24-48 jam.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Powell, Keith R. 1996 Fever Without Focus in Nelson Textbook of Pediatrics,


15th ed., WB Saunders, USA.
2. Black, Steven B. 1987 Fever of Unknown Origin in Pediatrics, 18th ed., Appleton
& Lange, USA.
3. Pickering, Larry and Kohl, Steve 1990 Fever of Unknown Origin in Nelson
Essentials of Pediatrics, WB Saunders Co, USA.
4. Petersdorf RG, Beeson PB. Fever of unexplained origin: report on 100 cases.
Medicine (Baltimore). 1961;40:1-30.
5. Durack DT, Street AC. Fever of Unknown origin-reexamined and redefined. Curr
Clin Top Infect Dis. 1991;11:35-51.
6. Nelwan RHH. Demam : Tipe dan Pendekatan. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Setiati S., eds. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.
7. Harrison. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 1, Jakarta: EGC. 2000.
8. Antoon WJ, Nicholas MP, Jacob A, Lohr. Pediatric Fever of Unknown Origin.
Pediatric in Review. Vol. 36. No.9. September.2015.

19

Anda mungkin juga menyukai