Anda di halaman 1dari 51

REFARAT

PENATALAKSANAAN BAYI BARU LAHIR


Disusun untk memenuhi tugas Kepanitreraan Klinik Madya SMF Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Abepura

Oleh :
Alexander Game
Neng Ulinda
Ririn .S.Bandera
Rita Saleky

Penguji:
dr. Sandra Bulan, Sp.A

SMF ANAK RSUD ABEPURA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
PAPUA

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Alexander Game


Neng Ulinda
Ririn S Bandera
Rita Saleky

Judul Refarat : Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih.

Abepura, Oktober 2016

Mengetahui
Supervisor Punguji

dr. Sandra Bulan, Sp.A

2
3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jumlah kematian perinatal di 33 propinsi di Indonesia tercatat sebesar 217 kasus.
Kematian neonatal dini (0-6 hari) dilaporkan sebesar 142 kasus (78,5%). Proporsi
terbesar kematian pada usia neonatal dini disebabkan oleh gangguan pernapasan
(respiratory disorders), prematuritas dan sepsis. Kematian bayi neonatal lanjut (7-28
hari) tercatat 39 kasus dengan penyebab tersering adalah sepsis neonatorum (20%).1
Faktor kesehatan ibu saat hamil dan bersalin memberikan kontribusi terhadap
kondisi bayi dalam kandungannya. Dari 217 kasus kematian perinatal, 96.8%
disebabkan oleh gangguan kesehatan ibu ketika hamil. Penyakit yang sering dialami ibu
hamil pada bayi yang lahir mati secara berturut-turut adalah hipertensi maternal (24%)
dan komplikasi ketika bersalin (partus macet) sebesar 17.5%. Sedangkan gangguan
kesehatan ibu hamil dari bayi meninggal berumur 0-6 hari adalah ketuban pecah dini
(23%) dan hipertensi maternal (22%).1
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang baru lahir dengan kehamilan atau masa
gestasinya dinyatakan cukup bulan (aterm) yaitu 36 40 minggu. Bayi baru lahir
normal harus menjalani proses adaptasi dari kehidupan di dalam rahim (intrauterine) ke
kehidupan di luar rahim (ekstrauterin). Pemahaman terhadap adaptasi dan fisiologi bayi
baru lahir sangat penting sebagai dasar dalam memberikan asuhan. Perubahan
lingkungan dari dalam uterus ke ekstrauterin dipengaruhi oleh banyak faktor seperti
kimiawi, mekanik, dan termik yang menimbulkan perubahan metabolik, pernapasan dan
sirkulasi pada bayi baru lahir normal. Penatalaksanaan dan mengenali kondisi kesehatan
bayi baru lahir resiko tinggi yang mana memerlukan pelayanan rujukan/ tindakan lanjut.
Salah satu masalah yang sering ditemukan pada bayi yaitu bayi dengan berat badan
lahir rendah (BBLR). Bayi berat badan lahir rendah ( BBLR ) maupun bayi kurang
bulan (BKB ) merupakan masalah utama di negara berkembang termasuk Indonesia.
BBLR sampai saat ini masih merupakan masalah di Indonesia, karena merupakan
penyebab kesakitan dan kematian pada masa neonatal. Menurut SKRT 2001, 29 %
kematian neonatal karena BBLR.

4
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum
cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir
cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil
ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini
terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang
disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan
keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.
Masalah yang sering timbul sebagai penyulit BBLR adalah hipotermi,
hiperbilirubinemia, hipoglikemi, infeksi / sepsis dan ganguan minum.Dengan
banyaknya penyulit pada BBLR, kita harus dapat mencegahnya mulai dari
meningkatkan pengetahuan ibu tentang BBLR dan langkah langkah untuk mencegah
hal tersebut.
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 28 hari. Kehidupan pada masa
neonatus ini sangat rawan, karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar
kenadungan dapat hidup sebaik baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka
kesakitan dan angka kematian neonatus.Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur
satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterine ke
ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan fungsi.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Penatalaksanaan Bayi Baru lahir


Penatalaksanaan bayi baru lahir diawali dengan mengetahui riwayat kelahiran
bayinya, yaitu bayi kurang bulan, bayi cukup bulan atau lebih bulan, setelah bayi lahir
bayi langsung dihangatkan, dikeringkan dan dibersihkan jalan nafasnya, kemudian nilai
tonus otot, usaha napas, dengan menilai apgar score dan downe score, setelah bayi
dalam keadaan stabil maka dilakukan kegiatan inisasi menyusui dini yaitu metode skin
to skin antara ibu dan bayi, kemudian dilakukan perawatan tali pusat dengan kasa
kering, melakukan penyuntikan Vitamin K pada anterolateral paha kiri, dan Imunisasi
Hepatitis B0 pada anterolateral paha kanan, dilanjutkan dengan pemberian salep mata
sebagai profilaksis konjungtivitis dan mencegah kekeringan, langkah akhir yaitu dengan
melakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan antopometri dan melakukan Ballard score.

B. Definisi bayi baru lahir normal


Bayi baru lahir normal (BBLN) adalah bayi yang baru lahir dengan usia
kehamilan atau masa gestasinya dinyatakan cukup bulan (aterm) yaitu 36 40 minggu.
Bayi baru lahir normal harus menjalani proses adaptasi dari kehidupan di dalam rahim
ke kehidupan di luar rahim. Pemahaman terhadap adaptasi dan fisiologi bayi baru lahir
sangat penting sebagai dasar dalam memberikan asuhan. Perubahan lingkungan dari
dalam uterus ke luar rahim dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kimiawi, mekanik,
dan termik yang menimbulkan perubahan metabolik, pernapasan dan sirkulasi pada
bayi baru lahir.
Ciri ciri BBL normal:
Berat Lahir : 2500 4000 gram
Panjang Badan : 48 - 52 cm
Lingkar kepala: 33cm 35,6 cm
Lingkar dada: 30cm - 38cm
Frekuensi jantung :120 160 kali/menit
Pernafasan : 40-60 kali/menit
Kulit kemerah merahan dan licin karena jaringan sub kutan cukup
Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempuna.
Genitalia: - Perempuan :labia mayora sudah menutupi labia minora
- Laki laki testis sudah turun, skrotum sudah ada.
Refleks hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.
6
Refleks morrow atau gerak memeluk bila di kagetkan sudah baik.
Reflex graps atau menggenggam sudah baik.
Eliminasi baik, meconium akan keluar dalam 24 jam pertama,
mekonium berwarna hitam kecoklatan.

B. Penilaian awal dan langkah esensial bayi baru lahir


a. Penilaian awal dilakukan pada bayi baru lahir untuk menilai kondisi bayi apakah:
Bayi dinyatakan cukup bulan jika usia gestasinya lebih kurang 36 40
minggu. Maturitas bayi mempengaruhi kemampuannya untuk beradaptasi
di luar rahim (uterus)
Air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium.
Tinja bayi pada 24 jam pertama kelahiran hingga 2 atau 3 hari berbentuk
mekonium yang berwarna hijau tua yang berada di dalam usus bayi sejak
dalam kandungan ibu. Mekonium mengandung sejumlah cairan amnion,
verniks, sekresi saluran pencernaan, empedu, lanugo dan zat sisa dari
jaringan tubuh.
Bayi menangis atau bernapas.
Sebagian besar bayi bernapas spontan. Perhatikan dalamnya pernapasan,
frekuensi pernapasan, apnea, napas cuping hidung, retraksi otot dada.
Dapat dikatakan normal bila frekuensi pernapasan bayi jam pertama
berkisar 80 kali permenit dan bayi segera menangis kuat pada saat lahir.
Tonus otot bayi baik atau bayi bergerak aktif.
Pada saat lahir otot bayi lembut dan lentur. Otot otot tersebut memiliki
tonus, kemampuan untuk berkontraksi ketika ada rangsangan, tetapi bayi
kurang mempunyai kemampuan untuk mengontrolnya. Sistem neurologis
bayi secara anatomi dan fisiologis belum berkembang sempurna,
sehingga bayi menunjukkan gerakan gerakan tidak terkoordinasi,
control otot yang buruk, mudah terkejut, dan tremor pada ekstremitas.
Warna kulit bayi normal.
Perhatikan warna kulit bayi apakah warna merah muda, pucat, kebiruan,
atau kuning, timbul perdarahan dikulit atau adanya edema.Warna kulit
bayi yang normal, bayi tampak kemerah merahan. Kulit bayi terlihat
sangat halus dan tipis, lapisan lemak subkutan belum melapisi kapiler.
Kemerahan ini tetap terlihat pada kulit dengan pigmen yang banyak
sekalipun dan bahkan menjadi lebih kemerahan ketika bayi menangis.

7
b. Diagnosis bayi baru lahir
Diagnosis bayi baru lahir pada dasarnya berguna untuk mencari atau
mendeteksi sedini mungkin adanya kelainan pada janin. Kegagalan untuk
mendeteksi kelainan janin dapat menimbulkan masalah pada jam jam pertama
kehidupan bayi diluar rahim. Dengan mengetahui kelainan pada janin dapat
membantu untuk mengambil tindakan serta membantu bayi baru lahir sehat
untuk tetap sehat sejak awal kehidupannya.
Penilaian bayi pada kelahiran adalah untuk mengetahui derajat vitalitas
fungsi tubuh. Derajat vitalitas adalah kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang
bersifat essensial dan kompleks untuk kelangsungan hidup bayi seperti
pernapasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan refleks refleks primitive
seperti menghisap dan mencari putting susu. Bila tidak ditangani secara tepat,
cepat dan benar keadaan umum bayi akan menurun dengan cepat dan bahkan
mungkin meninggal. Pada beberapa bayi mungkin dapat pulih kembali dengan
spontan dalam 10 30 menit sesudah lahir namun bayi tetap mempunyai resiko
tinggi untuk cacat.
Umumnya penilaian pada bayi baru lahir dipakai nilai APGAR (APGAR
Score). Pertemuan SAREC tahun 1985 menganjurkan penggunaan parameter
penilaian bayi baru lahir dengan cara sederhana yang disebut SIGTUNA
(SIGTUNA Score) sesuai dengan nama tempat terjadinya konsensus. Penilaian
cara ini terutama untuk tingkat pelayanan kesehatan dasar karena hanya menilai
dua parameter yang essensial.
Penilaian derajat vitalitas bayi baru lahir dapat juga digunakan penilaian
secara APGAR. Pelaksanaannya cukup kompleks karena pada saat bersamaan
penolong persalinan harus menilai lima parameter yaitu denyut jantung, usaha
napas, tonus otot, gerakan dan warna kulit. Dari hasil penelitian di Amerika
Serikat nilai APGAR sangat bermanfaat untuk mengenal bayi resiko tinggi yang
potensial untuk kematian dan kecacatan neurologis jangka panjang. Dari lima
variable nilai APGAR hanya pernapasan dan denyut jantung yang berkaitan erat
dengan terjadinya hipoksia dan anoksia. Ketiga variabel lain lebih merupakan
indikator maturitas tumbuh kembang bayi.

8
Penilaian APGAR skor ditemukan oleh Dr. Virginia Apgar (1950).
Penilaian APGAR skor ini dilakukan pada menit pertama kelahiran untuk
memberi kesempatan kepada bayi memulai perubahan kemudian menit ke - 5
serta pada menit ke - 10. Penilaian dapat dilakukan lebih sering jika ada nilai
yang rendah dan perlu tindakan resusitasi. Penilaian menit ke - 10 memberikan
indikasi morbiditas pada masa mendatang, nilai yang rendah berhubungan
dengan kondisi neurologis.

Keterangan 0 1 2
Tubuh
Apperance Seluruh tubuh Seluruh tubuh
A kemerahan,
(warna kulit) biru /pucat kemerahan
Ekstremitas biru
Pulse >100/menit bayi
P Tidak Ada < 100/menit
(laju Jantung) terlihat bugar
Grimance
G Tidak bereaksi Gerakan Sedikit Reaksi Melawan
(Refleks)
Activity Ekstremitas
A Lumpuh Gerakan aktif
(Tonus Otot) Fleksi Sedikit
Respiration
R Tidak ada Lambat Menangis Kuat
(usaha bernapas)

Tabel 1. Tabel Penilaian Apgar Score


Dalam menentukan nilai APGAR, perhatikan hal-hal berikut :
Pastikan pencahayaan baik
Catat waktu kelahiran, nilai APGAR pada 1 menit pertama dengan cepat &
simultan. Jumlahkan hasilnya
Lakukan tindakan dengan cepat & tepat sesuai dengan hasilnya
Ulangi pada menit kelima
Ulangi pada menit kesepuluh
Dokumentasikan hasil & lakukan tindakan yg sesuai
Penilaian
Setiap variabel dinilai : 0, 1 dan 2
Nilai tertinggi adalah 10
Nilai 7 9 : menunjukkan bayi mengalami Asfiksia Ringan
Nilai 4 - 6 menunjukkan bayi mengalami Asfiksia sedang & membutuhkan
tindakan resusitasi
Nilai 0 3 menunjukkan bayi mengalami Asfiksia Berat & membutuhkan
resusitasi segera sampai ventilasi
9
o Penilaian Kesulitan berapas / Respiratory Distress Sindrom
Ketika bayi baru lahir, harus dinilai apakah bayi mengalami distress pernapasan atau
tidak. Pengamatan ini dilakukan pada menit menit awal kelahiran. Untuk menilai
pernapasan atau adanya respiratory distress pada bayi baru lahir menggunakan Downe Score
yang terdiri dari lima penilaian yaitu frenkuensi napas, sianosis, retraksi, air entry dan
merintih.
0 1 2
Frekuensi Napas <60 x/menit 60-80 x/menit >80 x/menit
Sianosis menetap walaupun
Sianosis Tidak sianosis Sianosis hilang dengan O2
diberi O2
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi Berat
Penurunan ringan udara
Air Entry Udara masuk Tidak ada udara masuk
masuk
Dapat didengar dengan Dapat didengar tanpa alat
Merintih Tidak merinth
stetioskop bantu
Tabel 2. Downe Score
Keterangan :
- Nilai 0-4 : menunjukkan bayi mengalami distress napas ringan;
membutuhkan O2 nasal atau head box.
- Nilai 4-7 : menunjukkan bayi mengalami distress napas sedang,
membutuhkan nasal CPAP
- Nilai >7 : menunjukkan bayi mengalami distress napas berat, ancaman
gagal napas, membutuhkan intubasi (perlu dilakukan analisis gas darah)

Bila O2 nasal atau head box tidak berhasil untuk menghilangkan distress napas, harus
segera diberikan bantuan napas dalam bentuk CPAP (Continous Positive Airway Pressure) atau
intermittent mandatory ventilation (IMV). CPAP merupakan bantuan pernapasan dengan cara
meningkatkan tekanan pulmoner secara artifisial pada saat fase ekspirasi pada bayi yang
bernapas secara spontan. Intermittent Positive Pressure Ventilation (IPPV) atau Intermittent
mandatory ventilation (IMV) adalah pernapasan bayi diambil alih sepenuhnya oleh mesin
ventilator mekanik dan meningkatkan tekanan pulmoner baik pada fase inspirasi maupun
ekspirasi.
Indikasi memulai CPAP apabila score dowmnes >6 saat lahir, gangguan napas sedang
atau berat dan apnue berulang. Bila bayi sering apnue berarti CPAP gagal untuk mengatasi
distress napas dan harus segera dilakukan intubasi dan pemberian ventilasi.

10
Bayi baru lahir dalam apnu primer dapat memulai pola pernapasan biasa, walaupun
mungkin tidak teratur dan mungkin tidak efektif, tanpa intervensi khusus. Bayi baru lahir
dalam apnu sekunder tidak akan bernapas sendiri. Pernapasan buatan atau tindakan ventilasi
dengan tekanan positif (VTP) dan oksigen diperlukan untuk membantu bayi memulai
pernapasan pada bayi baru lahir dengan apnu sekunder.
Menganggap bahwa seorang bayi menderita apnu primer dan memberikan stimulasi yang
kurang efektif hanya akan memperlambat pemberian oksigen dan meningkatkan resiko
kerusakan otak. Sangat penting untuk disadari bahwa pada bayi yang mengalami apnu
sekunder, semakin lama kita menunda upaya pernapasan buatan, semakin lama bayi memulai
pernapasan spontan. Penundaan dalam melakukan upaya pernapasan buatan, walaupun singkat,
dapat berakibat keterlambatan pernapasan yang spontan dan teratur. Perhatikanlah bahwa
semakin lama bayi berada dalam apnu sekunder, semakin besar kemungkinan terjadinya
kerusakan otak.
Awalnya hanya ada sedikit nafas. Sedikit nafas ini dimaksudkan untuk mengembangkan
paru, tetapi bila paru mengembang saat kepala dijalan lahir atau bila paru tidak mengembang
karena suatu hal, aktivitas singkat ini akan diikuti oleh henti nafas komplit yang disebut apnea
primer. Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernapasan yang cepat
dalam periode yang singkat. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti,
denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuscular berkurang secara
berangsurangsur dan bayi memasuki periode apnea yang dikenal sebagai apnea primer.
Biasanya pemberian perangsangan dan oksigen selama periode apneaprimer dapat
merangsang terjadinya pernafasan spontan.Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukkan
pernafasan megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga
mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (flaccid). Pernafasan makin lama makin lemah
sampai bayi memasuki periode apnea yang disebut apnea sekunder
Bayi prematur (usia gestasi < 37 minggu) membutuhkan persiapan khusus. Bayi prematur
memiliki paru imatur yang kemungkinan lebih sulit diventilasi dan mudah mengalami
kerusakan karena ventilasi tekanan positif serta memiliki pembuluh darah imatur dalam otak
yang mudah mengalami perdarahan Selain itu, bayi prematur memiliki volume darah sedikit
yang meningkatkan risiko syok hipovolemik dan kulit tipis serta area permukaan tubuh yang
luas sehingga mempercepat kehilangan panas dan rentan terhadap infeksi. Apabila diperkirakan

11
bayi akan memerlukan tindakan resusitasi, sebaiknya sebelumnya dimintakan informed
consent.

Berikut ini akan ditampilkan diagram alur untuk menentukan apakah terhadap bayi yang lahir
diperlukan resusitasi atau tidak.

12
Gambar 1. Alur Resusitasi neonatus

Langkah-langkah resusitasi neonatus


Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan melihat.
Apakah bayi cukup bulan?

13
Apakah bayi bernapas atau menangis?
Apakah tonus otot bayi baik atau kuat?

1. Langkah awal dalam stabilisasi


(a) Memberikan kehangatan
Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer) dalam keadaan
telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan memudahkan eksplorasi seluruh
tubuh. Bayi dengan BBLR memiliki kecenderungan tinggi menjadi hipotermi dan
harus mendapat perlakuan khusus. Beberapa kepustakaan merekomendasikan
pemberian teknik penghangatan tambahan seperti penggunaan plastik pembungkus dan
meletakkan bayi dibawah pemancar panas pada bayi kurang bulan dan BBLR. Alat lain
yang bisa digunakan adalah alas penghangat.
(b) Memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya
Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam posisi menghidu
agar posisi farings, larings dan trakea dalam satu garis lurus yang akan mempermudah
masuknya udara. Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan
balon dan sungkup dan/atau untuk pemasangan pipa endotrakeal.
(c) Membersihkan jalan napas sesuai keperluan
Aspirasi mekoneum saat proses persalinan dapat menyebabkan pneumonia
aspirasi. Salah satu pendekatan obstetrik yang digunakan untuk mencegah aspirasi
adalah dengan melakukan penghisapan mekoneum sebelum lahirnya bahu
(intrapartum suctioning), namun bukti penelitian dari beberapa senter menunjukkan
bahwa cara ini tidak menunjukkan efek yang bermakna dalam mencegah aspirasi
mekonium.
Cara yang tepat untuk membersihkan jalan napas adalah bergantung pada
keaktifan bayi dan ada/tidaknya mekonium. Bila terdapat mekoneum dalam cairan
amnion dan bayi tidak bugar (bayi mengalami depresi pernapasan, tonus otot kurang
dan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit) segera dilakukan penghisapan trakea
sebelum timbul pernapasan untuk mencegah sindrom aspirasi mekonium. Penghisapan
trakea meliputi langkah-langkah pemasangan laringoskop dan selang endotrakeal ke
dalam trakea, kemudian dengan kateter penghisap dilakukan pembersihan daerah
mulut, faring dan trakea sampai glotis. Bila terdapat mekoneudalam cairan amnion

14
namun bayi tampak bugar, pembersihan sekret dari jalan napas dilakukan seperti pada
bayi tanpa mekoneum.
(d) Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada posisi yang
benar
Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret, dan mengeringkan akan
memberi rangsang yang cukup pada bayi untuk memulai pernapasan. Bila setelah
posisi yang benar, penghisapan sekret dan pengeringan, bayi belum bernapas adekuat,
maka perangsangan taktil dapat dilakukan dengan menepuk atau menyentil telapak
kaki, atau dengan menggosok punggung, tubuh atau ekstremitas bayi.
Bayi yang berada dalam apnu primer akan bereaksi pada hampir semua
rangsangan, sementara bayi yang berada dalam apnu sekunder, rangsangan apapun
tidak akan menimbulkan reaksi pernapasan. Karenanya cukup satu atau dua tepukan
pada telapak kaki atau gosokan pada punggung. Jangan membuang waktu yang
berharga dengan terus menerus memberikan rangsangan taktil.
Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori berikutnya
ditentukan dengan penilaian 3 tanda vital secara simultan (pernapasan, frekuensi
jantung). Waktu untuk setiap langkah adalah sekitar 30 detik, lalu nilai kembali, dan
putuskan untuk melanjutkan ke langkah berikutnya.

2. Ventilasi Tekanan Positif (VTP)


Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
Agar VTP efektif, kecepatan memompa (kecepatan ventilasi) dan tekanan ventilasi
harus sesuai.
Kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kali/menit.
Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut. Nafas pertama setelah lahir,
membutuhkan: 30-40 cm H2O. Setelah nafas pertama, membutuhkan: 15-20 cm
H2O. Bayi dengan kondisi atau penyakit paru-paru yang berakibat turunnya
compliance, membutuhkan: 20-40 cm H2O. Tekanan ventilasi hanya dapat diatur
apabila digunakan balon yang mempunyai pengukuran tekanan.
Observasi gerak dada bayi: adanya gerakan dada bayi turun naik merupakan bukti
bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti
menarik nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik
nafas panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang berarti tekanan
diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pneumothoraks.

15
Observasi gerak perut bayi: gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman
ventilasi yang efektif. Gerak paru mungkin disebabkan masuknya udara ke dalam
lambung.
Penilaian suara nafas bilateral: suara nafas didengar dengan menggunakan
stetoskop. Adanya suara nafas di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi
mendapat ventilasi yang benar.
Observasi pengembangan dada bayi: apabila dada terlalu berkembang, kurangi
tekanan dengan mengurangi meremas balon. Apabila dada kurang berkembang,
mungkin disebabkan oleh salah satu penyebab berikut: perlekatan sungkup kurang
sempurna, arus udara terhambat, dan tidak cukup tekanan. Apabila dengan tahapan
diatas dada bayi masih tetap kurang berkembang sebaiknya dilakukan intubasi
endotrakea dan ventilasi pipa-balon.

C. Inisiasi Menyusui Dini


Inisiasi Menyusui Dini atau early lactch on/breast crawl menurut UNICEF
merupakan kondisi ketika bayi mulai menyusui sendiri setelah lahir, yaitu ketika bayi
memiliki kemampuan untuk dapat menyusu sendiri, dengan kriteria terjadi kontak kulit
ibu dan kulit bayi setidaknya dalam waktu 60 menit pertama setelah bayi lahir.
Rooming-in dalam 24 jam memperbesar kesempatan untuk terjadi bonding dan
optimalisasi inisiasi menyusu dini. Selama memungkinkan, ibu dan bayi harus tetap
disatukan selama rawat inap di RS. Suatu RCT menunjukkan bahwa wanita multipara
yang bayinya dirawat di ruang terpisah memiliki rerata volume ASI yang lebih rendah
secara bermakna daripada wanita yang roomin-in dengan bayinya (Kruskal-Wallis, H =
14.68, nilai p= 0.0021). Gambaran ini juga tampak pada wanita primipara, hanya saja
perbedaannya tidak bermakna secara statistik (Kruskal-Wallis, H = 4.77, nilai p=0.19).
Disebutkan pula bahwa rooming-in pada wanita multipara berhubungan dengan
peningkatan rerata volume ASI sebanyak 149 ml.8
Bayi-bayi dengan usia kehamilan 34-36 minggu atau lebih, dapat memenuhi
semua kebutuhannya langsung dari ASI. Berdasarkan hasil penelitian refleks hisap
dengan EMG, diketahui bahwa refleks hisap yang efektif baru timbul pada bayi dengan
usia kehamilan 34 minggu.9

16
Oleh sebab itu, bila memungkinkan bayi baru lahir diletakkan pada payudara ibu segera
setelah dikeringkan dan dilakukan penilaian pada menit pertama karena:10
1. Penelitian menunjukkan bahwa semakin cepat bayi baru lahir dilekatkan pada
payudara ibu, semakin besar keberhasilan ibu dalam menyusui. Hal ini
didukung oleh suatu studi yang menunjukkan bahwa ibu yang bayinya
menghisap dalam 2 jam pertama postpartum memiliki volume ASI yang lebih
banyak secara bermakna pada hari keempat daripada yang tidak. Rerata volume
ASI adalah 284 ml (SE:14 ml) dan 184 ml (SE:27 ml) dengan nilai p=0.0006.
Bayi yang menyusu dalam 2 jam pertama pasca persalinan memiliki berat badan
yang lebih tinggi secara bermakna dibandingkan bayi yang tidak menyusu yaitu
3547.9 g (SE = 62.3) versus 3290.5 g (SE =88.7) (ANOVA F 1,75 = 4.98, nilai p
value = 0.0286.8 Stimulasi puting dengan penghisapan dapat mempercepat kala
tiga dengan mempercepat oksitosin maternal yang merangsang kontraksi uterus.

2. Meyakinkan ibu bahwa bayi dalam keadaan sehat.


Berikut ini langkah-langkah melakukan IMD yang dianjurkan:10
1. Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat persalinan.
2. Disarankan juga tidak menggunakan bahan kimia saat persalinan, karena
akan mengganggu dan mengurangi kepekaan bayi untuk mencari puting
susu ibu.
3. Begitu lahir, bayi diletakkan di perut ibu yang sudah dialasi kain kering.
4. Keringkan seluruh tubuh bayi termasuk kepala secepatnya, kecuali kedua
tangannya.
5. Tali pusat dipotong lalu diikat.
6. Vernix (zat lemak putih) yang melekat di tubuh bayi sebaiknya tidak
dibersihkan karena zat ini membuat nyaman kulit bayi. (Gambar 3)
7. Tanpa dibedong, bayi langsung ditengkurapkan di dada atau perut ibu
sehingga terjadi kontak kulit bayi dan kulit ibu.
8. Ibu dan bayi diselimuti bersama-sama. Jika perlu, bayi diberi topi untuk
mengurangi pengeluaran panas dari kepalanya.

3. Kontak Kulit & Menyusu Sendiri penting bagi ibu bayi karena:10
1. Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak
mencari payudara. Ini akan menurunkan kematian karena kedinginan
(hypothermia). (Gambar 5)

17
2. Saat merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari kulit
ibunya, dan dia akan menjilat-jilat kulit ibu, menelan bakteri baik di kulit
ibu. Bakteri baik ini akan berkembang biak membentuk koloni di kulit dan
usus bayi, menyaingi bakteri jahat dari lingkungan. (Gambar 6)
3. Ikatan kasih sayang antara ibu-bayi akan lebih baik karena pada 1-2 jam
pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setelah itu biasanya bayi tidur dalam
waktu lama.
4. Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernapasan dan detak jantung bayi lebih
stabil. Bayi akan lebih jarang menangis sehingga mengurangi pemakaian
energi.
5. Makanan awal non ASI mengandung zat putih telur yang bukan berasal dari
susu manusia, misalnya susu hewan. Hal ini dapat mengganggu
pertumbuhan fungsi usus dan mencetuskan alergi lebih awal.
6. Bayi yang diberi kesempatan menyusu dini lebih berhasil menyusui
eksklusif dan akan lebih lama disusui.
7. Hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi diputing susu dan
sekitarnya, emutan dan jilatan bayi pada puting ibu merangsang
pengeluaran hormon oksitosin.

Proses menyusui bayi pertama kali dilakukan oleh ibu dalam 1 jam pertama pasca
persalinan. Pada persalinan dengan tindakan misalnya seksio sesaria, proses IMD tetap
dapat dilakukan.
Dalam keadaan asfiksia, bayi diperbolehkan tidak mendapat IMD. Dalam keadaan ini
bayi memerlukan pertolongan segera untuk life saving.

18
Inisiasi Menyusu Dini

Kontak kulit ke kulit Breast crawl

Bonding crawl b
u www.promkes.com
Sumber:

Gambar Inisiasi Menyusui Dini


D. Perawatan Tali Pusat
Tali pusat pada umumnya diklem dengan forsep bedah segera setelah lahir. Lebih baik
jika membiarkan bayi menangis dengan baik beberapa kali sebelum melakukan klem tali
pusat supaya bayi mendapatkan darah tambahan dari plasenta. Tambahan darah tersebut
dapat mencegah anemia defisiensi besi pada tahun pertama kehidupan. Kajian sistematik
yang dilakukan oleh The Cochrane Library terhadap 7 studi RCT, menunjukkan bahwa
penundaan klem tali pusat (waktu maksimum penundaan adalah 120 detik) berhubungan
dengan transfusi akibat anemia yang lebih rendah (3 studi, 111 bayi, Risiko Relatif (RR)
2.01, 95% Interval Kepercayaan (IK) 1.24 - 3.27) atau tekanan darah rendah (2 studi, 58

19
bayi; RR 2.58, 95% IK 1.17 - 5.67) dan lebih sedikit perdarahan intraventrikular (5 studi,
225 bayi; RR 51.74, 95% IK 1.08 - 2.81) dibandingkan klem lebih dini.5
Tali pusat diklem 3-4 cm dari permukaan perut bayi, setelah bayi dikeringkan dan
dinilai maka forseps dapat diganti dengan klem tali pusat atau pengikat tali pusat steril.
Setelah persalinan, tunggul tali pusat masih basah dan lembut sehingga merupakan tempat
tumbuh yang ideal untuk bakteri. Setelah diklemselama 6 jam, seharusnya tunggul tali pusat
mengering dan tidak ditutup dengan perban. Jika tali pusat tetap lembut dalam 24 jam atau
menjadi basah dan berbau menusuk, maka tali pusat dirawat dengan surgical spirits setiap
3 jam.4

Gambar . Proses pelepasan tali pusat

Kajian sistematik yang dilakukan oleh Cochrane menyatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan bermakna insidens infeksi antara pemberian triple dye; klorheksidin; bubuk
salisilat; bubuk green clay; bubuk katoxin; dan fusin dibandingkan dengan perawatan
tali pusat kering/plasebo. Studi menunjukkan bahwa tidak ada keuntungan
menggunakan antibiotik atau antiseptik pada perawatan tali pusat dibandingkan dengan
perawatan kering. Selain itu didapatkan bahwa rata-rata waktu pelepasan tali pusat
20
pada: perawatan kering adalah 9 hari, bubuk 7 hari, alkohol 11 hari sedangkan
antibiotik 12 hari.6
E. Pemberian Farmakoterapi
1. Profilaksis Konjungtivitis Neonatorum
Konjungtivitis neonatorum merupakan konjungtivitis pada bayi baru lahir yang
terjadi dalam bulan pertama kehidupan, dengan manifestasi klinis berupa eritema dan
edema pada kelopak mata dan konjungtiva palpebra, sekret purulen dengan gambaran satu
atau lebih sel polimorfonuklear (PMN) pada pewarnaan Gram, yang dilihat dengan minyak
emersi, dari apus konjungtiva.11
Konjungtiva bayi baru lahir steril, namun segera terkolonisasi oleh berbagai
mikroorganisme baik patogen atau nonpatogen. Konjungtiva bayi rentan terinfeksi, tidak
hanya karena rendahnya kadar agen nonbakterial dan protein (lisozim dan imunoglobulin
A dan G), juga karena lapisan film air mata (tear film) dan alirannya baru terbentuk.12
Isenberg (1995) menemukan 4 faktor risiko perinatal terhadap konjungtivitis
neonatorum yaitu vaginitis maternal, terdapat mekonium pada kelahiran, persalinan pada
lingkungan nonsteril, dan endometritis pascapersalinan.13 Yetman dan Coody (1997)
mengemukakan faktor risiko lain yaitu ketuban pecah dini/premature rupture of membrane
(PROM), penyakit menular seksual (yang positif maupun suspek), trauma lokal pada mata
sewaktu persalinan.14
Terdapat 2 tipe konjungtivitis neonatorum, yaitu aseptik dan septik.15 Tipe aseptik
(konjungtivitis kimia) disebabkan oleh penggunaan tetes mata argentin nitrat untuk
profilaksis.Tipe septik disebabkan oleh infeksi bakteri dan virus.16 Mayoritas penyebab nya
adalah infeksi Chlamydia trachomatis disusul oleh Neisseria gonorrhea dengan mekanisme
penularan selama persalinan melalui jalan lahir dari ibu yang terinfeksi. Perbandingan
manifestasi klinis dapat dilihat pada tabel 1.11 Gonokokus merupakan agen penyebab
infeksi yang paling virulen, dan merupakan penyebab tersering kebutaan pada tahun
pertama kehidupan sehingga memerlukan profilaksis pada bayi baru lahir.11
Untuk mencegah konjungtivitis, kepada bayi baru lahir secara rutin diberikan salep
atau tetes mata perak nitrat, eritromisin atau tetrasiklin.

2. Pemberian Profilaksis Vitamin K pada Bayi Baru Lahir


Permasalahan pada Perdarahan akibat Defisiensi Vitamin K (PDVK) adalah
terjadinya perdarahan otak dengan angka kematian 10-50% yang umumnya terjadi pada
bayi dalam rentang umur 2 minggu sampai 6 bulan, dengan akibat angka kecacatan 30-
50%. Data dari Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
21
Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 1990-2000 menunjukkan
terdapatnya 21 kasus PDVK, 17 kasus (81%) mengalami komplikasi perdarahan
intrakranial dengan angka kematian 19%. (Catatan Medik IKA-RSCM, tahun 2000).
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya PDVK antara lain ibu yang selama
kehamilan mengkonsumsi obat-obatan yang mengganggu metabolisme vitamin K
seperti, obat antikoagulan oral (warfarin); obat-obat antikonvulsan (fenobarbital,
fenitoin, karbamazepin); obat-obat antituberkulosis (INH, rifampicin); sintesis vitamin
K yang kurang oleh bakteri usus (pemakaian antibiotik, khususnya pada bayi kurang
bulan); gangguan fungsi hati (kolestasis); kurangnya asupan vitamin K dapat terjadi
pada bayi yang mendapat ASI eksklusif, karena ASI memiliki kandungan vitamin K
yang rendah yaitu <20 ug/L bila dibandingkan dengan susu sapi yang memiliki
kandungan vitamin K 3 kali lipat lebih banyak (60 ug/L). Selain itu asupan vitamin K
yang kurang juga disebabkan sindrom malabsorpsi dan diare kronik. 13,14,15,16,17
International Society on Thrombosis and Haemostasis, Pediatric/Perinatal
Subcommittee seperti yang dilaporkan oleh Sutor dkk24 (tahun 1999) dan Isarangkura
dkk (Thailand, 1989) menyatakan bahwa pemberian vitamin K baik secara oral maupun
IM sama efektif. Efikasi profilaksis oral meningkat dengan pemberian berulang 3 kali
daripada dosis tunggal, dan efikasi lebih tinggi bila diberikan dalam dosis 2 mg dari
pada dosis 1 mg. Pemberian vitamin K oral yang diberikan tiap hari atau tiap minggu
sama efektif dengan profilaksis vitamin K IM.17
3. Pemberian Vaksin Hepatitis B0
Vaksin Hepatitis B (hepB) harus segera diberikan setelah lahir, mengingat
vaksinasi hepB merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk
memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya.
Imunisasi Hepatitis B ditujukan untuk memberi tubuh kekebalan terhadap penyakit
Hepatitis B. Kandungan vaksin Hepatitis B ini adalah HBsAg dalam bentuk
cair. Imunisasi Hepatitis ini diberikan melalui injeksi intramuskular dalam. Dosis
pertama (HB-0) diberikan segera setelah bayi lahir atau kurang dari 7 hari setelah
kelahiran. Vaksin ini menggunakan PID ( Prefilled Injection Device ), merupakan
jenis alat suntik yang hanya bisa digunakan sekali pakai dan telah berisi vaksin dosis
tunggal dari pabrik.
Vaksin ini diberikan dengan dosis 0,5 ml. Vaksin tidak hanya diberikan pada
bayi. Vaksin juga diberikan pada anak usia 12 tahun yang di masa kecilnya belum

22
diberi vaksin Hepatitis B. Selain itu orang-orang yang berada dalam rentan risiko
Hepatitis B sebaiknya juga diberi vaksin ini (Proverawati, 2010). Vaksin diberikan
secara intramuskular dalam. Pada neonatus dan bayi diberikan di anterolateral paha.
Efek samping yang terjadi umumnya berupa reaksi lokal seperti rasa sakit,
kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi
bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari. Kadang kadang dapat
menimbulkan demam ringan untuk 1-2 hari.
Kontraindikasi dari vaksi ini berupa Hipersensitif terhadap komponen
vaksin. Sama halnya seperti vaksin-vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan
kepada penderita infeksi berat yang disertai kejang. Kehamilan dan laktasi bukan
indikasi kontra imunisasi VHB.
o Hepatitis B saat bayi lahir, tergantung status HBsAg ibu
1. Bayi lahir dari ibu dengan status HBsAg yang tidak diketahui hepB
harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan dilanjutkan pada
umur 1 bulan dan 3-6 bulan. Apabila semula status HBsAg ibu tidak
diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu
HBsAg positif maka ditambahkan Hepatitis B Imunoglobulin (HBIg) 0,5 ml
sebelum bayi berumur 7 hari.
2. Bayi lahir dari ibu dengan status HBsAg positif diberikan vaksin hepB dan
HBIg 0,5 ml secara bersamaan dalam waktu 12 jam setelah lahir.

F. Penilaian Umur kehamilan pada Bayi Baru Lahir


1. New Ballard Score
Sistem penilaian ini dikembangkan oleh Dr. Jeanne L Ballard, MD untuk
menentukan usia gestasi bayi baru lahir melalui penilaian neuromuskular dan fisik.
Penilaian neuromuskular meliputi postur, square window, arm recoil, sudut popliteal, scarf
sign dan heel to ear maneuver. Penilaian fisik yang diamati adalah kulit, lanugo,
3
permukaan plantar, payudara, mata/telinga, dan genitalia .

1. Penilaian Maturitas Neuromuskular

3,4
a. Postur

23
Tonus otot tubuh tercermin dalam postur tubuh bayi saat istirahat dan adanya
tahanan saat otot diregangkan (Gambar II.3). Ketika pematangan berlangsung,
berangsur-angsur janin mengalami peningkatan tonus fleksor pasif dengan arah
sentripetal, dimana ekstremitas bawah sedikit lebih awal dari ekstremitas atas. Pada
awal kehamilan hanya pergelangan kaki yang fleksi. Lutut mulai fleksi bersamaan
dengan pergelangan tangan. Pinggul mulai fleksi, kemudian diikuti dengan abduksi
siku, lalu fleksi bahu. Pada bayi prematur tonus pasif ekstensor tidak mendapat
perlawanan, sedangkan pada bayi yang mendekati matur menunjukkan perlawanan
tonus fleksi pasif yang progresif.

Untuk mengamati postur, bayi ditempatkan terlentang dan pemeriksa menunggu


sampai bayi menjadi tenang pada posisi nyamannya. Jika bayi ditemukan terlentang,
dapat dilakukan manipulasi ringan dari ekstremitas dengan memfleksikan jika
ekstensi atau sebaliknya. Hal ini akan memungkinkan bayi menemukan posisi dasar
kenyamanannya. Fleksi panggul tanpa abduksi memberikan gambaran seperti posisi
kaki kodok.

24
3
Gambar II.3. Postur Bayi
3,4
b. Square Window

Fleksibilitas pergelangan tangan dan atau tahanan terhadap peregangan ekstensor


memberikan hasil sudut fleksi pada pergelangan tangan. Pemeriksa meluruskan jari-
jari bayi dan menekan punggung tangan dekat dengan jari-jari dengan lembut. Hasil
sudut antara telapak tangan dan lengan bawah bayi dari preterm hingga posterm
diperkirakan berturut-turut > 90 , 90 , 60 , 45 , 30 , dan 0 (Gambar II.4)

25
3
Gambar II.4. Square Window

3,4,6
c. Arm Recoil

Manuver ini berfokus pada fleksor pasif dari tonus otot biseps dengan mengukur
sudut mundur singkat setelah sendi siku difleksi dan ekstensikan. Arm recoil
dilakukan dengan cara evaluasi saat bayi terlentang. Pegang kedua tangan bayi,
fleksikan lengan bagian bawah sejauh mungkin dalam 5 detik, lalu rentangkan kedua
lengan dan lepaskan.Amati reaksi bayi saat lengan dilepaskan. Skor 0: tangan tetap
terentang/ gerakan acak, Skor 1: fleksi parsial 140-180 , Skor 2: fleksi parsial 110-
140 , Skor 3: fleksi parsial 90-100 , dan Skor 4: kembali ke fleksi penuh (Gambar
II.5).
3
Gambar II.5. Arm Recoil

3,4,6
d. Popliteal Angle

Manuver ini menilai pematangan tonus fleksor pasif sendi lutut dengan menguji
resistensi ekstremitas bawah terhadap ekstensi. Dengan bayi berbaring telentang, dan
tanpa popok, paha ditempatkan lembut di perut bayi dengan lutut tertekuk penuh.
Setelah bayi rileks dalam posisi ini, pemeriksa memegang kaki satu sisi dengan
lembut dengan satu tangan sementara mendukung sisi paha dengan tangan yang lain.
Jangan memberikan tekanan pada paha belakang, karena hal ini dapat mengganggu
interpretasi.

Kaki diekstensikan sampai terdapat resistensi pasti terhadap ekstensi. Ukur sudut
yang terbentuk antara paha dan betis di daerah popliteal. Perlu diingat bahwa
pemeriksa harus menunggu sampai bayi berhenti menendang secara aktif sebelum
melakukan ekstensi kaki. Posisi Frank Breech pralahir akan mengganggu manuver
ini untuk 24 hingga 48 jam pertama usia karena bayi mengalami kelelahan fleksor
berkepanjangan intrauterine. Tes harus diulang setelah pemulihan telah
terjadi (Gambar II.6).

3
Gambar II.6. Popliteal Angle

3,4,7
e. Scarf Sign

Manuver ini menguji tonus pasif fleksor gelang bahu. Dengan bayi berbaring
telentang, pemeriksa mengarahkan kepala bayi ke garis tengah tubuh dan mendorong
tangan bayi melalui dada bagian atas dengan satu tangan dan ibu jari dari tangan sisi
lain pemeriksa diletakkan pada siku bayi. Siku mungkin perlu diangkat melewati
badan, namun kedua bahu harus tetap menempel di permukaan meja dan kepala
tetap lurus dan amati posisi siku pada dada bayi dan bandingkan dengan angka pada
lembar kerja, yakni, penuh pada tingkat leher (-1); garis aksila kontralateral (0);
kontralateral baris puting (1); prosesus xyphoid (2); garis puting ipsilateral (3); dan
garis aksila ipsilateral (4) (Gambar II.7).

3
Gambar II.7. Scarf Sign

3,7
f. Heel to Ear

Manuver ini menilai tonus pasif otot fleksor pada gelang panggul dengan
memberikan fleksi pasif atau tahanan terhadap otot-otot posterior fleksor pinggul.
Dengan posisi bayi terlentang lalu pegang kaki bayi dengan ibu jari dan telunjuk,
tarik sedekat mungkin dengan kepala tanpa memaksa, pertahankan panggul pada
permukaan meja periksa dan amati jarak antara kaki dan kepala serta tingkat ekstensi
lutut ( bandingkan dengan angka pada lembar kerja). Penguji mencatat lokasi
dimana resistensi signifikan dirasakan. Hasil dicatat sebagai resistensi tumit ketika
berada pada atau dekat: telinga (-1); hidung (0); dagu (1); puting baris (2); daerah
pusar (3); dan lipatan femoralis (4) (Gambar II.8).

3
Gambar II.8. Heel to Ear

2. Penilaian Maturitas Fisik


3
a. Kulit

Pematangan kulit janin melibatkan pengembangan struktur intrinsiknya


bersamaan dengan hilangnya secara bertahap dari lapisan pelindung, yaitu vernix
caseosa. Oleh karena itu kulit menebal, mengering dan menjadi keriput dan / atau
mengelupas dan dapat timbul ruam selama pematangan janin. Fenomena ini bisa
terjadi dengan kecepatan berbeda-beda pada masing-masing janin tergantung pada
pada kondisi ibu dan lingkungan intrauterin.

Sebelum perkembangan lapisan epidermis dengan stratum corneumnya, kulit


agak transparan dan lengket ke jari pemeriksa. Pada usia perkembangan selanjutnya
kulit menjadi lebih halus, menebal dan menghasilkan pelumas, yaitu vernix, yang
menghilang menjelang akhir kehamilan pada keadaan matur dan pos matur,
janindapat mengeluarkan mekonium dalam cairan ketuban. Hal ini dapat
mempercepat proses pengeringan kulit, menyebabkan mengelupas, pecah-pecah,
dehidrasi, sepeti sebuah perkamen.

3,4
b. Lanugo

Lanugo adalah rambut halus yang menutupi tubuh fetus. Pada extreme
prematurity kulit janin sedikit sekali terdapat lanugo. Lanugo mulai tumbuh pada
usia gestasi 24 hingga 25 minggu dan biasanya sangat banyak, terutama di bahu dan
punggung atas ketika memasuki minggu ke 28.

Lanugo mulai menipis dimulai dari punggung bagian bawah. Daerah yang tidak
ditutupi lanugo meluas sejalan dengan maturitasnya dan biasanya yang paling luas
terdapat di daerah lumbosakral. Pada punggung bayi matur biasanya sudah tidak
ditutupi lanugo. Variasi jumlah dan lokasi lanugo pada masing-masing usia gestasi
tergantung pada genetik, kebangsaan, keadaan hormonal, metabolik, serta pengaruh
gizi. Sebagai contoh bayi dari ibu dengan diabetes mempunyai lanugo yang sangat
banyak.

Pada melakukan skoring pemeriksa hendaknya menilai pada daerah yang


mewakili jumlah relatif lanugo bayi yakni pada daerah atas dan bawah dari
punggung bayi (Gambar II.9).
3
Gambar II.9. Lanugo

3,7
c. Permukaan Plantar

Garis telapak kaki pertama kali muncul pada bagian anterior ini kemungkinan
berkaitan dengan posisi bayi ketika di dalam kandungan. Bayi dari ras selain kulit
putih mempunyai sedikit garis telapak kaki lebih sedikit saat lahir. Di sisi lain pada
bayi kulit hitam dilaporkan terdapat percepatan maturitas neuromuskular sehingga
timbulnya garis pada telapak kaki tidak mengalami penurunan. Namun demikian
penialaian dengan menggunakan skor Ballard tidak didasarkan atas ras atau etnis
tertentu.

Bayi very premature dan extremely immature tidak mempunyai garis pada
telapak kaki. Untuk membantu menilai maturitas fisik bayi tersebut berdasarkan
permukaan plantar maka dipakai ukuran panjang dari ujung jari hingga tumit. Untuk
jarak kurang dari 40 mm diberikan skor -2, untuk jarak antara 40 hingga 50 mm
diberikan skor -1. Hasil pemeriksaan disesuaikan dengan skor di tabel (Gambar
II.10).
3
Gambar II.10. Permukaan Plantar

3,4
d. Payudara

Areola mammae terdiri atas jaringan mammae yang tumbuh akibat stimulasi
esterogen ibu dan jaringan lemak yang tergantung dari nutrisi yang diterima janin.
Pemeriksa menilai ukuran areola dan menilai ada atau tidaknya bintik-bintik akibat
pertumbuhan papila Montgomery (Gambar II.11). Kemudian dilakukan palpasi
jaringan mammae di bawah areola dengan ibu jari dan telunjuk untuk mengukur
9
diameternya dalam milimeter .

3
Gambar II.11. Payudara Neonatus
3,4,6
e. Mata/Telinga

Daun telinga pada fetus mengalami penambahan kartilago seiring


perkembangannya menuju matur. Pemeriksaan yang dilakukan terdiri atas palpasi
ketebalan kartilago kemudian pemeriksa melipat daun telinga ke arah wajah
kemudian lepaskan dan pemeriksa mengamati kecepatan kembalinya daun telinga
ketika dilepaskan ke posisi semulanya (Gambar II.12).

3
Gambar II.12. Pemeriksaan Daun Telinga

Pada bayi prematur daun telinga biasanya akan tetap terlipat ketika dilepaskan.
Pemeriksaan mata pada intinya menilai kematangan berdasarkan perkembangan
palpebra. Pemeriksa berusaha membuka dan memisahkan palpebra superior dan
inferior dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari. Pada bayi extremely
premature palpebara akan menempel erat satu sama lain (Gambar II.13). Dengan
bertambahnya maturitas palpebra kemudian bisa dipisahkan walaupun hanya satu
sisi dan meningggalkan sisi lainnya tetap pada posisinya.

Hasil pemeriksaan pemeriksa kemudian disesuaikan dengan skor dalam tabel.


Perlu diingat bahwa banyak terdapat variasi kematangan palpebra pada individu
dengan usia gestasi yang sama. Hal ini dikarenakan terdapat faktor seperti stres
intrauterin dan faktor humoral yang mempengaruhi perkembangan kematangan
palpebra.
3
Gambar II.13. Palpebra Neonatus Prematur

3,4,9
f. Genital (Pria)

Testis pada fetus mulai turun dari cavum peritoneum ke dalam scrotum kurang
lebih pada minggu ke 30 gestasi. Testis kiri turun mendahului testis kanan yakni
pada sekitar minggu ke 32. Kedua testis biasanya sudah dapat diraba di canalis
inguinalis bagian atas atau bawah pada minggu ke 33 hingga 34 kehamilan.
Bersamaan dengan itu, kulit skrotum menjadi lebih tebal dan membentuk rugae
(Gambar II.14) .

Testis dikatakan telah turun secara penuh apabila terdapat di dalam zona
berugae. Pada nenonatus extremely premature scrotum datar, lembut, dan kadang
belum bisa dibedakan jenis kelaminnya. Berbeda halnya pada neonatus matur hingga
posmatur, scrotum biasanya seperti pendulum dan dapat menyentuh kasur ketika
berbaring. Pada cryptorchidismus scrotum pada sisi yang terkena kosong,
hipoplastik, dengan rugae yang lebih sedikit jika dibandingkan sisi yang sehat atau
sesuai dengan usia kehamilan yang sama.
3
Gambar II.14. Pemeriksaan Genitalia Neonatus laki-laki

3,4,9
g. Genital (wanita)

Untuk memeriksa genitalia neonatus perempuan maka neonatus harus


o
diposisikan telentang dengan pinggul abduksi kurang lebih 45 dari garis horisontal.
Abduksi yang berlebihan dapat menyebabkan labia minora dan klitoris tampak lebih
9
menonjol sedangkan aduksi menyebabkankeduanya tertutupi oleh labia majora .

Pada neonatus extremely premature labia datar dan klitoris sangat menonjol dan
menyerupai penis. Sejalan dengan berkembangnya maturitas fisik, klitoris menjadi
tidak begitu menonjol dan labia minora menjadi lebih menonjol. Mendekati usia
kehamilan matur labia minora dan klitoris menyusut dan cenderung tertutupi oleh
labia majora yang membesar (Gambar II.15).

Labia majora tersusun atas lemak dan ketebalannya bergantung pada nutrisi
intrauterin. Nutrisi yang berlebihan dapat menyebabkan labia majora menjadi besar
pada awal gestasi. Sebaliknya nutrisi yang kurang menyebabkan labia majora
cenderung kecil meskipun pada usia kehamilan matur atau posmatur dan labia
minora serta klitoris cenderung lebih menonjol.
3
Gambar II.15. Penilaian Genitalia Neonatus Wanita

3
3. Interpretasi Hasil

Masing-masing hasil penilaian baik maturitas neuromuskular maupun fisik


disesuaikan dengan skor di dalam tabel (Tabel II.2) dan dijumlahkan hasilnya.
Interpretasi hasil dapat dilihat pada tabel skor.

Tabel. New Ballard Score


2. Kurva Lubchencko
Kurva lubchencko adalah kurva pertumbuhan yang disajikan dalam bentuk
tabel. Dengan kurva ini diharapkan dapat menunjukkan hubungan pertumbuhan janin
dan usia kehamilan. Penyesuaian antara umur kehamilan dengan berat badan bayi baru
lahir disebutkan dalam batas normal apabila berada dalam percentil 10 sampai persentil
90 dalam kurva lubchencko.

Berdasarkan kurva diatas, maka berat badan menurut usia kehamilan dapat digolongkan
sebagai berikut :
a. Kecil Masa Kehamilan (KMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB dibawah persentil ke-
10
b. Sesuai masa kehamilan (SMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB diantara persentil ke
10 dan persentil ke 90
c. Besar Masa kehamilan (BMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB diatas persentil ke 90
pada kurva lubchencko

G. Melakukan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir normal


Dalam waktu 24 jam setelah bayi lahir lakukan pemeriksaan fisik pada bayi. Ketika
melakukan pemeriksaan fisik pada bayi lahir normal hal - hal yang harus diperhatikan
oleh petugas adalah informasikan prosedur terlebih dahulu pada orang tua, gunakan
tempat yang hangat dan bersih untuk pemeriksaan, cuci tangan sebelum dan sesudah
pemeriksaan, gunakan sarung tangan dan bertindak lembut pada saat menangani bayi,
lepaskan pakaian hanya pada area yang diperiksa, untuk mencegah kehilangan panas,
lakukan prosedur yang mengganggu seperti menguji refleks pada tahap akhir, lakukan
secara cepat untuk menghindari stress pada bayi. Petugas dapat melihat, mendengarkan
dan merasakan tiap tiap daerah yang akan diperiksa yang dimulai dari kepala dan
berlanjut secara sistematik menuju kaki. Jika ditemukan faktor resiko atau masalah,
petugas dapat meminta bantuan yang memang diperlukan. Rekam dan catatlah hasil
pengamatan setiap hasil pemeriksaan dan setiap tindakan yang diperlukan lebih lanjut

Langkah langkah dalam pemeriksaan fisik pada bayi :


Pemeriksaan umum, Pemeriksaan umum dilakukan pada bayi baru lahir adalah
pengukuran Anthopometri yaitu pengukuran lingkar kepala yang dalam keadaan
normal berkisar 33 35 cm, lingkar dada 30,5 33 cm, panjang badan 45 50 cm,
berat badan bayi 2500 gram 4500 gram
Pemeriksaan tanda tanda vital. Suhu tubuh, nadi, pernapasan bayi baru lahir
bervariasi dalam berespon terhadap lingkungan.
1. Suhu tubuh
Pada saat lahir suhu tubuh bayi hampir sama dengan suhu tubuh ibunya. Namun
demikian bayi memiliki sedikit lemak, luas permukaan tubuh yang besar dan
sirkulasi pernapasan yang belum sempurna, sehingga bayi mudah jatuh dalam
kondisi hipotermi. Suhu bayi dalam keadaan normal berkisar antara 36,5 derajat
celcius - 37,5 derajat celcius pada pengukuran diaksila.
2. Nadi
Denyut nadi bayi tergantung dari aktivitas bayi. Nadi dapat menjadi tidak teratur
karena adanya rangsangan seperti menangis, perubahan suhu yang tiba tiba.
Denyut nadi bayi yang normal berkisar 120 140 kali permenit.
3. Pernapasan,
Pernapasan pada bayi baru lahir tidak teratur kedalaman, kecepatan, iramanya.
Pernapasannya bervariasi dari 30 sampai 60 kali permenit. Pernapasan juga
dipengaruhi oleh aktivitas bayi seperti menangis, serta perubahan suhu yang tiba-
tiba.
4. Tekanan darah,
Tekanan darah bayi baru lahir rendah dan sulit untuk diukur secara akurat. Meskipun
tidak secara rutin diukur pada waktu lahir, tekanan darah yang dilakukan dengan
ultrasonografi Doppler merupakan metode yang paling akurat pada bayi. Metode ini
mengukur sistolik dan diastolik serta tekanan arteri rata rata tekanan darah pada
waktu lahir adalah 80/46mmHg.
Pemeriksaan fisik secara sistematik (head to head)
Pemeriksaan fisik secara sistematik pada bayi baru lahir dimulai dari :
1. Kepala
Raba sepanjang garis sutura dan fontanel, apakah ukuran dan tampilannya normal.
Sutura yang berjarak lebar mengindikasikan bayi preterm, moulding yang buruk atau
hidrosefalus. Pada kelahiran spontan letak kepala, sering terlihat tulang kepala tumpang
tindih yang disebut moulding atau moulase. Keadaan ini normal kembali setelah beberapa
hari sehingga ubun ubun mudah diraba. Perhatikan ukuran dan ketegangannya. Fontanel
anterior harus diraba, fontanel yang besar dapat terjadi akibat prematuritas atau
hidrosefalus, sedangkan yang terlalu kecil terjadi pada mikrosefali. Jika fontanel menonjol,
hal ini diakibatkan peningkatan tekanan intracranial, sedangkan yang cekung dapat terjadi
akibat dehidrasi. Terkadang teraba fontanel ketiga antara fontanel anterior dan posterior,
hal ini terjadi karena adanya trisomi 21.
Periksa adanya trauma kelahiran misalnya : caput suksedaneum, sefalhematoma,
perdarahan subaponeurotik/ fraktur tulang tengkorak. Perhatikan adanya kelainan
congenital seperti : anensefali, mikrosefali, kraniotabes dan sebagainya.

2. Telinga
Periksa dan pastikan jumlah, bentuk dan posisinya pada bayi cukup bulan, tulang
rawan sudah matang. Daun telinga harus berbentuk sempurna dengan lengkungan yang
jelas dibagian atas. Perhatikan letak daun telinga. Daun telinga yang letaknya rendah (low
set ears) terdapat pada bayi yang mengalami sindrom tertentu (Pierre robin). Perhatikan
adanya kulit tambahan atau aurikel hal ini dapat berhubungan dengan abnormalitas ginjal.

3. Mata
Hipertelorisme okular, mata dengan jarak lebar, jarak lebih dari 3 cm antara kantus mata
bagaian dalam dapat dideteksi. Periksa jumlah, posisi atau letak mata. Periksa adanya
strabismus yaitu koordinasi mata yang belum sempurna. Periksa adanya glaukoma
kongenital, mulanya akan tampak sebagai pembesaran kemudian sebagai kekeruhan pada
kornea. Katarak congenital akan mudah terlihat yaitu pupil berwarna putih. Pupil harus
tampak bulat.Terkadang ditemukan bentuk seperti lubang kunci (kolobama) yang dapat
mengindikasikan adanya defek retina. Periksa adanya trauma seperti palpebra, perdarahan
konjungtiva atau retina, adanya secret pada mata, konjungtivitis oleh kuman gonokokus
dapat terjadi panoftalmia dan menyebabkan kebutaan. Apabila ditemukan epichantus
melebar kemungkinan bayi mengalami sindrom down.
4. Hidung dan Mulut
Bibir bayi baru lahir harus kemerahan dan lidahnya harus rata dan simetris.Bibir
dipastikan tidak adanya sumbing, dan langit langit harus tertutup.Refleks hisap bayi
harus bagus, dan berespons terhadap rangsangan. Kaji bentuk dan lebar hidung, pada bayi
cukup bulan lebarnya harus lebih dari 2,5 cm. Bayi harus bernapas dengan hidung, jika
melalui mulut harus diperhatikan kemungkinan ada obstruksi jalan napas karena atresia
koana bilateral, fraktur tulang hidung atau ensefalokel yang menonjol ke nasofaring.
Periksa adanya sekret yang mukopurulen yang terkadang berdarah, hal ini kemungkinan
adanya sifilis congenital. Periksa adanya pernapasan cuping hidung, jika cuping hidung
mengembang menunjukkan adanya rangsangan pernapasan.

5. Leher
Ukuran leher normalnya pendek dengan banyak lipatan tebal. Leher berselaput
berhubungan dengan abnormalitas kromosom.Periksa kesimetrisannya. Pergerakannya
harus baik. Jika terdapat keterbatasan pergerakan kemungkinan ada kelainan tulang leher.
Periksa adanya trauma leher yang dapat menyebabkan kerusakan pada fleksus brakhialis.
Lakukan perabaan untuk mengidentifikasi adanya pembengkakan. Periksa adanya
pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis. Adanya lipatan kulit yang berlebihan di
bagian belakang leher menunjukkan adanya kemungkinan trisomi 21

6. Dada
Kontur dan simetrisitas dada normalnya adalah bulat dan simetris. Payudara baik pada
laki laki maupun perempuan terlihat membesar karena pengaruh hormone wanita dari
darah ibu. Periksa kesimetrisan gerakan dada saat bernapas. Apabila tidak simetris
kemungkinan bayi mengalami pneumotoraks, paresis diafragma atau hernia diafragmatika.
Pernapasan yang normal dinding dada dan abdomen bergerak secara bersamaan.Tarikan
sternum atau interkostal pada saat bernapas perlu diperhatikan.

7. Bahu, lengan dan tangan


Gerakan normal, kedua lengan harus bebas bergerak, jika gerakan kurang kemungkinan
adanya kerusakan neurologis atau fraktur. Periksa jumlah jari. Perhatikan adanya
polidaktili atau sidaktili. Telapak tangan harus dapat terbuka, garis tangan yang hanya satu
buah berkaitan dengan abnormalitas kromosom, seperti trisomi 21. Periksa adanya
paronisia pada kuku yang dapat terinfeksi atau tercabut, sehingga menimbulkan luka dan
perdarahan.

8. Perut
Bentuk, penonjolan sekitar tali pusat pada saat menangis, perdarahan tali pusat. Perut
harus tampak bulat dan bergerak secara bersamaan dengan gerakan dada saat bernapas.
Kaji adanya pembengkakan, jika perut sangat cekung kemungkinan terdapat hernia
diafragmatika, perut yang membuncit kemungkinan karena hepato-splenomegali atau
tumor lainnya. Jika perut kembung kemungkinan adanya enterokolitis vesikalis, omfalokel
atau duktus omfaloentriskus persisten.

9. Kelamin
Pada wanita labia minora dapat ditemukan adanya verniks dan smegma (kelenjer kecil
syang terletak di bawah prepusium mensekresi bahan yang seperti keju) pada lekukan.
Labia mayora normalnya menutupi labia minora dan klitoris. Klitoris normalnya menonjol.
Menstruasi palsu kadang ditemukan, diduga pengaruh hormon ibu disebut juga
psedomenstruasi. Normalnya terdapat umbai himen. Pada bayi laki-laki rugae normalnya
tampak pada skrotum dan kedua testis turun kedalam skrotum. Meatus urinarius normalnya
terletak pada ujung glands penis. Epispadia adalah istilah yang digunakan untuk
menjelaskan kondisi meatus berada dipermukaan dorsal. Hipospadia untuk menjelaskan
kondisi meatus berada dipermukaan ventral penis.

10. Ekstremitas atas dan bawah


Ekstremitas bagian atas normalnya fleksi dengan baik, dengan gerakan yang simetris.
Refleks menggenggam normalnya ada.Kelemahan otot parstial atau komplet dapat
menandakan trauma pada pleksus brakhialis. Nadi brakhialis normalnya ada. Ekstremitas
bagian bawah normalnya pendek, bengkok dan fleksi dengan baik. Nadi femoralis dan
pedis normalnya ada
11. Punggung
Periksa spina dengan cara menelungkupkan bayi, cari adanya tanda-tanda abnormalitas
seperti spina bifida, pembengkakan atau cekungan, lesung atau bercak kecil berambut yang
dapat menunjukkan adanya abnormalitas medulla spinalis atau kolumna vertebra.
12. Kulit
Verniks (tidak perlu dibersihkan karena adanya untuk menjaga kehangatan tubuh bayi),
warna, pembengkakan atau bercak-bercak hitam, tanda tanda lahir. Perhatikan adanya
lanugo, jumlah yang banyak terdapat pada bayi kurang bulan.
13. Refleks
Refleks berkedip, batuk, bersin, dan muntah ada pada waktu lahir dan tetap tidak
berubah sampai masa dewasa. Beberapa refleks lain normalnya ada waktu lahir, yang
menunjukkan imaturitas neurologis, refleks refleks tersebut akan hilang pada tahun
pertama. Tidak adanya refleks refleks ini menandakan masalah neurologis yang serius.

Pemeriksaan Bayi Baru Lahir


Waktu pemeriksaan bayi baru lahir adalah sebagai berikut:2
Bayi lahir di fasilitas kesehatan Bayi lahir dirumah
1. Baru Lahir , 1. Baru lahir, setelah IMD,
Setelah IMD, pemberian
pemberian vitamin K1 dan
vitamin K1 dan salep / tetes
salep / tetes mata antibiotic
mata antibiotik.
2. Usia 6-12 jam 2. Sebelum bidan meninggalkan
bayi
3. Dalam 1 minggu pascalahir 3. Dalam 1 minggu pasca lahir,
dianjurkan dalam 2-3 hari dianjurkan dalam 2-3 hari.
4. Dalam minggu ke 2 4. Dalam minggu ke 2
pascalahir pascalahir

Anamnesis:
1. Keluhan tentang bayinya
2. Masalah kesehatan pada ibu yang mungkin berdampak pada bayi (TBC, demam saat
persalinan, KPD > 18 jam, hepatitis B atau C, sifilis, HIV/AIDS, penggunaan obat).
3. Cara, waktu, tempat bersalin dan tindakan yang diberikan pada bayi jika ada.
4. Warna air ketuban
5. Riwayat bayi buang air kecil dan besar
6. Frekuensi bayi menyusu dan kemampuan menghisap

Pemeriksaan fisis
Prinsip:
Pemeriksaan dilakukan dalam keadaan bayi tenang (tidak menangis).
Pemeriksaan tidak harus berurutan, dahulukan menilai pernapasan dan tarikan
dinding dada bawah, denyut jantung serta perut.

Pemeriksan fisis yang dilakukan Keadaan Normal

Lihat Postur, tonus dan aktivitas Posisi tungkai dan lengan fleksi
Bayi sehat akan bergerak aktif
Lihat Kulit Wajah, bibir dan selaput lendir, dada
harus berwarna merah mudah, tanpa
adanya kemerahan atau bisul
Hitung pernapasan dan lihat tarikan dinding Frekuensi nafas normal 40-60 kali per
dada bawah ketika bayi sedang tidak menangis. menit.
Tidak ada tarikan dinding dada bawah
yang dalam
Hitung denyut jantung dengan meletakkan Frekuensi denyut jantung normal 120-
stetoskop di dada kiri setinggi apeks kordis 160 kali per menit
Lakukan pengukuran suhu ketiak dengan Suhu normal adalah 36,5-37,5 C
thermometer
Lihat dan raba bagian kepala Bentuk kepala terkadang asimetris
karena penyesuaian pada saat proses
persalinan, umumnya hilang dalam 48
jam
Ubun-ubun besar rata atau tidak
membonjol, dapat sedikit membonjol
saat bayi menangis.
Lihat mata Tidak ada kotoran / secret

Lihat bagian dalam mulut. Bibir, gusi, langit - langit utuh dan
- Masukan satu jari yang menggunakan tidak ada bagian yang terbelah.
sarung tangan kedalam mulut, raba Nilai kekuatan isap bayi. Bayi akan

langit-langit. mengisap kuat jari pemeriksa


Lihat dan raba perut Perut bayi datar, teraba lemas.
Lihat tali pusat Tidak ada perdarahan, pembengkakan,
nanah, bau yang tidak enak pada tali
pusat atau kemerahan sekitar tali pusat
Lihat punggung dan raba tulang belakang Kulit terlihat utuh, tidak terdapat
lubang dan benjolan pada tulang
belakang
Lihat lubang anus Terlihat lubang anus dan periksa apakah
- Hindari memasukan alat atau jari dalam mekonium sudah keluar.
memeriksa anus Biasanya mekonium keluar dalam 24
- Tanyakan pada ibu apakah bayi sudah jam setelah lahir
buang air besar

Lihat dan raba alat kelamin luar . Bayi perempuan kadang terlihat cairan
- Tanyakan pada ibu apakah bayi vagina berwarna putih atau kemerahan.
sudah buang air kecil Bayi laki-laki terdapat lubang uretra
pada ujung penis. Teraba testis di
skrotum.
Pastikan bayi sudah buang air kecil
dalam 24 jam setelah lahir.
Timbang bayi. Berat lahir 2,5 4 kg.
- Timbang bayi dengan menggunakan Dalam minggu pertama, berat bayi

selimut, hasil di kurangi selimut. mungkin turun dahulu baru kemudian


naik kembali.

Mengukur panjang dan lingkar kepala bayi Panjang lahir normal 48 52 cm.
Lingkar kepala normal 33-37 cm

Menilai cara menyusui, minta ibu untuk Kepala dan badan dalam garis lurus;
menyusui bayi wajah bayi menghadap payudara, ibu
mendekatkan bayi ke tubuhnya.
Bibir bawah melengkung keluar,
sebagian besar areola berada di dalam
mulut bayi.
Menghisap dalam dan pelan kadang
disertai berhenti sesaat.

Pemeriksaan secara detail pada bayi baru lahir yang dilakukan segera setelah bayi lahir adalah
rutin dilakukan. Perlu di lakukan pemeriksaan untuk melakukan skrining kelainan bawaan.
BAB 3
KESIMPULAN
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang baru lahir dengan usia kehamilan atau masa
gestasinya dinyatakan cukup bulan (aterm) yaitu 36 40 minggu. Bayi baru lahir normal harus
menjalani proses adaptasi dari kehidupan di dalam rahim ke kehidupan di luar rahim.
Pemahaman terhadap adaptasi dan fisiologi bayi baru lahir sangat penting sebagai dasar dalam
memberikan asuhan. Perubahan lingkungan dari dalam uterus ke luar rahim dipengaruhi oleh
banyak faktor seperti kimiawi, mekanik, dan termik yang menimbulkan perubahan metabolik,
pernapasan dan sirkulasi pada bayi baru lahir.
Penatalaksanaan bayi baru lahir diawali dengan mengetahui riwayat kelahiran bayinya,
yaitu bayi kurang bulan, bayi cukup bulan atau lebih bulan, setelah bayi lahir bayi langsung
dihangatkan, dikeringkan dan dibersihkan jalan nafasnya, kemudian nilai tonus otot, usaha
napas, dengan menilai apgar score dan downe score, setelah bayi dalam keadaan stabil maka
dilakukan kegiatan inisasi menyusui dini yaitu metode skin to skin antara ibu dan bayi,
kemudian dilakukan perawatan tali pusat dengan kasa kering, melakukan penyuntikan Vitamin
K pada anterolateral paha kiri, dan Imunisasi Hepatitis B0 pada anterolateral paha kanan,
dilanjutkan dengan pemberian salep mata sebagai profilaksis konjungtivitis dan mencegah
kekeringan, langkah akhir yaitu dengan melakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
antopometri dan melakukan Ballard score.
Faktor kesehatan ibu saat hamil dan bersalin memberikan kontribusi terhadap kondisi
bayi dalam kandungannya. Dari 217 kasus kematian perinatal, 96.8% disebabkan oleh
gangguan kesehatan ibu ketika hamil. Penyakit yang sering dialami ibu hamil pada bayi yang
lahir mati secara berturut-turut adalah hipertensi maternal (24%) dan komplikasi ketika
bersalin (partus macet) sebesar 17.5%. Sedangkan gangguan kesehatan ibu hamil dari bayi
meninggal berumur 0-6 hari adalah ketuban pecah dini (23%) dan hipertensi maternal (22%).
Diagnosis bayi baru lahir pada dasarnya berguna untuk mencari atau mendeteksi sedini
mungkin adanya kelainan pada janin. Kegagalan untuk mendeteksi kelainan janin dapat
menimbulkan masalah pada jam-jam pertama kehidupan bayi diluar rahim. Dengan mengetahui
kelainan pada janin dapat membantu untuk mengambil tindakan serta memberikan asuhan yang
tepat sehingga dapat membantu bayi baru lahir sehat untuk tetap sehat sejak awal
kehidupannya. Penilaian bayi pada kelahiran adalah untuk mengetahui derajat vitalitas fungsi
tubuh. Penilaian awal pada bayi baru lahir yaitu dengan Apgar score untuk menilai derajat
asfiksia, downe score untuk menilai adanya distress napas.
Inisiasi Menyusui Dini atau early lactch on/breast crawl menurut UNICEF merupakan
kondisi ketika bayi mulai menyusui sendiri setelah lahir, yaitu ketika bayi memiliki
kemampuan untuk dapat menyusu sendiri, dengan kriteria terjadi kontak kulit ibu dan kulit bayi
setidaknya dalam waktu 60 menit pertama setelah bayi lahir. Inisiasi menyusui dini sangat
penting bagi bayi dan ibu, juga sangat membantu dalam melakukan ASI ekslusif dan ASI
dalam jangka panjang (6 bulan-2 tahun).

DAFTAR PUSTAKA

1. Pusat Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan
Dasar .2008.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Buku Acuan Pelatihan Klinik Asuhan
Persalinan Normal. Jakarta: 2009.
3. Perkumpulan Perinatologi Indonesia (PERINASIA). Buku Panduan Resusitasi Neonatus.
Edisi ke-5. Jakarta: PERINASIA, 2007. H.1-10.
4. Perinatal Education Program.Newborn manual.
5. Rabe H, Reynolds GJ, Diaz-Rosello JL. Early versus delayed umbilical cord clamping in
preterm infants. Cochrane Database of Systematic Reviews 2004, Issue 4. Art. No.:
CD003248. DOI: 10.1002/14651858.CD003248.pub2. (LoE 1A)
6. Zupan J, Garner P, Omari AAA. Topical umbilical cord care at birth. Cochrane Database of
Systematic Reviews 2004, Issue 3. Art. No.: CD001057. DOI:
10.1002/14651858.CD001057.pub2. (LoE 1A)
7. Mugford M, Somchiwong M,Waterhouse I. Treatment of umbilical cords: a randomised trial
to assess the effect of treatment methods on the work of midwives. Midwifery 1986;2:177
86.
8. Bystrova K, Widstrm AM, Matthiesen AM, Ransj-Arvidson AB, WellesNystrm B,
Vorontsov I, Uvns-Moberg K. Early lactation performance in primiparous and multiparous
women in relation to different maternity home practices. A randomised trial in St.
Petersburg. International Breastfeeding Journal 2007, 2:9.
9. Carfoot S, Williamson P, Dickson R. A randomized controlled trial in the north of England
examining the effects of skin-to-skin care on breastfeeding.Midwifery. 2005;21:71-79.
(Level of evidence Ia)
10. Zuraidah. Satu jam pertama yang menakjubkan. Diunduh dari URL:
http://www.promkes.com.
11. Mallika PS, et al. Neonatal Conjungtivitis A Review. Malaysian Family Phsycian 2008;
Volume 3, Number 2.ISSN : 1985-2274.
12. Prescott LM, Harley JP and Klein DA. Microbiology. 4th ed. McGraw-Hills Co,
USA;1999.p.780.
13.National health and medical research council Australia. Joint statement and
recommendations on vitamin K to newborn infants to prevent vitamin K deficiency bleeding
in infancy.Oktober 2000. Didapat dari URL: http://www.health. gov.au
/nhmrc/publications/pdf/ch39.pdf
14. Fetus and Newborn Committee of The Paediatric Society of New Zealand, The New
Zealand College of Midwives, The New Zealand Nurses Organisation, The Royal New
Zealand College of General Practitioners, The Royal Australian and New Zealand College
of Obstetricians and Gynaecologists. Vitamin K prophylaxis in the newborn. Prescriber
Update No.21:36-40. Didapat dari
URL:http://www.medsafe.govt.nz/Profs/PUarticles/vitk.htm
15. British Columbia Reproductive Care Program. Vitamin K prophylaxis. Maret 2001. Didapat
dari URL:http//www.rcp.gov.bc.ca/Guideline/Newborn/Master.Nb12.VitK.pdf
16. St John EB. Hemorrhagic disease of newborn.Juni 2002. Didapat dari
URL:http://www.emedicine.com
17. Isarangkura PB, Chuansumrit A. Vitamin K deficiency in infants. Hematology 1999
Educational Program and Scientific Supplement of the IX Congress of the International
Society of Haematology, Asian-Pacific Division. Bangkok, Thailand. 1999:154-9.

Anda mungkin juga menyukai