Oleh :
Ari
Natalis Kristian Kailele
Neng Ulinda
Pembimbing:
Dr. Rosmini, Sp. THT-KL
HIDUNG LUAR
1. Pangkal Hidung
2. Batang Hidung (Dorsum
nasi)
3. Puncak Hidung (Tip)
4. Ala nasi
5. Kolumela
6. Lubang Hidung (Nares
Anterior)
TULANG HIDUNG
Medial :
Lateral Inferior : Superior :
Septum nasi
Dibentuk oleh tulang dan os. Maksila Lamina kribriformis os. ethmoid
4 buah concha :
tulang rawan : os. Palatum
- Conchae inferior
1.Lamina perpendikularis - Conchae media
Os. Etmoid - Conchae superior
2. Os. vomer - Conchae suprema
3. Krista nasalis Os.
Maksila
3 buah meatus :
4. Krista nasalis Os.
Palatina - Meatus inferior
5. Kartilago septum - Meatus media
6. Kolumela - Meatus superior
5
Rongga Hidung
(Cavum nasi)
Meatus Nasi
CONCHAE
SUPERIOR
Terkecil
Tepat dibawahnya
Meatus nasi superior
muara sinus ethmoid
posterior dan sinus
sphenoid.
CONCHAE
MEDIA
Dibawahnya terdapat
Meatus nasi medius muara
dari sinus frontal, sinus
maksila, sinus ethmoid
anterior.
CONCHAE
INFERIOR
Terbesar
Dibawahnya
terdapat meatus
nasi inferior
muara duktus
nasolakrimalis
KOMPLEKS
OSTIOMEATAL
(koM)
1. Prossesus unsinatus
2. Infundibulum etmoid
3. Hiatus semilunaris
4. Bulae etmoid
5. Agger nasi
6. Ressesus frontal
ARTERI YANG
MENDARAHI
SEPTUM NASI
Bagian bawah rongga hidung :
Bagian atas rongga hidung :
a. Karotis interna
a. Maksilaris interna
a. oftalmika
a. sfenopalatina
Pleksus a. Labialis
a. Etmoid
kiesselbach superior
anterior
a. Palatina mayor
PERSARAFAN
HIDUNG :
Persarafan sensoris :
Bagian atas dan depan hidung : n. Oftalmikus -> n. Nasosiliaris
-> n. Etmoidalis anterior
Rongga hidung lainnya : n. Maksila melalui ganglion
sfenopalatina
Fungsi Penghidu :
n. olfaktorius
SINUS MAKSILA SINUS FRONTAL
Terletak di tulang maksila kanan dan kiri Pada os frontal (tulang dahi)
Sinus paling besar Sepasang, kanan dan kiri, tidak sama
Reseptor penghidu terletak pada superior nostril, yaitu Pengaktifan cAMP ini membuka kanal Na+ sehingga
pada septum superior pada struktur yang disebut terjadi influks natrium dan menyebabkan depolarisasi
membran olfaktori. dari sel olfaktorius.
Bagian dari saraf penghidu yang berkaitan langsung Depolarisasi ini kemudian menyebabkan potensial aksi
dengan odoran, molekul penghidu, yaitu silia dari sel pada saraf olfaktorius dan ditransmisikan hingga
olfaktori. sampai ke korteks serebri.
Sebelum dapat menempel dengan silia sel olfaktori, Pada membran mukus olfaktori, terdapat ujung saraf
odoran tersebut harus dapat larut dalam mukus yang bebas dari saraf trigeminus yang menimbulkan sinyal
melapisi silia tersebut. nyeri.
Pengikatan antara reseptor dengan odoran menyebabkan Perangsangan ujung saraf bebas ini menyebabkan
aktivasi dari protein G, yang kemudian mengaktivasi bersin, lakrimasi, inhibisi pernapasan, dan refleks
enzim adenil siklase dan mengaktifkan cAMP. respons lain terhadap iritan hidung.
Terdapat tiga syarat dari odoran
tersebut supaya dapat merangsang sel
olfaktori, yaitu:
Sel olfaktori mengalami adaptasi yang cepat pada detik pertama, yaitu sekitar 50%
adaptasi terjadi. Sedangkan, 50% adaptasi sisanya terjadi dalam waktu yang lambat.
Adaptasi ini diperankan oleh sel-sel pada glomerulus di bulbus olfaktorius dan sistem
saraf pusat.
Pada glomerulus, terdapat sel periglomerular dan sel granul. Kedua sel tersebut berperan
dalam inhibisi lateral yang dicetuskan oleh sinyal pada sel mitral dan sel tufted.
Pada glomerulus, terdapat sel periglomerular dan sel granul. Kedua sel tersebut berperan
dalam inhibisi lateral yang dicetuskan oleh sinyal pada sel mitral dan sel tufted.
Sel mitral dan sel tufted yang teraktivasi kemudian melepaskan neurotransmiter glutamat
dan menyebabkan eksitasi sel granul.
Sel granul tersebut kemudian melepaskan GABA dan menginhibisi sel mitral dan sel
tufted.
Selain itu, adaptasi ini juga diperankan oleh aktivasi ion Ca2+ melalui kanal ion CNG
(cyclic nucleotide-gated) yang mengaktivasi kalmodulin.
JARAS OLFAKTORIUS
Gangguan
Bersin
Penghidu
Sekret di Sumbatan
hidung
Keluhan
hidung
Utama
Apakah keluhan ini terus menerus ? Hilang timbul ?
Bergantian ?
Apakah sekeret ini keluar hanya pada pagi hari atau pada
waktu tertentu misalnya pada musim hujan ?
Bilateral Infeksi Hidung
Anak sekret hanya satu sisi dan berbau, Benda asing di hidung
Secret yang dari hidung yang turun ke tenggorok (post nasal drip) Sinus paranasal
Bersin yang berulang-ulang alergi
hidung
Perdarahan
pemakaian
hidung
obat anti mudah
(epistaksis) dihentikan
koagulansia ?
Pasiendimintamembukamulut,
lidah23 anterior ditekandengan spatula
lidah.
Pasienbernapasmelaluimulutsupaya uvula
terangkatkeatasdankacanasofaring yang
menghadapkeatasdimasukkanmelaluimulut,
kebawah uvula dansampainasofaring.
Setelah kaca berada di nasofaring pasien diminta bernapas biasa melalui hidung,
uvula akan turun kembali dan rongga nasofaring terbuka.
konka superior, konka media dan konka inferior serta meatus superior dan meatus
media.
Daerah
nasofaring lebih
jelas terlihat bila
Kaca diputar lebih ke lateral lagi sehingga dapat pemeriksaan
diidentifikasi torus tubarius, muara tuba dilakukan dengan
Eustachius dan fosa Rossenmuler, kemudian kaca memakai
diputar ke sisi lainnya. nasofaringoskop.
Inspeksi, palpasi dan perkusi daerah sinus paranasal
serta pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan
CT scan SINUS
transiluminasi
PARANASAL
Pemeriksaan radiologik
(Posisi Waters, PA dan Lateral)
Penyakit Penyakit Hidung
Rhinitis Alergi
Rhinitis Vasomotor
Sinusitis
Abses Hidung
Rhinitis Ozaena 40
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
44
PEMICU
FAKTOR RESIKO
Alergen
Aeroalergen: Alergen yang umumnya
1. Riwayat atopi keluarga terdapat dirumah adalah hewan
2. Serum IgE > 100 IU/mL peliharaan, tungau debu, atau
sebelum berusia 6 tahun dari tanaman
3. Status sosial ekonomi lebih Rhinitis okupasi: Zat pemicu berupa
tinggi, daerah urban alergen maupun iritan
terpolusi,dan anak pertama. Alergi lateks
4. Paparan alergen ruangan
Polutan
seperti hewan dan tungau
debu
Polusi udara ruangan : asap
5. Anak dengan paparan rokok, asap kendaraaan,
makanan formula lebih awal termasuk ozon, sulfur dioksida
6. Hasil positif pada prick test. dan nitrogen oksida.
Aspirin
Aspirin dan NSAIDs
menyebabkan rhinitis dan asma
DIAGNOSIS Gejala Rinitis Alergi :
1.Faktor Psikis
Sistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke mukosa hidung
dan sekresi dari kelenjar.
Parasimpatis : Dilatasi pembuluh darah + Sekresi kelenjar
Simpatis : Vasokontriksi pembuluh darah
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik :
Sesuai dengan patofisiologi (Lihat Mukosa,
Konka, Sekret)
Pengobatan Simptomatis
Neurotomi N. Vidianus
1. Menghindari penyebab / pencetus (
Avoidance therapy )
2. Pengobatan konservatif ( Farmakoterapi )
Akut Kronik
Sinusitis kronik
Faktor predisposisi lebih berperan tetapi umumnya >>
bakteri gram negatif dan anaerob.
Keluhan Utama: Hidung tersumbat
Keluhan penyerta:
Ingus purulen (post nasal drip)
Nyeri/rasa tekanan pada muka/didaerah sinus khas sinusitis akut
Nyeri alih(referred pain) sinusitis maksila kadang-kadang nyeri alih ke
gigi dan telinga.
Gejala sistemik: demam dan lesu
Gejala lain: sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post nasal drip
(batuk dan sesak pada anak).
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sulit didiagnosis.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
naso-endoskop
(tepat dan dini)
Foto polos
Diagnosis Sinusitis
Pemeriksaan penunjang
CT scan
Transiluminasi
sinuskopi
Yang di dapat dari Pemeriksaan Fisik:
Tanda khas adanya pus di meatus medius (pada
sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di
meatus superior (pada sinusitis etmoid posterior dan
sfenoid).
Kerugian:
Mahal sinusitis kronik yang tidak membaik
dengan pengobatan atau pra operasi
panduan operator saat melakukan operasi
sinus.
sinus yang sakit suram atau gelap
Jarang digunakan sangat terbatas kegunaannya
Sinuskopi pungsi menembus dinding medial sinus
maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop
bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya,
selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.
Tujuan:
Mempercepat penyembuhan
Mencegah komplikasi
Mencegah perubahan kronik
Prinsip pengobatan:
Membuka sumbatan di KOM --> drainase dan ventilasi
sinus
Antibiotik dan dekongestan sinusitis akut bakterial
menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta
membuka sumbatan ostium sinus.
Antibiotik -> golongan penisilin (amoksisilin)
Jika resisten/bakteri memproduksi beta-laktamase amoksisilin-
klavulanat/sefalosporin generasi 2 selama 10-14 hari
Sinusitis kronik antibiotik kuman gram negatif dan anaerob
Dekongestan oral dan topikal
Analgetik
Mukolitik
Steroid oral/topikal
Pencucian rongga hidung dengan NaCl/pemanasan
Antihistamin generasi 2
Kelainan Orbita
Kelainan Intrakranial
Osteomielitis dan abses subperiosteal
Kelainan paru
Benda Asing di Hidung
(Foreign Bodies)
Benda asing di hidung : benda / massa yang normal tidak ada / tidak
dijumpai di hidung
Benda asing
1. Benda mati Karet penghapus, peluru plastik, tutup pena
Terapi
-Larva diekstraksi dengan hidung dibius lebih
dahulu
-Antibiotika
-Simtomatis
Benda mati : Segala jenis substansi yang tidak
bergerak yang dapat masuk ke hidung
BINATANG LINTAH
Teteskan dulu air tembakau spy terlepas dari mukosa hidung &
nasofaring, kmdn jepit dgn cunam & tarik keluar. Bila ada infeksi
antibiotika sistemik 5-7 hari.
HEMATOMA & ABSES SEPTUM NASI
Anamnesa
hidung, kadang disertai epistaksis.
Pemeriksaan mengkilat.
97
Diagnosa banding :
dengan sol. tetrakain efedrin 1% tidak mengecil, permukaan licin
/ elastis ( kenyal ) / nyeri tekan
dengan pungsi percobaan darah / pus
Terapi :
insisi lebar & pemasangan drain pada bagian antero- inferior scr steril
pasang tampon selama 24 jam
tampon diganti tiap hari tidak ada darah atau pus
pada abses diberikan antibiotika
98
Komplikasi / prognosis :
bila tidak diinsisi ( terapi konservatif saja ) darah mengalami
organisasi / fibrosis septum nasi tebal timbul obstruksi nasi
permanen
bila terjadi nekrosis tulang rawan perforasi septum atau terjadi
lorgnet nose ( gangguan kosmetik )
infeksi sekunder abses septi nasi
trombosis sinus kavernosus
99
HEMATOM SEPTI NASI ABSES SEPTI NASI
10
0
10
1
10
2
Rinitis atrofi atau Ozaena, Rinitis Fetida,
Rinitis Krustosa. adalah penyakit infeksi
hidung kronik, yang ditandai adanya atrofi
progresif pada mukosa dan tulang konka dan
pembentukan krusta. Secara klinis, mukosa
hidung menghasilkan sekret yang kental dan
cepat mengering, sehingga terbentuk krusta
yang berbau busuk.
Beberapa kepustakaan menuliskan bahwa rinitis
atrofi lebih sering mengenai wanita. terutama
pada usia pubertas. Baser dkk mendapatkan 10
wanita dan 5 pria, dan Jiang dkk mendapatkan
15 wanita dan 12 pria. Samiadi mendapatkan 4
penderita wanita dan 3 pria Tetapi dari segi
umur, beberapa penulis mendapatkan hasil
yang berbeda. Baser dkk mendapatkan umur
antara 26-50 tahun, Jiang dkk berkisar 13-68
tahun. Samiadi mendapatkan umur antara 15-
49 tahun
Etiologi rinitis atrofi sampai sekarang belum dapat diterangkan dengan
memuaskan,s Beberapa teori yang dikemukakan antara lain:
1) Infeksi kronik spesifik
Terutama kuman Klebsiella ozaena. Kuman ini menghentikan aktifitas sillia
normal pada mukosa hidung manusia. Kuman lain adalah Stafilokokus,
Streptokokus dan Pseudomonas aeruginosa, Kokobasilus, Bacillus mucosus,
Diphteroid bacilli, Cocobacillus foetidus ozaena
2) Defisiensi Fe, vitamin A
3) Sinusitis kronik
4) Ketidakseimbangan hormon estrogen
5) Penyakit kolagen yang termasuk penyakit autoimuni
6) Teori mekanik dari Zaufal
7) Ketidakseimbangan otonom
8) Variasi dari Refex Smpathetic Dystrophy sondrome
9) Herediter
10) Supurasi di hidung dan sinus paranasal
11) Golongan darah.
skuamous atau mempunyai pengaruh kurang baik
atrofik dan fibrosis terhadap frekuensi gerakan silia Ini
dari tunika propria. akan menyebabkan bertumpuknya
Terdapat lendir dan Juga diperberat dengan
pengurangan keringnya mukosa hidung dan
kelenjar alveolar hilangnya silia. Mukus akan
baik dalam jumlah mengering bersamaan dengan
dan ukuran dan terkelupasnya sel epitel.
adanya endarteritis membentuk krusta yang
dan periarteritis merupakan medium vang sangat
Atrofi
pada epitel bersilia
arteriole adanya antibodi
baik untuk pertumbuhan kuman
dan kelenjar
terminal yang berlawanan
seromusinus Rhinitis dengan surfaktan
menyebabkan Ozaena protein A.
pembentukan Defisiensi surfaktan
krusta tebal yang merupakan
melekat. Atrofi penyebab utama
konka menurunnya
menyebabkan resistensi hidung
Keluhan biasanya berupa hidung tersumbat, gangguan penciuman (anosmi), ingus kental
berwarna hijau, adanya krusta (kerak) berwarna hijau, sakit kepala, epistaksis dan hidung terasa
kering
GEJALA KLINIS
Pada pemeriksaan ditemui: rongga hidung dipenuhi krusta hijau, kadang-kadang kuning atau
hitam, jika krusta diangkat, terlihat rongga hidung sangat lapang, atrofi konka, sekret purulen
dan berwarna hijau, mukosa hidung tipis dan kering. Bisa juga ditemui ulat/telur larva (karena
bau busuk yang timbul).
PEMERIKSAAN
Sutomo dan Samsudi membagi ozaena secara klinik dalam tiga tingkat :
a. Tingkat I
Atrofi mukosa hidung, mukosa tampak kemerahan dan berlendir,
krusta sedikit.
b. Tingkat II
Atrofi mukosa hidung makin jelas, mukosa makin kering, warna
makin pudar, krusta banyak, keluhan anosmia belum jelas.
c. Tingkat III
Atrofi berat mukosa dan tulang sehingga konka tampak sebagai
garis, rongga hidung tampak lebar sekali, dapat ditemukan krusta di
nasofaring, terdapat anosmia yang jelas.
THERAPY
Nasal cavity irrigation ; normal saline(2x/day)
Nasal drop lubrication ; 2% menthol in parafin
Intranasal tamponade ; 24hour, 25% glucose in
glycerin inhibit proteolytic organisms &
soften the crust
Antibiotics culture sensitivity
streptomycin, rifampicin or ciprofloxacin
High dose vit A ;
(12.500 to 15.000 IU each day/2 weeks)
Iron preparation