Anda di halaman 1dari 110

HIDUNG

Oleh :
Ari
Natalis Kristian Kailele
Neng Ulinda

Pembimbing:
Dr. Rosmini, Sp. THT-KL

SMF THT RSUD JAYAPURA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH
2016
Anatomy Hidung dan Sinus Paranasal

HIDUNG LUAR

1. Pangkal Hidung
2. Batang Hidung (Dorsum
nasi)
3. Puncak Hidung (Tip)
4. Ala nasi
5. Kolumela
6. Lubang Hidung (Nares
Anterior)
TULANG HIDUNG

Kerangka tulang terdiri


dari:
Os. Nasal
Prosesus frontalis os.
Maksila
Prosesus nasalis os.
Frontal

Tulang rawan terdiri dari:


Sepasang kartilago
nasalis lateralis
superior
Sepasang kartilago
nasalis lateralis
inferior (ala mayor)
Tepi anterior kartilago
septum
Rongga Hidung
(Cavum nasi)

Nares anterior dan Nares posterior

Berbentuk terowongan dari


depan ke belakang dipisahkan
oleh septum nasi dibagian
tengahnya menjadi cavum nasi
kanan dan kiri. Terdapat pintu
pada kedua cavum nasi yang
disebut nares anterior dan
nares posterior (koana) yang
menghubungkan cavum nasi
dan nasofaring.
Rongga Hidung
(Cavum nasi)

Tiap cavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu :

Medial :
Lateral Inferior : Superior :
Septum nasi
Dibentuk oleh tulang dan os. Maksila Lamina kribriformis os. ethmoid
4 buah concha :
tulang rawan : os. Palatum
- Conchae inferior
1.Lamina perpendikularis - Conchae media
Os. Etmoid - Conchae superior
2. Os. vomer - Conchae suprema
3. Krista nasalis Os.
Maksila
3 buah meatus :
4. Krista nasalis Os.
Palatina - Meatus inferior
5. Kartilago septum - Meatus media
6. Kolumela - Meatus superior

5
Rongga Hidung
(Cavum nasi)

Meatus Nasi
CONCHAE
SUPERIOR

Terkecil
Tepat dibawahnya
Meatus nasi superior
muara sinus ethmoid
posterior dan sinus
sphenoid.
CONCHAE
MEDIA

Dibawahnya terdapat
Meatus nasi medius muara
dari sinus frontal, sinus
maksila, sinus ethmoid
anterior.
CONCHAE
INFERIOR

Terbesar

Dibawahnya
terdapat meatus
nasi inferior
muara duktus
nasolakrimalis
KOMPLEKS
OSTIOMEATAL
(koM)

Celah pada dinding lateral hidung di


meatus medius yang merupakan
muara tempat ventilasi dan drainase
dari sinus sinus yang letaknya
anterior yaitu sinus maksila, etmoid
anterior dan frontal yang dibentuk
oleh :

1. Prossesus unsinatus
2. Infundibulum etmoid
3. Hiatus semilunaris
4. Bulae etmoid
5. Agger nasi
6. Ressesus frontal
ARTERI YANG
MENDARAHI
SEPTUM NASI
Bagian bawah rongga hidung :
Bagian atas rongga hidung :

a. Karotis interna
a. Maksilaris interna

a. oftalmika

a. Palatina mayor a. sfenopalatina

a. Etmoid anterior a. Etmoid posterior


Bagian depan septum nasi :

a. sfenopalatina

Pleksus a. Labialis
a. Etmoid
kiesselbach superior
anterior

a. Palatina mayor
PERSARAFAN
HIDUNG :

Persarafan sensoris :
Bagian atas dan depan hidung : n. Oftalmikus -> n. Nasosiliaris
-> n. Etmoidalis anterior
Rongga hidung lainnya : n. Maksila melalui ganglion
sfenopalatina

Persarafan vasomotor / otonom : ganglion sfenopalatina

Fungsi Penghidu :
n. olfaktorius
SINUS MAKSILA SINUS FRONTAL
Terletak di tulang maksila kanan dan kiri Pada os frontal (tulang dahi)
Sinus paling besar Sepasang, kanan dan kiri, tidak sama

Atap : dasar orbita besar, kadang-kadang hanya tumbuh


sebelah
Dinding medial sinus = Dinding lateral
Ke atas dan belakang berbatasan dengan
rongga hidung
fosa kranii anterior
Dasar sinus berbatasan dengan akar gigi
Ke bawah berbatasan dengan rongga
geraham atas
orbita
Ostium di meatus nasi medius Ostium di meatus nasi medius (di KOM)
SINUS ETHMOIDALIS SINUS SPHENOID
Terdiri banyak sel di dalam tulang etmod, dibagi Di tulang sfenoid, kanan dan kiri
: grup anterior dan grup posterior
Ostium di resesus sfeno-etmoid
Grup anterior drainase ke meatus nasi medius di

Ke atas berbatasan dengan hipofise


KOM, Grup posterior ke meatus nasi superior
Ke lateral berbatasan dengan fosa kranii
Atap berbatasan dengan fosa kranii anterior,
medius
dinding lateral: lamina papirasea (dinding medial
orbita)
Ke bawah berbatasan dengan nsofaring
FISIOLOGI Penciuman

Reseptor penghidu terletak pada superior nostril, yaitu Pengaktifan cAMP ini membuka kanal Na+ sehingga
pada septum superior pada struktur yang disebut terjadi influks natrium dan menyebabkan depolarisasi
membran olfaktori. dari sel olfaktorius.

Bagian dari saraf penghidu yang berkaitan langsung Depolarisasi ini kemudian menyebabkan potensial aksi
dengan odoran, molekul penghidu, yaitu silia dari sel pada saraf olfaktorius dan ditransmisikan hingga
olfaktori. sampai ke korteks serebri.

Sebelum dapat menempel dengan silia sel olfaktori, Pada membran mukus olfaktori, terdapat ujung saraf
odoran tersebut harus dapat larut dalam mukus yang bebas dari saraf trigeminus yang menimbulkan sinyal
melapisi silia tersebut. nyeri.

Odoran yang hidrofilik dapat larut dalam mukus dan


Sinyal ini dirangsang oleh odoran yang bersifat iritan,
berikatan dengan reseptor pada silia tersebut, yaitu pada
seperti peppermint, menthol, dan klorin.
protein reseptor pada membran silia sel olfaktori.

Pengikatan antara reseptor dengan odoran menyebabkan Perangsangan ujung saraf bebas ini menyebabkan
aktivasi dari protein G, yang kemudian mengaktivasi bersin, lakrimasi, inhibisi pernapasan, dan refleks
enzim adenil siklase dan mengaktifkan cAMP. respons lain terhadap iritan hidung.
Terdapat tiga syarat dari odoran
tersebut supaya dapat merangsang sel
olfaktori, yaitu:

Bersifat larut Bersifat larut


Bersifat larut dalam air/hidrofilik, sehingga lemak/lipofilik, sehingga
udara, sehingga odoran odoran tersebut dapat odoran tersebut dapat
tersebut dapat terhirup larut dalam mukus dan berikatan dengan
hidung. berinteraksi dengan silia reseptor silia sel
sel olfaktorius. oflaktorius.
Kemampuan penghidu untuk dapat membedakan
berbagai odoran yang berbeda diperankan oleh
glomerulus yang terdapat pada bulbus olfaktorius.

Terdapat sekitar 1000 dari protein reseptor untuk


odoran yang berbeda, yang masing-masing
reseptor tersebut terdapat pada satu sel olfaktori

Terdapat sekitar 2 juta sel olfaktori yang masing-


masingnya berproyeksi pada dua dari 1800
glomeruli.

Hal ini menyebabkan adanya proyeksi yang berbeda-


beda untuk setiap odoran.
ADAPTASI

Sel olfaktori mengalami adaptasi yang cepat pada detik pertama, yaitu sekitar 50%
adaptasi terjadi. Sedangkan, 50% adaptasi sisanya terjadi dalam waktu yang lambat.

Adaptasi ini diperankan oleh sel-sel pada glomerulus di bulbus olfaktorius dan sistem
saraf pusat.

Pada glomerulus, terdapat sel periglomerular dan sel granul. Kedua sel tersebut berperan
dalam inhibisi lateral yang dicetuskan oleh sinyal pada sel mitral dan sel tufted.

Pada glomerulus, terdapat sel periglomerular dan sel granul. Kedua sel tersebut berperan
dalam inhibisi lateral yang dicetuskan oleh sinyal pada sel mitral dan sel tufted.

Sel mitral dan sel tufted yang teraktivasi kemudian melepaskan neurotransmiter glutamat
dan menyebabkan eksitasi sel granul.

Sel granul tersebut kemudian melepaskan GABA dan menginhibisi sel mitral dan sel
tufted.

Selain itu, adaptasi ini juga diperankan oleh aktivasi ion Ca2+ melalui kanal ion CNG
(cyclic nucleotide-gated) yang mengaktivasi kalmodulin.
JARAS OLFAKTORIUS

Sinyal pada sel mitral dan sel tufted pada


bulbus olfaktorius menjalar menuju traktus
olfaktorius.

Traktus olfaktorius kemudian menuju area


olfaktorius primer pada korteks serebral, yaitu
pada lobus temporalis bagian inferior dan
medial.

Aktivasi pada area ini menyebabkan adanya


kesadaran terhadap odoran tertentu yang
dihirup.
PEMERIKSAAN HIDUNG

ANAMNESIS Rasa nyeri di Perdarahan


daerah muka dari hidung
dan kepala (epistaksis)

Gangguan
Bersin
Penghidu

Sekret di Sumbatan
hidung
Keluhan
hidung

Utama
Apakah keluhan ini terus menerus ? Hilang timbul ?
Bergantian ?

Riwayat kontak dengan bahan alergen

Apakah mulut dan tenggorokan terasa kering ?


Terjadi satu atau kedua rongga hidung

Bagaimana konsistensi sekret ? Encer, Bening (seperti air),


kental, nanah atau bercampur darah ?

Apakah sekeret ini keluar hanya pada pagi hari atau pada
waktu tertentu misalnya pada musim hujan ?
Bilateral Infeksi Hidung

Jernih seperti air dan jumlahnya banyak (khas) Alergi hidung

Secret kuning kehijauan Sinusitis

Bila bercampur darah dari satu sisi Tumor hidung

Anak sekret hanya satu sisi dan berbau, Benda asing di hidung

Secret yang dari hidung yang turun ke tenggorok (post nasal drip) Sinus paranasal
Bersin yang berulang-ulang alergi
hidung

Apakah bersin timbul akibat


menghirup sesuatu yang diikuti keluar
secret yang encer dan rasa gatal di
hidung, tenggorok, mata dan telinga
Nyeri di daerah dahi, pangkal hidung, pipi dan
tengah kepala Sinusitis

Rasa nyeri atau rasa berat dapat timbul


bila menundukkan kepala dan
berlangsung dalam beberapa jam/hari
1 atau 2
anterior/ posterior lubang hidung
rongga hidung Sudah berapa
kali ?

Perdarahan
pemakaian
hidung
obat anti mudah
(epistaksis) dihentikan
koagulansia ?

penyakit kelainan riwayat trauma


darah? hipertensi? hidung/muka ?
Perhatikan bentuk luar hidung (Inspeksi):
Apakah ada deviasi atau depresi tulang hidup ?
Adakah pembengkakan di daerah hidung dan
sinus paranasal ?
Memeriksa rongga hidung bagian dalam dari depan
rinoskopi anterior. Diperlukan spekulum hidung.
Pada anak dan bayi kadang-kadang tidak diperlukan.

Otoskop melihat bagian dalam hidung (mencari


benda asing)
Spekulum dimasukkan kedalam lubang hidung
dibuka waktu mengeluarkan jangan ditutup
dulu di dalam

Perhatikan: mukosa rongga hidung vestibulum


hidung septum terutama bagian anterior
konka inferior konka media konka superior
meatus sinus paranasal.
Rongga hidung sempit edema mukosa.

Pada keadaan ini untuk melihat organ-organ


diatas lebih jelas tampon kapas adrenalin
pantokain (mengurangi edema mukosa , menciut
konka rongga hidung lebih lapang)
Rinoskopi posterior
Untuk melihat bagian belakang hidung -> pemeriksaan
rinoskopi posterior sekaligus untuk melihat keadaan
nasofaring.

Pemeriksaan rinoskopi posterior: spatula lidah dan


kaca nasofaring yang telah dihangatkan dengan api
lampu spiritus.
Sebelumkacainidimasukkan,
suhukacaditesduludenganmenempelkannyap
adakulitbelakangtangankiripemeriksa.

Pasiendimintamembukamulut,
lidah23 anterior ditekandengan spatula
lidah.

Pasienbernapasmelaluimulutsupaya uvula
terangkatkeatasdankacanasofaring yang
menghadapkeatasdimasukkanmelaluimulut,
kebawah uvula dansampainasofaring.
Setelah kaca berada di nasofaring pasien diminta bernapas biasa melalui hidung,
uvula akan turun kembali dan rongga nasofaring terbuka.

Mula-mula diperhatikan bagian belakang septum dan koana.

Kemudian kaca diputar ke lateral sedikit untuk melihat

konka superior, konka media dan konka inferior serta meatus superior dan meatus
media.
Daerah
nasofaring lebih
jelas terlihat bila
Kaca diputar lebih ke lateral lagi sehingga dapat pemeriksaan
diidentifikasi torus tubarius, muara tuba dilakukan dengan
Eustachius dan fosa Rossenmuler, kemudian kaca memakai
diputar ke sisi lainnya. nasofaringoskop.
Inspeksi, palpasi dan perkusi daerah sinus paranasal
serta pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior

PEMERIKSAAN
Pemeriksaan
CT scan SINUS
transiluminasi
PARANASAL

Pemeriksaan radiologik
(Posisi Waters, PA dan Lateral)
Penyakit Penyakit Hidung
Rhinitis Alergi
Rhinitis Vasomotor

Sinusitis

Benda Asing Hidung

Abses Hidung
Rhinitis Ozaena 40
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI

Penyakit simtomatis pada


hidung yang timbul akibat
proses inflamasi yang
diperantarai IgE setelah mukosa Rinitis alergi menjadi masalah
hidung terpajan alergen, dengan kesehatan global, yang mempengaruhi
gejala bersin, rinore, gatal, sekitar 10 hingga 25% populasi. Pada
tersumbat
(WHO-ARIA 2001)
negara maju prevalensi rinitis alergi
lebih tinggi seperti di Inggris mencapai
Penyakit inflamasi disebabkan 29%, di Denmark sebesar 31,5%, dan di
oleh reaksi alergi pada pasien Amerika berkisar 33,6%.3 Prevalensi di
atopi yang sebelumnya sudah Indonesia belum diketahui secara pasti,
tersensitisasi dengan alergen namun data dari berbagai rumah sakit
yang sama serta dilepaskannya
suatu mediator kimia ketika terjadi menunjukkan bahwa rinitis alergi
pajanan ulang dengan alergen memiliki frekuensi berkisar 10-26%
spesifik tersebut. (Von Pirquet,
1986)
PATOFISIOLOGI
Terdiri dari 2 tahap :
Tahap sensitisasi
Tahap provokasi
Reaksi Alergi Fase Cepat
(RAFC) sejak kontak
alergen sampai 1 jam
setelahnya
Reaksi Alergi Fase Lambat
(RAFL) yang berlangsung
2-4 jam dengan puncak 6-8
jam setelah pajanan dan
berlangsung 24-48 jam
KLASIFIKASI

Dahulu (AAAAI 1998), menurut sifat Saat ini (WHO-ARIA 2001)


berlangsungnya : Berdasarkan durasi gejala:
Rinitis alergi musiman (seasonal, Rinitis alergi intermiten
Gejala terdapat < 4 hari/minggu
hay fever) atau < 4 minggu
Rinitis alergi persisten
Rinitis alergi sepanjang tahun Gejala terdapat > 4 hari/minggu
(perenial) dan > 4 minggu

Rhinitis alergi episodik Berdasarkan tingkat ringan


beratnya penyakit:
(episodic) Ringan, berarti tidak terdapat salah
satu dari :
Rhinitis alergi okupasi (dapat gangguan tidur
pula merupakan non-alergi) gangguan aktifitas sehari-
hari/malas/olahraga
gangguan pekerjaan atau sekolah
Gejala dirasakan mengganggu
Sedang-berat, berarti didapatkan
satu atau lebih hal-hal di atas

44
PEMICU
FAKTOR RESIKO

Alergen
Aeroalergen: Alergen yang umumnya
1. Riwayat atopi keluarga terdapat dirumah adalah hewan
2. Serum IgE > 100 IU/mL peliharaan, tungau debu, atau
sebelum berusia 6 tahun dari tanaman
3. Status sosial ekonomi lebih Rhinitis okupasi: Zat pemicu berupa
tinggi, daerah urban alergen maupun iritan
terpolusi,dan anak pertama. Alergi lateks
4. Paparan alergen ruangan
Polutan
seperti hewan dan tungau
debu
Polusi udara ruangan : asap
5. Anak dengan paparan rokok, asap kendaraaan,
makanan formula lebih awal termasuk ozon, sulfur dioksida
6. Hasil positif pada prick test. dan nitrogen oksida.
Aspirin
Aspirin dan NSAIDs
menyebabkan rhinitis dan asma
DIAGNOSIS Gejala Rinitis Alergi :

- Rinore (Ingus Bening Encer)


Gambaran tipikal untuk - Bersin-bersin (>5kali/Serangan)
gejala alergi
Gejala alergi yang - Hidung Tersumbat
terpenting adalah - Gatal Di Hidung, Tenggorok,
sneezer(bersin) and Langit-langit Atau Telinga
runners(rinorea/hidung - Mata Gatal, Berair Atau
bagian depan berair) Kemerahan
Tes diagnosis - Hiposmia/Anosmia
Immediate
hypersensitivity skin - Sekret Belakang Hidung/Post
test (prick test) Nasal Drip Atau Batuk Kronik
Measurement of Adakah Variasi Diurnal Frekuensi
allergen-specific Ig E
(RAST) juga dapat Serangan, Beratnya Penyakit,
pakai. Lama Sakit (Intermiten Atau
Nasal challenge test Persisten), Usia Timbulnya Gejala,
Pencitraan biasanya - Pengaruh Terhadap Kualitas
tidak diperlukan Hidup : Ggn. Aktifitas Dan Tidur
DIAGNOSIS

Gejala penyakit penyerta :


sakit kepala, nyeri
wajah,sesak napas,gejala
radang tenggorok,
mendengkur, penurunan
konsentrasi, kelelahan
PRICK TEST

Tes pilihan dan primer untuk


diagnostik dan riset
Interpretasi hasil

0 = bila tes cukit (-)


+1 = diameter bentol 1mm >
kontrol (-)
+2 = diameter bentol 1-3 mm >
kontrol (-)
+3 = diameter bentol 3-5 mm >
kontrol (-)
+4 = diameter bentol lebih dari 5
mm > kontrol (-) Bila kontrol (-) tidak ada
reaksi, bentol dengan
diameter >/= 3mm
sudah dianggap hasil (+)
TERAPI

Pencegahan Pencegahan Pencegahan


Terapi ideal : primer sekunder
tersier
hindari kontak mencegah gejala
mencegah mencegah
dengan alergen timbul, dgn cara
tahap komplikasi
dan eliminasi menghindari
sensitisasi alergen dan atau
edukasi
terapi berlanjutnya
medikamentosa penyakit
(Studi ETAC )
TERAPI
MEDIKAMENTOSA
IMUNOTERAPI OPERASI
Indikasi:
Indikasi
Tidak terkontrol oleh farmakoterapi
Pasien tidak menginginkan farmakoterapi,
Farmakoterapi timbul efek samping yang
tidak diinginkan,
Penghindaran alergen tidak dapat
dilakukan
Desensitisasi & hiposensitisasi alergi
inhalan
Netralisasi alergi makanan
Pada anak terapi ini efektif, akan tetapi tidak
disarankan untuk anak di bawah 5 tahun
Tenaga terlatih & Pengawasan 20 menit
setelah injeksi.
edema persisten
hipersekresi
kelenjar
iritan spesifik.
non-infektif dan
non-alergi.
belum diketahui pasti
diduga akibat gangguan keseimbangan sistem
saraf otonom (parasimpatis) yang dipicu oleh
zat-zat tertentu

FYI : Serabut Saraf Parasimpatis dari Nukleus


Salivatori Superior N. Vidianus
Yang 1.Obat-obatan yang menekan dan
menghambat kerja saraf simpatis
mempengaruhi
keseimbangan 1.Faktor Fisik
vasomotor
1.Faktor Endokrin

1.Faktor Psikis
Sistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke mukosa hidung
dan sekresi dari kelenjar.
Parasimpatis : Dilatasi pembuluh darah + Sekresi kelenjar
Simpatis : Vasokontriksi pembuluh darah

Parasimpatis / Simpatis dilatasi arteriola dan kapiler +


peningkatan permeabilitas kapiler transudasi cairan
edema + kongesti + rinore
Peningkatan peptide vasoaktif dari sel-sel seperti
sel mast : histamin, leukotrin, prostaglandin,
polipeptide intestinal vasoaktif dan kinin
Vasodilatasi + sekresi meningkat

Pelepasan peptide-peptide ini tidak diperantarai


oleh Ig-E (non-Ig E mediated) seperti pada rinitis
alergi.

Paparan dari iritan juga dapat memicu rhinitis


vasomotor
adanya
paparan
terhadap
ketidakseimban suatu
gan sistem iritan
saraf otonom /
Aktivasi
peptide
vasodilatasi dan
hidun
edema pembuluh
g
darah mukosa
tersu hidung
mbat
Setelah Eksklusi kelainan lain!!!!

Anamnesis
Pemeriksaan Fisik :
Sesuai dengan patofisiologi (Lihat Mukosa,
Konka, Sekret)

Pemeriksaan Laboratorium untuk membedakan


Hindari Pencetus

Pengobatan Simptomatis

Operasi (Konkotomi, eletrokauter)

Neurotomi N. Vidianus
1. Menghindari penyebab / pencetus (
Avoidance therapy )
2. Pengobatan konservatif ( Farmakoterapi )

Dekongestan mengurangi keluhan hidung


tersumbat: Phenylpropanolamine ( oral )
serta Oxymetazoline (semprot hidung).
Anti histamin untuk rinore.
Kortikosteroid topikal keluhan hidung
tersumbat, rinore dan Contoh steroid topikal
: Budesonide (2x100-200g) hasil terlihat
dalam 2 mgg, Fluticasone (1x200g)
SINUSITIS
Penyakit yang paling sering
Sinusitis inflamasi mukosa sinus
paranasal.
Umumnya disertai /dipicu oleh rhinitis
rinosinusitis.
Penyebab utamanya ialah selesma (common
cold) yang merupakan infeksi virus, yang
selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi
bakteri.
Multisinusitis mengenai beberapa sinus
Pansinusitis semua sinus paranasal

Sinus etmoid dan maksila: paling sering


Sinus frontal lebih jarang dan sinus sfenoid
lebih jarang lagi

Sinus maksila (Antrum Highmore) sinus


dentogen
Sinusitis dapat berbahaya karena
menyebabkan komplikasi ke orbita dan
intracranial serta menyebabkan peningkatan
serangan asma yang sulit diobati.
ISPA akibat virus,
Rinitis
Polip hidung,
Kelainan anatomi
Sumbatan KOM,
Infeksi tonsil,
Dyskinesia silia
Infeksi gigi, Penyakit fibrosis kistik.
Kelainan imunologik, Pada anak hipertrofi
adenoid
Faktor lain: Lingkungan
berpolusi, udara dingin dan
kering, kebiasaan merokok
Kesehatan sinus patensi ostium-ostium sinus
dan lancarnya klirens mukosiliar di dalam KOM.

Mukus substansi antimicrobial dan zat-zat


yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan
tubuh terhadap kuman yang masuk bersama
udara pernapasan.
Rinosinusitis non-
bacterial
Organ-organ KOM letaknya
berdekatan
Transudasi

Bila edema mula-mula


serous
mukosa yang berhadapan
akan saling bertemu
Terjadi tekanan negatif
Silia tidak dapat bergerak
di dalam rongga sinus
ostium tersumbat
Sekret yang terkumpul
dalam sinus media
Bila kondisi menetap Secret menjadi purulen
baik untuk tumbuh dan
multiplikasi bakteri.

Memerlukan Rinosinusitis akut


terapi antibiotik. bakterial
Jika terapi tidak berhasil (misalnya ada
faktor predisposisi)

Inflamasi berlanjut Hipoksia Bakteri


anaerob berkembang.

Mukosa makin membengkak

Perubahan mukosa yaitu hipertrofi, polipoid


atau pembentukan polip dan kista (Kronik).

Tindakan operasi (bila perlu)


(Konsensus
internasional,1995)

Akut Kronik

Batas sampai 8 minggu lebih dari 8 minggu


Konsensus,2
004
Aku Kro
t nik
Batasan antara 4
Lebih dari 3 bulan
minggu -3 bulan

Sinusitis kronik (penyebab rinogenik) umumnya dari


sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat.
Pada sinusitis kronik adanya predisposisi harus dicari
dan diobati secara tuntas.
Bakteri utama sinusitis akut:
Streptococcus pneumonia (30-50%)
Haemophylus influenza (20-40%)
Moraxella catarrhalis (4%).
M. catarrhalis pada anak (20%).

Sinusitis kronik
Faktor predisposisi lebih berperan tetapi umumnya >>
bakteri gram negatif dan anaerob.
Keluhan Utama: Hidung tersumbat

Keluhan penyerta:
Ingus purulen (post nasal drip)
Nyeri/rasa tekanan pada muka/didaerah sinus khas sinusitis akut
Nyeri alih(referred pain) sinusitis maksila kadang-kadang nyeri alih ke
gigi dan telinga.
Gejala sistemik: demam dan lesu
Gejala lain: sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post nasal drip
(batuk dan sesak pada anak).
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sulit didiagnosis.

Kadang-kadang hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala ini:


sakit kepala kronik,
post nasal drip, batuk kronik,
gangguan tenggorok,
gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba
Eustachius,
Gangguan ke paru Bronkitis (sinu-bronkitis),
Bronkiektasis
Serangan asma dan sulit diobati.
Pada anak, mukopus yang tertelan gastroenteritis.
Anamnesis

Rinoskopi anterior dan


posterior

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
naso-endoskop
(tepat dan dini)

Foto polos

Diagnosis Sinusitis
Pemeriksaan penunjang

CT scan

Transiluminasi

Mikrobiologik dan Tes Resistensi

sinuskopi
Yang di dapat dari Pemeriksaan Fisik:
Tanda khas adanya pus di meatus medius (pada
sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di
meatus superior (pada sinusitis etmoid posterior dan
sfenoid).

Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis.

Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan di


daerah kantus medius.
Foto polos posisi Waters, PA dan lateral
perselubungan, batas udara-cairan
(air fluid level) atau penebalan mukosa.
CT scan sinus (gold standard)
Keuntungan:
menilai hidung dan sinus, adanya penyakit
dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan
perluasannya.

Kerugian:
Mahal sinusitis kronik yang tidak membaik
dengan pengobatan atau pra operasi
panduan operator saat melakukan operasi
sinus.
sinus yang sakit suram atau gelap
Jarang digunakan sangat terbatas kegunaannya
Sinuskopi pungsi menembus dinding medial sinus
maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop
bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya,
selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.
Tujuan:
Mempercepat penyembuhan
Mencegah komplikasi
Mencegah perubahan kronik

Prinsip pengobatan:
Membuka sumbatan di KOM --> drainase dan ventilasi
sinus
Antibiotik dan dekongestan sinusitis akut bakterial
menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta
membuka sumbatan ostium sinus.
Antibiotik -> golongan penisilin (amoksisilin)
Jika resisten/bakteri memproduksi beta-laktamase amoksisilin-
klavulanat/sefalosporin generasi 2 selama 10-14 hari
Sinusitis kronik antibiotik kuman gram negatif dan anaerob
Dekongestan oral dan topikal
Analgetik
Mukolitik
Steroid oral/topikal
Pencucian rongga hidung dengan NaCl/pemanasan
Antihistamin generasi 2
Kelainan Orbita
Kelainan Intrakranial
Osteomielitis dan abses subperiosteal
Kelainan paru
Benda Asing di Hidung
(Foreign Bodies)
Benda asing di hidung : benda / massa yang normal tidak ada / tidak
dijumpai di hidung

Benda asing
1. Benda mati Karet penghapus, peluru plastik, tutup pena

2. Benda hidup Lalat, common blow (screw-worn), lalat botol hijau


3.Sakit / nyeri kepala
4.Perdarahan
5.Gejalanya mirip sinusitis akut:
sekret mukopurulen unilateral yang banyak,
bau yang menusuk , stenosis hidung biasanya
total pada sisi yang dikenai
6. Larva melekat erat pada jaringan destruksi
Diagnosis dibuat dengan didapati telur pada
sekret / larva pada rongga hidung / sinus

Terapi
-Larva diekstraksi dengan hidung dibius lebih
dahulu
-Antibiotika
-Simtomatis
Benda mati : Segala jenis substansi yang tidak
bergerak yang dapat masuk ke hidung

Bentuk benda asing


1.Tipis cunam
2.Bulat kaitan
3.Agak tebal kaitan
Benda Asing
Gejala :
Sekret purulen (kuning kehijauan & berbau)
dari hidung unilateral
Biasanya menempati dasar anterior hidung
atau sepertiga tengah hidung
Benda Asing: Manajemen
Visualisasi baik :
Lampu kepala dan spekulum hidung
Bentuk benda asing:
- PIPIH: jepit dgn pinset, tarik keluar
- BULAT: masukkan alat pengait benda asing dari tepi bagian
atas rongga hidung melewati benda asing, kmdn alat pengait
turunkan & tarik keluar. Jangan mendorong benda asing ke
belakang krn dpt masuk ke laring ketika anak menarik napas
waktu menangis.

BINATANG LINTAH
Teteskan dulu air tembakau spy terlepas dari mukosa hidung &
nasofaring, kmdn jepit dgn cunam & tarik keluar. Bila ada infeksi
antibiotika sistemik 5-7 hari.
HEMATOMA & ABSES SEPTUM NASI

Hematom septi nasi :


perdarahan terletak di daerah
subperikondrium, jarang pada
subperiosteum

Terbanyak akibat trauma


Bila mengalami infeksi sekunder ABSES septi
Infeksi terjadi saat terjadi luka ( trauma ) / akibat alat
insisi yang tidak steril
96
Gejala

hidung terkena trauma obstruksi nasi progresif, nyeri

Anamnesa
hidung, kadang disertai epistaksis.

Bila ABSES buntu hidung unilateral berubah bilateral,


nyeri hidung >, sefalgi / panas badan

Inspeksi bagian luar ( aspek nasi ) hiperemi, udem, kulit

Pemeriksaan mengkilat.

Rinoskopi anterior tu pd septum nasi, >> unilat., merah tua


kebiruan

97
Diagnosa banding :
dengan sol. tetrakain efedrin 1% tidak mengecil, permukaan licin
/ elastis ( kenyal ) / nyeri tekan
dengan pungsi percobaan darah / pus
Terapi :
insisi lebar & pemasangan drain pada bagian antero- inferior scr steril
pasang tampon selama 24 jam
tampon diganti tiap hari tidak ada darah atau pus
pada abses diberikan antibiotika

98
Komplikasi / prognosis :
bila tidak diinsisi ( terapi konservatif saja ) darah mengalami
organisasi / fibrosis septum nasi tebal timbul obstruksi nasi
permanen
bila terjadi nekrosis tulang rawan perforasi septum atau terjadi
lorgnet nose ( gangguan kosmetik )
infeksi sekunder abses septi nasi
trombosis sinus kavernosus

99
HEMATOM SEPTI NASI ABSES SEPTI NASI

10
0
10
1
10
2
Rinitis atrofi atau Ozaena, Rinitis Fetida,
Rinitis Krustosa. adalah penyakit infeksi
hidung kronik, yang ditandai adanya atrofi
progresif pada mukosa dan tulang konka dan
pembentukan krusta. Secara klinis, mukosa
hidung menghasilkan sekret yang kental dan
cepat mengering, sehingga terbentuk krusta
yang berbau busuk.
Beberapa kepustakaan menuliskan bahwa rinitis
atrofi lebih sering mengenai wanita. terutama
pada usia pubertas. Baser dkk mendapatkan 10
wanita dan 5 pria, dan Jiang dkk mendapatkan
15 wanita dan 12 pria. Samiadi mendapatkan 4
penderita wanita dan 3 pria Tetapi dari segi
umur, beberapa penulis mendapatkan hasil
yang berbeda. Baser dkk mendapatkan umur
antara 26-50 tahun, Jiang dkk berkisar 13-68
tahun. Samiadi mendapatkan umur antara 15-
49 tahun
Etiologi rinitis atrofi sampai sekarang belum dapat diterangkan dengan
memuaskan,s Beberapa teori yang dikemukakan antara lain:
1) Infeksi kronik spesifik
Terutama kuman Klebsiella ozaena. Kuman ini menghentikan aktifitas sillia
normal pada mukosa hidung manusia. Kuman lain adalah Stafilokokus,
Streptokokus dan Pseudomonas aeruginosa, Kokobasilus, Bacillus mucosus,
Diphteroid bacilli, Cocobacillus foetidus ozaena
2) Defisiensi Fe, vitamin A
3) Sinusitis kronik
4) Ketidakseimbangan hormon estrogen
5) Penyakit kolagen yang termasuk penyakit autoimuni
6) Teori mekanik dari Zaufal
7) Ketidakseimbangan otonom
8) Variasi dari Refex Smpathetic Dystrophy sondrome
9) Herediter
10) Supurasi di hidung dan sinus paranasal
11) Golongan darah.
skuamous atau mempunyai pengaruh kurang baik
atrofik dan fibrosis terhadap frekuensi gerakan silia Ini
dari tunika propria. akan menyebabkan bertumpuknya
Terdapat lendir dan Juga diperberat dengan
pengurangan keringnya mukosa hidung dan
kelenjar alveolar hilangnya silia. Mukus akan
baik dalam jumlah mengering bersamaan dengan
dan ukuran dan terkelupasnya sel epitel.
adanya endarteritis membentuk krusta yang
dan periarteritis merupakan medium vang sangat
Atrofi
pada epitel bersilia
arteriole adanya antibodi
baik untuk pertumbuhan kuman
dan kelenjar
terminal yang berlawanan
seromusinus Rhinitis dengan surfaktan
menyebabkan Ozaena protein A.
pembentukan Defisiensi surfaktan
krusta tebal yang merupakan
melekat. Atrofi penyebab utama
konka menurunnya
menyebabkan resistensi hidung
Keluhan biasanya berupa hidung tersumbat, gangguan penciuman (anosmi), ingus kental
berwarna hijau, adanya krusta (kerak) berwarna hijau, sakit kepala, epistaksis dan hidung terasa
kering
GEJALA KLINIS

Pada pemeriksaan ditemui: rongga hidung dipenuhi krusta hijau, kadang-kadang kuning atau
hitam, jika krusta diangkat, terlihat rongga hidung sangat lapang, atrofi konka, sekret purulen
dan berwarna hijau, mukosa hidung tipis dan kering. Bisa juga ditemui ulat/telur larva (karena
bau busuk yang timbul).

PEMERIKSAAN
Sutomo dan Samsudi membagi ozaena secara klinik dalam tiga tingkat :
a. Tingkat I
Atrofi mukosa hidung, mukosa tampak kemerahan dan berlendir,
krusta sedikit.

b. Tingkat II
Atrofi mukosa hidung makin jelas, mukosa makin kering, warna
makin pudar, krusta banyak, keluhan anosmia belum jelas.

c. Tingkat III
Atrofi berat mukosa dan tulang sehingga konka tampak sebagai
garis, rongga hidung tampak lebar sekali, dapat ditemukan krusta di
nasofaring, terdapat anosmia yang jelas.
THERAPY
Nasal cavity irrigation ; normal saline(2x/day)
Nasal drop lubrication ; 2% menthol in parafin
Intranasal tamponade ; 24hour, 25% glucose in
glycerin inhibit proteolytic organisms &
soften the crust
Antibiotics culture sensitivity
streptomycin, rifampicin or ciprofloxacin
High dose vit A ;
(12.500 to 15.000 IU each day/2 weeks)
Iron preparation

Anda mungkin juga menyukai