Anda di halaman 1dari 103

PRESENTASI MATERI

HIDUNG
Oleh:
Emanuel Baga
Lorensiana
Jordy Marlissa
Paulina Sroyer

Pembimbing:
• dr. Rosmini, Sp.THT-KL
• dr. Agustina, Sp.THT-KL
ANATOMI
HIDUNG &
SINUS
PARANASAL
IS
RINITIS
ALERGIKA

RINITIS
OZAENA/ATROF
I
PENYAKI
T- FISIOLOGI
PENYAKI PENCIUMA
SINUSITIS T N
HIDUNG
CORPUS
ALIENUM
HIDUNG

CARSINOMA
NASOFARING
PEMERIKSA
AN FISIK
HIDUNG
HIDUNG

Merupakan bangunan berongga yang


tampak dari luar berbentuk seperti
piramid menonjol pada garis tengah
diantara pipi dan bibir atas. Secara
anatomis hidung terbagi menjadi:
1. Hidung Luar (Nasus
eksternus)
2. Hidung Dalam (Nasus
internus)
3. Sinus Paranasalis
 Penyusunnya kerangka tulang & tulang
rawan/kartilago yang dilapisi oleh kulit,
jaringan ikat dan otot. Kerangka tulang
terdiri dari:
1.Tulang hidung (os nasalis)
2.Prosesus frontalis os maksila
3.Prosesus nasalis os frontal

Sedangkan kerangka tulang rawan,


terdiri dari:
4.Sepasang kartilago nasalis lateralis
superior
5.Sepasang kartilago nasalis lateralis
inferior atau disebut kartilago ala
mayor
6.Beberapa pasang kartilago ala minor
7. Tepi anterior kartilago septum
CAVUM NASI SEPTUM NASI

 Berbentuk ⁕ Membagi kavum nasi


terowongan
kanan dan kiri
 Dipisahkan oleh
septum nasi → kanan ⁕ Dibentuk oleh tulang
dan kiri
dan tulang rawan
2. Hidung Dalam  Pintu/lubang masuk
⁕ Dilapisi oleh
(Nasus Internus) bagian depan (nares
anterior) perkondrium dan
 Lubang belakang periosteum
(nares posterior/koana)
→ penghubung kavum ⁕ Bagian luar mukosa
nasi dan oropharing hidung
CAVUM NASI SEPTUM NASI
 Bagian tulang:
 Terdapat bagian depan
nares anterior →  lamina perpendikularis
vestibulum. os.etmoid
 os.vomer
 Dinding Kav. Nasi:
 krista nasalis
Lanjutan..  medial : septum nasi os.maksila
 lateral: agger nasi,  krista nasalis
konka dan meatus os.palatina
nasi
 Inferior: os. Maksila  Bagian tulang rawan:
dan palatum
 kartilago septum
 superior: lamina (lamina quadrangularis)
kribriformis
 kolumela
Konka Meatus
 m.inferior → muara
 Tonjolan terdiri dari ductus lakrimalis
tulang rawan yang  m.medius terdapat bula
terpisah etmoid, prosesus
 Ditutup selaput tebal ursinatus, hiatus
Dinding lateral kaya pembuluh darah semilunaris dan
infundibulum etmuid →
cav.nasi  Bersifat semi erektil kompleks osteomeatal

 Konka inferior, media,  Hiatus semilunaris →


celah sempit melengkung
superior & suprema → Terdapat muara sinus
 Dinding lateral frontal, sinus maksila,
sinus etmoid anterior
membentuk rongga
→ meatus (inferior,  m.superior terdapat
medius dan superior) muara sinus etmoid
posterior dan sfenoid
KERANGKA SEPTUM NASI
SEPTUM NASI
3. SINUS
PARANASALI
S
• Terbesar, bentuk pyramid
Sinus • Saat lahir 6 – 8 ml, dewasa :15 ml
Maxillaris • Dinding anterior: fossa canina
• Dinding posterior: permukaan infratemporal
maxila
• Dinding medial: dinding lateral rongga
hidung
• Dinding superior: dasar orbita
• Dinding inferior: prosesus alveolaris dan
palatum
• Ostium: di superior dinding medial sinus,
bermuara ke hiatus semilunaris melalui
infundibulum etmoid
• Terbentuk  bulan ke empat
Sinus Frontal fetus
• Berkembang  usia 8-10 tahun
• Tidak simetris
• Dipisahkan oleh sekat yang
terletak digaris tengah
• Ukuran : 2,8cm(T), 2,4cm(L),
2cm(dalam)
• Tersekat-sekat tapi tepinya
berlekuk-lekuk
• Ostium: terletak di resesus
frontal, dan berhubungan
dengan infundibulum etmoid
• Ukuran : anterior ke posterior 4-5cm, tinggi
Sinus 2,4cm dan lebar 0,5cm dibagian aterior dan
Ethmoid 1,5cm dibagian posterior
• Letak antara konka media dan dinding
medial orbita
• Sinus etmoid
 anterior yang bermuara di meatus medius
 posterior yang bermuara di meatus
posterior
 Resesus frontal (berhubungan dengan
sinus frontal)
 Infundibulum (tempat bermuara sinus
maxila)
Sinus • Terletak dalam os sphenoid dibelakang sinus
ethmoid
Sphenoid
• Dibagi dua oleh septum intersfenoid
• Ukuran : 2cm(T),1,7cm(L),2,3cm(dalam)
• Volume : bervariasi dari 5 -7,5ml
• Batas – batasnya :
 Superior : fossa serebri media dan
kel.hipofisa
 Inferior : atap nasofaring
 Lateral : berbatas dengan sinus
kavernosa dan a.karotis interna
 Posterior : fossa serebri posterior
di daerah pons
1. Sebagai pengatur kondisi udara
2. Sebagai penahan tubuh
3. Membantu keseimbangan kepala
Fungsi Sinus 4. Membantu resonasi suara
Paranasalis 5. Peredam perubahan tekanan udara
6. Membantu produksi mukus untuk membersihkan
rongga hidung
Vaskularisasi Hidung

 Bagian atas cavum nasi → a.etmoid anterior & posterior → cabang dari a.oftalmika
yang berasal dari a.karotis interna

 Bagian bawah cavum nasi → a.palatina mayor & a.sfenopalatina → cabang dari
a.maksilaris interna

 Hidung luar → Cabang a.fasialis


1. Saraf Pembau : N. Olfactorius
2. Saraf Sensoris : cab. N. Trigeminus
 N. Opthalmicus  N. Ethmoidalis Anterior
Inervasi  N. Maxillaris melalui Ganglion Sphenopalatina

Hidung 3. Saraf Otonom


 Simpatis : Ganglion Cervikalis Superior  Ganglion
Sphenopalatina
 Parasimpatis : N. Facialis
 Ganglion Sphenopalatina
 N. Vidianus
 Sel bipolar: Sel saraf (N. Olfaktorius)
FISIOLOGI mempunyai tonjolan2 berupa mikrovili seperti
PENCIUMAN rambut (rambut penciuman/silia penciuman)
→ mendeteksi berbagai macam bau2
 Fungsi sel bipolar: Reseptor & sel ganglion

Nervus olfaktorius dilapisi sel khusus yang


mengeluarkan fibril2 halus terjalin dgn serabut2
dari bulbus olfaktorius
Dari bulbus olfaktorius penciuman dihantarkan
melalui traktus olfaktorius menuju pusat olfaktori
pada lobus temporalis otakditafsirkan
Indera penciuman akan melemah, bila selaput
lendir hidung sangat kering, terlalu basah atau
membengkak seperti saat influenza.
Anamnesa
• Sumbatan Hidung
• Sekret di hidung
• Bersin
Keluhan Utama • Rasa nyeri di daerah muka
dan kepala
• Epistaksis
• Gangguan Penghidu
SUMBATAN HIDUNG

Apakah keluhan
sumbatan ini
terus menerus ? Adakah riwayat Apakah mulut
Hilang timbul ? kontak dengan dan tenggorokan
1 atau 2 ? bahan alergen ? terasa kering ?
Bergantian ?
SEKRET DI HIDUNG

Terjadi pada salah satu atau kedua rongga hidung ?

Bagaimana konsistensi sekret ?

Apakah sekeret ini keluar hanya pada pagi hari atau


pada waktu tertentu misalnya pada musim hujan ?
BERSIN

Bersin yang
berulang-ulang 
alergi hidung

Apakah bersin timbul


akibat menghirup
sesuatu yang diikuti
keluar secret yang
encer dan rasa gatal di
hidung, tenggorok,
mata dan telinga
NYERI DI DAERAH
MUKA & KEPALA

Nyeri di daerah dahi, pangkal hidung, pipi dan tengah kepala 


Sinusitis

Rasa nyeri atau rasa berat dapat timbul bila menundukkan kepala
dan berlangsung dalam beberapa jam/hari
• Anterior/ posterior rongga
hidung ?
• 1 atau 2 lubang hidung ?
• Sudah berapa kali ?
• Mudah dihentikan/tidak?
EPISTAKSIS • Riwayat trauma
hidung/muka ?
• Penyakit kelainan darah ?
hipertensi ?
• Pemakaian obat anti
koagulansia ?
GANGGUAN PENGHIDU

Hiposmia Anosmia

Parosmia Kakosmia
Pemeriksaan
Hidung
Alat dan bahan

Lampu Kepala Spekulum Hidung Pinset bayonet Kaca nasofaring

Spatel Lidah Xylocaine Spray


Bunsen dan Spirtus Kassa
Pemeriksaan
Luar
Inspeksi
• Bentuk hidung : simetris/asimetris, bentuk saddle/humped
nose
• Bengkak (Oedem)
• Warna hidung : hiperemis/pucat
• Adanya sekret/darah yang keluar dari hidung
Palpasi

• Dorsum nasi : krepitasi dan deformitas.

• Ala nasi : furunkel vestibulum (jika nyeri)

• Adakah nyeri tekan di daerah sinus frontalis dan maksilaris.


Pemeriksaan
Hidung

1 Rinoskopi
AnterioR
3 transiluminasi

2 Rinoskopi posterior
1
Rinoskopi AnterioR
Teknik pemeriksaan:

• Spekulum di pegang dengan tangan


kiri.
• Spekulum dalam posisi horizontal,
tangkai lateral, mulut media.
• Mulut spekulum dimasukan
kedalam lubang hidung, lalu dibuka,
waktu mengeluarkan jangan ditutup
dulu di dalam.
Hal-hal yang dapat dinilai :

• Vestibulum hidung, septum terutama bagian anterior, konka


inferior, konka media, konka superior serta meatus sinus
paranasal dan keadaan mukosa rongga hidung.
• Bila edama, masukkan tampon kampas adrenalin pantokain
beberapa menit.
2
Rinoskopi posterior
Teknik pemeriksaan:

• Pasien diminta membuka mulut


• Lidah 2/3 anterior ditekan kebawah
• Pasien diminta bernapas lewat mulut uvula terangkat
• Masukan kaca nasofaring yang telah di hangatkan, kaca
menghadap ke atas lalu masukan kaca ke bawah uvula -
nasofaring.
• Setelah berada di nasofaring napas lewat hidung
Hal-hal yang dapat dinilai :

• Perhatikan bagian septum dan koana


• Kaca diputar ke lateral sedikit konka superior, konka media dan
konka inferior serta meatus superior dan meatus media.
• Diputar lebih ke arah lateral torus tobarius, muara tuba
Eustachius dan fossa Rossenmuler
Ruang Gelap
3
transiluminasi
Sinus Frontalis

Cara :
• Lampu diletakan dibawah sinus frontalis
• Lampu ditekankan ke arah media-
superior
• Cahaya yang memancar ke depan
ditutup dengan tangan kiri.

Sinus normal bila dinding depan terlihat


terang.
Sinus Maksilaris
Cara I :
• Mulut dibuka lebar
• Lampu ditempatkan pada margo inferior orbita, cahaya kearah inferior
• Cahaya yang memancar kedepan ditutup dengan tangan kiri

Sinus normal bila palatum durum homolateral tampak terang.


Cara II :
• Mulut dibuka lalu masukakan lampu
• Mulut ditutup rapat
• Cahaya yang memancar dari mulut dan bibir atas ditutup dengan
tangan kiri

Sinus normal bila dinding depan sinus maksilaris apakah terang.


Seperti bulan sabit
Penyakit pada
Hidung
1
Rinosinositis
DEFINISI

Rinosinusitis merupakan inflamasi mukosa pada hidung dan


sinus paranasalis
KLASIFIKASI

Sinusitis Keterangan
Sinusitis akut < 4 minggu
Sinusitis akut rekuren ≥ 4 episode dalam 1 tahun, setiap
episode berlangsung < 2 minggu
Sinusitis subakut 4-12 minggu
Sinusitis kronis >12 minggu
Eksaserbasi akut sinusitis kronis Ketika tanda dan gejala sinusitis
kronik muncul tetapi reda setelah
terapi
ETIOLOGI
ISPA akibat virus, (Pneumococcus, • Infeksi gigi,
Streptococcus,Staphylococcus,Haemophilus
influenzae,Moraxella catarrhalis) • Kelainan imunologik,

• Rinitis • Pada anak  hipertrofi adenoid

• Polip hidung, • Faktor lain: Lingkungan berpolusi,

• udara dingin dan kering, kebiasaan


Kelainan anatomi
merokok
• Sumbatan KOM,
• Infeksi tonsil,
FAKTOR RISIKO
● Infeksi hidung (rinitis, common cold, influenza)
● Infeksi dental (molar dan premolar)
● Infeksi tonsil
● Deviasi septum
● Polip nasi
Tanda dan Gejala
Tanda Gejala
● Tampak kemerahan ● Nyeri
● Edema ● Hidung tersumbat
● Sekret mukopurulen ● Malaise
● Demam
● Menggigil
MANIFESTASI KLINIS

Keluhan Utama: Hidung tersumbat

Sinusitis dapat dicurigai bila ditemukan

2 kriteria mayor + 1 minor atau 1 mayor + 2 minor 50


DIAGNOSIS
● Anamnesis: onset, lokasi
● Pemeriksaan fisik: nyeri tekan
● Pemeriksaan penunjang: CT scan, rinoskopi,
transiluminasi, nasal smear, sinus puncture
PEMERIKSAAN FISIK
RINOSKOP
RINOSKOP
I
I
POSTERIO
ANTERIOR
R
Mukosa konka Pus pada
hiperemis & nasofaring (post
edema nasal drip)

Sekret
mukopurulen
pada rongga
hidung
Teknik palpasi Untuk pemeriksaan sinus
Untuk pemeriksaan sinus Frontalis : maxillaris :
● Pemeriksa menekan dinding muka sinus Tekan area fossa canina dengan ibu
frontalis dengan ibu jari kearah medial jari ke arah medial dengan tenaga
dengan tenaga yang optimal dan yang optimal dan simetris.
simetris. Hindari menekan foramen infraorbital
● Hindari menekan foramen supraorbital krna trdpat n.infraorbialis sehingga
karena terdapat n. supraorbital dapat menimbukan nyeri
sehingga juga menimbulkan sakit.
Pemeriksaan Penunjang
1. GOLD Standard diagnosis CT-Scan
2. Foto Polos Kepala
Posisi Waters, PA dan lateral (Hanya mampu menilai sinus besar Maksila dan Frontal)
3. Transiluminasi (sinus yang sakit akan menjadi suram / gelap)

CT Scan Waters Transiluminasi


TATALAKSANA

Tujuan:
1. Mempercepat penyembuhan
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah perubahan  kronik

Prinsip pengobatan:
4. Membuka sumbatan di KOM --> drainase dan ventilasi sinus kembali
normal
TATALAKSANA
MEDIKAMENTOSA

Antihistamin

Analgetik Dekongestan

Antibiotik Medikamentosa Steroid


Sinusitis Akut
Terapi yang diberikan
• Antibiotik 10-14 hari Antinyeri: Paractamol, Ibuprofen
• Dekongestan lokal (tetes hidung) Dekongestan topikal: Oxymetazoline
(penggunaannya tidak boleh >3 hari, krn dpt
• Analgesik untuk menghilangkan nyeri menyebabkan rebound effect. Kondisi ini dapat
menyebabkan hidun akan semakin tersumbat
Sinusitis Subakut ketika obat dihentikan). Fenilefrin HCl,
pseudoefedrin
• Pungsi &amp;amp; irigasi sinus Steroid Intranasal: Beclomethasone, Fluticasone
• Tindakan pencucian Proetz Irigasi nasal (cuci hidung). Menggunakan Nacl 0.9
% untuk menjaga sinus tetap bersih
Sinusitis Kronis Anti Alergi: Loratadine, Cetirizine. Hanya efektif
untuk rinosinusitis yg dipicu karena alergi
• Antibiotik selama 2 minggu
Terapi Non Obat
• Tindakan operatif
Fisoterapi. Terapi pemanasan menggunakan
• Pembedahan radikal. Sinus maksila→ Caldwell-Luc, Sinus ethmoid → sinar gelombang pendek yang bertujuan untuk
mengencerkan sekret dan mempercepat
ethmoidektomi penyembuhan
• Pembedahan tidak radikal : BSEF

Bedah
• Functional Endoscopic Sinus Surgery (FEES)
• Prosedur Caldwell-Luc
• Artrostomi inferior (naso-antral window)
EPOS 2020 : Jalur Perawatan untuk CRS
CARA MENCEGAH
RINOSINUSITIS
1. Hindari Faktor pencetus : Asap rokok, debu, polusi udara
2. Berhenti merokok,
3. Menjaga daya tahan tubuh dengan menerapkan pola hidup sehat
dan bersih
4. Jika diperlukan, lakukan vaksinasi flu setiap tahun
Jadwal Vaksin Influenza (IDAI
1. Orang dewasa dan anak Usia min 6 bulan
2017)
2. Pada Anak Usia < 9 tahun, vaksin diberikan 2 dosis dengan interval
minimal 4 minggu dari dosis pertama
3. Pada anak usia > 9 tahun, vaksin cukup diberikan 1 kali
4. Dosis ulangan (booster) diberikan setiap 1 tahun sekali
Komplikasi

Komplikasi orbita : Kelainan Paru:


Sinus paranasal berdekatan dengan orbita. Paling Seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis. Adanya
sering sinusitis etmoid. kelainan sinus paranasal dengan kelainan paru
Kelainan berupa : edema palpebra, selulitis disebut sinobronkitis. Sehingga dapat menyebabkan
orbita, abses subperiosteal, abses orbita, dan kambuhnya asma bronkial yang sukar dihilangkan
trombosis sinus kavernosus sebelum sinusitisnya disembuhkan

Osteomielitis dan abses subperiostal: Komplikasi Intrakranial :


Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan Meningitis, abses ekstradural/subdural, abses otak,
biasanya ditemukan pada anak-anak. Dapat trombosis sinus kavernosus
timbul fistula pada pipi
RINITIS ALERGI
DEFINI
SI
Penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi
alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah
tersensitisasi dengan allergen yang sama serta
dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi
paparan ulangan dengan allergen spesifik tersebut.

Menurut (WHO ARIA) : kelaianan pada hidung


dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan
tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen
yang diperantai oleh IgE.
Reaksi alergi terdiri dari 2 fase, yaitu :

Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi


Fase Cepat (RAFC) : berlangsung sejak kontak dengan
alergen sampai 1 jam setelahnya.

Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL)


yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase
hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung
sampai 24-48 jam.
T I O L O G I
Alergen Inhalan

Alergen Ingestan
E

Alergen Injektan

Alergen Kontaktan
Klasifikasi Rinitis Alergi Menurut ARIA 2001
Diagnosis Rinitis Alergi

Anamnesis :
Khas : bersin-bersin berulang, rinore yang encer dan banyak, hidung
tersumbat, hidung dan mata gatal.

Pemeriksaan Fisik:
Rinoskopi anterior : mukosa edema, basah, warna pucat, secret encer
dan banyak.
Pada anak : allergic shiner, allergic salute, allergi crease.
Pemeriksaan Penunja
ng
In vitro :
• Hitung Eosinofil
• Pemeriksaan IgE total
• Pemeriksaan Sitologi hidung

In vivo :
• Uji SET (Skin End Point Titration)
• Uji IPDFT (Intracutaneus Provocative Dilutional Food Test)
Tatalaksana :
1. Menghilangkan atau menghindari allergen penyebab
2. Medikamentosa
Golongan obat
Antihistamin Ceterizin 10 mg
Dekongestan oxymetazolin Iliadin < 2minggu
atau (oxymetazoline Kriteria Rujukan
xylometazolin HCL 0,005%) 1. Bila perlu dilakukan
Prick Test untuk
pseudoefedrin, Pseudo efedrin Tablet : 15
fenilefrin (30-60 mg) mg, 30 mengetahui jenis
Phenylephrine mg,60 alergen.
(10 mg) mg,120 mg 2. Bila perlu dilakukan
tindakan operatif.

kortikosteroid metilprednisolon 4 mg

3. Operatif
4. Imunoterapi
Komplikasi

Polip Hidung

Otitis Media

Rinosinusitis
RINITIS OZAENA

Rhinitis Ozaena atau Rhinitis Atrofi adalah suatu


penyakit infeksi hidung kronik yang ditandai
dengan adanya atrofi progresif pada mukosa dan
tulang konka.

Secara klinis mukosa hidung menghasilkan secret


yang kental dan cepat mongering sehingga
terbentuk krusta yang berbau busuk.
ETIOLOGI

Defisiensi Fe Sinusitis kronik

Infeksi oleh kuman spesifik


klebsiella ozaena, kuman lainnya
yang juga sering ditemukan ialah
stafillokokus, streptokokus dan
pseudomonas aeruginosa

Kelainan
Defisiensi vit A
hormonal

Penyakit
autoimun
K LAS I F I KAS I

Rhinitis Terjadi pada hidung tanpa kelainan


Ozaena sebelumnya. Penyebabnya adalah
KLASIFIKASI Primer mikroorganisme Klebsiella Ozaena.

Rhinitis Komplikasi karena bedah sinus,


Ozaena radiasi, trauma serta infeksi lokal
Sekunder setempat.
Sekretnya kental
Napas berbau berwarna hijau

Hidung merasa Terdapat kerak


tersumbat (krusta) hijau

GEJALA
KLINIS
Sakit kepala Ada gangguan
penghidu
Pemeriksaan Penunjang

• Pemeriksaan histopatologik yang berasal dari


biopsi konka media.
• Pemeriksaan mikrobiologi dan uji resistensi
kuman.
• Tomografi computer (CT Scann) sinus paranasal.
Rinoskopi Anterior
Rhinitis Atrofi
Pada pemeriksaan RINOSKOPI ANTERIOR ditemukan: rongga hidung
dipenuhi krusta hijau, kadang-kadang kuning atau hitam, jika krusta
diangkat, terlihat rongga hidung sangat lapang, atrofi konka, sekret
purulen dan berwarna hijau, mukosa hidung tipis dan kering. Bisa juga
ditemui ulat/telur larva (karena bau busuk yang timbul).
PENATALAKSANAA
N
• Pemberian antihistamin seperti cetirizine 10 mg /kgbb
selama 10 hari, antibiotik golongan sefalosporin cefixime
Konservatif dosis 200-400 mg/kgbb selama 7-14 hari

• Jika dengan pengobatan konservatif tidak ada perbaikan


maka dilakukan tindakan operasi
Operatif
Corpus Alineum Hidung
Definisi

Benda yang berasal dari luar tubuh


atau dari dalam tubuh yang dalam
keadaan normal tidak ada pada hidung
dan paling sering pada anak-anak.
Klasifikasi

Benda asing eksogen Benda asing endogen

Benda padat : Dapat berupa:


• zat organik (kacang-kacangan) 1. sekret kental
• zat anorganik (paku, jarum, 2. darah
peniti, kapur barus, batu) 3. bekuan darah
4. pus, krusta
Epidemiologi

 Paling sering terjadi pada anak usia 1-4 tahun → cenderung mengeksplorasi
tubuhnya, terutama daerah yang berlubang seperti hidung.
 Mereka memasukkan benda asing sebagai upaya:
• mengeluarkan sekret atau benda asing yang sebelumnya ada di dalam hidung
• untuk mengurangi gatal atau perih akibat iritasi yang sebelumnya sudah
terjadi
 Anak → makanan, permen, manik-manik dan kertas
 Orang dewasa kapas → cotton bud, kecoa, semut, nyamuk dan lintah.
 Morbiditas bahkan mortalitas → masuk ke saluran nafas bawah
Patofisiologi
Masuknya benda
asing
Benda asing anorganik :
 Iritasi pada mukosa → Reaksi inflamasi dapat
menghasilkan toksik
Reaksi inflamasi  Sekret yang tertinggal, dekomposisi benda asing, dan
ulserasi yang menyertai dapat menghasilkan fetor
yang berbau busuk
 Sebuah benda asing dapat menjadi inti peradangan
Kongesti, edema pada apabila tertanam dalam jaringan granulasi yang
mukosa hidung
terpapar oleh kalsium, magnesium fosfat, karbonat →
Rhinolith.
 Destruksi pada septum nasi (Baterai cakram)

Benda asing organik :


Terjadi, ulserasi, epistaksis, jaringan Reaksi inflamasi dengan derajat bervariasi → infeksi
granulasi, erosi, bahkan sinusitis
(bergantung sifat benda asing) lokal sampai destruksi masif tulang rawan dan tulang
hidung dengan membentuk daerah supurasi yang dalam
dan berbau.
Lokasi Tersering Benda Asing Hidung

Sebagian besar ditemukan di dasar hidung, tepat di bawah


konka inferior atau di bagian atas fossa nasal anterior hingga
ke bagian depan konka media.
 Benda-benda kecil dianterior rongga hidung → mudah
dikeluarkan
 Benda asing yang cukup lama serta benda hidup → kesulitan
dalam mengeluarkannya
 Benda asing di rongga postnasal → dapat teraspirasi dan
terdorong ke belakang saat usaha pengeluaran → obstruksi
jalan nafas akut
Manifestasi Klinis

• Tergantung pada lokasi, derajat sumbatan (total / sebagian), sifat, bentuk, dan
ukuran → Tanpa gejala sampai kematian (akibat sumbatan total)

• Gejala paling sering: hidung tersumbat, rinore unilateral dengan cairan kental dan
berbau, Kadang terdapat rasa nyeri, demam, epistaksis dan bersin.

• Pada pemeriksaan → tampak edema dengan inflamasi mukosa hidung unilateral dan
dapat terjadi ulserasi.

• Benda asing biasanya tertutup oleh mukopus → disangka sinusitis


Diagnosis
1.Anamnesis
• Gejala klinis
• Jenis dan telah berapa lama tersedak benda asing

2. Pemeriksaan Fisik
• Rhinoskopi anterior
• Dapat ditemukan:
 Destruksi luas pada mukosa membran, tulang, dan kartilago
 Mukosa hidung → lunak dan mudah berdarah
 Edema dengan inflamasi mukosa hidung unilateral sampai
ulserasi
 Tertutup mukopus → disangka sinusitis
 Kasus Rhinolith → kavum nasi berwarna keabu-abuan, ireguler,
keras dan terasa berpasir
Pemeriksaan Penunjang

Endoskopi Foto X-ray


• diagnosis pasti • Benda bersifat radioopak → dilakukan < 24 jam atau
segera setelah kejadiaan
• Selain itu endoskopi berguna dalam ekstraksi
• Benda bersifat radioluscen→ dilakukan setelah 24 jam →
atau pengeluaran benda asing hidung belum menunjukkan gambaran radiologis berarti
Penatalaksanaan

Ekstraksi Benda Asing

Visualisasi baik : Lampu kepala dan spekulum hidung


• Bentuk benda asing:
 PIPIH : jepit dgn pinset, tarik keluar
 BULAT : masukkan alat pengait benda asing dari tepi bagian
atas rongga hidung melewati benda asing, kemudian alat pengait
turunkan & tarik keluar.
Jangan mendorong benda asing ke belakang karena dapat masuk ke
laring ketika anak menarik napas waktu menangis
Penatalaksanaan

 Cacing, larva, lintah


1. Kloroform 25% dimasukkan dalam hidung
2. Dapat dilakukan 2-3x/minggu
3. Dapat dilanjutkan dengan suction, irigasi,
dan kuretase
 Pasien Myasis → Kondisi komplikasi dan
morbilitas tinggi
1. Operasi debridement
2. Antibiotik parenteral
3. Antiparasit (dapat dipertimbangkan)
CARSINOMA NASOFARING
Definisi

Karsinoma nasofaring adalah karsinoma sel skuamosa yang berasal dari epitel mukosa pada
nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai diantara
tumor ganas THT di Indonesia.

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak
ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan
karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal
(18 %), laring (16), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam presentasi
rendah.
Genetik

Faktor
Lingkunga
n/pekerjaa ETIOLOG Epstein
n I Barr virus

Pola
makan/diet
GEJALA KLINIS

Gejala Nasofaring Dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung

- Tinnitus, rasa tidak nyaman ditelinga sampai rasa nyeri di telinga


Gejala Telinga
(otalgia)
- Tidak jarang pasien dengan gangguan pendengaran ini baru
kemudian disadari bahwa penyebabnya adalah karsinoma nasofaring
Gejala klinis
Metastasis ke kelenjar
Gejala mata dan saraf
leher

• Penjalaran dari foramen laserum akan • Lebih dari 50% pasien KNF
mengenai nervus cranialis III, IV, VI, datang dengan keluhan
dan V sehingga tidak jarang gejala benjolan dileher
diplopialah yang membawa pasien ke • Pembesaran kelenjar getah
dokter bening ini biasanya pada
• Sindrom Jackson/sindrom unilateral bagian atas leher sesuai dengan
bila sudah mengenai seluruh nervus lokasi tumor (ipsilateral) ,
cranialis, dapat pula disertai dengan namun tidak jarang bilateral
destruksi tulang tengkorak
Diagnosis

ANAMNESIS
• Gejala yang muncul bergantung pada sudah stadium mana perjalanan penyakit
KNF pada pasien. Gejala dapat berupa telinga terasa penuh, tinnitus, otalgia,
hidung tersumbat, lendir bercampur darah (blood-stained rhinorrhea) . Pada
stadium lanjut dapat ditemukan benjolan pada leher , erjadi gangguan saraf ,
diplopia, dan neuralgia trigeminal (saraf III,IV,V,VI).

Pemeriksaan Fisik
• Dilakukan pemeriksaan status generalis dan status lokalis.
• Pemeriksaan nasofaring :
• Rhinoskopi posterior
• Nasofaringoskop (fiber/rigid)
• Pemeriksaan nasoendoskopi dengan NBI (Narrow Band Imaging) digunakan
untuk skrining , meliha mukosa dengan kecurigaan kanker nasofaring, panduan
lokasi biopsi, dan follow up terapi pada kasus-kasus dengan dugaan residu dan
residif.
Pemeriksaan Radiologi

CT-Scan USG Abdomen Foto Toraks Bone Scan/Bone Survey


Pemeriksaan radiologic Untuk melihat Untuk melihat adanya Untuk melihat
berupa CT-Scan nasofaring metastasis organ-organ nodul di paru atau apakah ada
mulai setinggi sinus frontalis intra abdomen. Apabila metastasis ke paru atau metastasis tulang
sampai dengan klavikula, dapat keraguan pada apabila dicurigai adanya
kelainan yang atau tidak
potongan koronal, aksial, dan kelainan maka
sagittal, tanpa dan dengan ditemukan dapat dilanjutkan dengan CT-
kontras. CT-Scan berupa dianjurkan dengan CT- Scan toraks dengan
untuk melihat tumor primer Scan abdomen dengan kontras
dan penyebaran ke jaringan kontras.
sekitarnya serta penyebaran
kelenjar getah bening
regional.
Klasifikasi Stadium
(Untuk penentuan stadium dipakai system TNM Menurut UICC 2002)

Tumor Primer (T) Pembesaran KGB Regional

T0 Tidak tampak tumor NX Pembesaran KGB tidak dapat


dinilai
T1 Tumor terbatas nasofaring
T2 Tumor meluas ke jaringan lunak N0 Tidak ada pembesaran

T2a : perluasan tumor ke orofaring dan N1 Metastasis KGB unilateral, dengan


atau rongga hidung tanpa perluasan ke ukuran terbesar ≤ 6cm, diatas fossa
parafaring supraclavicula

T2b : disertai perluasan ke parafaring


N2 Metastasis KGB bilateral dengan
T3 Tumor menginvasi struktur tulang dan ukuran terbesar ≤ 6m, diatas fossa
atau sinus paranasal supraclavicula

T4 Tumor dengan perluasan intracranial dan


atau terdapat keterlibatan saraf cranial,
fossa infratemporal , hipofaring, orbita, N3 Metastasis KGB bilateral dengan
atau ruang masticator ukuran > 6cm, atau terletak di dalam
fossa supraclavicula

T0 Tidak tampak tumor


Stadium
Stadium T N M
Stadim I T1s N0 M0
Metastasi Jauh Stadium T2a N0 M0
(M) IIA
Stadium T1 N1 M0
IIB
M1 Metastasis jauh tidak dapat
dinilai T2a N1 M0
M0 Tidak ada metastasi jauh T2a N0, N1 M0
Stadium T1 N2 M0
M1 Terdapat metastasis jauh III
T2a, N2 M0
T2b
T3 N2 M0
Stadium T4 N0,N1,N2 M0
IVa
Stadium Semua T N3 M0
IVb
Stadium Semua T Semua N M1
IVc
Penatalaksanaan

Stadium I  Radioterapi
Stadium II  Kemoradiasi
Stadium IV N< 6 cm  Kemoradiasi
Stadium IV N> 6 cm  Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan
kemoradiasi
Tindakan Operasi :Diseksi leher dan Nasofaringektomi
Imunoterapi : Jika penyebab KNF adalah EBV (Virus Epstein-
Barr)
Prognosis

Diperburuk oleh beberapa faktor seperti :

Stadium yang lebih lanjut Ras kulit putih

Adanya pembesaran kelenjar leher


Usia lebih dari 40 tahun

Laki-laki dari pada perempuan Adanya kelumpuhan saraf


otak dan adanya kerusakan
Adanya metastasis jauh tulang tengkorak
TERIMAKASIH
!

Anda mungkin juga menyukai