Anda di halaman 1dari 23

ANATOMI DAN FISIOLOGI

HIDUNG DAN NASOFARING

Disusun oleh :
Ega Florence Bernadette Sihombing
190100144

Pembimbing :
Dr. dr. Lia Restimulia, Sp. T.H.T.B.K.L
LATAR BELAKANG
Hidung merupakan salah satu organ yang penting dalam tubuh manusia
Hidung memiliki berbagai fungsi yang penting yaitu fungsi respirasi sebagai
penyaring udara dan saluran awal pernafasan , fungsi penciuman karena terdapat
nervus olfaktorius, fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, fungsi statistic
dan mekanik, serta refleks nasal
Pemahaman yang baik tentang anatomi dan fisiologi hidung merupakan bekal yang
sangat diperlukan untuk memahami berbagai penyakit pada hidung.
HIDUNG BAGIAN LUAR
Bagian-bagian hidung luar :
1) pangkal hidung (bridge),
2) batang hidung (dorsum nasi),
3) puncak hidung (tip),
4) ala nasi,
5) kolumela,
6) lubang hidung (nares anterior).

Tulang :
- os nasal
- prosesus frontalis os maksila
- prosesus nasalis os frontal

Kartilago :
- nasalis lateralis superior,
- nasalis inferior,
- alar mayor,
- anterior kartilago septum
HIDUNG BAGIAN DALAM
• Lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior
dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang
menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.
• kavum nasi dipisahkan septum nasi di bagian tengahnya menjadi
kavum nasi kanan dan kiri.
• Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi,
tepat dibelakang nares anterior, disebut vestibulum. => dilapisi
oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebacea dan rambut-
rambut panjang (vibrise).
• Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial,
lateral, inferior, dan superior
Dinding Medial
• Dinding medial = Septum Nasi
• Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista
nasalis os maksila dan krista nasalis os palatina.
• Bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis),
dan kolumela (Soetjipto et al, 2012).

Dinding Lateral

• Terdapat konka nasalis (penonjolan tulang yang dilapisi mukosa),


berjumlah 4 buah yaitu : konka inferior, media, superior, dan suprema
(rudimenter).
• Diantara konka dan dinding lateral hidung terdapat meatus (rongga
sempit)
• Meatus inferior => muara duktus lakrimalis
• Meatus media => muara sinus frontal, maxila, dan etmoid anterior
• Meatus superior => muara sinus etmoid posterior dan sfenoid
Dinding Inferior
• Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os
maksila dan os palatum.

Dinding Superior
• Atap rongga hidung dibentuk oleh os sfenoid.
• Lamina kribriformis merupakan tempat masuknya serabut saraf olfaktorius.
Di bagian posterior, (Soetjipto et al, 2012)
Kompleks OsteoMeatal (KOM)
Kompleks Osteomeatal (KOM) merupakan celah pada dinding lateral hidung
yang dibatasi oleh konka media dan lamina papirasea. => tempat ventilasi dan
drainase dari sinus-sinus yang terletak di anterior.

Struktur anatomi penting yang membentuk KOM adalah :


- prosesus unsinatum
- infundibulum etmoid,
- hiatus semilunaris,
- bula etmoid,
- agger nasi,
- resesus frontalis.
PERDARAHAN HIDUNG
Bagian depan
(Pleksus Kiesselbach)
a.sfenopalatina, a. etmoid anterior, a.
labialis superior, dan a. palatine mayor

Bagian depan
(Pleksus Kiesselbach)
a. nasalis posterior, a. sfenopalatina,
dan a. faringeal asendens

Vena
• Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan
dengan arterinya.
• Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v. oftalmika yang
berhungan dengan sinus kavernosus.
PERSARAFAN HIDUNG
Bagian depan dan atas rongga Ganglion sfenopalatina memberikan persarafan
hidung mendapat persarafan sensoris juga persarafan vasomotor atau otonom untuk
sensoris dari N.etmoidalis mukosa hidung.
anterior, yang merupakan Ganglion ini menerima serabut saraf sensoris dari n.
cabang dari n. nasosiliaris, maksila (N.V-2) , serabut parasimpatis dari n. petrosus
yang berasal dari n. oftalmikus superfisialis mayor dan serabut saraf simpatis dari n.
(N. V-1) petrosus profundus.

Fungsi penghidu berasal dari n. olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina kribrosa dari
permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor
penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.
SINUS PARANASAL
Terdapat 4 pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus
etmoid dan sinus sfenoid

• Sinus maksilaris, terletak di corpus maksila


dan berhubungan dengan meatus medius.

• Sinus frontalis, terletak di antara tabula dalam


dan luar dari os frontal, dibelakang Arcus
superciliaris dan radix nasi.

• Sinus sphenoidalis, terletak dalam corpus os


sphenoidalis dan dapat meluas ke dalam ala
tulang tersebut.

• Sinus ethmoidalis, terletak pada tulang


ethmoid diantara mata dan hidung
SISTEM TRANSPOR
MUKOSILIER
SILIA
• Silia merupakan struktur yang menonjol dari permukaan sel. Bentuknya panjang,
dibungkus oleh membran sel dan bersifat mobile. Tiap silia tertanam pada badan
basal yang letaknya tepat di bawah permukaan sel.
• Pola gerakan silia seolah-olah menyerupai ayunan tangan seorang perenang =>
yaitu active stroke dan recovery stroke, dengan perbandingan durasi geraknya kira-
kira 1 : 3. Gerakan silia tidak secara serentak, tetapi berurutan seperti efek domino
PALUT LENDIR
• Palut lendir dihasilkan oleh sel-sel goblet pada epitel, kelenjar seromukosa, dan
kelenjar lakrimal.
• Bagian bawah = lapisan perisilier = cairan serosa (sol layer) mengandung
laktoferin,lisozim , inhibitor lekoprotease sekretorik, dan IgA sekretorik(s-IgA).
• Bagian atas = cairan mukus (gel layer) mengandung protein plasma seperti
albumin, IgG, IgM, dan faktor komplemen

• Kedalaman lapisan perisiliar sangat penting untuk mengatur interaksi antara silia
dan palut lendir.
• Pada keadaan peningkatan perisiliar, maka ujung silia tidak akan mencapai lapisan
superfisial yang dapat mengakibatkan kekuatan aktivitas silia terbatas atau terhenti
sama sekali.
SISTEM TRANSPOR MUKOSILIER
• Sistem transport mukosilier merupakan sistem pertahanan aktif rongga hidung
terhadap virus, bakteri, dan jamur atau partikel berbahaya lain yang terhirup bersama
udara.

• Efektivitas sistem transport mukosilier dipengaruhi oleh kualitas silia dan palut
lendir.

• Ujung silia dalam keadaan tegak, masuk menembus gumpalan mukus, kemudian
menggerakkannya ke arah di bawahnya akan dialirkan ke arah posterior oleh
aktivitas silia.

• Pergerakan silia lebih aktif pada meatus medius dan inferior, yang menyebabkan
gerakan mukus dalam hidung umumnya ke belakang, silia cenderung akan menarik
lapisan mukus dari kavum nasi ke dalam celah-celah ini
Pada dinding lateral terdapat 2 rute besar transport mukosilier.
• Rute pertama merupakan gabungan sekresi sinus frontal, maksila, dan etmoid
anterior => bergabung di dekat infundibulum etmoid => tepi prosesus
unsinatus=> dinding medial konka inferior => nasofaring melewati bagian
antero-inferior orifisium tuba eustachius.

• Rute kedua, merupakan gabungan sekresi sinus etmoid posterior dan sfenoid
=> bertemu di resesus sfenoetmoid => menuju nasofaring pada bagian
postero-superior orifisium tuba eustachius.

• Dari nasofaring, sekret selanjutnya jatuh ke bawah dibantu dengan gaya


gravitasi dan proses menelan
FISIOLOGI HIDUNG
Fungsi Hidung dan Sinus Paranasal

1. Fungsi respirasi
• Air conditioning
Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga ±37C oleh banyaknya
pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang
luas

• Penyaring udara dan mekanisme imunologik lokal


Partikel yang terhirup bersama udara disaring oleh rambut, silia, dan palut
lendir. Debu dan bakteri melekat pada palut lendir, partikel besar dikeluarkan
lewat refleks bersin

• Humidifikasi
Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh palut lendir.
2. Fungsi Penghidu
• Partikel bau dapat mencapai daerah mukosa olfaktori dengan cara difusi dengan palut
lendir atau bila menarik napas dengan kuat.
• Reseptor penghidu terletak pada superior nostril, yaitu pada septum superior pada
struktur yang disebut membran olfaktori.
• Aroma dan bau-bauan mencapai neuroepithelium yang mengubah molekul ikatan
odoran oleh reseptor menjadi impuls listrik, yang nantinya akan dibawa hingga ke otak.
• Neuroepithelium olfaktori tersebar ke dalam 3 area besar: septum superior, bagian
superior dari konka superior, dan sedikit di bawah dari bagian superior konka media.
Ketiga struktur ini didefinisikan sebagai “olfactory cleft (celah olfaktorius)
Terdapat 3 syarat dari odoran supaya dapat merangsang sel olfaktori, yaitu:
1. Bersifat larut dalam udara, sehingga odoran tersebut dapat terhirup hidung
2. Bersifat larut air/hidrofilik, sehingga odoran tersebut dapat larut dalam mukus
dan berinteraksi dengan silia sel olfaktorius
3. Bersifat larut lemak/lipofilik, sehingga odoran tersebut dapat berikatan
dengan reseptor silia sel oflaktorius
Pengikatan antara reseptor dengan odoran
aktivasi dari protein G
mengaktivasi enzim adenil siklase dan
mengaktifkan cAMP.
membuka kanal Na+ sehingga terjadi influks
natrium
depolarisasi dari sel olfaktorius.
potensial aksi pada saraf olfaktorius dan
ditransmisikan hingga sampai ke korteks serebri.

• Pada membran mukus olfaktori, terdapat ujung saraf bebas dari saraf trigeminus yang
menimbulkan sinyal nyeri.
• Sinyal ini dirangsang oleh odoran yang bersifat iritan, seperti peppermint, menthol,
dan klorin.
• Perangsangan ujung saraf bebas ini menyebabkan bersin, lakrimasi, inhibisi
pernapasan, dan refleks respons lain terhadap iritan hidung
3. Fungsi fonetik
• resonansi suara, penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau
hilang sehingga terdengar suara sengau (rinolalia)..
• membantu proses bicara, hidung juga membantu proses pembentukan
kata-kata selain lidah, bibir, dan palatum mole

4. Fungsi statik dan mekanik


• meringankan beban kepala,
• proteksi terhadap trauma,
• pelindung panas

5. Refleks nasal
• Mukosa hidung merupakan reseptor reflex yang berhubungan dengan saluran
cerna, kardiovaskuler, dan pernapasan.
• Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan reflex bersin dan napas berhenti.
• Rangsang bau tertentu akan menyebabkan sekresi air liur, lambung, dan
pankreas
ANATOMI NASOFARING
Nasofaring adalah bagian atas tenggorok (faring) yang terletak di belakang hidung dan
palatum mole, berfungsi untuk melewatkan udara

• Sebelah superior dibentuk oleh korpus sfenoid dan prosesus basilar os oksipital.
• Sebelah anterior dibentuk oleh koana dan palatum mole.
• Sebelah posterior dibentuk oleh vertebra vertikalis
• Sebelah inferior dilanjutkan oleh orofaring.
• Pada dinding lateral nasofaring terdapat orificium tuba Eustachius yang
terletak di belakang ujung konka inferior.
• Pada bagian atas dan belakang orifisium tuba Eustachius terdapat
penonjolan kartilago eustachius. Kantung di sudut faring diantara tepi
posterior kartilago eustachius dan dinding posterior dikenal sebagai fossa
rosenmuler.
• Jaringan adenoid (tonsil faringeal) di nasofaring dapat ditemukan pada
dinding atas dan posterior, meluas ke fossa rosenmuller dan orifisium tuba
eustachius.

• Nasofaring diperdarahi melalui cabang a. carotis eksterna, yaitu a.


faringeal desendens dan asendens serta cabang a.sfenopalatina.
• Darah vena keluar dari pembuluh darah balik faring di permukaan luar dari
dinding muskuler yang menuju pleksus pterigoid dan v. jugularis interna

Daerah nasofaring mendapat persarafan dari saraf sensorik yang terdiri dari
n.glossofaringeus (N.IX) serta cabang maxilla dari n. trigerminus (N.V-2)
menuju ke bagian anterior nasofaring
KESIMPULAN
Hidung merupakan organ berbentuk piramida yang dirangkai oleh tulang dan tulang
rawan dan terbagi menjadi struktur luar dan dalam. Struktur luar hidung terdiri atas:
pangkal hidung, batang hidung, puncak hidung, ala nasi, kolumela, dan lubang
hidung. Struktur dalam hidung terdiri atas bagian-bagian yang dimulai dari nares
anterior hingga koana di posterior.
Pada hidung terdapat sistem transport mukosilier yang merupakan sistem
pertahanan aktif rongga hidung terhadap virus, bakteri, dan jamur atau partikel
berbahaya lain yang terhirup bersama udara.
Hidung memiliki beberapa peranan penting seperti fungsi pernafasan, fungsi
penciuman, fungsi fonetik, fungsi statistic dan mekanik, serta reflex nasal.
DAFTAR PUSTAKA
Dhingra PL. 2017. Disease of Ear, Nose and Throat & Head and Neck Surgery seventh edition.
Elsevier
Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology. Ed ke-11. Philadelphia: Saunders
Elsevier. p663-670.
Hansen JT. 2010. Netter’s Clinical Anatomy 2nd Edition. Canada :Elsevier
Kurniawan P, Pawarti DR. 2012. Transport Mukosiliar Hidung Pada Rinitis Alergi. Jurnal THT-KL
5(1) : p.62 - 73
Moore KL, Dalley AF, dan Agur AM. 2018. Clinically Oriented Anatomy. Wolters Kluwer Health.
Soetjipto D, Mangunkusumo E, Wardani RS. Hidung. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Edisi ke-7. Jakarta: BP FKUI
Singh A, 2017. Paranasal Sinus Anatomy. Medscape. Tersedia pada :
https://emedicine.medscape.com/article/1899145-overview. [Diakses pada : 14 Februari 2023]
Snow, J., & Wackym, P. A. 2009. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery
(Centennial). People’s Medical Publishing House.
Tortora GJ, Derrickson B. 2009. Principles of Anatomy and Physiology 12th Edition. USA: John
Wiley & Sons. p.601

Anda mungkin juga menyukai