Anda di halaman 1dari 14

ANATOMI NERVUS OLFAKTORIUS

I. PENDAHULUAN

Fungsi penghidu yang normal sangat berperan dalam nutrisi dan penting untuk
mempertahankan gaya hidup yang sehat. Gangguan penciuman umumnya sukar didiagnosa
dan sukar untuk diobati biasanya karena kurangnya pengetahuan pada individu. Gangguan
penciuman bisa sekunder akibat proses perjalanan penyakit atau bisa juga sebagai keluhan
primer.(1)
Indera penghidu yang merupakan fungsi Nervus olfaktorius (N.I). Reseptor organ
penghidu terdapat di regio olfaktorius dihidung bagian sepertiga atas. Serabut saraf
olfaktorius berjalan melalui lubang-lubang pada lamina cribrosa os etmoid menuju bulbus
olfaktorius didasar fossa cranii anterior(1)
Nervus olfaktorius adalah serabut-serabut saraf yang menghubungkan mukosa ruang
hidung dengan bulbus olfaktorius.Serabut-serabut tersebut merupakan juluran sentral dari sel
saraf bipolar di mukosa ruang hidung.Serabut-serabut itu tidak berselubung myelin, dan
menyusun beberapa berkas saraf hilus yang menembus lamina cribrosa os.etmoidalis untuk
bersinaps di bulbus olfaktorius. Neuron-neuron yang terkumpul dalam bulbus olfaktorius
menghantarkan impuls penghidu ke korteks olfaktorik.Berkas saraf yang tersusun oleh
serabut sentral neuron-neuron tersebut dinamakan traktus olfaktorius. Pada korteks di mana
jaras tersebut berakhir, ia bercabang dua. Pada manusia cabang lateral yang memegang peran
terpenting. Terminalnya bersinaps dengan sel-sel di korteks periamigdale dan
prepiriformis.Cabang medial tidak berkembang pada manusia.Walaupun bentuknya
rudimenter secara fisiologis masih dapat ditentukan bahwa cabang medial traktus olfaktorius
menghantarkan impuls ke inti-inti septal talamik dan habenula.Korteks periamigdale dan
prepiriformis merupakan inti reseptif olfaktorik primer.Di belakang inti-inti tersebut terdapat
daerah reseptif olfaktorik asosiatif, yaitu korteks entorinalis.Dengan perantaraan korteks
olfaktorik asosiatif itu, impuls olfaktorius diintegrasikan dalam mekanisme fungsi
luhur.Forniks merupakan jaras penghubung antara korteks olfaktorik dan hypothalamus.
Kedua belah korteks olfaktorik primer dihubungkan satu dengan yang lain oleh komisura
anterior.(2)

1
Impuls olfaktorius yang tiba di inti-inti septal diintegrasikan dalam nucleus anterior
talami dan girus cinguli.Bangunan saraf yang tersebut terakhir ini merupakan susunan yang
mengatur dan mengurus mekanisme autonom yang terkait dalam penghiduan.Pengaruh bau
terhadap fungsi autonom berwujud sekresi air liur dan rasa lapar.Pencetusan impuls
olfaktorius yang di pancarkan ke girus singuli mewujudkan timbulnya emosi yang terkait
pada penghiduan.Misalnya mencium wangi dapat menelurkan pikiran yang penuh kenangan-
kenangan, keinginan.cemas, takut, marah, girang, sedih, benci, dan suka merupakan jenis-
jenis emosi yang timbul atas rangsangan terhadap bangunan-bangunan yang mengelilingi
korpus kalosum yang seluruhnya dinamakan susunan limbik. Girus cinguli merupakan bagian
dari susunan tersebut.(2)

II. ANATOMI HIDUNG

Anatomi hidung
Anatomi hidung terbagi atas :
- Hidung luar
- Rongga hidung
Hidung luar
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah,yaitu
pangkal hidung (bridge),dorsum nasi, pucak hidung ( nostril), alae nasi,kolumela dan lubang
hidung (nares anterior). (3)

Hidung dibentuk oleh pars ossea dan pars kartilago yang dilapisi oleh kulit, jaringan
ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang
hidung. Sepertiga atas hidung luar adalah pars osseus sedangkan dua pertiga bawah adalah
pars cartilago. Pars osseusterdiri dari : yaitu Os nasalis,Processus frontalis ossis maxillae,
Processus nasalis ossis frontalis. Sedangkan pars cartilago terdiri dari beberapa pasang
cartilago yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu sepasang cartilago nasalis lateralis
superior, sepasang kartilago nasalis inferior yang disebut juga sebagai cartilago ala mayor,
beberapa cartilago ala minor dan tepi anterior cartilago septum. Di bagian lateral merupakan
lipatan yang terdiri dari fibrocartilago.Bagian ini dapat menyebabkan perubahan bentuk
hidung setelah trauma minor. Kulit diatas cartilago melekat erat dengan cartilago dan
mengandung banyak kelenjar sebasea(3,5)

2
Rongga Hidung (Cavum nasi )
Rongga hidung merupakan suatu terowongan yang membentang dari bagian anterior
vestibulum sampai ke bagian posterior nasofaring yang dipisahkan oleh cartilago septum nasi
sehingga menjadi cavum nasi kiri dan kanan. Pintu atau lubang masuk cavum nasi bagian
depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior(choanae ) yang
menghubungkan cavum nasi dan nasofaring. (4)
Bagian dari cavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares
anterior disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mengandung banyak
kelenjar sebasea dan rambut rambut yang disebut vibrise.(4)
Tiap cavum nasi mempunyai empat dinding yaitu dinding medial, lateral superior dan
inferior (dasar cavum nasi).(4)

Dinding Medial
Dinding medial cavum nasi ialah septum nasi, membagi hidung menjadi 2 ruang yang
sama. Septum dibentuk oleh tulang dan cartilago.
Bagian tulang adalah :
1. lamina perpendicularis ossis ethmoidalis
2. os vomer,
3. crista nasalis ossis maxillae,
4. crista nasalis ossis palatina.

3
Bagian cartilago adalah :
1. cartilago septi (lamina quadrangularis)
2. columella.

Septum dilapisi oleh perichondrium pada bagian cartilago dan periosteum pada bagian
tulang, sedang luarnya dilapisi oleh mucosa hidung.(3,4)

Dinding Lateral
Dinding lateral cavum nasi dibentuk oleh sebagian besar concha yaitu inferior, media,
superior. Ruang dibawah setiap concha disebut meatus.
Tulang concha inferior merupakan struktur yang terpisah, menempel pada maxilla di bagian
lateral. Dinding lateral meatus inferior dibentuk oleh os palatina di bagian posterior, dibagian
anterior oleh maxilla. Muara ductus nasolacrimal terletak di apex meatus inferior. Meatus
medius terletak diantara concha media dan dinding lateral cavum nasi. Pada meatus medius
terdapat bulla ethmoidalis, processus uncinatus, hiatus semilunaris, dan infundibulum
ethmoidalis.Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung dimana terdapat
muara sinus frontalis, sinus maxilla dan sinus ethmoidalis anterior.
Concha media di bagian anterior menempel pada os lacrimalis, superior pada atap ethmoid.Di
bagian posterior concha media terdapat foramen sphenopalatina, tempat masuknya arteri dan
vena sphenopalatina ke dalam cavum nasi.

4
Concha superior membentuk dinding medial sinus ethmoidalis posterior, dibagian
superior melekat pada basis cranii dan di posterior dengan os sphenoidalis.Pada meatus
superior yang merupakan ruang diantara concha superior dan concha media terdapat muara
sinus ethmoidalis posterior dan sinus sphenoidalis.(3,4)

Dasar cavum nasi


Bagian inferior cavum nasi yang dibentuk oleh processus palatina ossis maxillae dan
processus horizontalis ossis palatinum.(3,4)
Atap
Atap hidung (superior) terdiri dari cartilago lateralis superior dan inferior, os nasale,
processus frontalis os maxilla, corpus ossis ethmoidalis dan corpus ossis sphenoid.Sebagian
besar atap hidung dibentuk oleh lamina cribrosa, meluas dari os sphenoid menuju os frontale
pada kurang lebih 1 cm salah satu sisi garis tengah.Melekat pada bagian inferior adalah
lamina perpendicularis ossis ethmoidalis, membentuk bagian atas septum nasi.Pada
permukaan superior digaris tengah terdapat crista galli, tonjolan tulang yang memisahkan
bulbus olfactorius kanan dan kiri.(3,4)
Nares Posterior
Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dan nasofaring,
berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri septum.Tiap nares posterior bagian
bawahnya dibentuk oleh lamina horizontalis palatum bagian dalam oleh os vomer, bagian
atas oleh prosessus vaginalis os sfenoid dan bagian luar pterigoideus.(3,4)

5
III. ANATOMI NERVUS OLFAKTORIUS
Sistem pembauan manusia dimulai dari reseptor olfaktorius yang terdiri dari mukosa
olfactorius, fila olfaktori, bulbus olfaktorius, traktus olfaktorius, korteks (paleokorteks) unkus
lobus temporalis, dan area subkalosal(6).
Mukosa olfaktorius terletak pada atap masing-masing cavitas nasi dan meluas sampai
konkha nasalais superior serta septum nasi.Pada mukosa ini dijumpai epitel olfaktorius,
jaringan ikat, pembuluh darah, dan kelenjar Bowman.yang memproduksi cairam mucus yang
disebut mucus olfaktorius (berfungsi sebagai pelarut aroma pembauan). Epitel olfaktorius
terdiri dari tiga tipe sel yaitu :
1. Sel olfaktorius
2. Sel penunjang/sel sustentakular
3. Sel basal
Sel olfaktorius adalah neuron-neuron bipolar yang nantinya akan membentuk saraf
olfaktorius. Sel penunjang sebagai penunjang fisik dan metabolic dari sel olfaktorius. Sel
basal merupakan sel punca (stem cell) yang dapat berdiferensiasi sebagai sel olfaktorius atau
sel penunjang (6)
Mukosa olfaktorius menutupi daerah seluas kurang lebih 2 cm2 pada atap tiap kavum
nasi dan meluas ke arah konka nasalis superior dan septum nasi.Sel sensorik kecil dan sel-sel
penunjangnya, tersebar pada epitel olfaktori khusus kelas tinggi.Kelenjar Bowman juga
terletak disini, menghasilkan cairan serosa, yang disebut mukus olfaktorius, dan bahan
aromatik mungkin menjadi larutan.Sel-sel sensorik (reseptor olfaktorius) merupakan neuron
bipolar.Prosesus perifernya berakhir pada permukaan epitel dalam bentuk rambut-rambut
olfaktorius pendek.Prosesus sentralis lebih halus.Beratus-ratus prosesus sentralis bergabung
membentuk fasikulus yang tidak bermielin, yaitu filum olfaktorius.Pada setiap sisi lebih
kurang terdapat 20 filum, yang berjalan melalui foramen dalam lempeng kribiformis tulang
etmoidalis (lamina kribosa) dan berhubungan dengan bulbus olfaktorius. Filum tersebut
adalah pendahulu dari saraf olfaktorius, dan dipercaya mempunyai kecepatan konduksi yang
paling lambat dari semua saraf.(7)
Prosessus perifer neuron bipolar akan bergabung menjadi suatu fasikulus tak bermielin yang
disebut fila olfaktoria. Pada tiap sisi terdapat sekitar 25 fila yang selanjutnya akan menembus
foramen lamina fibrosa os ethmoid dan bergabung ke dalam bulbus olfaktorius. Bulbus
olfaktorius merupakan tonjolan otak (telesenfalon) yang terdiri dari tiga lapisan yaitu :
1. Lapisan glomerular
2. Lapisan sel mitral

6
3. Lapisan sel granuler

Bulbus olfaktorius mengandung sinaps rumit dari sel mitral, sel tufted, dan sel granuler(6).
Bulbus olfaktorius adalah bagian yang menonjol dari otak (telensefalon). Merupakan tempat
dari sinaps atau dendrite sel mitral yang rumit, sel tufted dan sel granular. Jadi, sel olfaktorius
bipolar adalah neuron pertama dalam system penciuman, sel mitral dan sel tufted dari bulbus
olfaktorius mewakili neuron kedua. Akson dari neuron-neuron ini membangun traktus
olfaktorius, yang pada tiap sisi terletak lateral dari girus rekti di atas sulkus olfaktorius.(7)

7
Neuron pertama sistem olfaktorius adalah sel bipolar. Sel mitral dan sel tufted merupakan
neuron kedua sistem olfaktorius. Akson neuron-neuron ini bergabung membentuk traktur
olfaktoriusmasing-masing terletak di sulkus olfaktorius pada permukaan inferior). Traktus
olfaktorius akan pecah menjadi tiga jalur yaitu :
1. Stria lateralis
2. Stria intermediate
3. Stria medialis
Serabut striae lateralis berjalan di atas limen insula menuju garis semilunaris dan ambiens
(area pre-piriformis), serta berakhir di amigdala. Disinilah awal neuron ketiga sistem
olfaktorius yang berikutnyaakan meluas sampai girus parahipokampus (area Broadmann 28
(47) / entorhinal area), yang merupakan region proyeksi kortikal primer dan pusat asosiasi
sistem olfaktorius. Serabut stria medialis berlanjut ke area di bawah korpus kallosum (area
subkalosal) dan area septal.Serabut yang keluar dari nuclei ini kemudian berproyeksi ke
hemisfer kontralateral dan disini sistem olfaktorius dihubungkan dengan sistem limbik. Striae
intermediate berlokasi di bawah trigonum olfaktorius.(6)
Traktus olfaktorius terbagi menjadi Stria olfaktoria lateralis dan medialis di depan substansia
perforata anterior, bagian lainnya berakhir di trigonum olfaktorius (7)

Reseptor penghidu terletak pada superior nostril, yaitu pada septum superior pada struktur
yang disebut membran olfaktori.Bagian dari saraf penghidu yang berkaitan langsung dengan
odoran, molekul penghidu, yaitu silia dari sel olfaktori.Sebelum dapat menempel dengan silia
sel olfaktori, odoran tersebut harus dapat larut dalam mukus yang melapisi silia

8
tersebut.Odoran yang hidrofilik dapat larut dalam mukus dan berikatan dengan reseptor pada
silia tersebut, yaitu pada protein reseptor pada membran silia sel olfaktori.Pengikatan antara
reseptor dengan odoran menyebabkan aktivasi dari protein G, yang kemudian mengaktivasi
enzim adenil siklase dan mengaktifkan cAMP.Pengaktifan cAMP ini membuka kanal Na+
sehingga terjadi influks natrium dan menyebabkan depolarisasi dari sel olfaktorius.
Depolarisasi ini kemudian menyebabkan potensial aksi pada saraf olfaktorius dan
ditransmisikan hingga sampai ke korteks serebri.(8)

Penghidu pada manusia dapat mendeteksi berbagai jenis odoran yang berbeda, namun
sulit untuk dapat membedakan intensitas odoran yang berbeda.Untuk dapat membedakan
intensitas tersebut, perlu terdapat perbedaan konsentrasi odoran sebesar 30%.Kemampuan
penghidu untuk dapat membedakan berbagai odoran yang berbeda diperankan oleh
glomerulus yang terdapat pada bulbus olfaktorius.Terdapat sekitar 1000 dari protein reseptor
untuk odoran yang berbeda, yang masing-masing reseptor tersebut terdapat pada satu sel
olfaktori.Terdapat sekitar 2 juta sel olfaktori yang masing-masingnya berproyeksi pada dua
dari 1800 glomeruli. Hal ini menyebabkan adanya proyeksi yang berbeda-beda untuk setiap
odoran(8)
Hubungan utama system olfaktori dengan area otonomik adala medial forebrain bundle
dan stria medularis talami. Medial forebrain bundle berjalan kearah lateral menuju
hipotalamus dan bercabang ke nuklei hipotalami. Beberapa serabut ini malanjutkan

9
perjalanan ke batang otak untuk berakhir di pusat otonomik di formasio retikularis, nuklei
salivatorii dan nukleus dorsalis nervus vagus. Stria medularis talami berakhir di nucleus
habenularis ; jaras ini kemudian berlanjut ke nucleus interpendunkularis dan formasio
retikularis batang otak(7)

10
Serat-serat aferen berjalan melalui lubang-lubang halus di lempeng tulang datar yang
memisahkan mukosa olfaktorius dari jaringan otak di atasnya. Serat-serat tersebut segera
bersinaps di bulbus olfaktorius, suatu struktur saraf kompleks yang mengandung beberapa
lapisan sel yang berbeda-beda yang secara fungsional serupa dengan lapisan retina mata.
Serat-serat yang keluar dari bulbus olfaktorius berjalan melalui dua rute 1. Rute subkortikal
yang terutama menujuke daerah-daerah di sistem limbik khususnya sisi medial bawah lobus
temporalis (yang dianggap sebagai korteks olfaktorius primer) dan 2. Rute talamus-kortikal.
Sampai saat ini rute subkortikal masih dianggap sebagai satu-satunya jalur penghidu.(9)

IV. KELAINAN PADA NERVUS OLFAKTORIUS


Kerusakan saraf ini menyebabkan hilangnya penciuman (anosmia), atau berkurangnya
penciuman (hiposmia). Penderita anosmia kadang-kadang tidak menyadari bahwa
penciumannya terganggu, Ada beberapa jenis kelainan yang bisa timbul dalam proses
penghidu diantaranya,gangguan penghidu dapat terbagi atas : (1,10,5)
Agnosmia : tidak bisa menyebutkan atau membedakan bau, walaupun penderita dapat
mendeteksi bau.
Anosmia : tidak bisa mendeteksi bau. Anosmia dapat timbul akibat trauma di daerah
frontal atau oksipital, setelah infeksi oleh virus, tumor, proses degenerasi pada
orang tua.
Hiposmia : penurunan kemampuan dalam mendeteksi bau.
Hiperosmia : peningkatan sensistivitas mendeteksi bau
Disosmia : distorsi identifikasi bau
Parosmia : perubahan persepsi pembauan meskipun terdapat sumber bau, biasanya bau
tidak enak, biasanya disebabkan oleh trauma.
Kakosmia: persepsi yang abnormal dari bau yang tidak menyenangkan (dengan atau
tanpa substrat yang sebenarnya menjadi berbau)
Phantosmia : persepsi bau tanpa adanya sumber bau
Presbiosmia : penurunan atau kehilangan persepsi pembauan yang terjadi pada orang tua

V. ETIOLOGI

Hiposmia, dapat disebabkan oleh obstruksi hidung, seperti pada rhinitis alergi, rhinitis
vasomotor, rhinitis atofi, hipertrofi konka, deviasi septum, polip, tumor.Dapat juga terjadi
pada beberapa penyakit sistemis, misalnya diabetes, gagal ginjal, gagal hati serta pada
pemakaian obat anti histamine, dekongestan, antibiotik, antimetabolit, antiperadangan, dan

11
antitiroid.Anosmia, dapat timbul akibat trauma di daerah frontal atau oksipital.Selain itu
anosmia dapat juga terjadi setelah infeksi oleh virus, tumor seperti osteoma, atau
meningioma, dan akibat degenerasi pada orang tua.Parosmia, terutama disebabkan oleh
trauma.Kakosmia, dapat timbul pada epilepsi unsinatus, lobus temporalis.Mungkin juga
terdapat kelainan psikologik, seperti rendah diri, atau kelainan psikiatrik depresi dan
psikosis.(10)
Gangguan pembauan dapat disebabkan oleh proses-proses patologis di sepanjang jalur
olfaktorius.Kelainan ini dianggap serupa dengan gangguan pendengaran yaitu berupa defek
konduktif atau sensorineural.Pada defek konduktif (transport) terjadi gangguan transmisi
stimulus bau menuju neuroepitel olfaktorius.Pada defek sensorineural prosesnya melibatkan
struktur saraf yang lebih sentral.Secara keseluruhan, penyebab defisit pembauan yang utama
adalah penyakit pada rongga hidung dan/atau sinus, sebelum terjadinya infeksi saluran nafas
atas karena virus; dan trauma kepala. Berikut adalah defek konduktif dari gangguan
penciuman.(10)
1) Proses inflamasi/peradangan dapat mengakibatkan gangguan penghidu. Kelainannya
meliputi rhinitis (radang hidung) dari berbagai macam tipe, termasuk rhinitis alergika,
akut, atau toksik (misalnya pada pemakaian kokain). Penyakit sinus kronik menyebabkan
penyakit mukosa yang progresif dan seringkali diikuti dengan penurunan fungsi
pembauan meski telah dilakukan intervensi medis, alergis dan pembedahan secara agresif.
2) Adanya massa/tumor dapat menyumbat rongga hidung sehingga menghalangi aliran
odorant ke epitel olfaktorius. Kelainannya meliputi polip nasal (paling sering), inverting
papilloma, dan keganasan.
3) Abnormalitas developmental (misalnya ensefalokel, kista dermoid) juga dapat
menyebabkan obstruksi.
4) Pasien pasca laringektomi atau trakheostomi dapat menderita hiposmia karena
berkurang atau tidak adanya aliran udara yang melalui hidung. Pasien anak dengan
trakheostomi dan dipasang kanula pada usia yang sangat muda dan dalam jangka waktu
yang lama kadang tetap menderita gangguan penghidu .eski telah dilakukan dekanulasi,
hal ini terjadi karena tidak adanya stimulasi sistem olfaktorius pada usia yang dini.

Sedangkan untuk defek sentral/sensorineural adalah sebagi berikut:(10,5)


1) Proses infeksi/inflamasi: menyebabkan defek sentral dan gangguan pada transmisi
sinyal. Kelainannya meliputi infeksi virus (yang merusak neuroepitel), sarkoidosis
(mempengaruhi stuktur saraf), Wegener granulomatosis, dan sklerosis multipel.

12
2) Penyebab congenital: menyebabkan hilangnya struktur saraf. Kallman syndrome
ditandai oleh anosmia akibat kegagalan ontogenesis struktur olfakorius dan
hipogonadisme hipogonadotropik.
3) Gangguan endokrin; (hipotiroidisme, hipoadrenalisme, DM) berpengaruh pada fungsi
pembauan.
4) Trauma kepala, operasi otak, atau perdarahan subarakhnoid; dapat menyebabkan
regangan, kerusakan atau terpotongnya fila olfaktoria yang halus dan mengakibatkan
anosmia.
5) Toksisitas dari obat-obatan sistemik atau inhalasi(aminoglikosida, formaldehid).
Banyakobat-obatan dan senyawa yang dapat mengubah sensitivitas bau, diantaranya
alkohol, nikotin, bahan terlarut organik, dan pengolesan garam zink secara langsung.
Obat-obatan diantarnya beta blocker, obat antitiroid, dihydropyridin (calcium channel
blocker) dan angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitors. Intranasal zinc, yang
digunakan untuk common cold, terbukti menyebabkan anosmia .senyawa yang dapat
mempengaruhi indra penciuman diantaranyamethacrylate vapors, ammonia, benzene,
debu cadmium, chromate, formaldehyde, hydrogen sulfide, debu nikel, solvents, and
asamsulfur.
6) Defisiensi gizi (vitamin A, thiamin, zink) terbukti dapat mempengaruhi pembauan.
7) Jumlah serabut pada bulbus olfaktorius berkurang dengan laju 1% per tahun.
Berkurangnya struktur bulbus olfaktorius ini dapat terjadi sekunder karena berkurangnya
sel-sel sensorik pada mukosa olfaktorius dan penurunan fungsi proses kognitif di susunan
saraf pusat.
8) Proses degeneratif; pada sistem saraf pusat (penyakit Parkinson, Alzheimer disease,
proses penuaan normal) dapat menyebabkan hiposmia. Pada kasus Alzheimer disease,
identifikasi bau,pengenalan jenis bau dan ambang batas bau semuanya mengalami
gangguan. Hilangnya fungsi pembauan kadang merupakan gejala pertama dari proses
penyakitnya. Sejalan dengan proses penuaan, berkurangnya fungsi pembauan lebih berat
daripada fungsi pengecapan, dimana penurunannya nampak paling menonjol selama usia
dekade ketujuh.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Lalwani AK. Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology – Head & Neck
Surgery. 2004, McGraw Hill Inc : United States of America.Chapter 9

2. Mardjono M, Sidharta P. Sarafotak dan Patologinya. Dalam: Neurologi Klinis


Dasar. Penerbit PT. Dian Rakyat. Jakarta. 2000: 114 – 82

3. Hilger P.A. Hidung:Anatomi dan fisiologi terapan. Dalam BOIES Buku Ajar
Penyakit THT, EGC. Jakarta, 1997: 173-182.

4. Soetjipto D. Hidung. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL, Edisi 5. FKUI.
Jakarta, 2001:88-95

5. Dhillon .R. Anatomy and Physiology. In an illustrated colour text, Ear, Nose and
Throat and Head and Neck Surgery. Second Edition. Churchill Livingstone Pvt
Ltd. New Delhi, 1999, p.30-32.
6. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta .2010 :hal.
29-31; 111-112

7. Baehr M, Frotscher M. Topik Neurologi DUUS. Edisi 4 :


Anatomi,Fisiologi,Tanda,Gejala. Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal : 113-115
dan 246

8. A.K. Elisabet. Available from : http://www.medicinesia.com/kedokteran-


dasar/penginderaan-kedokteran- dasar/fisiologi-penghidu-dan-pengecapan/
Accessed : 9/10/2015

9. Sherwood.L. Fisiologi Manusia ; dari sel ke sistem Edisi 2.Penerbit Buku


Kedokteran EGC hal : 191-192

10. Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar IlmuKesehatanTelinga – Hidung- Tenggorok


– Kepala Leher. 2007, FakultasKedokteranUniversitas Indonesia : Jakarta. h. 118-
22, 160-61

14

Anda mungkin juga menyukai