Anda di halaman 1dari 139

REFERAT

R IN IT IS
CLAUDIA EVELINA S. D / 01073180085
J O C E LY N V A L E N C I A / 0 1 0 7 3 1 8 0 1 0 5
M E LV I TA M E N TA R I / 0 1 0 7 3 1 8 0 0 4 0
ANATOMI
HIDUNG
ANATOMI HIDUNG
Hidung luar berbentuk pyramid,
bagian dari atas ke bawah:
Ø Pangkal hidung (bridge)

Ø Batang hidung (dorsum nasi)

Ø Puncak hidung (hip)

Ø Ala nasi

Ø Hidung luar
ANATOMI HIDUNG

• Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang


rawan yang dilapisi kulit, jaringan ikat dan otot untuk
melebarkan dan menyempitkan lubang hidung
ANATOMI HIDUNG
Kerangka tulang rawan terdiri dari:
• Kartilago nasalis lateralis superior
• Kartilago nasalis lateralis inferior
• Kartilago ala minor

Kerangka tulang terdiri dari: • Tepi anterior kartilago septum

• Tulang hidung (os nasalis)


• Prosesus frontalis os maksila
• Prosesus nasalis os frontalis
ANATOMI HIDUNG
• Rongga hidung/kavum nasi à berbentuk terowongan
• Dipisahkan oleh septum nasi à kavum nasi kanan dan kiri.
• Pintu atau lubang masuk kavum nasi à nares anterior (depan) nares posterior
(koana, dibelakang) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.
• Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares
anterior, disebut vestibulum.
• Vestibulum à dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan
rambut-rambut panjang yang disebut vibrise.
ANATOMI HIDUNG
• Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan
superior
• Medial: Septum nasi.
• Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan.
• Tulang : lamina perpendikularis os ethmoid, vomer, krista nasalis os maksilla, krista nasalis os palatina.
• Tulang rawan: kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan kolumela.
• Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan peri-ostium pada bagian tulang,
sedangkan di luarnya dilapisi oleh mukosa hidung.
• Lateral: 4 buah konka (superior, media, inferior, suprema)
• Inferior : os.maksila dan os.palatum
• Superior : lamina kribiformis (lempeng tulang yang berasal dari os.etmoid)
4 buah konka
• Konka superior
• Konka media
• Konka inferior
• Konka suprema

Terdapat tiga meatus


• Meatus inferior
• Meatus medius
• Meatus superior
KOMPLEKS OSTIOMEATAL (KOM)
• Celah pada dinding lateral hidung yang
dibatasai oleh konka media dan lamina
papirasea
• KOM merupakan tempat ventilasi dan
drainase dari sinus-sinus yang letaknya
anterior
– Sinus maksilaris
– Sinus etmoid anterior
– Sinus frontalis
VASKULARISASI
• Atas rongga hidung : dari a. etmoid anterior
• Posterior : cabang dari a. oftalmika dari a. karotis interna
• Bawah rongga hidung : dari cabang a. maksilaris interna, di antaranya ialah ujung a. palatina
mayor dan a. sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina
• Depan hidung : cabang-cabang a. fasialis.

• Depan septum : anastomosis cabang-cabang a. sfenopalatina, a. etmoid anterior, a. labialis


superior dan a. palatina mayor à Pleksus Kiesselbach (little’s area)
– letak superfisial dan mudah cedera oleh trauma, à sering menjadi sumber epistaksis (perdarahan
hidung), terutama pada anak.
VASKULARISASI
VASKULARISASI

• Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara: ke v. oftalmika (berhubungan dengan
sinus kavernosus.)
• Vena-vena di hidung tidak memiliki katup à faktor predisposisi untuk penyebaran infeksi
sampai ke intrakrania
PERSARAFAN

• Bagian depan dan atas rongga hidung : persarafan sensoris dari n. Etmoidalis anterior (cabang
dari n. Nasosiliaris dari n. Oftalmikus (N.V- 1)
• Sebagian besar rongga hidung : persarafan sensoris dan persarafan vasomotor atau otonom
untuk mukosa hidung
• Ganglion : serabut saraf simpatis dari m. Petrosus superfisialis mayor profundus
– Ganglion sfenopalatina : di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media
• Fungsi penghidupan : n. Olfaktorius
PERSARAFAN
MUKOSA HIDUNG
• Rongga hidung dilapisi mukosa, secara histologik dan fungsional dibagi mukosa pernapasan
(mukosa olfaktorius).
• Mukosa pernapasan terdapat di sebagian besar rongga hidung
– Permukaan : dilapisi epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia ( ciliated pseudostratified
collumnar epithelium )
– Diantaranya terdapat sel-sel goblet
• Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan seperti berlapis semu
tidak bersilia (pseudostratified collumnar non ciliated epithelium)
– epitel dibentuk tiga macam sel, yaitu : sel, penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu
• Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan
• Pada bagian lebih terkena aliran udara: mukosanya lebih tebal à kadang-kadang terjadi
metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa
• Dalam keadaan normal : mukosa respiratori berwarna merah muda dan selalu basah karena
diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya
• Di bawah epitel : tunika propria banyak mengandung pembuluh darah, kelenjar mukosa dan
jaringan limfoid
• Arteriol : bagian lebih dalam dari tunika propria, tersusun secara paralel dan longitudinal
– pembuluh eferen dari anyaman kapiler ini membuka ke rongga sinusoid vena yang besar à
dinding dilapisi oleh jaringan elastik dan otot polos
– bagian ujungnya sinusoid mempunyai sfingter oto
– selanjutnya sinusoid akan mengalirkan darahnya ke pleksus vena yang lebih dalam lalu ke
venula
• Menyerupai jaringan kavernosa yang erektil à mengembangkan dan mengerut.Vasodilatasi dan
vasokonstriksi pembuluh darah ini dipengaruhi oleh saraf otonom
MUKOSA HIDUNG
SISTEM TRANSPORT MUKOSILIER

• Merupakan sistem pertahanan aktif rongga hidung terhadap virus, bakteri, jamur atau partikel
berbahaya lain
• Efektivitas sistem transpor mukosilier dipengaruhi : kualitas silia dan palut lendir
– Palut lendir ini dihasilkan oleh sel-sel goblet pada pada epitel dan kelenjar seromusinosa submucosa
– Bagian bawah palut lender terdiri dari cairan serosa
– Bagian permukaan banyak mengandung protein plasma : albumin, IgG, IgM dan faktor komplemen
– Cairan serosa mengandung : laktoferin, lisozim, inhibitor leukoprotease sekretorik, dan IgA sekretori
(s-IgA
• Glikoprotein yang dihasilkan oleh sel mukus à untuk pertahanan lokal yang bersifat anti-
microbial
• IgA : untuk mengeluarkan mikroorganisme dari jaringan dengan mengikat antigen tersebut pada
lumen saluran napas
• IgG : beraksi dalam mukosa dengan memicu reaksi inflamasi jika terpajang dengan antigen
bakteri
• Pada sinus maksila : sistem transpor mukosilier à menggerakkan sekret sepanjang dinding
anterior, medial, posterior dan lateral serta atap rongga sinus membentuk gambaran serta atap
rongga sinus membentuk gambaran halo atau bintang yang mengarah ke ostium alamiah
• Gerakan sistem transpor mukosiliar pada sinus frontal mengikuti gerakan spiral
– Sekret akan berjalan menuju septum interfrontal à ke atap, dinding lateral dan bagian inferior dari
dinding anterior dan posterior menuju area frontal
– Gerakan spiral menuju ke ostiumnya terjadi pada sinus sphenoid
– Pada sinus etmoid terjadi gerakan rectilinear à jika ostiumnya terletak di dasar sinus atau gerakan
spiral jika ostium terdapat pada salah dindingnya
SINUS FRONTAL
• Gerakan sistem transpor mukosiliar pada sinus frontal mengikuti gerakan spiral
• Sekret akan berjalan menuju septum interfrontal à ke atap, dinding lateral dan bagian inferior dari dinding
anterior dan posterior menuju area frontal

SINUS SPHENOID
• Gerakan spiral menuju ke ostiumnya

SINUS ETMOID
• gerakan rectilinear à jika ostiumnya terletak di dasar sinus
• gerakan spiral à jika ostium terdapat pada salah dindingnya
Pada dinding lateral terdapat 2 rute besar transport mukosilier
Rute pertama
gabungan sekresi sinus frontal, maksila dan etmoid anterior
• Sekret ini bergabung di dekat infundibulum etmoid à berjalan menuju tepi bebas prosesus
unsinatus, dan sepanjang dinding medial konka inferior à nasofaring melewati bagian antero
inferior orifisium tuba eustachius.
• Transpor aktif berlanjut ke batas epitel bersilia dan epitel skuamosa pada nasofaring àjatuh ke
bawah dibantu dengan gaya gravitasi dan proses menelan

Rute kedua
Gabungan sekresi sinus etmoid posterior dan sphenoid yang bertemu di resesus sfeno-etmoid
dan menuju nasofaring pada bagian posterosuperior orifisium tuba eustachius
• Sekret berasal dari meatus superior dan septum akan bergabung dengan sekret rute pertama,
yaitu di inferior dari tuba eustachius
• Sekret pada septum akan berjalan vertikal ke arah bawah terlebih dahulu à ke belakang dan
menyatu di bagian inferior tuba eustachius
FISIOLOGI
HIDUNG
RINITIS
RINITIS

• Rinitis merupakan suatu kondisi inflamasi yang melibatkan mukosa hidung

• Gejala: sumbatan pada hidung, hipersekresi dan hiperiritabilitas

• Klasifikasi berdasarkan etiopatogenesis:

1. Rinitis Alergi

2. Rinitis Non-alergi

3. Rinitis Infeksi
1. RINITIS ALERGI
DEFINISI

• Penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada


pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan
alergi yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia
ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen spesifik
tersebut.
DEFINISI
MENURUT WHO ALLERGIC RHINITIS AND ITS IMPACT ON ASTHMA
( ARIA ) TAHUN 2001

• Kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore,


rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar
allergen yang diperantai oleh IgE.
EPIDEMIOLOGI

• Paling sering dari semua penyakit atopi

• Prevalensi 5-22%

• Mempengaruhi 10-40% dari seluruh penduduk di dunia

• Menjadi salah satu alas an pasien datang berobat ke dokter


PATOFISIOLOGI
Immediate phase allergic reaction
• Reaksi fase cepat (RAFC)

• Sejak kontak dengan allergen sampai 1 jam

Rinitis Alergi berikutnya

Late phase allergic reaction


• Reaksi fase lambat (RAFL)

• Berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam


setelah pemaparan, berlangsung 24-48 jam
PATOFISIOLOGI
PATOFISIOLOGI
PATOFISIOLOGI
GAMBARAN
HISTOPATOLOGI
Secara Mikroskopik

• Saat serangan
– Dilatasi pembuluh darah dengan pembesaran sel goblet
dan sel pembentuk mukus

– Pembesaran ruang interseluler

– Penebalan membrane basal

– Ditemukan infitrasi sel-sel eosinodfil pada jaringan


mukosa dan submukosa hidung
GAMBARAN HISTOPATOLOGI

• Di luar serangan
– Mukosa kembali normal

• Serangan terus-menerus (persisten)


– Terjadi perubahan yang irreversible: profilerasi jaringan ikat dan
hyperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal
CARA MASUK ALERGEN

1. Alergen 2. Alergen
4. Alergen
Inhalan Ingestan 3. Alergen
Kontaktan
Masuk bersama Masuk ke saluran Injektan
Masuk mealalui
udara pernapasan cerna Masuk melalui
kontak kulit atau
Contoh: tungau debu Contoh: makanan, kontak kuit atau
jaringan mukosa
rumah, kecoa, susu, sapi, telur, jaringan mukosa
Contoh: bahan
serpihan epitel kulit coklat, ikan laut, Contoh: penisilin dan
kostemik dan
binatang, rerumputan udang, kepiting dan sengatan lebah
perhiasan
dan jamur kacang-kacangan
RESPON TUBUH TERHADAP ALERGEN

Respon Primer Respon Sekunder Respon Tersier


• Terjadi proses • Bersifat spesifik • Terjadi akibat
eliminasi dan • 3 kemungkinan: adanya defek dari
fagositosis antigen sistem imunitas sistem imunologi
• Bersifat non spesifik seluler, humoral • Reaksi dapat
• Dapat berakhir pada atau keduanya bersifat sementara
tahap ini teraktivasi atau menetap
KLASIFIKASI RHINITIS ALERGI
RINITIS ALERGI MUSIMAN • Hanya ada di negara 4 musim
(Seasonal, Hay Fever, • Disebabkan oleh allergen spesifik: serbuk
Polinosis)
dan spora jamur
• Gejala: gejala pada hidung dan mata

• Timbul intermitten atau terus menerus,


RINITIS ALERGI SEPANJANG
tanpa variasi musim
TAHUN
(Pernnial) • Penyebab tersering alergen inhalan dan
ingestan
DIAGNOSIS
1. ANAMNESIS
• Gejala yang khas:
– Serangan bersin berulang (pagi hari atau terpapar allergen)
– Rinore yang encer dan banyak
– Hidung tersumbat
– Hidung dan mata gatal
– Lakrimasi
– Berdeham, batuk
DIAGNOSIS
2. PEMERIKSAAN FISIK
• Rinoskopi anterior
– Mukosa edema, basah, warna pucat
dan sekret banyak
– Gejala persisten à mukosa inferior
tampak hipertrofi
• Nasoendoskopi
– Kelainan yang tidak terlihat di
rinoskopi anterior
DIAGNOSIS
2. PEMERIKSAAN FISIK

Allergic shiner Allergic salute Allergic crease


Bayangan hitam di Menggosok hidung karena Garis melintang di dorsum
gatal dengan punggung nasi 1/3 bawah
bawah mata tangan
DIAGNOSIS
2. PEMERIKSAAN FISIK

Facies adenoid Cobblestone Geographic tongue


appearance
Mulut sering terbuka Lidah tampak seperti
Dinding posterior faring
sehingga ada gangguan tampak granular dan edema
gambatan peta
pertumbuhan gigi geligi
DIAGNOSIS
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
ØIn Vitro
§ Eosinofil dalam darah tepi (normal/meningkat)

§ IgE total (normal/meningkat jika pasien memiliki


>1 macam penyakit)

§ RAST (Radio Immuno Sorbent Test)

§ ELISA (Enzyme Linked Immuno SorbenAssay Test)


DIAGNOSIS
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
ØIn Vivo
§ Tes tusuk skin (skin prick test)

§ Uji intrakuran atau intradermal (Skin


End-point/SET)

§ Diet eliminasi dan provokasi


(Challenge test)
TATALAKSANA MEDIKAMENTOSA
Antihistamin

• Dibagi menjadi 2 golongan:


– Generasi 1 (klasik)
• sifat lipofilik, memiliki efek pada SSP dan plasenta

• Contoh: difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin,


azelastine (topical)
TATALAKSANA MEDIKAMENTOSA
Antihistamin

– Generasi 2 (non-sedative)
• Sifat lipofobik, tidak menembus BBB
• Dibagi menjadi 2 kelompok
– Kelompok 1à terfenadine dan astemisol (kardiotoksik)
– Kelompok 2 à loratadine, setirisin, fexofenadine, desloratadine,
levosetirisin
TATALAKSANA MEDIKAMENTOSA
Dekongestan

• Tersedia dalam bentuk topikal dan sistemik


– Dekongestan topical: onset lebih cepat

– Dekongestan sistemik

• Menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah

• pseuoephedrine HCl dan phenylpropanolamine HCl

• Dosis obat: 2-5 tahun (15 mg), 6-12 tahun (30 mg), dewasa (60 mg)

• Efek samping: insomnia dan iritabilitas


TATALAKSANA MEDIKAMENTOSA
Antikolinergik

• Berfungsi untuk mengatasi rinore karena aktivitas inhibisi


reseptor kolinergik pada permukaan sel efektor.

• Preparat:
– antikolinergik topical: ipratropium bromide
TATALAKSANA MEDIKAMENTOSA
Kortikosteroid

• Digunakan terutama jika hidung tersumbat akibat respon fase


lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain
– Kortikosteroid topical: beklometason, budesonide, flunisolid,
flutikason, mometason, furoat dan triamsinolon)
TATALAKSANA MEDIKAMENTOSA
Lainnya

• Pengobatan baru yang digunakan:


– Anti leukotriene (Zafirlukast/Montelukast)

– Anti IgE

– DNA rekombinan
TATALAKSANA OPERATIF
Kauterisasi AgNO3 25% /
Konkoplasti
triklor asetat

Konkotomi Parsial
Pemotongan sebagian
konka inferior Inferior Tubinoplasti
TATALAKSANA IMUNOTERAPI
• Dilakukan pada kondisi:
– Alergi inhalan
– Gejala yang berat
– Gejala berlangsung lama
– Pengobatan cara lain tidak memuaskan

• Tujuan: pembentukan IgG blocking antibody dan


penurunan IgE

• 2 Metode: intradermal dan sublingual


KOMPLIKASI

Polip hidung Otitis media Sinusitis paranasal


2. RINITIS NON
ALERGI
1. RINITIS
VASOMOTOR
Definisi
• atau Rinitis idiopatik
• Gangguan mukosa hidung yang ditandai dengan edema yang persisten dan hipersekresi kelenjar
pada mukosa hidung apabila terpapar oleh iritan spesifik.
• Non-infektif dan non-alergi

Epidemiologi
• 30 – 60 % kasus rinitis sepanjang tahun à kasus rinitis vasomotor
• Lebih banyak pada usia dewasa terutama wanita.
• Biasanya timbul pada dekade ke 3 – 4.
Etiologi
• Pasti belum diketahui
• Diduga akibat gangguan keseimbangan fungsi vasomotor (sistem saraf parasimpatis relatif lebih
dominan)
• Keseimbangan vasomotor dipengaruhi berbagai faktor :
– Obat : menekan dan menghambat kerja saraf simpatis àergotamin, chlorpromazin, obat anti
hipertensi
– Faktor fisik : iritasi asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi dan bau yang merangsang
– Faktor endokrin : kehamilan, pubertas, pemakaian pil anti hamil dan hipotiroidisme
– Faktor psikis : stres, ansietas dan fatigue
Patofisiologi
• Sistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke mukosa hidung dan sekresi dari kelenjar

• Diameter resistensi pembuluh darah di hidung diatur oleh sistem saraf simpatis dan
parasimpatis mengontrol sekresi kelenjar

• Disfungsi sistem saraf otonom à peningkatan kerja parasimpatis dan penurunan kerja saraf
simpatis à menimbulkan dilatasi arteriol dan kapiler dan peningkatan permeabilitas kapiler à
menyebabkan transudasi cairan, edema dan kongesti.
• Peningkatan peptide (histamin, leukotrien, prostaglandin, polipeptida intestinal vasoaktif dan
kinin) vasoaktif dari sel-sel seperti sel mast. à elemen ini mengontrol diameter pembuluh
darah (sebabkan kongesti) à meningkatkan efek asetilkolin dari sistem saraf parasimpatis
terhadap sekresi hidung à rinore
Gejala klinis
• Sulit dibedakan dengan rhinitis alergi
• Rinore hebat (bersifat mukus atau serous)
• Post nasal drip
• Hidung tersumbat bervariasi ,dapat bergantian dari satu sisi ke sisi yang lain à terutama
sewaktu perubahan posisi
• Keluhan bersin-bersin tidak begitu nyata dan tidak terdapat rasa gatal di hidung dan mata.
• Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur karena perubahan suhu yang
ekstrim, udara lembab, dan asap rokok
Diagnosis
ANAMNESIS
• Faktor yang pengaruhi keseimbangan vasomotor
• Riwayat alergi dalam keluarga
• Onset keluhan (sewaktu dewasa)

PEMERIKSAAN RINOSKOPI
• Rinoskopi anterior
– mukosa hidung : edema
– konka : hipertrofi dan berwarna merah gelap atau merah tua (karakteristik), bisa berwarna pucat,
permukaan konka dapat licin atau berbenjol (tidak rata)
– rongga hidung : sekret mukoid (sedikit), sekret serosa (banyak)
• Rinoskopi posterior àpost nasal drip
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
• Untuk singkirkan kemungkinan rinitis alergi
• Tes kulit (skin test) biasanya negatif, demikian pula test RAST
• Kadar IgE total dalam batas normal
• Dapat ditemukan juga eosinofil pada sekret hidung (sedikit)
• Infeksi ditandai dengan : sel neutrofil dalam secret

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
• mukosa edema
• tampak gambaran cairan dalam sinus apabila sinus telah terlibat
Rinitis Alergi Rinitis Vasomotor

Mulai serangan Belasan tahun Dekade ke 3 – 4

Riwayat terpapar allergen (+) Riwayat terpapar allergen ( - )


Reaksi Ag - Ab terhadap Reaksi neurovaskuler terhadap
Etiologi rangsangan spesifik beberapa rangsangan mekanis atau
kimia, juga faktor psikologis

Gatal & bersin Menonjol Tidak menonjol

Gatal di mata Sering dijumpai Tidak dijumpai

Test kulit Positif Negatif

Sekret hidung Peningkatan eosinofil Eosinofil tidak meningkat

Eosinofil darah Meningkat Normal

IgE darah Meningkat Tidak meningkat

Neurektomi n. Tidak membantu Membantu


vidianus
Tatalaksana
• Tergantung faktor penyebab dan gejala yang menonjol
• Menghindari penyebab

FARMAKOTERAPI
• Dekongestan atau obat simpatomimetik
– Mengurangi keluhan hidung tersumbat
– Contohnya: oral à Pseudoephedrine 60 mg tiap 4-6 jam, dan semprot hidung à Phenylephrine 0.25-
1% 2-3 spray pada tiap nostril
• Antihistamin baik untuk rinore, kurang untuk gejala obstruksi
– Contoh : Azelastine spray 140 mcg tiap nostril 2x sehari. Olopatadine, Fluticasone
• Kortikosteroid topikal
– keluhan hidung tersumbat, rinore dan bersin-bersin
– menekan respon inflamasi lokal yang disebabkan oleh mediator vasoaktif
– Digunakan selama 1 atau 2 minggu sebelum dicapai hasil yang memuaskan
– Contoh steroid topikal: Budesonide 64 mcg/dosis 2x .Fluticasone, Flunisolide atau Beclomethasone
• Antikolinergik
– efektif pada pasien dengan rinore (keluhan utama)
– Contoh : Ipratropium bromide ( nasal spray ) 42 mcg ke masing nostril sebanyak 2-3x dalam sehari
84 mcg ke masing nostril sebanyak 3-4x dalam sehari untuk 4 hari.
TERAPI OPERATIF
(dilakukan bila pengobatan konservatif gagal) :
– Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25% atau triklorasetat pekat ( chemical
cautery ) maupun secara elektrik (electrical cautery).
– Diatermi submukosa konka inferior (submucosal diathermy of the inferior turbinate )
– Bedah beku konka inferior (cryosurgery)
– Reseksi konka parsial atau total (partial or total turbinate resection)
– Turbinektomi dengan laser (laser turbinectomy)
– Neurektomi n. vidianus (vidian neurectomy)
Komplikasi
• Sinusitis
• Eritema pada hidung sebelah luar
• Pembengkakkan pada wajah
2. NON-ALLERGIC
RHINITIS WITH
EOSINOPHILIA
SYNDROME (NARES)
Definisi
• Sindroma klinis konsisten meliputi gejala rinitis alergi dengan tidak adanya atopi melalui hasil tes
alergen pada kulit, dan analisa sitologi hidung yang menunjukkan adanya eosinofil lebih dari 20%

• Sekitar 15-33% dewasa dengan rinitis non-alergi


• Dapat merupakan manifestasi awal dari aspirin-exacerbated respiratory disease (AERD)
Patofisiologi
• Tidak dapat dimengerti sepenuhnya
• Eosinofil dan sel mas yang teraktivasi : memainkan peran yang penting.
– Eosinofil : melepaskan zat yang bersifat toksik seperti protein mayor dan protein kationik eosinofil
ke dalam mukosa hidung
– Pasien rinitis non-alergi à ada hubungan antara eosinofil dan pembersihan dari mukosiliar pada tes
pembersihan saccharin
– Adanya stasis dari pembersihan mukosilar berkepanjangan à predileksi infeksi danmemperparah
siklus inflamasi.
Gejala klinis
• Bersin
• Pruritus
• Rinore yang berair.
• Anosmia
• Gejala pasien NARES umumnya lebih parah daripada pasien dengan alergi.
• Terdapat sensitivitas terhadap aspirin dan polyposis à Adanya eosinofil marker untuk
intoleransi aspirin dan polip.
Pendekatan Diagnosis
• Tidak ditemukan atopi sistemik

• Pasien memiliki riwayat alergi : hasil negatif pada tes alergi sistemik à tes smear hidung dan tes
provocation challenge (untuk dapat melihat bukti daripada reaksi hidung local)

• Pada pemeriksaan smear hidung : peningkatan pada eosinophil setidaknya lebih daripada 20
Tatalaksana
• Kortikosteroid intranasal : avamys

• Antihistamin

• Pada NARES dengan AERD dan polip : leukotriene antagonists

• Apabila tes provocation challenge hidung hasil positif à imunoterapi dan konseling untuk
menghindari zat yang provokatif.
3. RINITIS
TERK AIT
PEKERJA AN
DEFINISI
Menurut European Academy of Allergy and Clinical Immunology
(EAACI)

Suatu penyakit inflamasi pada hidung yang dikarakteristikan oleh


gejala intermiten/persisten seperti hidung tersumbat, bersin-bersin,
rhinorrhea, hidung terasa gatal, disertai terhambatnya aliran udara
dan/ hipersekresi yang disebabkan oleh kondisi lingkungan
kerja.
EPIDEMIOLOGI

• Prevalensinya belum sepenuhnya diketahui.

• Common disease

• Terjadi 2 – 4 x lipat lebih sering dari occupational asthma.


FAKTOR RESIKO
Berdasarkan data dari Finnish Register of Occupational Disease (1986 –
1991)
• Pekerja Industri (Berkaitan dengan • Peternak
bulu hewan) • Perakit elektronik listrik
• Pembuat roti/kue • Pekerja di bidang produksi
• Pekerja di peternakan telekomunikasi
• Pekerjaan di bidang pengolahan • Pekerjaan terkait pembangunan kapal
makanan
• Dokter hewan

Studi di Swedia à paparan serbuk kayu, serbuk tekstil, asap api (petugas
pemadam kebakaran), lem, pengeras cat, dan serbuk kertas
ETIOLOGI
Alergen
• High molecular weight compunds (HMWCs)

• Low molecular weight compunds (LMWCs)


Rinitis
Okupasional

Iritatif
• Asap tembakau
• Parfum
• Pengharum ruangan
MANIFESTASI KLINIS

Gejala klasik rinitis : Iritasi dan inflamasi hidung

• Iritasi dan inflamasi hidung

Gejala lain
• Iritasi pada mata
• Batuk
Tanda dan gejala rinitis

DIAGNOSIS

Riwayat paparan dari lingkungan pekerjaan


DIAGNOSIS
1. ANAMNESIS
Riwayat penyakit dahulu Riwayat pekerjaan

• Hidung tersumbat • Durasi dari awal kerja di tempat

• Rhinorrhea pekerjaan yang sekarang - dimulainya

• Sekret (warna, konsistensi, jumlah) onset timbulnya gejala.

• Bersin-bersin • Lama serta frekuensi paparan sampai

• Gejala lain seperti mata yang berair dapat menimbulkan gejala yang

dan gatal, dan batuk. dialami saat ini.

• Riwayat atopi/alergi
DIAGNOSIS
2. PEMERIKSAAN FISIK&PENUNJANG
• Rinoskopi anterior • Hasil pemeriksaan : Konsisten dengan iritasi dan inflamasi
hidung yang bersifat non-spesifik.
• Endoskopi nasal

• Pemeriksaan alergi

– Skin-prick test

– IgE antibodi serum


TATALAKSANA
Membatasi dampak penyakit

Riwayat paparan dari lingkungan


3 Fokus Utama
pekerjaan

Mencegah gejala sisa (sequele)


TATALAKSANA NONMEDIKAMENTOSA&
MEDIKAMENTOSA
Non-medikamentosa Medikamentosa

1. Hindari faktor 1. NaCl 0,9% à irigasi


pencetus hidung
2. Edukasi 2. Dekongestan
3. Antihistamin
4. Imunoterapi
4. RINITIS DAN
PROSES
PENUA AN
DEFINISI
• Rhinitis yang dikatikan dengan proses penuan. Dimana biasanya
ditemukan pada usia 60-70 tahun.

• Dikenal juga dengan istilah “Geriatric Rhinitis” atau “Senile


Rhinitis”

• Terjadi perubahan membran mukosa dan kartilago hidung yang


membuat seseorang menjadi lebih rentan mengalami gejala rinitis.
ETIOPATOGENESIS
• Perubahan Membran Mukosa

• Melemahnya Kartilago Hidung

• Obat-obatan
MANIFESTASI KLINIS
• Sekret hidung kental
• Crusting
• Post-nasal drip (Banyak)
• Hidung Tersumbat
• Dahak banyak
• Kemampuan penciuman dan perasa
menurun
TATALAKSANA
Tujuan : Menjaga kelembaban + Meningkatkan mucociliary clearance.

• Nasal spray

• Irigasi Hidung

• Mukolitik

• Kegunaan steroid topikal (dapat memperberat kondisi glaukoma)

• Antihistamin à generasi pertama à memperberat kekeringan mukosa hidung

• Nasal dekongestan à memperberat kekeringan mukosa hidung


5. R IN IT IS
M ED IK A M EN T O S A
DEFINISI
• Rinitis medikamentosa merupakan suatu kelainan hidung yang

disebabkan oleh gangguan respon vasomotor normal akibat

pemakaian vaskonstriktor topikal (tetes hidung/semport

hidung) dalam waktu lama/berlebihan sehingga menyebabkan

sumbatan hidung yang menetap.


EPIDEMIOLOGI
§ Angka kejadian pada kasus ini sama antara pria dan
wanita.
§ Banyak ditemukan pada usia dewasa muda dan
pertengahan
§ Insidensi sebesar 1-7%.
ETIOLOGI

• Vaskonstriktor topikal
• Obat sistemik : anti-hipertensi dan psiko-sedatif
• Penyebab lain : Aspirin, derivat ergot, pil kontrasepsi
ETIOLOGI
ETIOLOGI
PATOFISIOLOGI
• Mukosa hidung : organ yang sangat peka terhadap rangsangan atau iritan
• Pemakaian topikal vasokonstriktor yang berulang dan dalam waktu lama à
fase dilatasi berulang (rebound dilatation) setelah vasokonstriktor, sehingga
timbul gejala obstruksi.
• Gejala obstruksi menyebabkan à pasien lebih sering dan lebih banyak lagi
memakai obat tersebut.
• Akan terjadi dilatasi dan kongesti jaringan mukosa hidung. Keadaan ini disebut
juga sebagai rebound congestion.
Kerusakan pada mukosa hidung berupa:
1.Kerusakan silia
2.Perubahan ukuran dari sel goblet
3.Penebalan membran basal
4.Pelebaran pembuluh darah
5.Hipersekresi kelenjar mukus
6.Penebalan lapisan submukosa dan peri-ostium
7.Stroma tampak edema
• Obat vasokonstriktor topikal sebaiknya bersifat isotonik
dengan sekret hidung yang normal, dengan pH antara 5,5 - 6,3
serta pemakaiannya tidak lebih dari satu minggu
MANIFESTASI KLINIS
GEJALA
• Hidung tersumbat terus menerus tanpa mengeluarkan sekret.
• Gejala lain yang dapat muncul adalah pasien mendengkur, bernafas lewat mulut,
insomnia, dan nyeri tenggorokan.
TANDA
• Pada pemeriksaan : Tampak edema/hipertrofi konka dengan sekret
hidung yang berlebihan.
• Dengan tampon adrenalin à edema konka tidak berkurang.
• Mukosa hidung yang kemerahan (beefy-red) dengan area bercak perdarahan
dan sekret yang minimal/edema.
• Mukosa à pucat + edema à menjadi atrofi + berkrusta
KRITERIA DIAGNOSIS
1.Riwayat pemakaian vasokonstriktor topikal seperti obat tetes hidung atau

obat semprot hidung dalam waktu lama dan berlebihan

2.Obstruksi hidung yang terjadi secara terus-menerus (kronik) tanpa

penghentian sekret atau bersin

3.Penebalan mukosa hidung pada pemeriksaan fisik


Dibutuhkan pemeriksaan lainnya untuk menyingirkan diagnosis banding
berupa:
• Uji tusuk (Skin-prick test)
• Uji aspirin
• Rinoskopi untuk mengidentifikasi deviasi septal, abnormalitas struktur anatomi
dan juga polip hidung.
TATALAKSANA
1.Hentikan pemakaian obat tetes/semprot vasokonstriktor hidung.

2.Kortikosteroid oral dosis tinggi jangka pendek dan dosis diturunkan

secara bertahap (tappering-off) à menurunkan dosis 5 mg /hari. Dapat juga

dengan pemberian kortikosteroid topikal selama minimal 2 minggu.

3.Obat dekongestan oral

4.Tidak ada perbaikan setelah 3 minggu, pasien dirujuk ke dokter THT.


KOMPLIKASI & PROGNOSIS
• Mayoritas pasien pada akhirnya dapat menghentikan penggunaan obat tetes
hidung dengan penyembuhan sempurna.
• Tidak dapat menghentikan pemakaian à hiperplasia yang menetap
• Komplikasi lain : Perforasi septum, Rinitis Atrofi, Infeksi Sinus
6 . R IN IT IS
HO RM O N AL
Epidemiologi
• Sekitar ⅓ wanita hamil memiliki gejala klinis kongesti nasal
• Sekunder terhadap kenaikkan kadar estrogen dan progesteron
• Kongesti tampak pada 6 minggu atau lebih kehamilan tanpa gejala pernafasan lain dan
tanpa penyebab alergi yang diketahui yang menghilang seluruhnya 2 minggu setelah
kelahiran
• Gejala lebih terlihat pada trimester kedua hingga masa kelahiran
• Lebih umum ditemukan pada wanita multipara
• Tidak dipengaruhi oleh usia, kebiasaan merokok dan indeks massa tubuh
Patofisiologi
• Mekanisme belum dapat dimengerti sepenuhnya

• Berhubungan

– Perubahan vaskuler à meningkatnya volume darah di sirkulasi sistemik à meningkatnya sirkulasi


darah hidung dan relaksasi otot polos akibat terinduksinya progesterone, prolactin à mukosa
bengkak dan hidung tersumbat

– Penurunan kadar estrogen dan progesteron setelah kelahiran à hilangnya gejala rinitis dengan cepat
• Irigasi saline merupakan sangat efektif untuk rinitis pada kehamilan à lini pertama

ORAL
• Antihistamin generasi pertama dan kedua yang termasuk dalam kategori B, à lini pertama pengecualian untuk
fenofexadine dan desloratadine yang merupakan kategori C.
• Ipratropium bromide merupakan kategori B yang memiliki efektivitas lebih untuk rinore, (kurang untuk
kongesti)

INTRANASAL
• Steroid nasal semua obat kategori C kecuali budesonide aqua.
• Antihistamin intranasal, dekongestan oral dan dekongestan intranasal masuk dalam kategori C à lini kedua
• Penghambat leukotriene merupakan kategori B : ditoleransi dengan baik dalam kehamilan tanpa menimbulkan
malformasi mayor kepada perkembangan fetus.
Kelas Kehamilan kelas B Kehamilan kelas C
Antihistamin sistemik, Chlorpheniramine Pheniramine (Avil)
generasi pertama (Chlortrimeton) Promethazine
Clemastine (Tavist) (Phenergan)
Dimenhydrinate
(Dramamine)
Dimenhydrinate
(Dramamine)
Diphenhydramine
(Benadryl)
Hydroxyzine (Vistaril)
Antihistamin sistemik, Cetirizine (Zyrtec) Desloratadine
generasi kedua Levocetirizine (Xyzal) (Clarinex)
Loratadine (Claritin) Fenofexidine (Allegra)

Dekongestan sistemik Phenylephrine


Pseudoephedrine
Penghambat leukotriene Montelekast (Singulair)
Zafirlukast (Accolate)

Antikolinergik nasal Ipratropium bromide


(Atrovent)
Antihistamin nasal Azelastine (Astelin,
Astepro)
Olopatadine (Pataday)
Oxymetazoline (Afrin)
Phenylephrine
(Neosynephrine)
Xylometazoline
(Otrivin)
Sel mast stabilizer nasal Cromolyn sodium
(Nasylcrom)
Steroid nasal Budesonide aqua Beclomethasone
(rhinocort aqua) (beconase, vancenase)
Ciclesonide (omnaris)
Fluticasone furoate
(Veramyst)
Fluticasone propionate
(Flonase)
Mometasone furoate
(Nasonex)
Triamcinolone acetonide
(Nasacort)

Kategori B Kehamilan Studi reproduksi hewan gagal untuk


mendemonstrasikan resiko pada fetus dan tidak
adekuat dan studi yang dikontrol dengan baik oleh
wanita hamil. Studi hewan menunjukkan efek yang
berlawanan, namun adekuat dan studi dikontrol
dengan baik oleh wanita hamil yang gagal untuk
mendemonstrasikan resiko pada fetus pada trimester
apapun.

Kategori C Kehamilan Studi reproduksi hewan menunjukkan efek yang


berlawanan dengan fetus, tidak adekuat dan dikontrol
dengan baik pada manusia, potensi keuntungan
mungkin dapat digunakan dalam pengobatan
kehamilan meskipun terdapat potensi resiko.
7 . R IN IT IS
ATRO F I
DEFINISI
• Rhinitis atrofi merupakan infeksi hidung kronis, yang ditandai oleh
adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka.

• Secara klinis mukosa hidung menghasilkan sekret yang kental dan cepat
mengering sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk.
ETIOLOGI
• Infeksi mikroorganisme
• Defisiensi Fe
• Defisiensi vitamin A
• Sinusitis kronis
• Kelainan hormonal
• Penyakit kolagen
MANIFESTASI KLINIS
• Ditandai dengan atrofi progresif mukosa dan tulang hidung.
• Mukosa hidung menghasilkan sekret kental dan cepat mengering, sehingga
terbentuk krusta yang berbau busuk.
• Keluhan
• Nafas berbau
• Ingus kental berwarna hijau disertai rusta hijau
• Gangguan penghidu,
• Sakit kepala
• Hidung tersumbat
TATALAKSANA
à Pengobatan dapat diberikan secara konservatif dengan
memberikan antibiotik berspektrum luas, obat cuci hidung,
vitamin A, dan preparat Fe.
8 . R I N I T I S YA N G
BERHUBUNGAN
D E N G A N KO N D I S I
SISTEMIK
DEFINISI

• Rhinitis yang berhubungan dengan kondisi sistemik merupakan


rhinitis yang diakibatkan oleh beberapa kondisi yang mendasarinya.
– Kondisi inflamasi

– Kondisi imunologi

– Kelainan struktural

– Lain-lain
ETIOLOGI
Kondisi Inflamasi dan Imunologi
· Wegener Granulomatosis
· Sarkoidosis
· Systemic Lupus Erythematous
· Churg-Strauss
· Relapsing Polychondritis
· Amyloidosis
· Immunodeficiency (contoh: Selective IgA deficiency)
· NK/T-cell lymphoma
· Chronic Lymphocytic Leukemia
Kondisi Struktural
· Atresia koana
· Deviasi septum
· Hipertrofi adenoid
· Benda asing
· Polip nasal
· Tumor nasal
· Diskinesia silia
· CSF leak
Lain-lain
· Refluks esofageal
· Parkinson disease
MANIFESTASI KLINIS

• Gejala klinis rhinitis kronis


• Wegener granulomatosis:
– Dipicu oleh beberapa agen infeksi: TB,
rinoskleroma, infeksi jamur kronis
– Gejala paru, gejala muskuloskletal
MANIFESTASI KLINIS

• Refluks esophageal:
– Sering pada anak, menyebabkan
rhinosinusitis pada orang dewasa
– Gejala: produksi lendir berlebihan, iritasi
tenggorokan, batuk, ada gejala refluks
lambung
TATALAKSANA

• Mengatasai kondisi yang mendasari sesuai dengan tatalaksana


yang tepat
2. RINITIS
INFEKSI
1 . R IN IT IS V IR US
1. RINITIS SIMPLEKS
Definisi
• Disebabkan oleh virus
• Melalui droplet di udara
• Masa inkubasi: 1-4 hari, berakhir dalam 2-3 minggu

Etiologi
• Adenovirus
• Picovirus
• Rhinovirus
• Coxsakie virus
• ECHO
1. RINITIS SIMPLEKS
Manifestasi Klinis

• Terasa panas di daerah belakang


hidung
• Hidung tersumbat
• Rinore • Mukosa hidung tampak merah dan
• Bersin berulang-ulang membengkak
• Demam ringan
• Sekret banyak dan encer

• Dapat menjadi purulent jika ada


invasi sekunder bakteri
1. RINITIS SIMPLEKS
Tatalaksana

• Tirah baring
• Minum air lebih banyak
• Antihistamin
• Dekongestan
• Analgesik
1. RINITIS SIMPLEKS
Komplikasi

• Rinitis akut à sembuh sendiri setelah 2-3 minggu


• Komplikasi:
– Faringitis
– Tonsilitis
– Bronkitis
– Pneumonia
– Otitis media
2. RINITIS INFLUENZA
• Penyebab: Virus influenza A, B atau C
• Tanda dan gejala: mirip common cold
• Komplikasi: infeksi bakteri

3. RINITIS EKSANTEMATOUS
• Penyebab: morbili, varisela, variola dan
pertussis
• Gejala: eksantema 2-3 hari sebelum
1 . R IN IT IS
BAKTER I
RINITIS DIFTERI

• ETIOLOGI : Corynebacterium diphtheriae

• CARA PENYEBARAN : droplet kontak dengan pasien /karier dan terkena cairan dari lesi
terinfeksi

• MASA INKUBASI : 2 hingga 5 hari.


MANIFESTASI KLINIS

• Demam
• Toksemia
• Limfadenitis
• Paralisis
• Sekret hidung yang bercampur darah
• Pseudomembran putih yang mudah berdarah
• Krusta coklat di nares dan kavum nasi
TATALAKSANA
PROFILAKSIS ANTIBIOTIK
• Benzyl penisilin IM
– 600.000 unit dosis tunggal untuk anak dibawah 6 tahun
– 1.2 M unit dosis tunggal untuk 6 tahun atau lebih.
• Eritromisin oral selama 7 hari
– 125 mg tiap 6 jam untuk anak dibawah usia 2 tahun
– 250 mg tiap 6 jam untuk anak usia 2-8 tahun
– 250 - 500 mg tiap 6 jam untuk anak diatas 8 tahun
• Pasien dengan pemeriksaan swab yang positif àpemeriksaan swab lanjut setelah pengobatan
Apabila hasil positif à terapi lanjut selama 10 hari
3. R IN IT IS
F UN G AL
Definisi

• Disebabkan oleh virus


• Melalui droplet di udara
• Masa inkubasi: 1-4 hari, berakhir dalam 2-3 minggu

Etiologi

• Aspergilllus à (Aspergilosis)
• Rhizopus oryzae à (Mukormikosis)
• Candida à (Kandidiasis)
MANIFESTASI KLINIS
Aspergilosis Mukormikosis

• Sekret mukopurulen • Sekret pekat, gelap,


(Hijau kecoklatan) berdarah
• Nyeri kepala
• Demam
• Oftalmoplegia
• Sinusitis paranasalis
TATALAKSANA

Untuk terapinya dapat diberikan obat anti-jamur yaitu


Amphotericin B dan dapat dilakukan irigasi hidung
dengan larutan saline.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai