Disusun Oleh :
Nadira Safa Jasmine
1910221024
Diajukan Kepada :
Pembimbing
dr. Endang Prasetyowati, Sp. A
1
LEMBAR PENGESAHAN
Telah disetujui
Tanggal :
Disusun oleh :
1910221024
2
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit jantung bawaan (PJB) atau penyakit jantung kongenital adalah suatu
kelainan jantung yang sudah didapat sejak lahir. Manifestasi klinis kelainan ini
bervariasi dari yang paling ringan sampai berat. Pada bentuk yang ringan, sering tidak
ditemukan gejala, dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan klinis. Sedangkan
pada PJB berat, gejala sudah tampak sejak lahir dan memerlukan tindakan segera.
Penyakit jantung bawaan dapat berupa defek pada sekat yang membatasi ke dua
atrium atau ventrikel sehingga terjadi percampuran darah pada tingkat atrium atau
ventrikel, misalnya defek septum ventrikel atau defek septum atrium. Dapat juga terjadi
pada pembuluh darah yang tetap terbuka yang seharusnya menutup setelah lahir.
Angka kejadian PJB di Indonesia adalah 8 tiap 1000 kelahiran hidup. Jika
jumlah penduduk Indonesia 200 juta, dan angka kelahiran 2%, maka jumlah penderita
PJB di Indonesia bertambah 32.000 bayi setiap tahun. Kendala utama dalam
menangani anak dengan PJB adalah tingginya biaya pemeriksaan dan operasi. Sejauh
ini, penyebab PJB belum diketahui secara pasti, tetapi berdasarkan penelitian, diduga
bersifat multifaktorial, yaitu melibatkan kerentanan genetik (bawaan) dan faktor
lingkungan. Paparan rokok saat kehamilan (baik ibu perokok aktif maupun pasif),
konsumsi obat-obatan tertentu, infeksi pada kehamilan, diabetes melitus, dan sindrom
atau kelainan genetik tertentu dilaporkan meningkatkan risiko kelainan jantung bawaan
pada bayi.
Secara garis besar penyakit jantung bawaan dibagi 2 kelompok, yaitu penyakit
jantung bawaan sianotik dan penyakit jantung bawaan asianotik. Penyakit jantung
bawaan sianotik ditandai oleh adanya sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri.
Selanjutnya dalam kelompok penyakit jantung bawaan asianotik adalah penyakit
jantung bawaan dengan kebocoran sekat jantung yang disertai pirau kiri ke kanan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Penyakit jantung bawaan (PJB) atau penyakit jantung kongenital merupakan
abnormalitas dari struktur dan fungsi sirkulasi jantung pada semasa kelahiran.
Malformasi kardiovaskuler kongenital tersebut berasal dari kegagalan perkembangan
struktur jantung pada fase awal perkembangan janin.
II.2 Epidemiologi
Telah disebutkan bahwa penyakit jantung bawaan terjadi sekitar 1% dari
keseluruhan bayi lahir hidup atau sekitar 6-8 per 1000 kelahiran. Terdapat hal menarik
dari PJB yakni insidens penyakit jantung bawaan di seluruh dunia adalah kira-kira
sama serta menetap dari waktu-waktu. Meski demikian pada negara sedang
berkembang yang fasilitas kemampuan untuk menetapkan diagnosis spesifiknya masih
kurang mengakibatkan banyak neonatus dan bayi muda dengan PJB berat telah
meninggal sebelum diperiksa ke dokter. Pada negara maju sekitar 40-50% penderita
PJB terdiagnosis pada umur 1 minggu dan 50-60% pada usia 1 bulan.
Sejak pembedahan paliatif atau korektif sekarang tersedia untuk lebih 90%
anak PJB, jumlah anak yang hidup dengan PJB bertambah secara dramatis, namun
keberhasilan intervensi ini tergantung dari diagnosis yang dini dan akurat. Oleh sebab
itu insidens penyakit jantung bawaan sebaiknya dapat terus diturunkan dengan
mengutamakan peningkatan penanganan dini pada penyakit jantung bawaan tetapi juga
tidak mengesampingkan penyakit penyerta yang mungkin diderita. Hal ini ditujukan
untuk mengurangi angka mortalitas dan morbisitas pada anak dengan PJB.
II.3 Etiologi
Penyebab defek pada jantung pada sebagian besar kasus, tidak diketahui.
Berbagai jenis obat, penyakit ibu, pajanan terhadap sinar Rontgen, diduga merupakan
penyebab eksogen penyakit jantung bawaan. Di samping faktor eksogen terdapat pula
faktor endogen yang berhubungan dengan kejadian PJB. Berbagai macam jenis
4
penyakit genetik dan sindrom tertentu erat berkaitan dengan kejadian PJB seperti
sindrom Down, Turner, dan lain-lain.
5
Gambar 1. Fetal Circulation
Sebagian kecil darah dari vena cava inferior memasuki ventrikel kanan melalui
katup trikuspid. Darah yang kembali dari leher dan kepala janin mengandung O2 sangat
rendah (pO2 = 10 mmHg) memasuki atrium kanan melalui vena cava superior, dan
bergabung dengan darah dari sinus koronarius menuju ventrikel kanan, selanjutnya ke
arteri pulmonalis. Pada janin hanya 15% darah dari ventrikel kanan yang memasuki
paru, selebihnya melewati duktus arteriosus 12 menuju aorta desendens, bercampur
dengan darah dari aorta asendens. Darah dengan kandungan oksigen yang rendah ini
akan mengalir ke organ-organ tubuh sesuai dengan tahanan vaskuler masing-masing,
dan juga ke plasenta melalui arteri umbilikalis yang keluar dari arteri iliaka interna.
III.5 Perubahaan Sistem Kardiovaskuler Bayi Baru Lahir
Perubahan yang paling penting dalam sirkulasi setelah bayi lahir adalah karena
penghentian mendadak aliran darah dari plasenta dan dimulainya pernapasan melalui
paru, sehingga pengambilan oksigen terjadi di sistem pembuluh darah paru. Perubahan
yang terjadi adalah:
6
1. Penurunan Tahanan Vaskuler Paru dan Peningkatan Tahanan Sistemik.
Penurunan tahanan vaskuler paru terjadi akibat ekspansi mekanik paru,
peningkatan saturasi oksigen arteri pulmonalis dan PO2 alveolar ketika bayi menangis
untuk pertama kalinya. Penurunan tahanan arteri pulmonalis, menyebabkan aliran
darah pulmonal meningkat sehingga paru dapat berkembang. Penurunan tahanan arteri
pulmonalis dipengaruhi oleh perubahan pada dinding arteriol paru. Lapisan medial
arteri pulmonalis perifer berangsur-angsur menipis, dan pada usia 10-14 hari tahanan
arteri pulmonalis sudah seperti kondisi orang dewasa.
2. Penutupan Foramen Ovale
Setelah plasenta terlepas dari sirkulasi, aliran darah melalui vena cava inferior
yang menuju ke kedua atrium menurun. Ketika pernapasan dimulai, aliran darah ke
atrium kiri yang melalui jaringan pulmonal meningkat. Perubahan pola aliran yang
menuju ke jantung ini mengubah hubungan antara tekanan atrium kiri dan kanan.
Tekanan atrium kiri, yang pada janin dalam kandungan lebih rendah daripada atrium
kanan, kini menjadi lebih tinggi, sehingga menyebabkan katup foramen ovale menutup.
Walaupun penutupan fungsional foramen ovale terjadi pada kebanyakan bayi,
penutupan secara anatomis tidak selalu sempurna, dan foramen tersebut dapat tetap ada
untuk beberapa tahun, kadang-kadang sampai dewasa.
3. Penutupan Duktus Arteriosus
Duktus arteriosus menutup secara fungsional pada 10-15 jam setelah lahir.
Penutupan permanen terjadi pada usia 2-3 minggu. Duktus arteriosus janin
mengandung otot polos medialis yang dipertahankan dalam keadaan relaksasi oleh
kerja prostaglandin E2 sirkulasi. Setelah persalinan, plasenta yang merupakan sumber
PGE2 diangkat dan terjadi peningkatan aliran darah pulmonal yang meningkatkan
metabolisme seluruh PGE sirkulasi. Sebagai akibatnya, konsentrasi PGE2 dalam serum
menurun dan tidak ada yang menghalangi konstriksi duktus arteriosus. Di samping itu,
peningkatan tekanan oksigen arteri (PaO2) dan peningkatan substansi vasoaktif seperti
bradikinin, katekolamin dan histamin juga menyebabkan konstriksi dari otot polos dari
dinding pembuluh darah duktus arteriosus. Oksigen yang mencapai paru pada waktu
pernapasan pertama merangsang pelepasan bradikinin. Bradikinin mempunyai efek
7
kontraktil terhadap otot polos. Aksi ini tergantung dari kadar oksigen yang tinggi dalam
darah arteri setelah terjadinya pernafasan pertama. Ketika PO2 dalam darah diatas 50
mmHg, dinding duktus arteriosus akan mengalami konstriksi. Pada keadaan hipoksia
seperti sindrom gangguan pernafasan dan prematuritas, duktus arteriosus dapat tetap
terbuka atau disebut Duktus Arteriosus Persisten.
4. Penutupan Duktus Venosus, Vena dan Arteri Umbilikalis.
Terputusnya hubungan peredaran darah ibu dan janin akibat dipotong dan
diikatnya tali pusat, arteri umbilikalis dan duktus venosus akan mengalami obliterasi,
dengan demikian kebutuhan oksigen dan nutrisi tidak tergantung lagi dari ibu.
Melainkan oksigen akan dipenuhi oleh udara yang dihisap paru, dan nutrisi akan
diperoleh dari makanan yang dicerna oleh sistem pencernaan bayi itu sendiri.
8
c. Toleransi latihan
Toleransi latihan merupakan petunjuk klinis yang baik untuk
menggambarkan status kompensasi jantung ataupun derajat kelainan
jantung. Pasien gagal jantung selalu menunjukkan toleransi latihan
berkurang. Gangguan toleransi latihan dapat ditanyakan pada orangtua
dengan membandingkan pasien dengan anak sebaya, apakah pasien cepat
lelah, napas menjadi cepat setelah melakukan aktivitas yang biasa, atau
sesak napas dalam keadaan istirahat. Pada bayi dapat ditanyakan saat bayi
menetek. Apakah ia hanya mampu minum dalam jumlah sedikit, sering
beristirahat, sesak waktu mengisap, dan berkeringat banyak. Pada anak
yang lebih besar ditanyakan kemampuannya berjalan, berlari atau naik
tangga. Pada pasien tertentu seperti pada tetralogi Fallot anak sering
jongkok setelah lelah berjalan.
d. Infeksi saluran napas berulang
Gejala ini timbul akibat meningkatnya aliran darah ke paru sehingga
mengganggu sistem pertahanan paru. Sering pasien dirujuk ke ahli jantung
anak karena anak sering menderita demam, batuk dan pilek. Sebaliknya
tidak sedikit pasien PJB yang sebelumnya sudah diobati sebagai
tuberkulosis sebelum di rujuk ke ahli jantung anak.
e. Bising jantung
Terdengarnya bising jantung merupakan tanda penting dalam menentukan
penyakit jantung bawaan. Bahkan kadang-kadang tanda ini yang
merupakan alasan anak dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Lokasi bising, derajat serta penjalarannya dapat menentukan jenis kelainan
jantung. Namun tidak terdengarnya bising jantung pada pemeriksaan fisis,
tidak menyingkirkan adanya kelainan jantung bawaan. Jika pasien diduga
menderita kelainan jantung, sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang
untuk memastikan diagnosis.
9
III.7 Klasifikasi PJB
Secara garis besar penyakit jantung bawaan dibagi 2 kelompok, yaitu penyakit
jantung bawaan sianotik dan penyakit jantung bawaan asianotik. Penyakit jantung
bawaan sianotik ditandai oleh adanya sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri,
sebagai contoh tetralogi Fallot, transposisi arteri besar, atresia trikuspid, Double Outlet
Right Ventricle (DORV) dan single ventricle.
Termasuk dalam kelompok penyakit jantung bawaan asianotik adalah penyakit
jantung bawaan dengan kebocoran sekat jantung yang disertai pirau kiri ke kanan di
antaranya adalah defek septum ventrikel, defek septum atrium, atau tetap terbukanya
pembuluh darah seperti pada duktus arteriosus persisten. Selain itu penyakit jantung
bawaan asianotik juga ditemukan pada obtruksi jalan keluar ventrikel seperti stenosis
aorta, stenosis pulmonal dan koarktasio aorta.
1. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik
Pada PJB sianotik didapatkan kelainan struktur dan fungsi jantung
sedemikian rupa sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik
yang mengandung darah rendah oksigen kembali beredar ke sirkulasi
sistemik. Terdapat aliran pirau dari kanan ke kiri atau terdapat percampuran
darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis. Sianosis pada mukosa bibir
dan mulut serta kuku jari tangan–kaki dalah penampilan utama pada
golongan PJB ini. Penderita umumnya sianosis yang akan bertambah bila
menangis atau melakukan aktivitas fisik, akibat aliran darah ke paru yang
makin berkurang. Pada keadaan yang berat sering terjadi serangan yang
ditandai khas dengan hiperpnea, gelisah, menangis berkepanjangan,
bertambah biru, lemas atau tidak sadar dan kadang-kadang disertai kejang.
Kondisi seperti ini dapat kembali pulih secara spontan dalam waktu kurang
dari 15–30 menit, tetapi dapat berkepanjangan atau berulang sehingga
menyebabkan komplikasi yang serius pada sistem susunan saraf pusat atau
bahkan menyebabkan kematian. Pada anak yang lebih besar sering juga
memperlihatkan gejala squatting, yaitu jongkok untuk beristirahat sebentar
10
setelah berjalan beberapa saat dengan tujuan meningkatkan resistensi
vaskuler sistemik dan sehingga aliran darah ke paru meningkat.
a. Tetralogi Fallot (TF)
11
b. Atresia Pulmonal
12
Transposisi arteri besar merupakan kelainan jantung yang paling
banyak pada neonatus. Insiden kelainan ini sekitar 25% dari seluruh
kelainan jantung bawaan sianotik atau 5-10% dari kselutuhan penyakit
jantung bawaan dan kelainan ini ditemukan lebih banyak paada laki-laki
dibandingkan dengan perempuan. Pada kelainan ini terjadi perubahan
posisi aorta dan a. pulmonalis, yakni aorta keluar dari ventrikel kanan,
sedangkan a. pulmonalis keluar dari ventrikel kiri. Dengan demikian
maka kedua sirkulasi sistemik dan paru tersebut terpisah, dan kehidupan
hanya dapat berlangsung apabila ada komunikasi antara dua sirkulasi
ini. Manifestasi klinis bergantung pada adanya percampuran yang
adekuat antara sirkulasi sistemik dan paru dan adanya stenosis
pulmonal. Stenosis pulmonal terdapat pada 10% kasus.
d. Double Outlet Right Ventricle (DORV) Commented [NS1]:
Penyakit jantung bawaan jenis ini tidak banyak dijumpai. Sesuai dengan
namanya, maka pada DORV kedua pembuluh arteri besar yaitu aorta
dan a. pulmonalis keduanya keluar dari atrium kanan. DORV selalu
disertai dengan kelainan adanya VSD dan stenosis pulmonal. Beberapa
gejala yang dapat terjadi pada penderita DORV seperti mudah lelahm
sianosis, clubbing fingers, tumbuh kembang yang terhambat, dan
13
dyspnea. Kelainan ini dibagi atas 4 kelompok berdasarkan letak VSD
dan ada tidaknya stenosis pulmonal:
1) Subaortik, DSV letaknya lebih dekat ke katup aorta
dibanding katup pulmonal, dan letaknya di kanan septum
konus. Tipe ini adalah tipe yang tersering, terjadi pada
60-70% kasus. Sering disertai pulmonal stesosis.
2) Subpulmonik, DSV lebih dekat ke katup pulmonal dari
pada katup aorta, Terjadi pada 10% kasus.
3) Doubly commited, DSVletaknya berdekatan dengan
katup pulmonal maupun katup aorta.
4) Remote (jauh), DSV letaknya jauh dari kedua katup
semilunar.
e. Single Ventricle
14
1) Hipoplastic left heart syndrome (HLHS): terjadi ketika ventrikel
kiri, katup mitral, katup aortic, dan aorta semuanya berukuran kecil.
2) Double outlet right ventricle: terjadi ketika aorta dan a. pulmonary
keluar dari ventrikel kanan.
3) Atresia tricuspid: suatu kelainan di mana katup tricuspid gagal
berkembang
4) Double inlet left ventricle: terjadi ketika kedua atrium berhubungan
dengan ventrikel kiri. Kejadian ini menyebabkan tidak
berkembangnya ventrikel kanan..
15
pirau yang terjadi adalah dari kiri ke kanan. Akibatnya, aliran darah paru
berlebihan. Aliran pirau ini juga bisa terjadi bila pembuluh darah yang
menghubungkan aorta dan pembuluh pulmonal tetap terbuka. Karena
darah yang mengalir dari sirkulasi darah yang kaya oksigen ke sirkulasi
darah yang miskin oksigen, maka penampilan pasien tidak biru
(asianotik). Namun, beban yang berlebihan pada jantung dapat
menyebabkan gagal jantung kiri maupun kanan. Yang termasuk PJB
asianotik dengan aliran pirau dari kiri kanan ialah :
a) Atrial Septal Defect (ASD)
16
katup pulmonal di sela iga 2-3 kiri parasternal. Selain itu terdapat
juga pemeriksaan penunjuang seperti elektrokardiografi (EKG)
atau alat rekam jantung, foto rontgen jantung, MRI, serta
ekokardiografi. Pembedahan dianjurkan untuk semua penderita
yang bergejala dan juga yang tidak bergejala dan penutupan
defek tersebut dilakukan pada pembedahan jantung terbuka
dengan angka mortalitas kurang dari 1%.
b) Ventricular Septal Defect (VSD)
17
dapat mengalami gejala sesak napas pada waktu minum,
memerlukan waktu lama untuk menghabiskan makanannya,
seringkali menderita infeksi paru dan bahkan dapat terjadi gagal
jantung. Pada pemeriksaan fisik, terdengar intensitas bunyi
jantung ke-2 yang menigkat, murmur pansistolik di sela iga 3-4
kiri sternum dan murmur ejeksi sistolik pada daerah katup
pulmonal.
18
2) PJB asianotik tanpa pirau
Penyakit jantung bawaan jenis ini tidak ditemukan adanya defek yang
menimbulkan hubungan abnormal antara ruang jantung. Kelainan dapat
berupa penyempitan (stenosis) atau bahkan pembuntuan pada bagian
tertentu jantung, yakni katup atau salah satu bagian pembuluh darah
diluar jantung yang dapat menimbulkan gangguan aliran darah dan
membebani otot jantung. Jenis PJB tanpa pirau antara lain:
a) Stenosis pulmonal
19
b) Stenosis aorta
Pada kelainan ini dapat ditemui katup aorta hanya memilki dua daun
yang seharusnya tiga, atau memiliki bentuk abnormal seperti corong.
Dalam jangka waktu tertentu lubang atau pembukaan katup tersebut
sering menjadi kaku dan menyempit karena terkumpulnya endapan
kalsium. Stenosis pulmonal mencakup 5% dari total keseluruhan
penyakit jantung bawaan. Pada pasien stenosis aorta yang ringan atau
pun moderat sering tidak memberikan keluhan, tapi stenosis akan
makin nyata karena proses fibrosis dan kalsifikasi pada waktu
menjelang kian dewasa. Klik ejeksi sistolik akan terdengar keras dan
jelas di sela iga 2-3 pada tepi kanan atas sternum. Stenosis aorta yang
ringan dan asimptomatik biasanya tidak diperlukan tindakan apapun
kecuali profilaksis antibiotik untuk mencegah endokarditis. Pada
stenosis aorta yang cukup berat perlu dilakukan tindakan secepatnya
dengan valvuloplasti balon atau pembedahan.
20
c) Koarktasio aorta
21
II. 10 Tatalaksana
Jika defek berukuran kecil dan shunting yang terjadi tidak menimbulkan
gangguan hemodinamik disertai gejala apa pun, maka tidak perlu diberikan terapi
khusus. Saat defek tersebut sudah menyebabkan gangguan pada pertumbuhan bayi,
kesulitan pada waktu makan, berkeringat, tachipnea maka pemberian diuretik menjadi
pilihan pertama dengan terus mengawasi terjadinya hipokalemia. atau untuk mencegah
terjadinya hipokalemia bisa diberikan diuretik hemat kalium. Pemberian ACE inhibitor
berguna untuk menurunkan afterload jantung yang berguna menurunkan left to right
shunt. Digoxin juga dapat diberikan pada defek yang besar karena memiliki efek
inotropik. Obat seperti milrinon secara intravena memiliki efek inotropik dan
menurunkan afterload jantung. Jika terapi medikamentosa tidak memberikan banyak
perubahan dapat dipertimbangkan terpi dengan teknik pembedahan.
22
BAB III
KESIMPULAN
Penyakit jantung bawaan (PJB) atau penyakit jantung kongenital adalah suatu
kelainan jantung yang sudah didapat sejak lahir. Angka kejadian PJB di Indonesia
adalah 8 tiap 1000 kelahiran hidup. Jika jumlah penduduk Indonesia 200 juta, dan
angka kelahiran 2%, maka jumlah penderita PJB di Indonesia bertambah 32.000 bayi
setiap tahun Manifestasi klinis kelainan ini bervariasi dari yang paling ringan sampai
berat tergantung dari besarnya defek.
PJB secara garis besar dibagi menjadi 2, yaitu PJB sianotik yang terjadi
kelainan struktur dan fungsi jantung sedemikian rupa sehingga sebagian atau seluruh
darah balik vena sistemik yang mengandung darah rendah oksigen kembali beredar ke
sirkulasi sistemik, sehingga penderita akan mengalami sianosis (kebiruan). Selain itu,
terdapat juga PJB asianotik yang terjadi akibat kelainan struktur dan fungsi jantung
yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis.
Diagnosis penyakit jantung bawaan ditegakkan berdasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang dasar serta lanjutan.
23
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
24