Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

“Penyakit Jantung Bawaan”

Disusun Oleh :
Nadira Safa Jasmine

1910221024

Diajukan Kepada :
Pembimbing
dr. Endang Prasetyowati, Sp. A

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian


Ilmu Kesehatan Anak RSUD Ambarawa

Telah disetujui
Tanggal :

Disusun oleh :

Nadira Safa Jasmine

1910221024

Fakultas Kedokteran UPN ”Veteran” Jakarta

Ambarawa, Oktober 2019


Pembimbing,

Dr. Endang Prasetyowati, Sp. A

2
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit jantung bawaan (PJB) atau penyakit jantung kongenital adalah suatu
kelainan jantung yang sudah didapat sejak lahir. Manifestasi klinis kelainan ini
bervariasi dari yang paling ringan sampai berat. Pada bentuk yang ringan, sering tidak
ditemukan gejala, dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan klinis. Sedangkan
pada PJB berat, gejala sudah tampak sejak lahir dan memerlukan tindakan segera.
Penyakit jantung bawaan dapat berupa defek pada sekat yang membatasi ke dua
atrium atau ventrikel sehingga terjadi percampuran darah pada tingkat atrium atau
ventrikel, misalnya defek septum ventrikel atau defek septum atrium. Dapat juga terjadi
pada pembuluh darah yang tetap terbuka yang seharusnya menutup setelah lahir.
Angka kejadian PJB di Indonesia adalah 8 tiap 1000 kelahiran hidup. Jika
jumlah penduduk Indonesia 200 juta, dan angka kelahiran 2%, maka jumlah penderita
PJB di Indonesia bertambah 32.000 bayi setiap tahun. Kendala utama dalam
menangani anak dengan PJB adalah tingginya biaya pemeriksaan dan operasi. Sejauh
ini, penyebab PJB belum diketahui secara pasti, tetapi berdasarkan penelitian, diduga
bersifat multifaktorial, yaitu melibatkan kerentanan genetik (bawaan) dan faktor
lingkungan. Paparan rokok saat kehamilan (baik ibu perokok aktif maupun pasif),
konsumsi obat-obatan tertentu, infeksi pada kehamilan, diabetes melitus, dan sindrom
atau kelainan genetik tertentu dilaporkan meningkatkan risiko kelainan jantung bawaan
pada bayi.
Secara garis besar penyakit jantung bawaan dibagi 2 kelompok, yaitu penyakit
jantung bawaan sianotik dan penyakit jantung bawaan asianotik. Penyakit jantung
bawaan sianotik ditandai oleh adanya sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri.
Selanjutnya dalam kelompok penyakit jantung bawaan asianotik adalah penyakit
jantung bawaan dengan kebocoran sekat jantung yang disertai pirau kiri ke kanan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi
Penyakit jantung bawaan (PJB) atau penyakit jantung kongenital merupakan
abnormalitas dari struktur dan fungsi sirkulasi jantung pada semasa kelahiran.
Malformasi kardiovaskuler kongenital tersebut berasal dari kegagalan perkembangan
struktur jantung pada fase awal perkembangan janin.
II.2 Epidemiologi
Telah disebutkan bahwa penyakit jantung bawaan terjadi sekitar 1% dari
keseluruhan bayi lahir hidup atau sekitar 6-8 per 1000 kelahiran. Terdapat hal menarik
dari PJB yakni insidens penyakit jantung bawaan di seluruh dunia adalah kira-kira
sama serta menetap dari waktu-waktu. Meski demikian pada negara sedang
berkembang yang fasilitas kemampuan untuk menetapkan diagnosis spesifiknya masih
kurang mengakibatkan banyak neonatus dan bayi muda dengan PJB berat telah
meninggal sebelum diperiksa ke dokter. Pada negara maju sekitar 40-50% penderita
PJB terdiagnosis pada umur 1 minggu dan 50-60% pada usia 1 bulan.
Sejak pembedahan paliatif atau korektif sekarang tersedia untuk lebih 90%
anak PJB, jumlah anak yang hidup dengan PJB bertambah secara dramatis, namun
keberhasilan intervensi ini tergantung dari diagnosis yang dini dan akurat. Oleh sebab
itu insidens penyakit jantung bawaan sebaiknya dapat terus diturunkan dengan
mengutamakan peningkatan penanganan dini pada penyakit jantung bawaan tetapi juga
tidak mengesampingkan penyakit penyerta yang mungkin diderita. Hal ini ditujukan
untuk mengurangi angka mortalitas dan morbisitas pada anak dengan PJB.
II.3 Etiologi
Penyebab defek pada jantung pada sebagian besar kasus, tidak diketahui.
Berbagai jenis obat, penyakit ibu, pajanan terhadap sinar Rontgen, diduga merupakan
penyebab eksogen penyakit jantung bawaan. Di samping faktor eksogen terdapat pula
faktor endogen yang berhubungan dengan kejadian PJB. Berbagai macam jenis

4
penyakit genetik dan sindrom tertentu erat berkaitan dengan kejadian PJB seperti
sindrom Down, Turner, dan lain-lain.

III. 4 Sirkulasi Darah Janin


Sirkulasi darah janin selama dalam kandungan tidak sama dengan sirkulasi
darah setelah lahir atau pada orang dewasa, karena paru janin belum berkembang
sehingga oksigen diambil melalui perantaraan plasenta. Plasenta merupakan jaringan
dinding rahim dengan jonjot-jonjot yang mengandung banyak pembuluh darah,
merupakan tempat pertukaran zat dimana zat yang diperlukan diambil dari darah ibu
dan yang tidak berguna dikeluarkan. Plasenta terbentuk pada minggu ke 8 kehamilan
dan merupakan bagian konsepsi yang menempel pada endometrium uterus serta terikat
kuat sampai bayi lahir. Fungsi plasenta antara lain: menyediakan makanan untuk janin
yang diambil dari darah ibu, bekerja sebagai paru janin dengan menyediakan oksigen
darah janin, menyingkirkan sisa pembakaran dari janin serta sebagai penghalang
mikroorganisme penyebab penyakit yang akan masuk ke dalam tubuh janin.
Sistem sirkulasi darah janin meliputi vena umbilikalis, duktus venosus arantii,
foramen ovale, duktus arteriosus botalli, dan arteri umbilikalis. Pada janin sirkulasi
darah dengan oksigen relatif yang cukup (pO2=30 mmHg) mengalir dari plasenta
melalui vena umbilikalis. Separuh jumlah darah ini mengalir ke hati, dan melalui vena
hepatika ke vena cava inferior, sedangkan sisanya melalui ductus venosus langsung
(memintas hati) ke vena cava inferior, yang juga menerima darah dari tubuh bagian
bawah. Sebagian besar darah dari vena cava inferior mengalir ke dalam atrium kiri
melalui formen ovale, selanjutnya ke ventrikel kiri yang kemudian dipompa memasuki
aorta asendens dan sirkulasi koroner. Dengan demikian sirkulasi otak dan sirkulasi
koroner mendapat darah dengan pO2 yang cukup.

5
Gambar 1. Fetal Circulation

Sebagian kecil darah dari vena cava inferior memasuki ventrikel kanan melalui
katup trikuspid. Darah yang kembali dari leher dan kepala janin mengandung O2 sangat
rendah (pO2 = 10 mmHg) memasuki atrium kanan melalui vena cava superior, dan
bergabung dengan darah dari sinus koronarius menuju ventrikel kanan, selanjutnya ke
arteri pulmonalis. Pada janin hanya 15% darah dari ventrikel kanan yang memasuki
paru, selebihnya melewati duktus arteriosus 12 menuju aorta desendens, bercampur
dengan darah dari aorta asendens. Darah dengan kandungan oksigen yang rendah ini
akan mengalir ke organ-organ tubuh sesuai dengan tahanan vaskuler masing-masing,
dan juga ke plasenta melalui arteri umbilikalis yang keluar dari arteri iliaka interna.
III.5 Perubahaan Sistem Kardiovaskuler Bayi Baru Lahir
Perubahan yang paling penting dalam sirkulasi setelah bayi lahir adalah karena
penghentian mendadak aliran darah dari plasenta dan dimulainya pernapasan melalui
paru, sehingga pengambilan oksigen terjadi di sistem pembuluh darah paru. Perubahan
yang terjadi adalah:

6
1. Penurunan Tahanan Vaskuler Paru dan Peningkatan Tahanan Sistemik.
Penurunan tahanan vaskuler paru terjadi akibat ekspansi mekanik paru,
peningkatan saturasi oksigen arteri pulmonalis dan PO2 alveolar ketika bayi menangis
untuk pertama kalinya. Penurunan tahanan arteri pulmonalis, menyebabkan aliran
darah pulmonal meningkat sehingga paru dapat berkembang. Penurunan tahanan arteri
pulmonalis dipengaruhi oleh perubahan pada dinding arteriol paru. Lapisan medial
arteri pulmonalis perifer berangsur-angsur menipis, dan pada usia 10-14 hari tahanan
arteri pulmonalis sudah seperti kondisi orang dewasa.
2. Penutupan Foramen Ovale
Setelah plasenta terlepas dari sirkulasi, aliran darah melalui vena cava inferior
yang menuju ke kedua atrium menurun. Ketika pernapasan dimulai, aliran darah ke
atrium kiri yang melalui jaringan pulmonal meningkat. Perubahan pola aliran yang
menuju ke jantung ini mengubah hubungan antara tekanan atrium kiri dan kanan.
Tekanan atrium kiri, yang pada janin dalam kandungan lebih rendah daripada atrium
kanan, kini menjadi lebih tinggi, sehingga menyebabkan katup foramen ovale menutup.
Walaupun penutupan fungsional foramen ovale terjadi pada kebanyakan bayi,
penutupan secara anatomis tidak selalu sempurna, dan foramen tersebut dapat tetap ada
untuk beberapa tahun, kadang-kadang sampai dewasa.
3. Penutupan Duktus Arteriosus
Duktus arteriosus menutup secara fungsional pada 10-15 jam setelah lahir.
Penutupan permanen terjadi pada usia 2-3 minggu. Duktus arteriosus janin
mengandung otot polos medialis yang dipertahankan dalam keadaan relaksasi oleh
kerja prostaglandin E2 sirkulasi. Setelah persalinan, plasenta yang merupakan sumber
PGE2 diangkat dan terjadi peningkatan aliran darah pulmonal yang meningkatkan
metabolisme seluruh PGE sirkulasi. Sebagai akibatnya, konsentrasi PGE2 dalam serum
menurun dan tidak ada yang menghalangi konstriksi duktus arteriosus. Di samping itu,
peningkatan tekanan oksigen arteri (PaO2) dan peningkatan substansi vasoaktif seperti
bradikinin, katekolamin dan histamin juga menyebabkan konstriksi dari otot polos dari
dinding pembuluh darah duktus arteriosus. Oksigen yang mencapai paru pada waktu
pernapasan pertama merangsang pelepasan bradikinin. Bradikinin mempunyai efek

7
kontraktil terhadap otot polos. Aksi ini tergantung dari kadar oksigen yang tinggi dalam
darah arteri setelah terjadinya pernafasan pertama. Ketika PO2 dalam darah diatas 50
mmHg, dinding duktus arteriosus akan mengalami konstriksi. Pada keadaan hipoksia
seperti sindrom gangguan pernafasan dan prematuritas, duktus arteriosus dapat tetap
terbuka atau disebut Duktus Arteriosus Persisten.
4. Penutupan Duktus Venosus, Vena dan Arteri Umbilikalis.
Terputusnya hubungan peredaran darah ibu dan janin akibat dipotong dan
diikatnya tali pusat, arteri umbilikalis dan duktus venosus akan mengalami obliterasi,
dengan demikian kebutuhan oksigen dan nutrisi tidak tergantung lagi dari ibu.
Melainkan oksigen akan dipenuhi oleh udara yang dihisap paru, dan nutrisi akan
diperoleh dari makanan yang dicerna oleh sistem pencernaan bayi itu sendiri.

III. 6 Manifestasi Klinis


Gangguan hemodinamik akibat kelainan jantung dapat memberikan gejala yang
menggambarkan derajat kelainan. Adanya gangguan pertumbuhan, sianosis,
berkurangnya toleransi latihan, kekerapan infeksi saluran napas berulang, dan
terdengarnya bising jantung, dapat merupakan petunjuk awal terdapatnya kelainan
jantung pada seorang bayi atau anak:
a. Gangguan pertumbuhan
Pada PJB asianotik dengan pirau kiri ke kanan, gangguan pertumbuhan
timbul akibat hipoksemia curah jantung. Pada PJB sianotik, gangguan
pertumbuhan timbul akibat kronis. Gangguan pertumbuhan ini juga dapat
timbul akibat gagal jantung kronis pada pasien PJB.
b. Sianosis
Sianosis timbul akibat saturasi darah yang menuju sistemik rendah. Sianosis
mudah dilihat pada selaput lendir mulut, bukan di sekitar mulut. Sianosis
akibat kelainan jantung ini (sianosis sentral) perlu dibedakan pada sianosis
perifer yang sering didapatkan pada anak yang kedinginan. Sianosis perifer
lebih jelas terlihat pada ujungujung jari.

8
c. Toleransi latihan
Toleransi latihan merupakan petunjuk klinis yang baik untuk
menggambarkan status kompensasi jantung ataupun derajat kelainan
jantung. Pasien gagal jantung selalu menunjukkan toleransi latihan
berkurang. Gangguan toleransi latihan dapat ditanyakan pada orangtua
dengan membandingkan pasien dengan anak sebaya, apakah pasien cepat
lelah, napas menjadi cepat setelah melakukan aktivitas yang biasa, atau
sesak napas dalam keadaan istirahat. Pada bayi dapat ditanyakan saat bayi
menetek. Apakah ia hanya mampu minum dalam jumlah sedikit, sering
beristirahat, sesak waktu mengisap, dan berkeringat banyak. Pada anak
yang lebih besar ditanyakan kemampuannya berjalan, berlari atau naik
tangga. Pada pasien tertentu seperti pada tetralogi Fallot anak sering
jongkok setelah lelah berjalan.
d. Infeksi saluran napas berulang
Gejala ini timbul akibat meningkatnya aliran darah ke paru sehingga
mengganggu sistem pertahanan paru. Sering pasien dirujuk ke ahli jantung
anak karena anak sering menderita demam, batuk dan pilek. Sebaliknya
tidak sedikit pasien PJB yang sebelumnya sudah diobati sebagai
tuberkulosis sebelum di rujuk ke ahli jantung anak.
e. Bising jantung
Terdengarnya bising jantung merupakan tanda penting dalam menentukan
penyakit jantung bawaan. Bahkan kadang-kadang tanda ini yang
merupakan alasan anak dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Lokasi bising, derajat serta penjalarannya dapat menentukan jenis kelainan
jantung. Namun tidak terdengarnya bising jantung pada pemeriksaan fisis,
tidak menyingkirkan adanya kelainan jantung bawaan. Jika pasien diduga
menderita kelainan jantung, sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang
untuk memastikan diagnosis.

9
III.7 Klasifikasi PJB
Secara garis besar penyakit jantung bawaan dibagi 2 kelompok, yaitu penyakit
jantung bawaan sianotik dan penyakit jantung bawaan asianotik. Penyakit jantung
bawaan sianotik ditandai oleh adanya sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri,
sebagai contoh tetralogi Fallot, transposisi arteri besar, atresia trikuspid, Double Outlet
Right Ventricle (DORV) dan single ventricle.
Termasuk dalam kelompok penyakit jantung bawaan asianotik adalah penyakit
jantung bawaan dengan kebocoran sekat jantung yang disertai pirau kiri ke kanan di
antaranya adalah defek septum ventrikel, defek septum atrium, atau tetap terbukanya
pembuluh darah seperti pada duktus arteriosus persisten. Selain itu penyakit jantung
bawaan asianotik juga ditemukan pada obtruksi jalan keluar ventrikel seperti stenosis
aorta, stenosis pulmonal dan koarktasio aorta.
1. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik
Pada PJB sianotik didapatkan kelainan struktur dan fungsi jantung
sedemikian rupa sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik
yang mengandung darah rendah oksigen kembali beredar ke sirkulasi
sistemik. Terdapat aliran pirau dari kanan ke kiri atau terdapat percampuran
darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis. Sianosis pada mukosa bibir
dan mulut serta kuku jari tangan–kaki dalah penampilan utama pada
golongan PJB ini. Penderita umumnya sianosis yang akan bertambah bila
menangis atau melakukan aktivitas fisik, akibat aliran darah ke paru yang
makin berkurang. Pada keadaan yang berat sering terjadi serangan yang
ditandai khas dengan hiperpnea, gelisah, menangis berkepanjangan,
bertambah biru, lemas atau tidak sadar dan kadang-kadang disertai kejang.
Kondisi seperti ini dapat kembali pulih secara spontan dalam waktu kurang
dari 15–30 menit, tetapi dapat berkepanjangan atau berulang sehingga
menyebabkan komplikasi yang serius pada sistem susunan saraf pusat atau
bahkan menyebabkan kematian. Pada anak yang lebih besar sering juga
memperlihatkan gejala squatting, yaitu jongkok untuk beristirahat sebentar

10
setelah berjalan beberapa saat dengan tujuan meningkatkan resistensi
vaskuler sistemik dan sehingga aliran darah ke paru meningkat.
a. Tetralogi Fallot (TF)

Gambar 2. Tetralogy of Fallot

Tetralogi Fallot merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang


banyak ditemukan yakni berkisar 7-10% dari seluruh penyakit jantung
bawaan. Tetralogi Fallot merupakan kelainan yang terdiri dari
kombinasi 4 komponen uakni defek septum ventrikel, over-riding aorta,
stenosis pulmonal, serta hipertensi ventrikel kanan.
Sianosis pada mukosa mulut dan kuku jari sejak bayi adalah gejala
utamanya yang dapat disertai dengan spel hipoksia bila derajat PS
cukup berat dan squatting pada anak yang lebih besar. Bunyi jantung
dua akan terdengar tunggal pada PS yang berat atau dengan komponen
pulmonal yang lemah bila PS ringan. Bising sistolik ejeksi dari PS akan
terdengar jelas di sela iga 2 parasternal kiri yang menjalar ke bawah
klavikula kiri.

11
b. Atresia Pulmonal

Gambar 3. Atresia Pulmonal

Atresia pulmonal merupakan kelainan jantung kongenital sianostik


yang sangat jarang ditemukan. Atresia pulmonal disebabkan oleh
gagalnya proses pertumbuhan katup pulmonal, sehingga tidak terdapat
hubungan antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonal. Gejala dan
tanda sianotik tampak pada hari-hari pertama kehidupan. Bunyi jantung
ke-2 terdengar tunggal, dan tidak terdengar adanya murmur pada sela
iga 2-3 parasternal kiri karena arteri pulmonal atretik. Pada foto rontgen
ditemukan pembesaran jantung dengan vaskularisasi paru yang
berkurang
c. Transposition of Great Arteries

Gambar 4. Transposition of Great Arteries

12
Transposisi arteri besar merupakan kelainan jantung yang paling
banyak pada neonatus. Insiden kelainan ini sekitar 25% dari seluruh
kelainan jantung bawaan sianotik atau 5-10% dari kselutuhan penyakit
jantung bawaan dan kelainan ini ditemukan lebih banyak paada laki-laki
dibandingkan dengan perempuan. Pada kelainan ini terjadi perubahan
posisi aorta dan a. pulmonalis, yakni aorta keluar dari ventrikel kanan,
sedangkan a. pulmonalis keluar dari ventrikel kiri. Dengan demikian
maka kedua sirkulasi sistemik dan paru tersebut terpisah, dan kehidupan
hanya dapat berlangsung apabila ada komunikasi antara dua sirkulasi
ini. Manifestasi klinis bergantung pada adanya percampuran yang
adekuat antara sirkulasi sistemik dan paru dan adanya stenosis
pulmonal. Stenosis pulmonal terdapat pada 10% kasus.
d. Double Outlet Right Ventricle (DORV) Commented [NS1]:

Gambar 5. Perbandingan Jantung Normal dengan DORV

Penyakit jantung bawaan jenis ini tidak banyak dijumpai. Sesuai dengan
namanya, maka pada DORV kedua pembuluh arteri besar yaitu aorta
dan a. pulmonalis keduanya keluar dari atrium kanan. DORV selalu
disertai dengan kelainan adanya VSD dan stenosis pulmonal. Beberapa
gejala yang dapat terjadi pada penderita DORV seperti mudah lelahm
sianosis, clubbing fingers, tumbuh kembang yang terhambat, dan

13
dyspnea. Kelainan ini dibagi atas 4 kelompok berdasarkan letak VSD
dan ada tidaknya stenosis pulmonal:
1) Subaortik, DSV letaknya lebih dekat ke katup aorta
dibanding katup pulmonal, dan letaknya di kanan septum
konus. Tipe ini adalah tipe yang tersering, terjadi pada
60-70% kasus. Sering disertai pulmonal stesosis.
2) Subpulmonik, DSV lebih dekat ke katup pulmonal dari
pada katup aorta, Terjadi pada 10% kasus.
3) Doubly commited, DSVletaknya berdekatan dengan
katup pulmonal maupun katup aorta.
4) Remote (jauh), DSV letaknya jauh dari kedua katup
semilunar.
e. Single Ventricle

Gambar 6. Single Ventricle

Single ventricle atau ventrikel tunggal adalah suatu kelainan di mana


jantung bagian ventrikel tidak berkembang. Kejadian ini
mengakibatkan jantung hanya memiliki satu ruang pompa (ventrikel).
Darah yang banyak mengandung oksigen akan bercampur dengan darah
kotor sehingga jumlah darah yang mengandung oksigen yang akan
masuk ke jaringan tubuh berkurang, sehingga dapat meyebabkan
sianosis. Kejadian ventrikel tunggal ini jarang terjadi, kejadian ini dapat
terjadi sekitar 5/100.000 kelahiran hidup. Single ventricle defects
meliputi:

14
1) Hipoplastic left heart syndrome (HLHS): terjadi ketika ventrikel
kiri, katup mitral, katup aortic, dan aorta semuanya berukuran kecil.
2) Double outlet right ventricle: terjadi ketika aorta dan a. pulmonary
keluar dari ventrikel kanan.
3) Atresia tricuspid: suatu kelainan di mana katup tricuspid gagal
berkembang
4) Double inlet left ventricle: terjadi ketika kedua atrium berhubungan
dengan ventrikel kiri. Kejadian ini menyebabkan tidak
berkembangnya ventrikel kanan..

2. Penyakit Jantung Bawaan Asianotik


Penyakit jantung bawaan (PJB) asianotik adalah kelainan struktur dan
fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis;
misalnya lubang di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan,
kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel
atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing-
masing mempunyai presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai
berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler
paru. Yang akan dibicarakan disini hanya 2 kelompok besar PJB asianotik:
yaitu
(1) PJB asianotik dengan lesi atau lubang di jantung sehingga terdapat aliran
pirau dari kiri ke kanan, misalnya ventricular septal defect (VSD), atrial
septal defect (ASD) dan patent ductus arteriosus (PDA)
(2) PJB asianotik dengan lesi obstruktif di jantung bagian kiri atau kanan
tanpa aliran pirau melalui sekat di jantung, misalnya aortic stenosis (AS),
coarctatio aorta (CoA) dan pulmonary stenosis (PS).
1) PJB asianotik dengan pirau
Adanya celah pada septum mengakibatkan terjadinya aliran pirau (shunt)
dari satu sisi ruang jantung ke ruang sisi lainnya. Karena tekanan darah
di ruang jantung sisi kiri lebih tinggi disbanding sisi kanan, maka aliran

15
pirau yang terjadi adalah dari kiri ke kanan. Akibatnya, aliran darah paru
berlebihan. Aliran pirau ini juga bisa terjadi bila pembuluh darah yang
menghubungkan aorta dan pembuluh pulmonal tetap terbuka. Karena
darah yang mengalir dari sirkulasi darah yang kaya oksigen ke sirkulasi
darah yang miskin oksigen, maka penampilan pasien tidak biru
(asianotik). Namun, beban yang berlebihan pada jantung dapat
menyebabkan gagal jantung kiri maupun kanan. Yang termasuk PJB
asianotik dengan aliran pirau dari kiri kanan ialah :
a) Atrial Septal Defect (ASD)

Gambar 7. Atrial Septal Defect (ASD)

Atrial Septal Defect (ASD) atau defek septum atrium adalah


kelainan akibat adanya lubang pada septum intersisial yang
memisahkan antrium kiri dan kanan. Defek ini meliputi 7-10%
dari seluruh insiden penyakit jantung bawaan dengan rasio
perbandingan penderita perempuan dan laki-laki 2:1. Bila pirau
cukup besar maka pasien dapat mengalami sesak napas.
Diagnosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik yakni
dengan askultasi ditemukan murmur ejeksi sistolik di daerah

16
katup pulmonal di sela iga 2-3 kiri parasternal. Selain itu terdapat
juga pemeriksaan penunjuang seperti elektrokardiografi (EKG)
atau alat rekam jantung, foto rontgen jantung, MRI, serta
ekokardiografi. Pembedahan dianjurkan untuk semua penderita
yang bergejala dan juga yang tidak bergejala dan penutupan
defek tersebut dilakukan pada pembedahan jantung terbuka
dengan angka mortalitas kurang dari 1%.
b) Ventricular Septal Defect (VSD)

Gambar 8. Ventricular Septal Defect (VSD)

Ventricular Septal Defect (VSD) merupakan kelainan berupa


lubang atau celah pada septum di antara rongga ventrikal akibat
kegagalan fusi atau penyambungan sekat interventrikel. Defek ini
merupakan defek yang paling sering dijumpai, meliputi 20-30%
pada penyakit jantung bawaan. Berdasarkan letak defek, VSD
dibagi menjadi 3 bagian, yaitu defek 12 septum ventrikel
perimembran, defek septum ventrikel muskuler, defek
subarterial. Prognosis kelainan ini memang sangat ditentukan
oleh besar kecilnya defek. Pada defek yang kecil seringkali
asimptomatis dan anak masih dapat tumbuh kembang secara
normal. Sedangkan pada defek baik sedang maupun besar pasien

17
dapat mengalami gejala sesak napas pada waktu minum,
memerlukan waktu lama untuk menghabiskan makanannya,
seringkali menderita infeksi paru dan bahkan dapat terjadi gagal
jantung. Pada pemeriksaan fisik, terdengar intensitas bunyi
jantung ke-2 yang menigkat, murmur pansistolik di sela iga 3-4
kiri sternum dan murmur ejeksi sistolik pada daerah katup
pulmonal.

c) Patent Ductus Arteriousus (PDA)

Gambar 9. Patent Ductus Arteriosus

Patent Ductus Arteriousus (PDA) atau duktus arteriosus persisten


adalah duktus arteriosus yang tetap membuka setelah bayi lahir.
Kelainan ini banyak terjadi pada bayi-bayi yang lahir prematur.
Penderita PDA yang memiliki defek kecil dapat hidup normal
dengan tidak atau sedikitnya gejala, namun defek yang besar
dapat menimbulkan gagal jantung kongestif yang serupa dengan
gagal jantung pada VSD. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya murmur sinambung (continous murmur) di sela iga 2-3
kiri sternum menjalar ke infraklavikuler.

18
2) PJB asianotik tanpa pirau
Penyakit jantung bawaan jenis ini tidak ditemukan adanya defek yang
menimbulkan hubungan abnormal antara ruang jantung. Kelainan dapat
berupa penyempitan (stenosis) atau bahkan pembuntuan pada bagian
tertentu jantung, yakni katup atau salah satu bagian pembuluh darah
diluar jantung yang dapat menimbulkan gangguan aliran darah dan
membebani otot jantung. Jenis PJB tanpa pirau antara lain:
a) Stenosis pulmonal

Gambar 10. Stenosis Pulmonal

Istilah stenosis pulmonal digunakan secara umum untuk menunjukkan


adanya obstruksi pada jalan keluar ventrikel kanan atau a. pulmonalis
dan 14 cabang-cabangnya. Insiden stenosis pulmonal meliputi 10%
dari keseluruhan penyakit jantung bawaan. Sebagian besar stenosis
pulmonal bersifat ringan dengan prognosis baik sepanjang hidup
pasien. Pada stenosis yang berat akan terjadi limitasi curah jantung
sehingga menyebabkan sesak napas, disritmia hingga gagal jantung.
Pada stenosis pulmonal ringan sampai sedang terdengar bunyi jantung
ke 2 yang melemah dan terdapat klik ejeksi sistolik. Klik diikuti
dengan murmur ejeksi sistolik derajat I-III pada tepi kiri atas sternum
yang menjalar ke punggung.

19
b) Stenosis aorta

Gambar 11. Stenosis Aorta

Pada kelainan ini dapat ditemui katup aorta hanya memilki dua daun
yang seharusnya tiga, atau memiliki bentuk abnormal seperti corong.
Dalam jangka waktu tertentu lubang atau pembukaan katup tersebut
sering menjadi kaku dan menyempit karena terkumpulnya endapan
kalsium. Stenosis pulmonal mencakup 5% dari total keseluruhan
penyakit jantung bawaan. Pada pasien stenosis aorta yang ringan atau
pun moderat sering tidak memberikan keluhan, tapi stenosis akan
makin nyata karena proses fibrosis dan kalsifikasi pada waktu
menjelang kian dewasa. Klik ejeksi sistolik akan terdengar keras dan
jelas di sela iga 2-3 pada tepi kanan atas sternum. Stenosis aorta yang
ringan dan asimptomatik biasanya tidak diperlukan tindakan apapun
kecuali profilaksis antibiotik untuk mencegah endokarditis. Pada
stenosis aorta yang cukup berat perlu dilakukan tindakan secepatnya
dengan valvuloplasti balon atau pembedahan.

20
c) Koarktasio aorta

Gambar 5. Koarktasio Aorta

Koarktasio aorta meupakan kelainan jantung asianotik yang paling


banyak menyebabkan gagal jantung pada bayi-bayi di minggu
pertama setelah kelahirannya. Insidens koarktasio aorta kurang lebih
sebesar 8-15% dari seluruh kelainan penyakit jantung bawaan.
Diagnosis dapat dengan menemukan adanya perbedaan yang besar
antara tekanan darah pada extremitas atas dengan extremitas bawah.
Foto rontgen dada memperlihatkan kardiomegali dengan kongesti
vena pulmonalis, pemeriksaan Doppler pada aorta akan
memperlihatkan aliran arteri yang terganggu.
II.9 Diagnosis
Diagnosis penyakit jantung bawaan ditegakkan berdasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang dasar serta lanjutan. Pemeriksaan penunjang
dasar yang penting untuk penyakit jantung bawaan adalah foto rontgen dada,
elektrokardiografi, dan pemeriksaan laboratorium rutin. Pemeriksaan lanjutan (untuk
penyakit jantung bawaan) mencakup ekokardiografi dan kateterisasi jantung.
Kombinasi ke dua pemeriksaan lanjutan tersebut untuk visualisasi dan konfirm asi
morfologi dan pato-anatomi masing-masing jenis penyakit jantung bawaan
memungkinkan ketepatan diagnosis mendekati seratus persen.

21
II. 10 Tatalaksana
Jika defek berukuran kecil dan shunting yang terjadi tidak menimbulkan
gangguan hemodinamik disertai gejala apa pun, maka tidak perlu diberikan terapi
khusus. Saat defek tersebut sudah menyebabkan gangguan pada pertumbuhan bayi,
kesulitan pada waktu makan, berkeringat, tachipnea maka pemberian diuretik menjadi
pilihan pertama dengan terus mengawasi terjadinya hipokalemia. atau untuk mencegah
terjadinya hipokalemia bisa diberikan diuretik hemat kalium. Pemberian ACE inhibitor
berguna untuk menurunkan afterload jantung yang berguna menurunkan left to right
shunt. Digoxin juga dapat diberikan pada defek yang besar karena memiliki efek
inotropik. Obat seperti milrinon secara intravena memiliki efek inotropik dan
menurunkan afterload jantung. Jika terapi medikamentosa tidak memberikan banyak
perubahan dapat dipertimbangkan terpi dengan teknik pembedahan.

22
BAB III
KESIMPULAN

Penyakit jantung bawaan (PJB) atau penyakit jantung kongenital adalah suatu
kelainan jantung yang sudah didapat sejak lahir. Angka kejadian PJB di Indonesia
adalah 8 tiap 1000 kelahiran hidup. Jika jumlah penduduk Indonesia 200 juta, dan
angka kelahiran 2%, maka jumlah penderita PJB di Indonesia bertambah 32.000 bayi
setiap tahun Manifestasi klinis kelainan ini bervariasi dari yang paling ringan sampai
berat tergantung dari besarnya defek.
PJB secara garis besar dibagi menjadi 2, yaitu PJB sianotik yang terjadi
kelainan struktur dan fungsi jantung sedemikian rupa sehingga sebagian atau seluruh
darah balik vena sistemik yang mengandung darah rendah oksigen kembali beredar ke
sirkulasi sistemik, sehingga penderita akan mengalami sianosis (kebiruan). Selain itu,
terdapat juga PJB asianotik yang terjadi akibat kelainan struktur dan fungsi jantung
yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis.
Diagnosis penyakit jantung bawaan ditegakkan berdasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang dasar serta lanjutan.

23
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Boediman, Wirjodiardjo M. Anatomi dan fisiologi sistem respiratorik. Dalam:


Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku ajar respirologi anak.
Edisi pertama. Jakarta: Badan penerbit IDAI; 2008
2. Chawdwhury, Devyani, Pathopysiology of Congenital Heart Diseases, 2016.
3. Guyton AC, Hall JE. (2006). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Penterjemah: Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku.
Kedokteran EGC
4. Healy F, Hanna BD, Zinman R. Pulmonary compli cations of congenital heart
disease. Didapat dari:
http://xa.yimg.com/kq/groups/23515872/133295256/name/Pulmonary+Complica
tions+of+Congenital+Heart+Disease.+ PRR.+2011.pdf.
5. Kimball TR, Daniels SR, Meyer RA, Hannon DW, Khoury P, Schwartz DC.
Relation of symptoms to contractility and defect size in infants with ventricular
septal defect. Am J Cardiol 1991;67:1097-102.
6. Milliken JC. Ventricular septal defect. Didapat dari:
http://www.eglobalmed.com/opt/MedicalStudentdotcom/www.emedicine.com/med
/topic3517.htm
7. Park MK. Pediatric Cardiology for practitioners. Edisi ke-3. St.Louis:
Mosby;2006.131-175.
8. Putra S.T. Pendekatan diagnosis penyakit jantung bawaan non sianotik. Dalam:
Putra ST, Advani N, Rahayoe AU, penyunting. Dasar-dasar diagnosis &
tatalaksana penyakit jantung pada anak. Forum ilmiah kardiologi anak Indonesia.
Simposium nasional kardiologi anak I. Jakarta: 1996:131-42.
9. Roebiono, PS, Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan, Bagian
Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUI
10. Sadler T. W. (2006). Cardiovascular System, in Langman’s Medical Embriology
10th edition. Lippincott Williams & Wilkins
11. Sastroasmoro S, Madiyono B. Epidemiologi dan etiologi penyakit jantung bawaan.
Dalam: Sastroasmoro S, Madiyono B, penyunting. Buku ajar kardiologi anak.
Bima Rupa Aksara;1994. 165-167.
12. Wahab AS. Penyakit jantung anak. Edisi 3. Jakarta: EGC;2003:91-134.

24

Anda mungkin juga menyukai