Anda di halaman 1dari 35

PENDAHULUAN

Ventricular Septal Defect (VSD) adalah kelainan jantung bawaan berupa tidak
terbentuknya septum antara ventrikel jantung kiri dan kanan sehingga antara keduanya
terdapat lubang (tunggal atau multipel) yang saling menghubungkan. 1,2 Defek ini
merupakan salah satu jenis penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan yakni
sekitar 20-30% dari seluruh PJB. Di RSMH Palembang selama 3 tahun terakhir
ditemukan sebanyak 127 kasus VSD (37% dari seluruh kasus PJB).
Berdasarkan lokasi defek, VSD terbagi atas empat tipe yaitu defek subpulmonal,
membranous, atrioventrikular, dan defek muscular. Sedangkan berdasarkan ukuran defek,
VSD terbagi atas tiga yaitu VSD kecil, sedang, dan besar.2,3 Diagnosis ditegakkan
berdasarkan

gejala

klinis,

pemeriksaan

fisik,

elektrokardiografi,

foto

thorak,

ekokardiografi, dan angiografi jantung.5 Dalam perjalanannya VSD dapat mengalami


komplikasi dekompensatio kordis, infektif endokarditis, gagal tumbuh, dan hipertensi
pulmonal.
Infective Endocarditis (IE) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
mikroba pada lapisan endotel jantung, yang ditandai oleh vegetasi yang biasanya terdapat
pada katup jantung. Etiologi IE yaitu Streptococci, Enterococci, Stapylococci dan
HACEK (Hemofilus parainfluenza, Hemofilus antrophilus, Actinobacillus (Hemophilus)
actinomycetacomitans, Cardiobacterium hominis, Eikenella spesies dan Kingella
spesies).3,4,5 Infeksi endokardium terjadi sekunder akibat infeksi fokal di tempat lain atau
oleh tindakan atau pemakaian alat diagnostik maupun terapeutik, misalnya pencabutan
gigi, operasi THT, kateterisasi jantung, dan pemasangan kateter umbilikus atau vena
sentral pada bayi. Penyakit jantung bawaan yang mudah mengalami IE adalah tetralogi
Fallot, VSD, PDA, dan koarktasio aorta.6,7
Angka kejadian IE sebagai salah satu komplikasi dari VSD sangat sulit
ditentukan. Biasanya angka ini dinyatakan sebagai jumlah kasus IE dari pasien total yang
rawat inap. Dibandingkan dengan dewasa, angka kejadian IE pada anak lebih rendah
yaitu 0.32-0.64% dari 100.000 kasus per tahun.5,6. Berdasarkan suatu penelitian kohort
retrospektif yang dilakukan oleh Mayo Clinic pada tahun 2012, insidens terjadinya IE

yang disebabkan oleh penyakit jantung bawaan adalah sebanyak 77%, dimana sebanyak
13% penyakit jantung bawaan adalah VSD.6
Tujuan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui gejala klinis dan membahas
tatalaksana penderita VSD yang mengalami IE dalam satu ilustrasi kasus.

KASUS
I.

IDENTIFIKASI
Seorang anak laki-laki, usia 4 tahun 6 bulan, berat badan 13 kg, tinggi badan 76 cm,
beralamat di Ogan Komering Ilir. Dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSMH
pada tanggal 24 April 2013.
Anamnesis
Keluhan utama: sesak napas.
Keluhan tambahan: pucat, lemah.
Riwayat perjalanan penyakit:
Satu bulan SMRS anak demam terus menerus, tidak terlalu tinggi, keringat
malam(-), batuk(-), sesak(-), nafsu makan menurun dan anak tampak malas
beraktivitas. Muntah(-), BAB dan BAK normal. Anak hanya dibawa berobat ke
puskesmas dan dikatakan menderita infeksi saluran napas. Anak diberi obat
penurun panas dan vitamin, tidak tampak perubahan.
Satu minggu SMRS anak masih demam(+), batuk(+), sesak(+) terutama
setelah beraktivitas. Anak tidak tampak biru dan sesak tidak dipengaruhi oleh
cuaca. Ibu melihat kedua kaki anak bengkak(+), muntah(-), BAB dan BAK
normal. Anak kemudian dibawa berobat ke puskesmas, diberi obat untuk
mengeluarkan cairan, ibu mengaku BAK anak menjadi banyak, tetapi bengkak
belum berkurang.
Tiga hari SMRS, anak masih tampak bengkak di kedua kaki, bengkak juga
tampak di perut, kedua tangan serta wajah, anak tampak semakin sesak terutama
sehabis berjalan (2 meter). Saat tidur, anak merasa lebih enak apabila tidur
menggunakan 3 bantal sebagai sandaran. Anak kemudian dibawa ke puskesmas
dan dirujuk ke RSUD Kayu Agung. Anak menjalani perawatan selama 2 hari
kemudian dirujuk ke RSMH.

Riwayat penyakit dahulu


-

Anak pernah dirawat dengan diagnosa malaria+anemia defisiensi Fe+VSD

PMO moderate pada bulan Agustus 2012, anak pulang kontrol.


Riwayat demam berulang sejak 4 bulan SMRS, anak hanya dibawa berobat
ke bidan atau puskesmas.

Riwayat penyakit keluarga


-

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.

Riwayat keluarga
Penderita anak pertama dengan status sosial dan ekonomi kurang, dengan
penghasilan kurang lebih 1 juta rupiah perbulan.
Riwayat kelahiran
Lahir ditolong bidan, spontan, cukup bulan, lahir langsung menangis, berat badan
lahir 3.000 gram, panjang badan tidak jelas.
Riwayat imunisasi
BCG (+), scar (+), DPT I, II, III (+), Hepatitis I, II, III (+), Polio I, II, III, IV (+),
Campak (+).
Kesan: imunisasi dasar lengkap dan diberikan sesuai umur.

Riwayat makan
-

ASI

: dari lahir sampai usia 2 tahun.

PASI

: 3 bulan sampai usia 2 tahun

Bubur susu : mulai usia 4 bulan sampai 8 bulan.

Nasi tim

: usia 9 bulan sampai 11 bulan.

Nasi biasa

: 1 tahun sampai dengan sekarang

Kesan: kualitas dan kuantitas cukup


Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
-

Tengkurap usia 4 bulan.

Duduk usia 6 bulan.

Berdiri usia 12 bulan.

Berjalan usia 13 bulan.

Kesan: riwayat pertumbuhan dan perkembangan dalam batas normal.

II.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum:
Kesadaran: Kompos Mentis, GCS: E4M6V5=15, TD: 90/60 mmHg, Nadi:
128x/menit (isi dan tegangan cukup), pernapasan: 56x/menit, suhu: 37,2 oC.
BB: 13 kg; TB: 76 cm. BB/U: 76,47 % ; TB/U: 72,38 % ; BB/TB: 81,25%
Kesan: Status Gizi Kurang.

Keadaan spesifik:
-

Kepala : normocephali
Mata

: pupil isokor, 3 mm, refleks cahaya +/+ normal, konjungtiva


anemis (+), sklera ikterik(-).

Mulut

: tonsil T1/T1, hiperemis(-), caries(+) di I1 dan I2; M2 bawah kanan


dan kiri.

Telinga : sekret (-).


-

Leher

: JVP meningkat (5+2mmH2O), kelenjar getah bening tidak


membesar.

Thoraks :
Simetris, retraksi(+) intercostal.
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Auskultasi : HR:128x/menit, regular, BJ I-II normal, bising holosistolik(+)
derajat III/6 di ICS III-IV LPS sinistra menjalar sepanjang tepi kiri sternum,
gallop(-)
Paru

: simetris, retraksi(+) intercostal; vesikuler normal, wheezing(-),


ronkhi(-).

Abdomen : cembung, lemas, hepar teraba 4cm dibawah arcus costa, rata,
tepi tumpul, lien tidak teraba, bising usus(+) normal, timpani.
Ekstremitas: edema pretibial(+), akral dingin(-), sianosis(-), spastis(-),
CRT<3, clubbing finger(-).

Status neurologik:
Pemeriksaan
Motorik

Tungkai
Kanan

Tungkai Kiri

Lengan
Kanan

Lengan
Kiri

Gerakan

Luas

Luas

Luas

Luas

Kekuatan

+5

+5

+5

+5

Tonus

Eutoni

Eutoni

Eutoni

Eutoni

Klonus

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Normal

Normal

Normal

Refleks fisiologi Normal

Refleks patologi
Pemeriksaan sensorik : dalam batas normal.

Pemeriksaan autonom : dalam batas normal.


GRM

: tidak ada

RINGKASAN DATA DASAR


Seorang anak laki-laki, usia 4 tahun 6 bulan, berat badan 13 kg, tinggi badan 76
cm, beralamat di Ogan Komering Ilir. Dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSMH
pada tanggal 24 April 2013 dengan keluhan utama sesak napas, keluhan tambahan pucat
dan lemah.
Riwayat perjalanan penyakit, 1 bulan SMRS anak demam terus menerus, tidak
terlalu tinggi, keringat malam(-), batuk(-), sesak(-), nafsu makan menurun. Muntah(-),
BAB dan BAK normal. Anak hanya dibawa berobat ke puskesmas dan dikatakan
menderita infeksi saluran napas. Anak diberi obat penurun panas dan vitamin, tidak
tampak perubahan.
1 minggu SMRS anak masih demam(+), batuk(+), sesak(+) terutama setelah
beraktivitas. Anak tampak biru(-) dan sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca. Kedua kaki

bengkak(+), muntah(-), BAB dan BAK normal. Anak kemudian dibawa berobat ke
puskesmas, diberi obat untuk mengeluarkan cairan, BAK banyak, tetapi bengkak belum
berkurang.
Tiga hari SMRS, bengkak(+) di kedua kaki, di perut, kedua tangan serta wajah,
tampak semakin sesak terutama sehabis berjalan (2 meter). Saat tidur, menggunakan 3
bantal sebagai sandaran. Anak kemudian dibawa ke puskesmas dan dirujuk ke RSUD
Kayu Agung. Anak menjalani perawatan selama 2 hari kemudian dirujuk ke RSMH.
Riwayat pernah dirawat dengan diagnosa malaria+anemia defisiensi Fe+VSD PMO
moderate pada bulan Agustus 2012, anak pulang kontrol. Riwayat demam berulang sejak
4 bulan SMRS, anak hanya dibawa berobat ke bidan atau puskesmas.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan Umum: Kesadaran: Kompos mentis,
TD: 90/60 mmHg, nadi: 128x/menit (isi dan tegangan cukup), pernapasan: 56x/menit,
suhu: 37,2oC, status gizi kurang. Keadaan spesifik: Kepala: JVP meningkat (5+2
mmH2O); konjungtiva anemis(+); Jantung: HR: 128x/menit, bunyi jantung I dan II
normal, bising holosistolik derajat III/6 ICS III-IV LPS sinistra menjalar sepanjang tepi
kiri sternum; Paru: simetris, retraksi(+) intercostal, vesikuler normal, wheezing(-),
ronkhi(-); Abdomen: cembung, lemas, hepar teraba 4cm dibawah arcus costa, konsistensi
kenyal, tepi tumpul, lien tidak teraba, BU(+) normal; Ekstremitas: edema pretibial(+),
sianosis(-).
. ANALISIS AWAL
Dari anamnesis diketahui bahwa anak datang dengan keluhan utama sesak napas.
Sesak tidak oleh dipengaruhi cuaca, sesak dipengaruhi posisi, apabila tidur penderita
harus dengan tiga bantal karena anak merasa sesak apabila hanya memakai satu bantal,
sesak dipengaruhi aktivitas fisik, sesak timbul setelah penderita berjalan sekitar dua
meter. Pada pemeriksaan fisik tanda vital ditemukan takikardi dan takipnoe. Pada
pemeriksaan leher, tampak JVP meningkat, thorak didapatkan retraksi pada intercostal,
juga terdapat bising sistolik pada auskultasi jantung. Pada pemeriksaan abdomen
didapatkan hepar yang teraba 4cm bac dengan konsistensi kenyal, rata, tepi tumpul, pada
ekstremitas tampak edema pretibial. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka
dipikirkan anak mengalami dekompensatio kordis.

Dekompensatio kordis adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah


secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Dekompensatio kordis pada anak
antara lain dapat disebabkan oleh penyakit jantung bawaan, karditis pada demam rematik
akut, penyakit katup pada penyakit jantung rematik, penyakit sekunder seperti penyakit
ginjal, kardiomiopati, anemia berat, penyakit kor pulmonale akut karena obstruksi jalan
napas dan gangguan metabolik seperti hipoksia berat dan asidosis, hipoglikemia dan
hipokalsemia.
Dekompensatio kordis akibat penyakit sekunder, seperti penyakit ginjal dapat
disingkirkan karena pada penderita ini tidak ditemukan tanda dan gejala yang mengarah
ke kelainan ginjal. Demikian pula dengan penyebab lainnya seperti penyakit paru dan
kelainan metabolik dapat disingkirkan. Dekompensatio kordis pada penderita ini dapat
disebabkan karena kelainan jantung bawaan VSD PMO moderate yang telah terdiagnosa
sebelumnya. Berdasarkan klasifikasi fungsional NYHA (New York Heart Association),
anak mengalami dekompensatio kordis derajat IV.
Dari anamnesis didapatkan juga keluhan tambahan penderita berupa pucat dan
mudah lelah. Terdapat riwayat demam berulang sejak 4 bulan SMRS, disertai nafsu
makan yang menurun dan berat badan menurun. Dari pemeriksaan fisik ditemukan
konjungtiva anemis, bising sistolik, dan hepatosplenomegali. Apabila terdapat demam
lama berulang yang tidak diketahui penyebabnya, cepat lelah, pucat dan terdapat kelainan
jantung, maka harus dipikirkan suatu IE. Untuk menegakkan suatu diagnosis IE
diperlukan pemeriksaan penunjang berupa ekokardiografi. Pemeriksaan kultur darah
yang dilakukan 3 hari berturut-turut dan diambil dari tiga tempat yang berbeda harus
dilakukan untuk mendukung diagnosis IE.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, penderita ini juga
mengalami kurang gizi. Berdasarkan perhitungan CDC, BB/TB 81,25 % termasuk gizi
kurang. Penderita juga mengalami anemia. Kurang gizi dan anemia pada penderita ini
bisa disebabkan karena infeksi kronik yang disebabkan oleh IE dan bisa juga karena
kelainan jantung bawaannya. Pemeriksaan darah perifer lengkap diperlukan untuk

mendukung diagnosis dari anemia. Untuk keadaan gizi kurang maka perlu dikonsulkan
ke bagian gizi sehingga asupan gizinya dapat dievaluasi dengan benar.
Tatalaksana awal untuk dekompensatio kordis berupa istirahat di tempat tidur,
posisi setengah duduk, diberikan oksigen 2 L/mnt, diberikan cairan kebutuhan normal
perhari (retriksi cairan), kemudian diberikan medikamentosa berupa diuretik. Furosemid
merupakan suatu diuretik yang diberikan untuk mengurangi preload. Sedangkan retriksi
cairan pada penderita ini juga bertujuan untuk mengurangi preload.
MASALAH AWAL
M1

: Umum

M2

: Dekompensatio kordis NYHA IV

M3

: VSD PMO moderate

M4

: Gizi Kurang

M5

: Anemia

M1 : Umum.
R/d : Darah rutin, urin rutin, feses rutin.
R/t

: Tidak ada.

R/p : Tidak ada.


M2 : Dekompensatio kordis NYHA IV
R/d : Rontgen Thoraks, EKG
R/t

: IVFD D5% 1/4NSrestriksi 863 cc/harigtt 10 makro


O2 nasal 2 L/mnt
Bedrest
Balans cairan/24 jam
Furosemid 2 x 10 mg IV
Captopril 3 x 6,25 mg p.o

R/p : Menjelaskan kepada orangtua mengenai dekompensatio kordis dan pemeriksaan


yang perlu dilakukan serta manfaat pemberian obat sehingga dekompensatio kordis
dapat tertangani dengan baik.
9

M3 : VSD PMO moderate


R/d : EKG, rontgen thorak, ekokardiografi
R/t

: -

R/p : Menjelaskan kepada orangtua mengenai VSD PMO moderate dan komplikasi
yang mungkin terjadi agar tindakan dan pengobatan yang terarah dapat dilakukan.
M4 : Demam lama
R/d : Kultur darah, kultur urin, Mantoux test, ekokardiografi
R/t

: -

R/p : Menjelaskan kepada orangtua mengenai kemungkinan penyebab terjadinya


demam lama sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan agar tindakan dan
pengobatan yang terarah dapat dilakukan.
M5 : Gizi kurang.
R/d : Analisis diet.
R/t

: Diet 1200 kkal + Protein 26 gr.

R/p : Menjelaskan kepada orangtua mengenai kemungkinan penyebab terjadinya gizi


kurang dan pemeriksaan-pemeriksaan yang perlu dilakukan agar tindakan dan
pengobatan yang terarah dapat dilakukan.
M6 : Anemia
R/d : Darah Perifer Lengkap, GDT
R/t

: -

R/p : Menjelaskan kepada orangtua mengenai kemungkinan penyebab terjadinya


anemia dan pemeriksaan-pemeriksaan yang perlu dilakukan agar tindakan dan
pengobatan yang terarah dapat dilakukan.

10

CATATAN PERAWATAN PENDERITA


TANGGAL
24-4-2013

NO CATATAN LANJUTAN SELAMA PERAWATAN


M
Dekompensatio kordis NYHA IV
VSD PMO moderate
I :1000 cc
Demam lama suspek IE
O:500 cc
Gizi kurang
IWL:216 cc
Anemia
B:+284 cc
D:1,6 cc
S Sesak(+), pucat(+), demam(+)
O

KU: Sens CM, TD: 90/60 mmHg, Nadi: 120 x/menit, T: 37,8oC,
RR: 48 x/menit.
Kepala
: Konjungtiva anemis(+), NCH(-), caries dentis (+)
Leher
: JVP meningkat (5+2 mmH2O)
Toraks
: Simetris, retraksi (+) IC
Paru : Vesikuler (+) N, Rh (-), Wh (-)
Jantung : Bunyi jantung I dan II tunggal, bising
holosistolik derajat III/6 di ICS III-IV LPS sinistra
menjalar sepanjang tepi kiri sternum.
Abdomen : Cembung, lemas, hepar 4 cm bac, rata, tepi tumpul
dan lien tidak teraba.
Ektremitas : Akral sianosis (-), edema pretibial (+)
Hasil Laboratorium :
Darah Perifer Lengkap: Hb 8,9 g/dl, Ht : 29 vol%, leukosit:
15.000/mm3, trombosit: 33.000/mm3, DC: 0/0/0/56/30/14,
LED 78 mm/jam, Eritrosit 3.410.000/mm3, MCH 26 pg,
MCV 86,2 mg, MCHC 30 %, Rt 2,8 %
Urin rutin: protein (-), glukosa (-), sedimen sel epitel (+),
sedimen leukosit 1-2/LPB, sedimen eritrosit 0-1/LPB,
sedimen selinder (-), sedimen kristal (-).
Feces rutin: konsistensi lunak, amoeba (-), leukosit (-),eritrosit (-)
Ureum: 23 mg/dl, Creatinin: 0,4 mg/dl, Na 143 mmol/l, K: 4,2
mmol/l, Cl: 102 mmol/l BSS: 108 mg/dl
Rontgen thoraks: CTR 70%, Cardiomegali
EKG: Irama sinus, HR 120 x/m, LVH (+)

Dari pemeriksaan fisik ditemukan gejala yang menyokong suatu


keadaan dekompensatio kordis. Dari hasil pemeriksaan rontgen
thorak dan EKG menunjang diagnosa dekompensatio kordis.
Dekompensatio kordis pada pasien ini dapat disebabkan oleh
11

VSD PMO moderate yang telah terdiagnosa sebelumnya.


VSD dalam perjalanannya dapat menyebabkan dekompensatio
kordis, gagal tumbuh, hipertensi pulmonal dan infected
endocarditis.
Adanya demam, anemia, gizi kurang disertai kelainan jantung
bawaan pada pasien ini, harus dipikirkan suatu IE, dengan fokus
infeksi kemungkinan berasal dari caries dentis. Untuk
menegakkan diagnosa IE perlu dilakukan pemeriksaan
ekokardiografi dan pemeriksaan kultur darah.
Adanya demam lama yang hilang timbul disertai dengan
penurunan berat badan dapat juga dicurigai suatu proses spesifik.
Perlu dilakukan pemeriksaan Mantoux test atau BTA lambung.
Dari hasil laboratorium terdapat anemia, trombositopenia,
leukositosis dan peningkatan LED, keadaan ini dapat merupakan
akibat dari proses infeksi yang telah berlangsung kronik sebagai
komplikasi yang menyertai suatu kondisi IE.
Gizi kurang pada penderita dapat merupakan komplikasi dari
VSD yang telah terdiagnosa sebelumnya.
P

30-4-2013
I :1100 cc
O:750 cc
IWL:216 cc
B:+134 cc
D:2,4 cc

O2 nasal 2 L/mnt
IVFD D5 % + NaCl 15 % 6 cc gtt 10 makro (retriksi 3/4)
Furosemid 2 x 10 mg
Captopril 2 x 6,25 mg
R/kultur darah (3 tempat)
R/ekokardiografi
R/mantoux testreagen habisR/BTA lambung
R/konsul gigi2 minggu setelah terapi
Balans cairan/24 jam
Bedrest
Diet: 1200 kalori dalam bentuk NB 3 x 1/2 porsi +
susu F 100 3 x 100 cc
Dekompensatio kordis NYHA IV
VSD PMO moderate
Demam lama suspek IE
Gizi kurang
Anemia

Sesak berkurang, pucat(-), demam(+)

KU: Sens CM, TD: 90/60 mmHg, Nadi: 100 x/menit, T: 38oC,
RR: 30 x/menit.
Kepala
: Konjungtiva anemis(+), NCH(-), caries dentis (+)
Leher
: JVP meningkat (5+2 mmH2O)
Toraks
: Simetris, retraksi (-)
Paru : Vesikuler (+) N, Rh (-), Wh (-)

12

Jantung : Bunyi jantung I dan II tunggal, bising


holosistolik derajat III/6 di ICS III-IV LPS sinistra
menjalar sepanjang tepi kiri sternum.
Abdomen : Cembung, lemas, hepar 2 cm bac, rata, tepi tumpul
dan lien tidak teraba.
Ektremitas : Akral sianosis (-), edema pretibial (-)
Hasil ekokardiografi:
Terdapat VSD PMO moderate (10mm) dengan multiple vegetasi
pada katup trikuspid, pada defek septum ventrikel, pada katup
pulmonal dan pada dinding arteri pulmonalis serta
terdapat trikuspid regurgitasi.
Hasil BTA lambung 3x berturut-turutnegatif

9-5- 2013
I :1150 cc
O:700 cc
IWL:216 cc
B:+234 cc
D:2,2 cc

Dari pemeriksaan fisik masih ditemukan takikardi dan takipnoe,


JVP masih meningkat dengan hepatomegali yang mulai mengecil
dan edema yang telah teratasi. Dekompensatio kordis secara
keseluruhan belum teratasi tetapi anak mulai menunjukkan
perbaikan klinis (dekompensatio kordis NYHA II).
Hasil ekokardiografi menunjukkan adanya multiple vegetasi
katup trikuspid, pada defek septum ventrikel, pada katup
pulmonal dan pada dinding arteri pulmonalis.
Berdasarkan kriteria Duke, dari hasil ekokardiografi yang
menunjukkan vegetasi, diagnosa IE sudah dapat ditegakkan, jadi
demam lama pada pasien ini disebabkan oleh IE. Pada pasien ini
tetap diperlukan kultur darah di tiga tempat untuk mengetahui
jenis kuman dan sensitifitasnya.

O2 nasal 1 L/mnt
IVFD D5 % + NaCl 15 % 6 cc gtt 10 makro (restriksi 3/4)
Furosemid 2 x 10 mg
Captopril 2 x 6,25 mg
Ampicillin 3 x 450 mg
Gentamisin 2 x 20 mg
Menunggu hasil kultur darah
R/konsul gigi2 minggu setelah terapi
Balans cairan/24 jam
Bedrest
Diet NB 3 x 1/2 porsi + susu F 100 3 x 100 cc

Dekompensatio kordis NYHA II


VSD PMO moderate
Infected endocarditis
Gizi kurang
Anemia
S

Sesak (-), demam (-), nafsu makan (+)

13

13-5-2013
I :950 cc
O:600 cc
IWL:216 cc
B:+134 cc
D:1,9 cc

KU: Sens CM, TD: 90/60 mmHg, Nadi: 98 x/menit, T: 37oC,


RR: 24 x/menit.
Kepala
: Konjungtiva anemis(+), NCH(-), caries dentis (+)
Leher
: JVP meningkat (5+2 mmH2O)
Toraks
: Simetris, retraksi (-)
Paru : Vesikuler (+) N, Rh (-), Wh (-)
Jantung : Bunyi jantung I dan II tunggal, bising
holosistolik derajat III/6 di ICS III-IV LPS sinistra
menjalar sepanjang tepi kiri sternum.
Abdomen : Cembung, lemas, hepar 2 cm bac, rata, tepi tumpul
dan lien tidak teraba.
Ektremitas : Akral sianosis (-), edema pretibial (-)
Hasil Laboratorium :
Hb : 9,8 g/dl, Ht : 30 vol%, leukosit: 14.200/mm3, trombosit:
233.000/mm3, DC: 0/1/0/60/28/11, LED 120 mm/jam,
Eritrosit 3.690.000/mm3

Adanya perbaikan klinis dengan tidak adanya sesak dan demam


serta nafsu makan meningkat menunjukkan respon terapi yang
adekuat.
Dari hasil pemeriksaan darah masih terdapat anemia dengan
leukositosis dan peningkatan LED. Hal ini menunjukkan suatu
infeksi kronis yang masih berlangsung. Respon terapi dapat
terlihat dari Hb yang meningkat dari 8,99,8 dan jumlah
trombosit 33.000233.000.

Stop IVFD, pemberian antibiotik melalui INT


Furosemid 2 x 10 mg
Captopril 2 x 6,25 mg
Ampicillin 3 x 450 mg
Gentamisin 2 x 20 mg
Menunggu hasil kultur darah
R/konsul gigi2 minggu setelah terapi
Balans cairan/24 jam
Bedrest
Diet NB 3 x 1/2 porsi + susu F 100 3 x 100 cc

Dekompensatio kordis NYHA II


VSD PMO moderate
Infected endocarditis
Gizi kurang
Anemia
S

Sesak (-), demam(-), nafsu makan(+)

KU: Sens CM, TD: 90/60 mmHg, Nadi: 88 x/menit, T: 37oC,

14

RR: 24 x/menit.
Kepala
: Konjungtiva anemis(+), NCH(-), caries dentis (+)
Leher
: JVP meningkat (5+2 mmH2O)
Toraks
: Simetris, retraksi (-)
Paru : Vesikuler (+) N, Rh (-), Wh (-)
Jantung : Bunyi jantung I dan II tunggal, bising
holosistolik derajat III/6 di ICS III-IV LPS sinistra
menjalar sepanjang tepi kiri sternum.
Abdomen : Cembung, lemas, hepar 2 cm bac, rata, tepi tumpul
dan lien tidak teraba.
Ektremitas : Akral sianosis (-), edema pretibial (-)
Hasil kultur darah I: staphylococcus aureus
Hasil ekokardigrafi: vegetasi belum berkurang

18-5-2013

Hasil kultur menunjukkan mikroorganisme yang tipikal dengan


IE yaitu staphylococcus, yang sensitif dengan vankomisin.
Pemantauan terhadap keberhasilan terapi melalui perbaikan
klinis dan ekokardiografi. Fokus infeksi dalam kasus ini yaitu
caries dentis dapat mulai dilakukan terapi setelah pemberian
antibiotik 2 minggu.
Dari pemeriksaan fisik dan pemantauan klinis, anak masih
mengalami dekompensatio kordis NYHA II sehingga perlu
diberikan terapi tambahan berupa diuretik hemat kalium
(spironolakton). Repair terhadap VSD dapat dipertimbangkan
setelah IE teratasi.
Gizi kurang dan anemia tidak memerlukan terapi dan tindakan
khusus karena anak telah menunjukkan suatu perbaikan klinis.

Furosemid 2 x 10 mg
Captopril 2 x 6,25 mg
Vankomisin 3 x 200 mg
Spironolakton 2 x 12,5 mg
R/konsul gigi
Balans cairan/24 jam
Bedrest
Diet NB 3 x 1/2 porsi + susu F 100 3 x 100 cc

Dekompensatio kordis NYHA II


VSD PMO moderate
Infected endocarditis
Gizi kurang
Anemia
S

Nafsu makan(+)

15

KU: Sens CM, TD: 90/50 mmHg, Nadi: 88 x/menit, T: 37oC,


RR: 24 x/menit.
Kepala
: Konjungtiva anemis(+), NCH(-), caries dentis (+)
Leher
: JVP meningkat (5+2 mmH2O)
Toraks
: Simetris, retraksi (-)
Paru : Vesikuler (+) N, Rh (-), Wh (-)
Jantung : Bunyi jantung I dan II tunggal, bising
holosistolik derajat III/6 di ICS III-IV LPS sinistra
menjalar sepanjang tepi kiri sternum.
Abdomen : Cembung, lemas, hepar 2 cm bac, rata, tepi tumpul
dan lien tidak teraba.
Ektremitas : Akral sianosis (-), edema pretibial (-)
Hasil kultur darah II: streptococcus viridians
Hasil kultur darah III: staphylococcus aureus

Hasil konsul gigi: terdapat caries superficial pada I1 dan I2 serta


M2 bawah kanan. Rencana dilakukan penambalan setelah
keadaan umum membaik.

Furosemid 2 x 10 mg
Captopril 2 x 6,25 mg
Vankomisin 3 x 200 mg
Spironolakton 2 x 12,5 mg
Bedrest
Diet NB 3 x 1/2 porsi + susu F 100 3 x 100 cc

16

TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Ventricular Septal Defect (VSD) merupakan kelainan jantung bawaan nonsianotik
yang paling sering ditemukan. VSD adalah kelainan jantung bawaan berupa lubang pada
septum interventrikuler. Lubang tersebut dapat hanya satu atau lebih yang terjadi akibat
kegagalan fusi septum interventrikuler semasa janin dalam kandungan. Kebocoran ini
terjadi karena kelambatan dalam pertumbuhannya.1,2
Infektif Endokarditis (IE) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
mikroba pada lapisan endotel jantung, yang ditandai oleh vegetasi yang biasanya terdapat
pada katup jantung. Lesi yang khas, vegetasi, berupa massa trombosit dan fibrin dengan
berbagai bentuk dan ukuran dimana banyak mikroorganisme dan sel-sel radang
didalamnya. Katup jantung paling sering terkena, akan tetapi infeksi dapat terjadi pada
lokasi septal defek atau pada korda tendinae atau pada endokardium.
INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI
VSD adalah penyakit jantung bawaan yang paling umum terjadi, yaitu ditemukan
pada 30-60% pada bayi baru lahir dengan penyakit jantung bawaan atau sekitar 2 sampai
6 dari 1000 kelahiran. Sebagian besar VSD menutup secara spontan. Sebuah studi
mengatakan bahwa 2 sampai 5 dari 100 kelahiran bayi dengan VSD, 80-90% kasus akan
menutup secara spontan tidak lama setelah kelahiran.5
Angka kejadian IE sangat sulit ditentukan. Biasanya angka ini dinyatakan sebagai
jumlah kasus IE dari pasien total yang rawat inap. Di luar negeri dilaporkan 1 dari 1800
sampai 4500 pasien anak yang dirawat. Sastroasmoro dkk (1989) melaporkan angka yang
cukup tinggi, yaitu 1 dari 740 pasien yang dirawat inap di bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI-RSCM, Jakarta. Sementara di RSMH Palembang, jumlah pasien anak dengan IE
tiga tahun terakhir yaitu 13 dari total 213 pasien rawat inap (bangsal kardiologi).

17

PATOFISIOLOGI IE PADA VSD


Ukuran defek dan besar perbedaan tekanan di antara kedua ventrikel merupakan
dasar utama hemodinamik. Dalam keadaan normal terdapat tekanan yang lebih besar
pada ventrikel kiri daripada yang kanan sehingga akan terjadi pirau dari kiri ke kanan
terutama pada waktu sistolik. Besar tekanan sistolik tergantung pada besar tahanan
vaskuler sistemik dan paru-paru. Setiap terjadi perubahan tekanan akan mengakibatkan
perubahan radikal pada pirau interventrikel. Perubahan tahanan dipengaruhi antara lain
oleh derajat stenosis infundibuler dan tahanan vaskuler paru. Dengan meningkatnya
tahanan vaskuler paru, akan terlihat pirau makin berkurang dari kiri ke kanan, apabila
tahanan menjadi sama besar dengan tahanan sistemik, pirau menjadi tidak ada sama
sekali. Pirau akan menjadi kanan ke kiri bila tahanan vaskuler paru menjadi lebih besar
daripada sistemik dan dalam hal ini terjadi sindrom Eisenmenger.
Kejadian IE diawali oleh adanya aliran darah yang memiliki kecepatan dan
tekanan tinggi yang abnormal (mirip dengan semburan api pada pesawat jet sehingga
disebut jet stream). Aliran tersebut disebabkan oleh adanya aliran darah bertekanan tinggi
yang berusaha melewati lubang kecil seperti pada stenosis katup atau defek sekat kecil
atau menemui rintangan sehingga terjadi turbulensi. Pajanan lama terhadap aliran darah
ini akan merusak endotelium. Endotelium utuh merupakan stimulator koagulasi yang
buruk dan reseptor yang lemah terhadap penempelan bakteri. Kerusakan endotelium
yang diakibatkan aliran darah menginduksi terjadinya trombogenesis. Trombogenesis
pada endotelium menghasilkan penumpukan bongkahan trombosit, fibrin, serta kadangkadang eritrosit yang bersifat steril. Hal ini disebut sebagi endokarditis trombotik non
bakterial (NBTE, non bacterial thrombotic endocarditis). IE baru terjadi bila lesi NBTE
dikolonisasi oleh kuman.
Bakteriemia, walaupun sudah terdapat lesi NBTE, tidak selalu menimbulkan IE,
karena diperlukan jumlah bakteri yang adekuat pada aliran darah untuk mampu
menempel pada endokardium dan dapat berkembak biak. Setelah bakteri menempel pada
endokardium, trombosit dan fibrin akan menumpuk di atasnya sehingga menyebabkan

18

pembesaran vegetasi. Bakteria yang terperangkap dalam vegetasi terlindung dari sel-sel
fagosit atau mekanisme pertahanan tubuh lainnya. Selanjutnya bakteri akan berproliferasi
hingga mencapai konsentrasi 107 sampai 1010 colony forming unit untuk setiap gram
jaringan. Saat kepadatan maksimum bakteria tercapai, aktivitas metabolisme bakteri tidak
aktif.
Secara umum, setiap kondisi yang dapat menyebabkan kerusakan endotel jantung
baik karena turbulensi jet stream akan meningkatkan resiko terjadinya IE. Penyakit
jantung bawaan yang mudah mengalami IE adalah tetralogi Fallot, defek septum
ventrikel, duktus arteriosus persisten, dan koarktasio aorta. Pada penyakit jantung
reumatik kronik, IE mudah terjadi pada insufisiensi mitral dan aorta.
Proses penyembuhan dimulai dari luar, dengan terjadinya penimbunan jaringan
fibrotik pada permukaan vegetasi, yang ditandai dengan menghilangnya kuman dalam
peredaran darah, diikuti oleh fagositosis kuman dan kalsifikasi fokus. Kemudian terjadi
hialinisasi jaringan yang di tengah, akhirnya terjadi endotelialisasi jaringan yang cacat
tersebut. Kuman yang terdapat dalam vegetasi dapat bertahan lama, terbukti dengan
dapatnya terjadi eksaserbasi klinis setelah pengobatan yang dianggap berhasil. Kepingan
vegetasi dapat menimbulkan emboli, baik yang steril maupun yang septik yang dapat
menimbulkan abses atau aneurisme mikotik.
MIKROORGANISME
Agen mikrobiologis penyebab IE yang diisolasi dari kultur antara lain:9,10
1. Kokus gram positif, termasuk Streptokokus grup viridans (-hemolitik) seperti
Streptococcus sanguis, S.mitis, S.mutans, dan sebagainya.
2. Staphylococcus sp
3. Enterokokus
4. HACEK (Haemophilus, Actinobacillus, Cardiobacterium, IEkenella, dan
Kingella). Sering terdapat pada neonatus atau anak dengan gangguan kekebalan.
5. Jamur menyebabkan endokarditis jamur yang sangat berat serta banyak
menimbulkan komplikasi.

19

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
darah dan mikrobiologi darah, serta ekokardiografi.5
Manifestasi Klinis2,6
Manifestasi klinis IE merupakan kombinasi dari tanda dan gejala bekteriemia,
invasi jantung lokal oleh bakteri, embolisasi perifer dan pembentukan kompleks imun.
Pasien IE memiliki gejala tidak spesifik, sebanyak 85-90% penderita mengalami demam.
Anamnesis
a. Pasien IE akut memperlihatkan gejala demam akut toksis yang berlangsung
kurang dari 2 minggu. Tanyakan adanya penggunaan obat intravena.
Staphylococcus aureus merupakan penyebab paling sering IE pada penderita.
b. Pasien IE subakut memiliki gejala mirip flu yang tidak spesifik yang berlangsung
selama lebih dari 2 minggu. Infektif endokarditis subakut paling sering terjadi
pada pasien dengan kelainan jantung bawan atau kelainan katup.
Kriteria Duke2,3,6
Penggunaan kriteria baru (the duke criteria) untuk membantu penegakan
diagnosis telah terbukti lebih baik daripada kriteria terdahulu. Penelitian di Amerika
Serikat tentang penggunaan kriteria tersebut pada penderita anak menunjukkan hasil yang
memuaskan. Kriteria tersebut direkomendasikan berdasarkan studi penggunaan trans
esophageal echocardiography (TEE) untuk menilai adanya IE dini, serta infeksi
Streptococcus aureus sebagai kriteria utama tanpa melihat apakah nosokomikal atau
berasal dari komunitas. Istilah yang ditemukan pada kriteria Duke, dituliskan pada tabel1.
Tabel 1. Kriteria Duke untuk Infektif Endokarditis2,5,6
Kriteria mayor
Kultur darah positif untuk Infektif Endokarditis

20

Microorganisme tipikal yang konsisten dengan IE yang berasal dari 2 kultur darah
yang berbeda:
Streptococcus viridans, streptococcus bovis, atau HACEK, atau
Staphylococcus aureus yang berasal dari komunitas atau enterokokus dengan
absennya fokus primer, atau
Mikroorganisme yang konsisten dengan IE yang berasal dari kultur darah positif
persisten
> 2 kultur positif yang berasal dari sampel darah yang diambil dengan jarak 12
jam atau
Keseluruhan 3 atau mayoritas dari > 4 kultur darah terpisah ( dimana jangka
waktu dari sampel pertama hingga sampel terakhir diambil kurang dari 1 jam)
dengan suatu mikroorganisme yang dominan
Bukti adanya keterlibatan endokardium:
Ekokardiogram positif untuk IE adalah
Masa intra kardial yang berisolasi pada katup atau struktur penunjang dalam jalur
aliran regurgitasi atau pada material yang implantasi saat tidak adanya penjelasan
anatomis alternatif atau
Abses, atau
Perlengketan parsial baru pada katup protestik, atau
Regurgitasi katup baru (perubahan atau memburuknya bising jantung yang telah
ada, tidak signifikan)
Kriteria minor
Predisposisi: predisposisi penyakit jantung atau penggunaan obat intravena

Demam: suhu > 38.0 oC.


Fenomena vaskular: emboli arteri besar, infark paru septik, aneurisma mikotik,
perdarahan intrakranium, perdarahan intra konjungtiva, dan lesi janeway.
Fenomena imunologis: glomerulonefritis, nodus osler, bintik Roth, dan faktor
rheumatoid.
Bukti mikrobiologis: kultur darah positif namun tidak memenuhi kriteria mayor
seperti diatas atau adanya bukti serologis adanya infektif aktif organisme yang
konsisten dengan IE.
Ekokardiografi : konsisten dengan IE namun tidak sesuai dengan kriteria mayor
diatas.
Tabel 2. Kriteria Klinis Duke untuk diagnosis IE 2,5,6
Pasti IE
Kriteria patologis
- Mikroorganisme : ditunjukkan oleh kultur atau pemeriksaan histologis pada
vegetasi, vegetasi yang sudah menjadi emboli, atau abses intrakardia, atau

21

- Lesi patologis : keberadaan vegetasi atau abses intrakardia dikonfirmasikan oleh


pemeriksaan histologis yang menunjukkan endokarditis aktif
Kriteria klinis
2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 3 kriteria minor, atau 5 kriteria minor
pada tabel 1
Kemungkinan IE
Temuan yang konsisten dengan IE namun tidak memenuhi kriteria pasti atau
ditolak
Ditolak
Diagnosis alternatif yang cukup kuat dari manifestasi endokarditis, atau
Resolusi manifestasi endokarditis oleh terapi antibiotik < 4 hari, atau
Tidak ada bukti patologis pada bedah atau otopsi setelah antibiotik < 4 hari
Pemeriksaan Fisik: tidak spesifik dan bervariasi
a. Demam terdapat pada 85-90% pasien, biasanya tidak tinggi dan jarang melebihi
39 0C, remiten, dan tidak menggigil.
b. Perubahan bising jantung sulit diidentifikasi pada pasien IE subakut dan pada
anak yang telah memiliki bising jantung sebelumnya.
c. Kelainan neurologis terjadi antara 30-40% dan lebih sering terjadi pada IE yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Gejala yang timbul adalah akibat stroke,
perdarahan intracerebral, atau perdarahan subarchnoid.
d. Gejala perifer:
i. Ptekie (40%) pada konjungtiva palpebra, mukosa palatum bukal, atau pada
ekstremitas. Diakibatkan oleh mikroembolisasi pembuluh darah kecil pada
kulit atau mukosa. Gejala ini tidak spesifik. Ptekie pada konjungtiva mata
ii.

disebut dengan Roths spot.


Splinter hemorrhage adalah perdarahan sub ungual linear yang
menyerupai pecahan kecil kayu (splinter) yang berada di bawah kuku
namun tidak mencapai batas kuku. Disebabkan oleh mikroembolisasi

iii.

kapiler linear di bawah kuku. Gejala ini juga tidak spesifik.


Nodul osler berupa nodul subkutan kecil, kemerahan, lunak, serta nyeri
pada kulit ekstremitas terutama pada pulpa jari. Diperkirakan karena

iv.

inflamasi sekitar tempat tertanamnya emboli infektif di arteriol distal.


Lesi Janeway merupakan lesi kecil (< 5 mm), kemerahan, batas irregular,
dan ditemukan terutama pada telapak kaki.

22

e. Gejala dekompensatio kordis kongestif diakibatkan kehancuran atau distorsi atau


ruptur khorda tendinae. Kombinasi dengan infusiensi aorta menyebabkan angka
kematian yang tinggi.
f. Splenomegali (15-50%).
g. Gejala insufisiensi renal akibat glomerulonefritis yang diperantarai kompleks
imun (15 %). Gejala utamanya adalah hematuria.
Penilaian Laboratorium2,4,6
1. Mikrobioogi:Kultur Darah
Indikasi:pasien dengan demam yang tidak jelas asalnya (fewer of unexplained
origin) serta bising jantung patologis, riwayat adanya penyakit jantung, atau riwayat
endokarditis sebelumnya. Jumlah sampel darah optimal: bayi dan anak kecil 1-3 ml dan
anak yang lebih tua 5-7 ml.
2. Pemeriksaan Laboratorium lain
Karakteristik darah: Anemia normositik normokromik (70-90%). Leukositosis
(20-30%). Laju endap darah: meningkat kecuali pada pasien penyakit jantung kongestif,
gagal ginjal dan DIC.
C-reactive protein: tidak spesifik, namun menurun bersamaan dengan kesuksesan
terapi sehingga dapat dipakai sebagai monitoring terapi.
Faktor rheumatoid: positif pada 40-50% pasien dengan durasi IE lebih dari 6
minggu.
Urinalisa : proteinuria (50-60%) dan atau hematuri mikroskopis (30-50%).
Endokarditis dengan kultur negatif : diagnosis ini dibuat saat pasien memiliki
gejala klinis dan atau bukti ekokardiografi IE dengan kultur darah negatif persisten.
Penyebab utamanya adalah akibat terapi antibiotik sebelumnya atau infeksi oleh bakteri
yang sulit tumbuh saat biakan in vitro.
Ekokardiografi6,11,12
Ekokardiografi menjadi alat utama untuk mendeteksi adanya IE setelah
diberlakukannya kriteria Duke. Peningkatan teknologi resolusi pada ekokardiografi
menyebabkan efektifitas deteksi tinggi sebesar 70-80%. Ekokardiografi harus dilakukan

23

pada semua pasien tersangka endokarditis. Temuan massa intrakardial yang berisolasi
merupakan kriteria mayor untuk memastikan diagnosis IE.
Ekokardiografi transthoraks (ETT) memiliki sensitivitas 63% dan spesifitas 58%.
Alat tersebut paling banyak digunakan. Ekokardiografi transesofageal (ETE) memiliki
sensitivitas 100% dan spesifitas 90%. Alat ini yang disarankan untuk digunakan pada
kriteria diagnosis IE.
Gambaran Ekokardiografi yang Menunjukkan Potensi Pembedahan2,6
Vegetasi
Vegetasi persisten setelah embolisasi sistemik
Vegetasi katup mitral anterior, ukuran > 10 mm
> 1 kejadian emboli selama 2 minggu pertama terapi antibiotik
> 2 kejadian emboli selama atau setelah terapi antibiotik
Peningkatan ukuran vegetasi setelah 4 minggu terapi antibiotik
Disfungsi valvular
Insufisiensi mitral atau aorta akut dengan gejala kegagalan ventrikuler
Dekompensatio kordis yang tidak responsif terhadap terapi
Perforasi atau ruptur katup
Ekstensi perivalvular
Fistula, ruptur, atau perlengketan katup
Blok jantung baru
Abses besar atau penyebaran abses dengan terapi antibiotik

PENATALAKSANAAN
Tatalaksana dapat berupa konservatif atau pembedahan. Sekitar 30% kasus terjadi
kesembuhan secara spontan. Tidak perlu dilakukan penutupan terhadap lubang yang
kecil, karena lubang ini seringkali menutup dengan sendirinya pada masa kanak-kanak
atau remaja. Tetapi jika lubangnya besar meskipun gejalanya minimal, dilakukan
penutupan lubang untuk mencegah terjadinya kelainan yang lebih berat.5,15
Pembedahan biasanya dilakukan pada usia pre-sekolah (2-5 tahun). Defek ditutup
dengan pembedahan pintas kardiopulmonal jika gejala tidak dapat dikontrol, atau bila
terdapat resiko terjadinya penyakit pembuluh darah pulmonal.5,15
Medikamentosa
1. VSD kecil tanpa gejala tidak perlu terapi.

24

2. Pada gagal jantung diberikan diuretik misalnya furosemid 1-2 mg/kgBB/hari,


vasodilator misalnya kaptopril 0,5 1 mg/kgBB/kali tiap 8 jam. Kalau perlu dapat
ditambahkan digoksin 0,01 mg/kg/hari. Pemberian makanan berkalori tinggi
dilakukan dengan frekuensi sering secara oral/enteral (melalui NGT). Anemia
diperbaiki dengan preparat besi.
3. Menjaga kebersihan mulut dan pemberian antibiotik profilaksis terhadap infeksi
endokarditis.
4. Penutupan VSD dapat dikerjakan dengan intervensi non-bedah menggunakan
Amplatzer VSD occluder atau dengan tindakan bedah.
Indikasi dan waktu penutupan VSD
a) Pada bayi dengan VSD defek besar yang mengalami gagal jantung serta retardasi
pertumbuhan, dan kegagalan terapi medikamentosa, dilakukan operasi secepatnya
sebelum terjadi penyakit vaskular paru.
b) Indikasi penutupan VSD baik dengan cara intervensi non-bedah ataupun bedah adalah
bila QP/QS lebih dari 2.
c) Bayi atau anak dengan VSD besar dan hipertensi pulmonalis harus dilakukan
kateterisasi untuk menilai tingginya resistensi vaskular paru dan responsnya terhadap
pemberian oksigen 100%. Penutupan VSD cara bedah ataupun non-bedah dilakukan
apabila resistensi vaskular paru dibawah 7 Wood Unit. Bila resistensi vaskular paru
lebih dari 7 Wood Unit dan setelah diberikan oksigen 100% tetap lebih dari 7 Wood
Unit, maka tindakan penutupan VSD tidak dianjurkan lagi.

25

Sumber: Penanganan penyakit jantung pada bayi dan anak. UKK Kardiologi. 2005

Terapi pada IE ditentukan oleh jenis bakteri yang menginfeksi, katup jantung atau
prostetik, atau adanya bahan prostetik lain pada jantung. Daftar jenis obat serta dosisnya
tercantum di bawah ini.2,6,13

Penisilin G: 200.000-400.000 U/kg BB/hari, iv, di bagi tiap 4-6 jam selama 4

minggu
Ceftriaxon: 100 mg/kg BB/hari, iv, tiap 24 jam selama 4 minggu
Gentamisin: 1-3 mg/kg BB/hari, im/iv, dibagi setiap 8 jam. Penggunaannya

dikombinasikan dengan antibiotik lain.


Ampisilin: untuk enterokokus atau HACEK, 100-200 mg/kg BB/hari, iv,

dibagi setiap 4-8 jam. Dosis maksimum 12 gram.


Vankomisin: obat pilihan untuk penicillin-resistant streptococcal endocarditis
(PRSE) dan methicillin-resistant S aureus (MRSE). 40 mg/kg BB/hari, iv, dibagi
setiap 12 jam selama 4 minggu. Dosis maksimum 2 gram/hari.

26

Nafsilin: 100-200 mg/kg BB/hari, iv, dibagi setiap 4 jam. Dosis maksimum 12
gram.
Oksasilin: 150-200 mgkg BB/hari, iv, dibagi setiap 4 jam. Dosis maksimum
12 gram.
Cefazolin: 100 mg/kg BB/hari, iv, dibagi setiap 6-8 jam.
Rifampin: 20 mg/kg BB/hari, oral, dibagi setiap 8 jam.

Infektif endokarditis streptokokus pada katup jantung2,6,14


1. Tanpa komplikasi : penisilin G, ampisilin, atau ceftriaxon + gentamisin selama 2
minggu
2. Dengan komplikasi : penisilin G, ampisilin, atau ceptriaxon selama 4 minggu
3. Resisten terhadap penisilin : penisilin G, ampisilin, atau ceftriaxon + gentamisin
selama 4 minggu
Infektif endokarditis enterokokus pada katup jantung atau prostetik 2,6,14
1. Katup jantung: kombinasi penilisilin G atau ampisilin dengan gentamisin selama 4
hingga 6 minggu
2. Katup jantung prostetik: regimen yang sama dengan lama minimal 6 minggu
3. Intoleransi beta laktam: vankomisin dan gentamin selama 4-6 minggu pada katup
jantung asli, minimal 6 minggu pada katup jantung prostetik
Infektif endokarditis stafilokokus pada katup jantung2,6,14
1. Nafsilin atau oksasilin intravena selama 6 minggu, dapat ditambahkan gentamisin
pada 3-5 hari pertama.
2. Alergi terhadap penisilin : cefazolin selama minimal 6 minggu, dapat ditambahkan
gentamisin selama 3-5 hari pertama
3. Resisten penisilin : vankomisin selama minimal 6 minggu, dapat ditambahkan
gentamisin pada 3-5 hari pertama
Infektif Endokarditis gram negatif2,6,14
1. HACEK (Haemophilus sp, Actinobaccilus (Hhaemophilis), cardiobacterium hominis,
Eikenelia sp, dan kingella kingae) : ceftriaxon selama 4 minggu atau ampisilin +
gentamisin.
2. Gram negatif lainnya disesuaikan dengan sensitivitas organisme penyebab.

PROFILAKSIS
27

Banyak situasi dimana bakteriemia dapat terjadi yang tidak mudah diidentifikasi,
dan bakteriemia terjadi secara spontan (mengunyah makanan, prosedir higiene oral) dan
secara logis tidak dapat dicegah. Banyak kasus endokarditis katup asli disebabkan oleh
organisme yang mungkin berasal dari rongga mulut. Semua anak-anak yang beresiko
harus diinstruksikan untuk menciptakan dan menjaga kesehatan mulut dengan baik dalam
mengurangi sumber potensial bakteriemia pada IE.6,12,15
Profilaksis adalah sangat penting untuk anak-anak dimana EI dikaitkan dengan
tingginya morbiditas dan mortalitas. Profilaksis diberikan kepada populasi yang memiliki
resiko endokarditis lebih tinggi dari populasi umum. Selain itu, profilaksis diberikan
kepada kondisi jantung yang mendasari endokarditis.
PROGNOSIS
Sebelum era antibiotik, mortalitas akibat IE mendekati 100%. Dengan antibiotik
yang poten terhadap penurunan angka kematian yang bermakna, meskipun masih tinggi.
Keberhasilan pengobatan dengan tatalaksana yang baik pun masih di sekitar 50 sampai
85%. Beberapa faktor diketahui berhubungan dengan prognosis EI, antara lain:2,,6,8

Jenis kuman. Endokarditis akibat Streptococcus viridans memberi prognosis yang


lebih baik dibandingkan oleh stafilokok atau jamur.

Usia pasien. Anak yang lebih muda mempunyai prognosis yang lebih buruk, hal
ini sebagian disebabkan oleh kesulitan diagnosis dini.

Kelainan dasar. Kelainan struktural jantung yang mendasari sangat menentukan


prognosis. Vegetasi pada katup aorta atau mitral memberi prognosis yang lebih
buruk daripada vegetasi jantung kanan.

Ada atau tidaknya dekompensatio kordis dan emboli. Dekompensatio kordis dan
emboli, khususnya di tempat vital, sangat memperburuk prognosis.

Kerusakan katup akibat vegetasi. Bila sangat berat meski pasien sembuh dari
endokarditisnya, dalam 1-2 tahun dapat meninggal akibat gejala sisa tersebut.

ANALISIS KASUS
28

Penderita masuk rumah sakit dengan keluhan sesak napas. Sesak napas dapat
disebabkan oleh kelainan paru, jantung, metabolik atau kelainan SSP. Dari anamnesa
tidak ditemukan kelainan yang dapat menyebabkan sesak oleh gangguan metabolik atau
kelainan SSP. Dari anamnesa didapatkan sesak terutama saat berjalan dan anak lebih
nyaman tidur saat menggunakan tiga bantal sebagai sandaran. Dari pemeriksaan fisik
ditemukan takikardi, takipnoe, JVP yang meningkat, hepatomegali dan edema pretibial.
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang ditemukan, kemungkinan sesak
disebabkan oleh kelainan jantung.
Dari riwayat penyakit sebelumnya, anak telah terdiagnosa VSD sejak Agustus
2012.

Dari

pemeriksaan

fisik

ditemukan

tanda-tanda

dekompensatio

kordis.

Dekompensatio kordis pada penderita ini merupakan komplikasi dari VSD dan juga bisa
disebabkan karena IE. Komplikasi VSD menjadi dekompensatio kordis yaitu sebesar 3040%.(level evidence 1)21. Dekompensatio kordis pada IE dapat disebabkan perubahan
struktur yang mendadak dan regurgitasi valvula. Dekompensatio kordis merupakan
komplikasi yang paling sering dari IE yaitu sebesar 26% (level evidence 3)16,17.
Dari anamnesis anak sering mengalami demam tinggi yang berulang sejak
terdiagnosa VSD. Demam lama pada pasien ini dapat dipikirkan suatu IE atau proses
spesifik. Proses spesifik dapat disingkirkan dari tidak adanya riwayat kontak dan hasil
BTA lambung yang negatif. VSD disertai demam lama sangat mungkin suatu IE.
Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan pada saat awal terjadinya IE adalah
demam berulang (level evidence 3)17,19. Faktor resiko terjadinya IE pada VSD disebabkan
karena bakteriemia, yang pada pasien ini disebabkan karena oral higiene yang buruk.
Oral higiene yang buruk merupakan faktor predisposisi yang paling sering menyebabkan
IE (level evidence 3)12.

Diagnosis IE pada kasus ini ditegakkan berdasarkan kriteria Duke. Dari hasil
ekokardiografi, didapatkan multiple vegetasi yang menempel di katup triksupid, di

29

tempat defek septum ventrikel, pada katup pulmonal dan pada dinding arteri pulmonalis.
Penelitian di Bangkok, Thailand mendapatkan vegetasi di katup trikuspid sebanyak 6
penderita dari 60 penderita (10%)16, sedangkan pada katup pulmonal sebanyak 5%.
Ekokardiografi menjadi alat utama untuk mendeteksi adanya IE setelah diberlakukannya
kriteria Duke. Peningkatan teknologi resolusi pada ekokardiografi menyebabkan
efektifitas deteksi tinggi sebesar 70-80%. Ekokardiografi harus dilakukan pada semua
pasien tersangka endokartidis. Temuan massa intrakardial yang berisolasi merupakan
kriteria mayor untuk memastikan diagnosis IE.
Pada penderita ini selain ekokardiografi, untuk memastikan diagnosis dilakukan
kultur darah 3 hari berturut-turut di 3 tempat yang berbeda. Kultur darah dilakukan untuk
mengetahui jenis kuman dan sensitifitasnya.
Kultur darah yang dilakukan pada penderita ini dilakukan sebelum diberikan
terapi antimikroba. Kultur darah yang dilakukan sebaiknya sebelum terapi antimikrobial
diberikan (level evidence 1)17. Hasil kultur darah penderita ini positif Staphylococcus
aureus dan Streptococcus viridians. Kultur darah positif ditemukan pada 46-47% pasien
dan Streptococcus dan Staphylococcus merupakan penyebab yang paling sering (level
evidence 3)18,19,20. Selain kultur darah juga dilakukan pemeriksaan laboratorium lain.
Pada penderita ini ditemukan juga anemia normositik normokromik, leukositosis, serta
laju endap darah yang meningkat.
Penatalaksanaan pada penderita ini meliputi penatalaksanaan dekompensatio
kordis, VSD PMO moderate dan IE. Untuk dekompensatio kordis pada penderita ini
sesuai dengan standar penatalaksanaan yaitu istirahat di tempat tidur, posisi setengah
duduk, diberikan oksigen 2 L/mnt, diberikan cairan kebutuhan normal perhari (retriksi
cairan), kemudian diberikan medikamentosa yaitu diuretik (Furosemid) 2 x 10 mg dan
vasodilator (Kaptopril) 2 x 6,25 mg. Furosemid merupakan suatu diuretik yang diberikan
untuk mengurangi preload. Kaptopril merupakan ACE inhibitor yang menurunkan
afterload yang mungkin efektif untuk meningkatkan cardiac output. Sedangkan retriksi
cairan pada penderita ini juga bertujuan untuk mengurangi preload. Setelah 2 minggu
perawatan, untuk terapi dekompensatio kordis, ditambahkan juga diuretik hemat kalium
(Spironolakton) 2 x 12,5 mg untuk menghindari terjadinya hipokalemia pada penderita

30

ini. Hal ini sesuai dengan kepustakaan mengenai tatalaksana dekompensatio kordis yang
meliputi pengurangan preload, afterload dan memperkuat kontraktilitas jantung.
Tatalaksana IE pada penderita ini pada prinsipnya sama dengan tatalasana IE pada
umumnya. Sebelum didapatkan hasil kultur darah, antibiotik empirik diberikan yaitu
Ampicillin 3 x 450 mg selama 4 minggu dan Gentamisin 2 x 20 mg. Terapi Ampicilllin
selama 4 minggu dan Gentamisin selama 2 minggu merupakan terapi yang
direkomendasikan untuk endokarditis infektif Stafilokokkus pada katup jantung (level
evidence 1)6. Untuk melihat efektifitas pengobatan, maka setiap 2 minggu perlu
dilakukan pemeriksaan ekokardiografi ulang untuk melihat apakah vegetasi telah
berkurang. Pada hasil ekokardiografi setelah pemberian terapi, tampak vegetasi belum
berkurang. Pemberian antibiotik kemudian disesuaikan dengan hasil kultur dan resistensi
yaitu vankomisin 3 x 200 mg. Vankomisin merupakan obat pilihan untuk penicillinresistant streptococcal endocarditis (PRSE) dan Methicillin-resistant staphylococcus
aureus (MRSE), dengan lama pemberian terapi selama 6 minggu.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, penderita ini juga mengalami kurang gizi.
Berdasarkan perhitungan CDC, BB/TB 81,25 % termasuk kurang gizi. Penderita ini juga
mengalami anemia normositik normokrom. Kurang gizi dan anemia bisa terjadi pada
VSD dan juga pada IE. Hampir 80-90 % anak-anak dengan IE didapatkan anemia (level
evidence 3).16,17
Prognosis pada penderita VSD dengan IE yang mengalami dekompensatio kordis
adalah dubia (quo ad vitam dan quo ad functionam). Vegetasi pada katup aorta memberi
prognosis yang lebih buruk daripada vegetasi jantung kanan. Penelitian di Bangkok,
Thailand melaporkan bahwa vegetasi di jantung kiri komplikasinya lebih sering
dibandingkan dengan vegetasi di jantung kanan.17 Sedangkan penelitian di Lahore,
Pakistan melaporkan dari 10 pasien IE yang mengalami vegetasi di katup aorta, terdapat
3 (30%) yang meninggal.16
Profilaksis pada penderita agar tidak terjadi IE berulang adalah dengan menjaga
higiene oral karena berdasarkan literatur, kelompok anak yang memiliki resiko IE,
cenderung memiliki higiene oral yang buruk, disertai kurangnya pengetahuan pengasuh

31

atau keluarga mengenai hal ini. Karena keadaan ini dapat meningkatkan terjadinya
bakteriemia pada keadaan fisiologis serta memperburuk resiko terjadinya endokarditis
berulang (level evidence 3).12 Pada penderita ini direncanakan untuk melakukan
penambalan pada caries dentis setelah pengobatan antibiotik 2 minggu.
Pemantauan terhadap keberhasilan terapi sangat penting. Indikasi penutupan VSD
pada pasien ini adalah telah terjadi gagal jantung dan retardasi pertumbuhan. Pada pasien
ini direncanakan penutupan VSD setelah penyembuhan IE.

PENUTUP
Terima kasih saya sampaikan kepada Kepala Bagian IKA, Ketua Program Studi
IKA dan khususnya supervisor sub Bagian Cardiologi Anak, dr. Hj. Ria Nova, SpA(K)
yang telah membimbing saya sehingga laporan kasus ini dapat diajukan.

32

DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Incidence of Bacterial Endocarditis in VSD . Report
of a WHO Expert Consultation. Geneva 2004.
2. Park MK. Pediatric cardiology for practitioners. Edisi ke 5. St Louis: Mosby inc
2008.
3. Marx GR. Infective endocarditis. Dalam: Kaene JF, Lock JE, Fyler DC,
penyunting Nadas pediatric cardiology. Edisi ke-2. Saunders, Philadelphia
2006:467-76.
4. Dajani AS, Taubert KA: Infective endocarditis. Dalam: Allen HD, Gutgessel HP,
Clark EB, Driscoll DJ, penyunting. Moss and Adams Heart disease in infants,
children, and adolescent, edisi ke-6. Philadelphia, William & Wilkins, 2001,
1297-1310.
5. Friedman RA, Strake JR: Infective endocarditis. Dalam: garson A, Bricker JT,
Fisher DJ, Neish SR, penyunting. The science and practice of pediatric
cardiology, edisi ke-2. Baltimore, William & Wilkins, 1998, 1759-1776.
6. Johnson JA, Boyce T, Cetta, et al. Infective Endocarditis in The Pediatric
Patients; A-60-year Single Institution Review. Mayo Clinic. Juli 2012;87(7):629635.

33

7. Fierri P, Gewitz MH, Gerber MA, et al. Unique Feature of infective endocarditis
in childhood. Pediatrics 2002;109(5):931-43. .
8. Sande MA, Kartalija M, Anderson J. Infective endocarditis. Dalam Fuster V,
Alexander RW, ORourke R.A. (Editor). Hursts The Heart. Volume 2, edisi 10,
McGraw-Hill,2001.
9. Wahab AS. Penyakit Jantung Anak. Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta 2003:187-95.
10. Reves G, Wiewall-Winkelmann J, Bailey DM. Endocarditis, Bacterial. 2002
http://www.emedicine.com.
11. Sacket DL, Strauss SE, Richardson WS, Rosenberg W, Haynes RB. EvidenceBased Medicine : How to Practice and Teach EBM. 2nd edition. Churchill
Livingstone, 2000.
12. Steinberger J, Moller JH, Berry JM, Sinaiko AR. Echocardiographic diagnosis of
heart disease in apparently helthly adolescents. PEDIATRIDS;105;4:81518,2000.
13. Da Silva DB, Souza PR, Cunha MCSA. Knowledge, attitudes and status of oral
health in children at risk for infective endocarditis. International Journal of
Pediatric Dentistry;12:124-31, 2002.
14. Bittar FF, Jawdi RA, Dbaibo GS, Yunis KA, Gharzeddine W, ObIEd M.
Paediatrics infective endocarditis: 19-years experience at a tertiary care hospital
in a developing country. Acta paediatrica: 89;427-30,2000
15. Pelletiier LL. Microbiology of the Circulatory System, 2000 in
http://gsbs.utmg.edu
16. Katnelson Y.Endocarditis. 2000 in http://www.chicagoheart.com
17. Lertsapcharoen P, Khongphatthanayothin A, Chotivittayatarakorn P, et al.
Infective Endocarditis in Pediatric Patients: An Eighteen-Year Experience from
King Chulalongkorn Memorial Hospital, J Med Assoc Thai 2005; 88 (Suppl 4):
S12-6.
18. Sadiq M, Nazir M, Sheikh SA. Infective endocarditis in children-incidence,
pattern, diagnosis and management in developing country. Int J Cardiol. 2001
Apr; 78(2): 175-82.
19. Martin JM, Neches WH, Wald ER. Infective endocarditis: 35 years of experience
at a childrens hospital. Clin Infect Dis. 1997;24:669-675.
20. Stockheim JA, Chadwick EG, Kessler S, et al. Are the Duke criteria superior to
Beth Israel criteria for diagnosis of infective endocarditis in children?. Clin Infect
Dis. 1998;27:1451-1456.
21. Johnson DH, Rosenthal A, Nadas AS. A forty-year review of bacterial
endocarditis in infancy an chilhood. Circulation. 1975;51:581-588.
22. Thomas KC, Berger S. Pediatric Rhematic Heart Disease. Medscape reference.
2010.

34

35

Anda mungkin juga menyukai