Anda di halaman 1dari 22

LAPSUS RAWAT JALAN

ASMA PADA ANAK


I Gusti Agung Ayu P. A. Dewi, S. Ked
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana

I. PENDAHULUAN

Asma merupakan penyakit saluran respiratori kronik yang sering dijumpai


baik pada anak maupun dewasa. Asma terjadi karena inflamasi kronik,
hiperesponsif dan perubahan struktur akibat penebalan dinding bronkus
(remodeling) saluran respiratori yang berlangsung kronis bahkan sudah ada
sebelum munculnya gejala awal asma. Asma ditandai dengan berbagai gejala
seperti mengi, sesak napas, rasa sesak pada dada dan atau batuk dengan
terbatasnya aliran udara saat ekspirasi. Hal tersebut dipicu oleh faktor seperti
paparan alergen/iritasi, latihan, perubahan cuaca atau infeksi akibat virus.1,2
Mekanisme yang mendasari terjadinya asma pada anak dan dewasa adalah
sama. Namun, ada beberapa permasalahan pada asma anak yang tidak dijumpai
pada dewasa karena bervariasinya perjalanan alamiah penyakit, kurangnya bukti
ilmiah yang baik, kesulitan menentukan diagnosis dan pemberian obat, serta
bervariasinya respons terhadap terapi yang sering tidak dapat diprediksi
sebelumnya. Keadaan ini terutama untuk penentuan asma pada anak usia balita (<
5 tahun). Asma anak memiliki pola yang berbeda bergantung usia. Pada anak
prasekolah (0-5 tahun) gejala mengi sering disebabkan oleh infeksi saluran napas
bagian bawah, sedangkan pada anak usia sekolah (6 tahun ke atas) gejala tersebut
biasanya menandakan asma dan alergi merupakan penyebab yang mendasari.1,3
Prevalensi asma pada anak sangat bervariasi diantara negara-negara didunia,
berkisar antara 1-18%. Asma merupakan penyakit genetik dan lingkungkan
kompleks yang paling sering menyebabkan disablitas pada anak dan terjadi pada
7,1 juta (96%) anak di Amerika Serikat. Berdasarkan Analisis komprehensif
mutakhir Global Burden of Disease Study (GBD) yang dilakukan pada tahun

1
2008-2010, diperkirakan terdapat 334 juta orang pasien asma di dunia. Meskipun
tidak menempati peringkat teratas sebagai penyebab kesakitan atau kematian pada
anak, asma merupakan masalah kesehatan yang penting. Jika tidak ditangani
dengan baik, asma dapat menurunkan kualitas hidup anak, membatasi aktivitas
sehari-hari, mengganggung tidur, meningkatkan angka absensi sekolah, dan
menyebabkan prestasi akademik di sekolah menurun.1,4,5
Laporan kasus ini akan membahas lebih lanjut tentang kasus asma pada seorang
anak laki-laki berusia 4 tahun 10 bulan.

II. LAPORAN KASUS


1. Identitas Pasien
Nama : An. JAM
Jenis kelamin : Laki - Laki
Usia : 4 tahun 10 bulan
TTL : Kupang, 12 Januari 2014
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Liliba
No. MR : 494048
Tanggal MRS IGD : 26 November 2018 (19.30 WITA)

2. Riwayat Perjalanan Penyakit


Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis (ibu kandung pasien) pada
tanggal 26 November 2018.
a. Keluhan Utama :
Sesak napas sejak beberapa jam SMRS.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes diantar ibunya
dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan beberapa jam SMRS. Sesak
dirasakan semakin lama semakin memberat disertai dengan bunyi nyaring
saat bernapas (mengi). Sesak nafas ini membuat pasien susah untuk
berbicara, pasien hanya dapat mengucapkan satu – satu kata. Pasien duduk

2
dalam posisi harus menopang badannya dengan kedua tangan. Menurut
ibu pasien, riwayat mukosa bibir, kuku dan kulit berubah kebiruan tidak
ada. Sesak nafas muncul ketika pasien merasa kelelahan dan akan
menghilang jika diberikan uap di IGD. Batuk (+) berdahak berwarna putih
sejak ± 2 hari sebelumnya, pilek (+), demam (-), kejang (-), mual (-),
muntah (-). Pada hari yang sama pasien sudah 2x mengeluhkan keluhan
serupa dan dirasa keluhan saat ini lebih berat dibanding sebelumnya. BAB
dan BAK lancar. Makan dan minum baik.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien telah datang ke IGD (jam 07.00 WITA) dengan
keluhan yang sama yang dirasakan sejak jam 02.00 WITA. Di IGD pasien
diuap 2x, membaik dan diijinkan pulang dengan diberikan obat salbutamol
1x1/4 tablet dan pulvis bapil 3x1. Pasien telah mengalami gejala seperti ini
sejak berusia 2 tahun dan didiagnosis menderita asma namun tidak berobat
rutin. Pasien hanya meminum obat ketika serangan. Dalam 1 tahun ini,
pasien serangan sebanyak 3-4x dan pernah di rawat inap dengan gejala
yang sama sebanyak 1x.
d. Riwayat Pengobatan
Sebelumnya pasien telah datang ke IGD dengan keluhan yang sama.
Di IGD pasien diuap 2x dengan nebul ipratropium bromida ½ respule +
NaCl 0,9% 3 cc, membaik dan diijinkan pulang dengan diberikan obat
salbutamol 1x1/4 tablet dan pulvis bapil 3x1. Tidak ada obat rutin yang
dikonsumsi pasien selama ini.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu kandung pasien menderita asma, rhinitis alergi (-), dermatitis
alergi (-).
f. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Ibu mengatakan tidak ada penyakit yang menyertai kehamilan. Pasien
merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pasien lahir spontan
pervaginam, cukup bulan, di RS ditolong bidan dengan BBL lebih dari
3000 gram, langsung menangis dan dirawat gabung dengan ibu.

3
g. Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar pasien lengkap pasien telah mendapat imunisasi HbO,
BCG, Polio 4x, DPT-HB-Hib 3x dan Campak 1x. Imunisasi lanjutan
lengkap, pasien telah mendapat imunisasi DPT-HB-Hib 1x dan Campak
1x.
h. Riwayat ASI dan Nutrisi
Pasien diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dilanjutkan MP-ASI.
Saat ini pasien telah mengonsumsi makanan keluarga 3x sehari. 1 porsi
makan = 1 sendok nasi.
i. Riwayat Tumbuh Kembang
Menurut ibu pasien, tumbuh kembang pasien sama seperti kakaknya.
Saat ini pasien dalam perkembangan yang normal, tidak ada
keterbelakangan mental. Pasien mulai bisa mengucapkan kata mama/papa
saat usia 10 bulan, mulai bisa berdiri saat usia 1 tahun, dan mulai berjalan
saat usia 1 tahun 6 bulan.

3. Pemeriksaan Fisik (26 November 2018)


Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
Berat Badan : 14,5 kg
Tinggi Badan : 104 cm
IMT : 13,40 kg/m2
Status Gizi : Growth Chart WHO
BB/U : -2SD < BB/U < -1SD  Gizi Baik
TB/U : -2SD < BB/U < -1SD  Normal
BB/TB : -2SD < BB/U < -1SD  Normal
IMT/U : -2SD < BB/U < -1SD  Normal
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 134 kali/menit, reguler, kuat angkat
Pernapasan : 44 kali/menit

4
Suhu : 36,0 oC
SpO2 : 93%
Kepala : Bentuk normal, rambut tidak mudah rontok,
warna rambut hitam, wajah simetris
Kulit : Pucat (-), kuning (-), kebiruan (-), turgor kulit
kembali cepat
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-),
mata cekung (-/-)
Pupil : Isokor 3 mm/3 mm (+/+), reflex cahaya langsung
(+/+), reflex cahaya tak langsung (+/+)
Telinga : Deformitas daun telinga (-/-), nyeri tekan tragus
(-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), otorea (-/-)
Hidung : Rhinore (+/+), deformitas (-), deviasi septum (-),
perdarahan (-/-)
Mulut : Sianosis (-), bibir tampak pucat (-),
perdarahan gusi (-), plak putih (-), mukosa mulut
tampak lembab, lidah bersih
Leher :Pembesaran KGB (-),pembesaran kelenjar tiroid(-)
Toraks (bentuk) : Bentuk toraks normal, tidak tampak bekas luka
(scar)
Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dada simetris kiri dan kanan, tidak tampak
penggunaan otot bantu napas, massa (-)
Palpasi : Taktil fremitus simetris dekstra = sinistra, tidak teraba
massa, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : : Vesikuler Ronkhi Wheezing

5
Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat


Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis sinistra,
thrill tidak teraba
Perkusi : redup
batas jantung atas : ICS 2 linea parasternal dekstra
batas jantung bawah : ICS 5 linea midclavicularis sinistra
batas jantung kanan : ICS 4 linea parasternal dekstra
batas jantung kiri : ICS 5 linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal reguler, murmur(-), gallop (-)

Abdomen:
Inspeksi : Simetris, perut tampak datar, pelebaran vena (-), tidak
tampak scar ataupun massa
Auskultasi : Terdengar bising usus 12 kali/menit, kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), lien schuffner 0, hepar tidak
teraba dibawah arcus costa
Perkusi : Timpani (+), liver span 8 cm, shifting dullness (-),
undulasi (-)
Genitalia : Tidak dievaluasi

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, Edema :

4. Resume

Seorang anak laki-laki umur 4 tahun 10 datang ke IGD RSUD Prof.W.Z.


Johannes diantar ibunya dengan keluhan sesak napas yang sudah dirasakan
beberapa jam SMRS disertai bunyi nyaring saat bernapas (mengi). Sesak
nafas ini membuat pasien susah untuk berbicara, pasien hanya dapat
mengucapkan satu – satu kata. Pasien duduk dalam harus menopang

6
badannya dengan kedua tangan. Batuk (+), Pilek (+). Serangan terakhir pada
pagi harinya dan.telah membaik setelah diberkan uap 2x di IGD. Dalam 1
tahun ini, pasien serangan sebanyak 3-4x dan pernah di rawat inap sebanyak
1x. Pasien tidak minum obat untuk mengontrol asmanya. Sudah didiagnosis
asma sejak umur 2 tahun. Ibu pasien juga memiliki riwayat asma.
Pemeriksaan Fisik: Keadaan umum : tampak sakit berat , Kesadaran : compos
mentis, TD : 100/60 mmHg, N : 134x/menit, RR : 44 x/menit, T : 36,0 0 C,
SpO2 : 93%, pada pulmo ditemukan bunyi nafas tambahan wheezing
diseluruh lapangan paru.

5. Diagnosis Kerja

a. IGD : Asma Bronkial


b. DM : Asma bronkial intermitten serangan kini berat

6. Tatalaksana

a. IGD:
 Nebulisasi dengan salbutamol + ipratropium bromida ½ respule +
NS 2 cc
 Pulvis Bapil 3x1
 Salbutamol 1x1/4 tablet
b. DM:
 O2 2 lpm via nasal kanul
 Nebulisasi dengan salbutamol + ipratropium bromida 3x selang
20 menit

7. Rencana Monitoring

a. IGD: Pasien telah diijinkan pulang setelah di uap sebanyak 2x


b. DM:
 Nilai ulang gejala klinis jika sesuai dengan serangan berat rawat
di ruang rawat inap rencana foto rontgen thorax

7
 Di ruang rawat inap : O2 diteruskan, berikan steroid IV 1-2
mg/kgBB/hari tiap 6-8 jam dan Aminofilin IV (dosis inisial 6-8
mg/kgBB dilarutkan dalam dextrose atau NS sebanyak 20 mL.
Diberikan selama 30 menit dengan infusion pump atau
mikroburet). Lanjutkan nebulisasi tiap 1-2 jam jika membaik
dalam 4-6x, nebulisasi interval jadi 4-6 jam.
 Observasi selama 24 jam, jika ada perbaikan,klinis stabil, boleh
pulang.
 Jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak membaik
bahkan timbul ancaman henti nafas,alih rawat ke ruang rawat
intensif.

III. DISKUSI

International Consensus on (ICON) Pediatric Asthma mendefinisikan asma


sebagai gangguan inflamasi kronik yang berhubungan dengan obstruksi saluran
respiratori dan hiperesponsif bronkus, yang secara klinis ditandai dengan adanya
wheezing, batuk, dan sesak napas yang berulang. UKK Respirologi IDAI
mendefinisikan, asma adalah penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi
kronik yang mengakibatkan obstruksi dan hiperaktifitas saluran respiratori dengan
derajat bervariasi. Manifestasi klinis asma dapat berupa batuk, wheezing, sesak
napas, dada tertekan yang timbul secara kronik, dan atau berulang, reversible,
cenderung memberat pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada
pencetus. 1,6
Inflamasi saluran napas yang ditemukan pada pasien asma diyakini
merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi : obstruksi saluran napas
menyebabkan hambatan aliran udara yang dapat kembali secara spontan atau
setelah pengobatan. Perubahan fungsional yang dihubungkan dengan gejala khas
pada asma ; batuk, sesak dan wheezing dan disertai hipereaktivitas saluran
respiratorik terhadap berbagai rangsangan. Batuk sangat mungkin disebabkan oleh
stimulasi saraf sensoris pada saluran respiratorik oleh mediator inflamasi dan

8
terutama pada anak, batuk berulang bisa jadi merupakan satu-satunya gejala asma
yang ditemukan.7
Secara umum, faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor
penjamu (host) dan faktor lingkungan. Faktor penjamu disini termasuk
predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu
genetic asma, alergik (atopi), hiperaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras. Pada
banyak kasus terutama pada anak dan dewasa muda, asma dihubungkan dengan
manifestasi atopi melalui mekanisme IgE-dependent. Pada populasi diperkirakan
faktor atopi memberikan kontribusi pada 40 % penderita asma anak dan dewasa.
Sedangkan faktor lingkungan diantaranya, allergen didalam ruangan (tungau,
debu rumah, kucing) allergen di luar rumah (tepung sari), makanan (bahan
penyedap, pengawet, pewarna makanan), ekspresi emosi berlebih, asap rokok,
polusi udara di luar dan di dalam rumah, exercise induced asthma, perubahan
cuaca.6,8
Hal ini sesuai dengan yang terjadi pada kasus ini, seorang anak laki-laki usia
4 tahun 10 bulan yang datang dengan keluhan sesak napas sejak beberapa jam
SMRS dan terdiagnosis asma sebab pasien memiliki faktor risiko baik yang
berasal dari penjamu (host) dalam hal ini ibu pasien juga memiliki riwayat asma
dan faktor lingkungan yaitu exercise induced asthma di mana serangan asma pada
pasien terjadi setelah pasien bermain hingga kelelahan.
Penegakkan diagnosis asma pada anak mengikuti alur klasik diagnosis medis
yaitu melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.1

9
Gambar 1. Alur Diagnosis Asma pada Anak1

Anamnesis memegang peranan sangat penting mengingat diagnosis asma


pada anak sebagian besar ditegakkan secara klinis. Keluhan wheezing dan atau
batuk berulang merupakan manifestasi klinis yang diterima luas sebagai titik awal
diagnosis asma. Gejala respiratori asma berupa kombinasi dari batuk, wheezing,
sesak napas, rasa dada tertekan, dan produksi sputum. Chronic recurrent cough
(batuk kronik berulang, BKB) dapat menjadi petunjuk awal untuk membantu
diagnosis asma. Karakteristik yang mengarah ke asma adalah : 1,4
1. Gejala timbul secara episodik atau berulang
2. Variabilitas, intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu, bahkan
dalam 24 jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam hari
(nocturnal)

10
3. Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau
dengan pemberian obat pereda asma.
4. Timbul bila ada faktor pencetus
 Iritan : asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk,
suhu dingin, udara kering, makanan minuman dingin,
penyedap rasa, pengawet makanan, pewarna makanan.
 Allergen : debu, tungau debu rumah, rontokan hewan, serbuk
sari
 Infeksi respiratori akut karena virus
 Aktivitas fisik : berlarian, berteriak, menangis, atau tertawa
berlebihan.
5. Adanya riwayat alergi pada pasien atau keluarganya.

Pada kasus, seorang anak laki-laki usia 4 tahun 10 bulan, datang dengan
keluhan sesak napas sejak beberapa jam SMRS dengan adanya bunyi nyaring saat
bernapas (mengi) disertai keluhan batuk dan pilek. Keluhan dirasakan semakin
memberat. Keluhan terjadi setelah pasien bermain hingga kelelahan. Di rumah
tidak ada yang merokok namun, ibu pasien juga memiliki riwayat asma. Pasien
sudah terdiagnosis asma sejak usia 2 tahun. Pasien sudah datang sebelumnya ke
IGD dengan keluhan yang sama, telah diberi uap sebanyak 2x, membaik dan
diijinkan pulang. Menurut ibunya, keluhan saat ini lebih berat dibanding
sebelumnya. Berdasarkan anamnesis, pasien didiagnosis asma sebab keluhan yang
dialami pasien tersebut sesuai dengan gejala respiratorik yang terjadi pada asma
berupa kombinasi batuk berulang, sesak napas dan wheezing (mengi). Hal tersebut
juga sesuai dengan karakteristik asma dimana gejala timbul berulang dengan
intensitas yang bervariasi dari waktu ke waktu bahkan dalam 24 jam dan membaik
dengan pemberian obat pereda asma. Asma pada pasien terjadi karena faktor
pencetus berupa faktor aktivitas fisik dan faktor genetik.

Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat


normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah
mengi pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal

11
walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan
napas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan
hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi penderita
bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran
napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda klinis
berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi. Pada serangan ringan, mengi hanya
terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Walaupun demikian mengi dapat tidak
terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat, tetapi biasanya disertai
gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan
penggunaan otot bantu napas. Selain itu, perlu dicari gejala alergi lain pada pasien
seperti dermatitis atopi atau rhinitis alergi, dan dapat pula dijumpai tanda alergi
seperti allergic shiners atau geographic tongue. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan yaitu uji fungsi paru dengan spirometri, pada fasilitas terbatas
dapat dilakukan pemeriksaan dengan peak flow meter. Uji cukit kulit (skin prick
test), eosinofil total darah, pemeriksaan IgE spesifik. Pada fasyankes primer dan
UGD RS dapat dilakukan pemeriksaan saturasi oksigen dengan pulse oxymetri. Di
UGD RS dapat juga dilakukan pemeriksaan analisis gas darah dan rontgen toraks.
1,4,6

Pemeriksaan fisik yang ditemui dalam kasus ini yang semakin mengarahkan
diagnosis asma adalah pada inspeksi, akibat sesak yang terjadi pasien terlihat
susah berbicara hanya dapat mengucapkan satu – satu kata saja. Pasien duduk
dalam posisi harus menopang badannya dengan kedua tangan. Pemeriksaan
lainnya didapatkan frekuensi napas dan nadi yang meningkat, serta adanya
wheezing pada auskultasi paru dengan saturasi oksigen 93% pada pemeriksaan
dengan pulse oxymetri. Pemeriksaan penunjang lain seperti rontgen toraks
maupun spirometri tidak dilakukan pada pasien.
Asma merupakan penyakit yang sangat heterogen dengan variasi yang sangat
luas. Atas dasar itu, ada berbagai cara mengelompokkan asma. 1
1. Berdasarkan kekerapan timbulnya gejala
 Asma intermiten : episode gejala asma < 6x/tahun atau jarak antar
gejala ≥ 6 minggu

12
 Asma persisten ringan : episode gejala asma > 1x/bulan,
<1x/minggu
 Asma persisten sedang : episode gejala asma > 1x/minggu, namun
tidak setiap hari
 Asma persisten berat : episode gejala asma terjadi hampir setiap
hari.
2. Berdasarkan derajat beratnya serangan
 Asma serangan ringan-sedang
 Asma serangan berat
 Serangan asma dengan ancaman henti napas

Tabel 1. Derajat Keparahan Serangan Asma1

3. Berdasarkan derajat kendali


 Asma terkendali penuh : tanpa obat pengendali (pada asma
intermiten) atau dengan obat pengendali
 Asma terkendali sebagian
 Asma tidak terkendali

13
Tabel 2. Derajat Kendali Penyakit Asma1

Berdasarkan hal tersebut, penulisan diagnosis pasien asma, dilihat dari


kekerapan gejala, keadaan saat ini (tanpa gejala, gejala, serangan ringan sedang,
serangan sedang, atau ancaman gagal nafas) dan derajat kendali (tidak terkendali,
terkendali sebagian, terkendali penuh dengan obat pengendali, atau terkendali
penuh tanpa obat pengendali). 1
Pada kasus di IGD pasien didiagnosis asma bronkial. Jika menurut panduan
maka diagnosis pasien menjadi asma intermiten serangan kini berat terkendali
penuh tanpa obat pengendali. Dikatakan intermitten karena serangan asma pada
pasien terjadi 3 – 4 kali dalam satu tahun terakhir dan pasien pernah dirawat inap
akibat serangan asma sebanyak 1x dalam 1 tahun terakhir. Asma serangan kali ini
berat sebab pasien hanya dapat mengucapkan satu – satu kata saja, pasien duduk
dalam posisi harus menopang badannya dengan kedua tangan, dan ditemukan
frekuensi napas dan nadi yang meningkat dengan saturasi oksigen 93% dengan
pulse oxymetri. Asma yang terjadi pada pasien terkendali penuh tanpa obat
pengendali karena dalam 6 – 8 minggu terakhir, serangan asma pada siang hari
hanya terjadi 1x saja, tidak terdapat gejala pada malam hari, tidak ada

14
keterbatasan aktivitas dan pasien mengonsumsi obat pereda bila terjadi serangan
saja (1x dalam seminggu terakhir). Pasien tidak mengonsumsi obat rutin.
Tujuan tata laksana jangka panjang asma anak secara umum adalah mencapai
kendali asma dan mengurangi risiko serangan, penyempitan saluran respiratori
yang menetap dan efek samping pengobatan, sehingga menjamin tercapainya
potensi tumbuh kembang anak secara optimal. Tata laksana jangka panjang pada
asma anak dibagi menjadi tata laksana nonmedikamentosa dan tata laksana
medikamentosa. Komunikasi, informasi dan edukais (KIE) merupakan unsur yang
sangat penting tetapi sering dilupakan dalam tatalaksana asma. Tujuan program
KIE adalah memberi informasi dan pelatihan yang sesuai terhadap pasien dan
keluarganya untuk meningkatkan pengetahuan atau pemahaman, keterampilan,
dan kepercayaan diri dalam mengenali gejala serangan asma, mengambil langkah-
langkah yang sesuai, serta memotivasi dalam menghindari faktor-faktor
pencetus.1,6
Pada prinsipnya penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi:
penatalaksanaan asma akut/saat serangan dan penatalaksanaan asma jangka
panjang. Obat asma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu obat pereda
(reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda disebut juga sebagai obat
pelega atau obat serangan, digunakan untuk meredakan serangan atau gejela asma
bila sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan gejala tidak ada lagi, maka
pemakaian obat ini dihentikan. Obat pengendali digunakan untuk mencegah
serangan asma, mengatasi masalah dasar asma yaitu inflamasi respiratori kronik,
sehingga tidak timbul serangan atau gejala asma. Obat pengendali asma terdiri
dari steroid inhalasi, antileukotrien, kombinasi steroid-agonis β2 kerja panjang,
teofilin lepas lambat, dan anti immunoglobulin E.1

15
16
Gambar 2. Alur Tatalaksana Serangan Asma pada Anak di Fasyankes dan Rumah
Sakit1

17
Pada kasus, di IGD pasien diberikan nebulisasi dengan salbutamol +
ipatropium bromida ½ ampul ditambah dengan NaCl 0,9% 2 cc. Setelah di nebu
dua kali, pasien masih tampak sesak, dan masih terdengar bunyi wheezing pada
auskultasi paru. Namun, pasien dipulangkan dengan memberikan KIE untuk
menghindari faktor pencetus asma, dan diberikan obat salbutamol 1 x 1/4 tablet
dan pulvis bapil 3x1. Sebelumnya di hari yang sama pasien juga datang ke IGD
dengan keluhan yang sama dan mendapat pengobatan yang sama.
Secara teori diketahui bahwa pada tata laksana asma serangan berat, pasien
harus dirawat di ruang rawat inap. Diberikan nebulisasi pertama kali dengan
agonis β2 (salbutmol) dengan penambahan ipatropium bromida. Oksigen 2 – 4 liter
per menit diberikan sejak awal termasuk pada Saat nebulisasi. Pasang jalur
parenteral pada pasien dan lakukan pemeriksaan rontgen toraks (dilakukan
untuk mendeteksi adanya komplikasi pneumotoraks dan/ atau
pneumomediastinum). Steroid sebaiknya diberikan secara parenteral. Apabila
pasien menunjukkan gejala dan tanda ancaman henti napas, pasien harus
langsung dirawat di ruang rawat intensif. 1,9
Setelah di ruang rawat inap pemberian oksigen tetap diteruskan, berikan
steroid IV secara bolus 0,5 - 1 mg/kgBB/hari tiap 6-8 jam, nebulisasi agonis β2
kerja pendek (salbutamol) kombinasi dengan ipratropium bromida dengan
oksigen dianjutkan setiap 1 -2 jam. Jika dalam 4 – 6 kali pemberian mulai
terjadi perbaikan klinis, jarak pemberian dapat diperlebar menjadi tiap 4 – 6
jam. Dapat diberikan aminofilin IV (dosis inisial 6-8 mg/kgBB dilarutkan dalam
dextrose atau NS sebanyak 20 mL. Diberikan selama 30 menit dengan infusion
pump atau mikroburet). Bila respon belum optimal dilanjutkan dengan
pemberian aminofilin dosis rumatan sebanyak 0,5 – 1 mg/kgBB/jam. Bila
pasien sebelumnya telah mendapat aminofilin (kurang dari 8 jam), dosis
diberikan separuhnya, baik dosis awal (3 – 4 mg/kgBB) maupun rumatan (0,25
– 0,5 mg/kgBB/jam).1,9
Bila telah terjadi perbaikan klinis, nebulisasi diteruskan setiap 6 jam
hingga mencapai 24 jam, dan steroid serta aminofilin diganti dengan pemberian
peroral. Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan

18
dibekali obat agonis β2 (hirupan atau oral) yang! diberikan setiap 46 jam selama
24 – 48 jam. Selain itu, steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik
rawat jalan dalam 35 hari untuk reevaluasi tatalaksana.1,9
Pada sebagian anak, gejala mengi pada infeksi saluran respiratori berkurang
pada usia prasekolah, sedangkan anak lain dapat mempunyai gejala asma yang
lebih presisten. Prediktor paling kuat untuk mengi berlanjut menjadi asma
persisten adalah atopi. Tingkat remisi rendah pada pasien dengan asma yang lebih
berat. Sekitar 60% anak dengan gejala mengi yang terjadi sebelum usia 6 tahun
tidak mengalami gejala tersebut lagi setelah usia 6 tahun. Disisi lain, sekitar 52-
72% anak yang didiagnosis menderita asma pada usia 6 tahun akan muncul gejala
asma lagi pada usia 22 tahun. Angka kematian akibat asma selama masa kanak-
kanak telah menurun. Angka mortalitas pada pasien dengan asma yang berusia 5-
34 tahun menurun hingga ≤ 0,1 per 100.000 populasi.10,11
Pada kasus, prognosis ad vitam pasien adalah dubia ad bonam, penyakit asma
pada pasien ini tidak menyebabkan kematian jika KIE menghindari pencetus
dapat dilakukan oleh pasien. Prognosis ad sanationam pasien adalah dubia at
malam, penyakit asma ini sangat bisa berulang. Prognosis ad fungsionam pasien
adalah dubia ad malam, asma intermiten dengan serangan berat, dapat menggangu
aktivitas pasien.

Salah satu tatalaksana non medikamentosa pada asma anak adalah KIE
penghindaran pencetus asma pada pasien dan keluarga. Dengan penghidaran
pencetus yang adekuat, kebanyakan asma dapat dikendalikan walau terkadang
tanpa obat asma. KIE yang dapat diberikan bergantung pada faktor risiko pencetus
asma pada masing – masing individu. Pada kasus, faktor pencetus asma yang
terjadi digolongkan ke dalam excercise-induced asthma (EIA) di mana serangan
asma pada pasien terjadi setelah pasien bermain hingga kelelahan. Cara
penghindaran yang dapat dilakukan adalah membatasi aktivitas fisik yang
dilakukan, mengalihkan atau memodifikasi jenis aktivitas ke arah yang bersifat
aerobik, dan menggunakan inhalasi β2-agonis lepas lambat atau sodium
kromoglikat sebelum beraktivitas. Pada pasien serangan asma yang terjadi
diperberat dengan adanya rhinitis atau infeksi virus pada pasien di mana dari

19
anamnesis diketahui pasien saat ini juga mengeluhkan batuk berdahak berwarna
putih sejak ± 2 hari sebelumnya disertai pilek. Pada pasien dapat disarankan juga
istirahat yang cukup, mengobati rhintis yang terjadi serta menghindari terjadinya
rhinitis kembali.1

IV. KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus asma pada anak laki-laki usia 4 tahun 10 bulan.
Diagnosis pasien yaitu asma intermiten serangan kini berat terkendali penuh tanpa
obat. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Saat ini pasien sudah menerima pengobatan nebulisasi
dengan salbutamol + ipatroium bromida 1/2 ampul + NaCl 0,9% 2 cc diberikan
sebanyak 2x, kemudian diberikan obat pulang salbutamol 1x 1/4 tab dan pulvis
bapil 3x1.. Pada pasien juga diberikan KIE untuk menghindari faktor pencetus
munculnya asma. Sebelumnya dihari yang sama pasien juga telah datang ke IGD
dan diberikan pengobatan yang sama. Berdasarkan teori, seharusnya pasien di
rawat di ruang rawat inap dan diberikan oksigen selain nebulisasi. Pasien juga
dapat diberikan steroid, aminofilin, pemasangan jalur parenteral dan pemeriksaan
rontgen toraks dengan dilakukan observasi jika dalam 24 jam pasien tetap stabil,
dapat dipulangkan dengan diberikan obat agonis β2 (salbutamol) inhalasi atau
peroral dan kontrol setelah 3- 4 hari untuk reevaluasi tatalaksana.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Nasional Asma Anak. Ed 2 th.


2016.
2. The Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma
management and prevention (2018 update). Diunduh dari:
www.ginaasthma.org.
3. Dondi A, Calamelli E, Piccinno V, Ricci G, Corsini I, Biagi C, Lanari M.
Acute asthma in pediatric emergency department: infections are the main
triggers of exacerbations. BioMed Research International. 2017:1-7.
4. The Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma
management and prevention (2016 update). Diunduh dari:
www.ginaasthma.org.
5. Jones B, Fleming G, Otillio J, Asokan I, Arnold D. Pediatric acute asthma
exacerbations: evaluation and management from emergency department to
intensive care unit. J Asthma. 2016;53(6):607-617.
6. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI. 2009
7. Bachier LB, dkk. Diagnosis and treatment of asthma in childhood : a
Practall consensus report. Jurnal Compilation Blackwell Munksgaard.2008.
Diunduh dari: www.eaaci.org.
8. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Asma di Indonesia. Diunduh dari:
http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.pdf.
9. Supriyanto B, Makmuri. Serangan Asma Akut dalam Buku Ajar
Respirologi Anak. Edisi Pertama. Cetakan Keempat. Jakarta:Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia,2015.120-133p.
10. Lasley M, Hetherington K. Alergi dalam Nelson Ilmu Kesehatan Anak
Esensial. Edisi Keenam. Singapura: Elsevier,2014. 339-350p.

21
11. Arakawa H, Hamasaki Y, Kohno Y, Ebisawa M, Kondo N, Nishima S, et
al. Japanese guidelines for childhood asthma 2017. Allergology
International. 2017;66:190-204.

22

Anda mungkin juga menyukai