Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

Demam Berdarah Dengue

Pembimbing :
dr. Siti Rahayu Andini

disusun oleh :
dr. Dwi Citra Agustia

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER


INDONESIA RUMAH SAKIT ISLAM
YATOFA LOBOK TENGAH NUSA
TENGGARA BARAT

NOVEMBER 2021-OKTOBER
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha
Kuasa, atas Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ”Demam
Tifoid”.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. Sukardi Sp.A selaku pembimbing dalam penyusunan laporan
kasus ini. Tujuan dari pembuatan laporan ini selain untuk menambah wawasan
bagi penulis dan pembacanya, juga ditujukan untuk memenuhi tugas dalam
menjalankan program dokter internsip periode III tahun 2020 di RS RISA Sentra
Medika.
Penulis sangat berharap bahwa lapsus ini dapat menambah wawasan
mengenai batu saluran kemih serta penatalaksanaannya. Dan diharapkan, bagi
para pembacanya dapat meningkatkan kewaspadaan mengenai keadaan kesehatan
yang berhubungan dengan kedua hal tersebut.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan
tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu penulis sangat berharap adanya
masukan, kritik maupun saran yang membangun.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga
tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.

Mataram, 30 September 2020

dr. Jihan Anandya Alyka Fitri


BAB I
PENDAHULUAN

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue


(DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (DEN). Virus ini
terdiri dari 4 serotipe yakni DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Virus ini
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.1
DHF menyerang baik orang dewasa maupun anak-anak, tetapi lebih
banyak menimbulkan korban pada anak-anak di bawah 15 tahun. DHF yang
disertai dengan perdarahan dapat menimbulkan renjatan (syok) yang dapat
menyebabkan kematian. 2
DHF merupakan masalah kesehatan di Indonesia, hal ini tampak dari
kenyataan bahwa seluruh wilayah Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit
penyakit demam berdarah dengue, sebab baik virus penyebab maupun nyamuk
penularnya sudah tersebar luas di perumahan penduduk maupun fasilitas umum di
seluruh Indonesia. Sejak Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DHF di
seluruh provinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian
sebanyak 389 orang, sedangkan diprovinsi Kalimantan Selatan selama periode
Januari-April 2006 tercatat 51 orang warga menderita demam berdarah dengue
dan dua orang balita meninggal dunia. 3,4
BAB II
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas pasien


Nama : An. IWBA
Usia : 10 tahun
Alamat : Cakranegara
Agama : Hindu
Jenis Kelamin :Laki-laki
MRS : 25 september 2020

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama: Demam

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD diantar keluarga dengan keluhan demam. Demam
dirasakan sejak ± 5hari yang lalu. Demam dikatakan muncul mendadak, dan
terjadi terus menerus, namun demam lebih tinggi pada malam hari. Demam
dikatakan sempat turun, ± 2 hari yang lalu, namun kembali meningkat ± 9 jam
sebelum MRS. Demam tidak disertai dengan menggigil. Dua hari setelah
demam, pasien sempat dibawa ke dokter di sekitar rumah, diberikan tiga
macam obat, dan demam sedikit membaik. Setelah obat habis, ± 3 hari minum
obat, demam kembali meningkat, dan pasien kembali berobat ke dokter.
Riwayat berobat ke dokter 3 kali dimulai sejak 2 hari setelah demam. Ibu
pasien mengatakan saat demam hari kedua, pasien sempat diberi jamu yang
dibuat oleh ibu pasien, namun demam tidak membaik.
Riwayat nyeri kepala dirasakan sejak demam muncul. Nyeri kepala
muncul terus menerus, membaik bila pasien tidur dan memberat bila pasien
beraktivitas. Ibu pasien mengatakan nafsu makan anaknya berkurang namun
minum baik, dan hanya bisa makan bubur. Riwayat mimisan dan muncul
bintik-bintik merah sejak 1 hari yang lalu SMRS muncul secara tiba tiba
ketika pasien bangun tidur. Riwayat mual dan muntah (+), muntah jam 03.00
pagi tadi, dengan muntahan berupa air dengan sedikit makanan yang dimakan,
berwarna kuning, sebanyak ¼ gelas. Sejak muncul demam sampai sebelum
MRS pasien terhitung sudah 3 kali muntah. Pasien dikatakan belum BAB
sejak ± 7 hari yang lalu, BAK dalam batas normal. Riwayat pingsan (-),
riwayat kejang (-).

Riwayat Penyakit Dahulu


Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini. Riwayat
asma (-), penyakit sistemik (-).

Riwayat Penyakit Keluarga


Dalam keluarga, tidak ada yang menderita keluhan seperti yang dialami
pasien saat ini. Di lingkungan tempat tinggal pasien tidak ada yang
mengalami keluhan seperti yang dialami pasien. Ibu pasien riwayat menderita
Asma. Penyakit sistemik lainnya disangkal.

Riwayat Alergi
Pasien menyangkal adanya alergi makanan, obat-obatan, dan suhu.

Riwayat Sosial
Pasien merupakan kedua dari dua bersaudara .Pasien merupakan siswa
SD

Riwayat Operasi dan Transfusi


Pasien tidak pernah melakukan operasi atau tranfusi

Riwayat Pengobatan
Pasien sebelumnya pernah berobat ke dokter, mendapat 3 macam obat,
sanmol syrup, curcuma plus, dan obat dalam bentuk kapsul.
Riwayat Persalinan
Pasien lahir normal di Bidan, dengan BBL 3300 gr, PB: ibu lupa, LK/LD
ibu lupa, bayi langsung menangis.

Riwayat Nutrisi
Usia 0-6 bulan : ASI eksklusif
Usia 6-8 bulan : ASI
Usia 8-10 bulan : ASI + bubur sun + milna
Usia 10-13 bulan : ASI + nasi tim
Usia 13- 24 bulan : bubur nasi + makanan dewasa
Usia 24 bulan sampai sekarang : makanan dewasa

Riwayat Imunisasi
DPT (+) jumlah: 4 kali
BCG (+) jumlah: 1 kali
Campak (+) jumlah: 2 kali
Hepatitis B (+) jumlah: 4 kali
Polio (+) jumlah: 4 kali
JE (+) jumlah : 2 kali
MR (+) jumlah: 1 kali
Hib (+) jumlah: 4 kali

Riwayat Tumbuh Kembang


RIWAYAT PERTUMBUHAN:
 BB lahir : 3300 gr
 BB sekarang : 31 kg
 PB lahir : lupa
 TB sekarang : 125 cm

Riwayat perkembangan:
pertumbuhan, perkembangan psikomotor, dan bahasa, sesuai anak
seusianya, mental/intelegensia, dan emosi sesuai anak seusianya.

3.3 Pemeriksaan fisik


Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran E4V5M6
Tekanan darah 90/60 mmHg (rumple leed (+), 11)
Nadi 100x/menit, lemah, reguler
Suhu 39,3 ºc
Respirasi 22x/menit, pergerakan dada simetris
Spo2 96%

Status generalis
 Kepala : Normochepali
 Mata : Anemis (-/-), ikterus (-/-), reflek pupil (+/+) isokor kiri
dan kanan, edema palpebra (-/-), mata cowong (-)
 THT : Rhinorea (-), perdarahan (-), pembesaran konka (-), otorea
(-), tonsil (T1/T1), Faring Hiperemis (-), lidah kotor (-)
 Leher : Pembesaran kelenjar getah beninh (-/-), deviasi trakea (-)
 Thorax
o Inspeksi : Dada tampak simetris
o Palpasi : Nyeri tekan (-/-), vocal fremitus (+/+) sama kanan
dan kiri
o Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
o Auskultasi : Vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing (-/-)
 Cor
o Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 mid clavicula sinistra
o Perkusi : atas : ICS 2 sternalis line sinistra
kiri : ICS 5 mid claviculasinistra
kanan : ICS 5 mid claviculadekstra
o Auskultasi : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)
 Abdomen
Inspeksi : distensi (-), massa (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani diseluruh lapang abdomen, asites (-)
Palpasi : nyeri tekan (+) kuadran kiri dan kanan bawah, hepar dan
lien tidak teraba, turgor kulit (+) baik
 Ekstremitas : akral hangat dan edema (-), sianosis (-)
 Kulit : kulit kering (-), sianosis (-), turgor kulit baik, petekie (+)

Pemeriksaan Rumple Lead


Ditemukan 11 ptekie dalam lingkaran dengan diameter 3 cm di bagian
volar lengan bawah dekat sfossa cubiti.

3.4 Resume
Pasien laki – laki usia 10 tahun datang dengan keluhan demam, sejak 5
hari yang lalu. Demam muncul mendadak, bersifat terus menerus sepanjang
hari, namun memberat pada malam hari. Demam tidak disertai menggigil.
Demam turun 2 hari yang lalu, kembali meningkat ±9 jam SMRS. Riwayat
mimisan dan muncul bintik-bintik merah pada kulit seluruh tubuh sejak 1 hari
yang lalu. Riwayat nyeri kepala sejak demam (+). Mual muntah (+), nafsu
makan berkurang, minum baik. BAB belum sejak 5 hari yang lalu, BAK
dalam batas normal.
Pada pemeriksaan didapatkan keadaan umum tampak lemah, kesadaran
E4V5M6, nadi:100x/menit, lemah, reguler, rumple leed (+), suhu: 39,3 ºC,
respirasi 22 x/menit, pergerakan dada simetris, ronchi (-/-), tanda dehidrasi
seperti mata cowong (-), tidak mau minum atau malas minum (-), turgor kulit
kembali lambat (-), lidah kotor (-), nyeri perut (+), petekie (+). Status gizi
yaitu gizi baik, status neurologis dalam batas normal.
3.4 Diagnosis Banding
Dengue Haemorrhage Fever
Demam thypoid
Idiopatic Trombositopenia Purpura

3.5 Pemeriksaan Penunjang


 Laboratorium DL
HB : 11,2 g/dL
RBC : 4,58 x 10^6/uL
HCT : 38,3%
WBC : 3,92x 10^3/uL
PLT : 63 x 10^3/uL
 GOT : 66 u/l
 GPT : 49 u/l

Pemeriksaan (imunoserologi) Normal

Salmonella Thypi O Negatif Negatif

Salmonella Thypi H Negatif Negatif

Salmonella Parathypi AO Negatif Negatif

Salmonella Parathypi AH Negatif Negatif

IgG anti dengue Positif

IgM anti dengue Negative

3.6 Diagnosis Kerja


Dengue Haemorrhage Fever Grade II

3.7 Planning
Maklum dr. Sukardi Sp.A
MRS
 Terapi :
IVFD RL 20 tpm
Inj ranitidine 2x1 amp IV
Inf ceftriaxone 1 g/12jam IV
Inf sanmol 500 mg/8jam k/p bila demam
 Planning
Cek DL, widal, faal hati, antidengue IgG igM
Monitoring
Tanda vital
Diuresis setiap jam

Prognosis
 Ad vitam : bonam
 Ad functionam : bonam
 Ad sanationam : bonam

FOLLOW UP
 24/9/2020
S Demam (+),pilek (-), nyeri uluhati (+) makan dan minum (+) sakit
kepala (+), mimisan (-), BAB (+), BAK (+)
O Status Present :
TD: 90/60 mmhg
S : 380 C
N : 90x/menit
RR : 28x/menit
Mata: anemis -/- , ikt -/-
Thorax :
cor: S1S2 tunggal murmur (+)
pulmo: ves +/+ rh -/- wh-/-
Abdomen: distensi (-) BU (+) normal 8x/m
Ekstremitas : hangat (+) edema (-)
Hasil laboratorium darah lengkap :
WBC : 4.5
RBC : 4.99
HGB : 13.5
HCT : 37.2
MCV : 74.5
MCH : 27.1
MCHC : 36.3
PLT : 62
A DHF grade II
P IVFD RL 20 tpm
Inj ranitidine 2x1 amp IV
Inf ceftriaxone 1 g/12jam IV
Inf sanmol 500 mg/8jam k/p bila demam
- Planning cek DL @ hari, Obs keluhan, TTV, tanda syok

 25/9/2020
S Demam (-), pilek (-), nyeri uluhati (-) makan dan minum (+) sakit
kepala (+), mimisan (-), BAB (+), BAK (+)
O Status Present :
TD: 100/70 mmHg
S : 360 C
N : 90x/menit
RR : 28x/menit
Mata: anemis -/- , ikt -/-
Thorax :
cor: S1S2 tunggal murmur (-)
pulmo: ves +/+ rh -/- wh-/-
Abdomen: distensi (-) BU (+) normal 8x/m
Ekstremitas : hangat (+) edema (-)
Hasil laboratorium darah lengkap :
WBC : 9.53
RBC : 4.49
HGB : 12.5
HCT : 34.7
MCV : 77.3
MCH : 27.8
MCHC : 36.0
PLT : 156
A DHF grade II
P IVFD RL 20 tpm
Inj ranitidine 2x1 amp IV
Inf ceftriaxone 1 g/12jam IV
Inf sanmol 500 mg/8jam k/p bila demam

 26/9/2020
S Demam (-), pilek (-), nyeri uluhati (-) makan dan minum (+) sakit
kepala (+), mimisan (-), BAB (+), BAK (+)
O Status Present :
TD: 100/70 mmhg
S : 36,60 C
N : 94x/menit
RR : 28x/menit
Mata: anemis -/- , ikt -/-
Thorax :
cor: S1S2 tunggal murmur (-)
pulmo: ves +/+ rh -/- wh-/-
Abdomen: distensi (-) BU (+) normal 8x/m
Ekstremitas : hangat (+) edema (-)
A DHF grade II
P IVFD RL 20 tpm
Inj ranitidine 2x1 amp IV
Inf ceftriaxone 1 g/12jam IV
- Inf sanmol 500 mg/8jam k/p bila demam
- BPL
- Imunos 1 x 1 PO
- Paracetamol 4 x 500 mg (PO) bila demam
- Ranitidim 3x 1 cth PO
Kontrol poli anak bila keluhan muncul kembali

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
DHF adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue tipe
I-IV dengan manifestasi klinis demam 2 – 7 hari disertai gejala perdarahan disertai
pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombo-sitopenia (trombosit kurang dari
100.000) dan peningkatan hematokrit 20% atau lebih, dari harga normal. Pada
keadaan yang lebih parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan penderita
jatuh dalam keadaan syok akibat kebocoran plasma. Keadaan ini disebut Dengue
Shock Syndrome (DSS).4

Bagan 1. Dengue virus infection.14

2.2 Etiologi
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (DEN). Virus ini terdiri atas 4
serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Virus ini ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda,
tergantung dari serotipe virus Dengue. 5
Virus Dengue merupakan virus RNA untai tunggal. Struktur antigen ke-4
serotipe ini sangat mirip satu dengan yang lain, namun antibodi terhadap masing-
masing serotipe tidak dapat saling memberikan perlindungan silang. Variasi
genetik yang berbeda pada ke-4 serotipe ini tidak hanya menyangkut antar
serotipe, tetapi juga didalam serotipe itu sendiri, tergantung waktu dan daerah
penyebarannya. Pada masing-masing segmen codon, variasi diantara serotipe
dapat mencapai 2,6 – 11,0 % pada tingkat nukleotida dan 1,3 – 7,7 % untuk
tingkat protein. Perbedaan urutan nukleotida ini ternyata menyebabkan variasi
dalam sifat biologis dan antigenitasnya. 5
Virus Dengue yang genomnya mempunyai berat molekul 11 Kb tersusun
dari protein struktural dan non-struktural. Protein struktural yang terdiri dari
protein envelope (E), protein pre-membran (prM) dan protein core (C) merupakan
25% dari total protein, sedangkan protein non-struktural merupakan bagian yang
terbesar (75%) terdiri dari NS-1 – NS-5. Dalam merangsang pembentukan
antibodi diantara protein struktural, urutan imunogenitas tertinggi adalah protein
E, kemudian diikuti protein prM dan C. Sedangkan pada protein non-struktural
yang paling berperan adalah protein NS-1. 6
Nyamuk mendapatkan virus ini pada saat melakukan gigitan pada manusia
(makhluk vertebrata) yang pada saat itu sedang mengandung virus dengue
didalam darahnya (viraemia). Virus yang sampai kedalam lambung nyamuk akan
mengalami replikasi (memecah diri/kembang biak), kemudian akan migrasi yang
akhirnya akan sampai di kelenjar ludah. Virus yang berada di lokasi ini setiap saat
siap untuk dimasukkan ke dalam kulit tubuh manusia melalui gigitan nyamuk. 7, 8
Virus memasuki tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang menembus
kulit. Setelah itu disusul oleh periode tenang selama kurang lebih 4 hari, dimana
virus melakukan replikasi secara cepat dalam tubuh manusia. Apabila jumlah
virus sudah cukup, maka virus akan memasuki sirkulasi darah (viraemia), dan
pada saat ini manusia yang terinfeksi akan mengalami gejala panas. Dengan
adanya virus dengue dalam tubuh manusia, maka tubuh akan memberi reaksi.
Bentuk reaksi tubuh terhadap virus ini antara manusia yang satu dengan manusia
yang lain dapat berbeda, dimana perbedaan reaksi ini akan memanifestasikan
perbedaan penampilan gejala klinis dan perjalanan penyakit. 7, 8

2.3 Epidemiologi
Sejak Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DHF di seluruh
propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak
389 orang (CFR=1,53%). Kasus tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta
(11.534 orang) sedangkan CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (3,96%)1. KLB
DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per
100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar
10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99
(tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003)1.
Tidak tertutup kemungkinan peningkatan jumlah kasus dan angka kematian yang
cepat disebabkan oleh virus dengue jenis baru karena dengue adalah virus RNA
(virus yang menggunakan RNA sebagai genomnya). Virus RNA bermutasi jauh
lebih cepat dibanding dengan virus DNA. 9

2.4 Mortalitas / Morbiditas


Morbiditas penyakit DHF menyebar di negara-negara Tropis dan
Subtropis. Disetiap negara penyakit DHF mempunyai manifestasi klinik yang
berbeda. Demam berdarah dengue termasuk self-limiting disease dengan angka
mortalitas yang sangat rendah. Dengan penanganan yang benar, angka mortalitas
DBD sebesar 5%, dan bila tidak dilakukan penangan maka angka mortalitas DHF
meningkat sampai dengan 50%. 10, 11

2.5 Patogenesis Dengue Hemorrhagic Fever


Menurut sejarah perkembangan patogenesis DHF kurun waktu hampir
seratus tahun ini dapat dibagi menjadi dua teori patogenesis, yaitu: pertama, virus
dengue mempunyai sifat tertentu, dan yang ke dua, pada manusia yang terinfeksi
mengalami suatu proses imunologi yang berakibat kebocoran plasma, perdarahan,
dan pelbagai manifestasi klinik. Dapat pula kemungkinan patogenesis campuran
dari kedua mekanisme tersebut. 13
Patogenesis DHF belum sepenuhnya dapat dipahami, namun terdapat dua
perubahan patofisiologis yang mencolok, yaitu : 12, 13
1) Meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya
plasma, hipovolemia, dan terjadinya syok. Pada DHF terdapat kejadian
unik yaitu terjadinya kebocoran plasma ke dalam rongga pleura dan
rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-48 jam).
2) Hemostasis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni,
dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan
Infeksi virus dengue

Demam,
anoreksia, hepatomegali trombositopenia
muntah Manifestasi
perdarahan
Permeabilitas vaskular naik
Dehidrasi

Kebocoran plasma:
hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi pleura, dan
asites.

hipovolemia

syok

Perdarahan anoksia
saluran cerna

meninggal

Bagan 2. Patogenesa infeksi virus dengue.


Patogenesis terjadinya renjatan berdasarkan the secondary heterologous
infection hypothesis dapat dilihat pada bagan 3. Hipotesis ini menyatakan bahwa
DHF dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi dengue pertama kali
mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Akibat
infeksi ke-2 oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang penderita dengan
kadar antibodi anti dengue yang rendah, respon antibodi anamnestik yang akan
terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi
limf osit imun dengan menghasilkan titer tinggi antibodi Ig G anti dengue. 15
Bagan 3. Patogenesis syok pada Dengue Hemorrhagic Fever.

2.6 Klasifkasi Klinis


Derajat penyakit DHF dalam 4 derajat, yaitu sebagai berikut:14
Derajat 1: demam diikuti gejala tidak khas. Satu-satunya tanda perdarahan adalah
tes torniquet positif atau mudah memar.
Derajat 2: gejala derajat 1 ditambah dengan perdarahan spontan. Perdarahan bisa
terjadi di kulit atau di tempat lain.
Derajat 3: terjadi kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi yang
cepat dan lemah , hipotensi, suhu tubuh yang rendah, kulit lembab dan penderita
gelisah.
Derajat 4: terjadi syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah
yang tidak dapat diperiksa.

2.7 Diagnosis.5, 13, 15


Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO
tahun 1997, terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini
dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis).
Kriteria Klinis
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus
selama 1-7 hari.
2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan :
 Petekia, ekimosis, purpura
 Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
 Hematemesis dan atau melena
 Hematuria
 Uji tourniquet positif
3. Pembesaran hati (hepatomegali).
4. Manifestasi syok / renjatan
Kriteria Laboratorium :
1. Trombositopenia (trombosit < 100.000/ml)
2. Hemokonsentrasi (kenaikan Hematokrit > 20%)
Ditemukannya dua atau tiga gejala klinis yang disertai dengan
trombositopenia dan peningkatan hematokrit dapat digunakan sebagai dasar untuk
menegakkan diagnosa demam berdarah dengue.

Gambar 1. Kurva suhu pada demam berdarah dengue


Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk menapis pasien
tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar
hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi
untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit
plasma biru
Ada 4 jenis pemeriksaan laboratorium yang digunakan yaitu :
 Uji serologi:deteksi antibodi IgG dan IgM, uji HI
 Isolasi virus
 Deteksi RNA/DNA dengan tehnik Polymerase Chain Reaction
(PCR).
 Deteksi antigen (pemeriksaan NS-I) Lebih Spesifisitas 100% dan
sensitivitas 92.3%
Pemeriksaan Dengue NSl Antigen adalah pemeriksaan baru
terhadap antigen non struktural-I dengue (NSl) yang dapat mendeteksi
infeksi virus dengue dengan lebih awal bahkan pada hari pertama onset
demam.
Pemeriksaan NS-I perlu dilakukan pada pasien yang megalami
gejala Demam/klinis lain < 3 hari, dikarenakanEarly detection sangatlah
penting untuk menentukan pengobatan (terapisupportif) yang tepat
(cegah Resistensi antibiotik), serta pemantauanpasien dengan segera.
Tanpa meninggalkan pemeriksaan Dengue serologi karena
pemeriksaaan NS1 bersifat komplementer (saling menunjang),
terkhususapabila didapatkan hasil Ns1 (-) dan gejala infeksi tetap
muncul.
Penggunaan Dengue IgG / IgM juga diperlukan bagi dokter
penganut paham "infeksi sekunder dapat menyebabkan infeksi yang
lebih berat dan memerlukan penanganan yang berbeda dengan infeksi
primer
Dengan adanya Spesifisitas 100% dan sensitivitas 92.3%.
Dengan demikian pomakaian pemeriksaan ini akan dapat meningkatkan
sensitivitas dan spesifisitas untuk diagnosis infeksi dengue
b. Pemeriksaan radiologis
Pada foto thorak didapati efusi pleura, terutama pada
hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat.
Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral
dekubitus kanan ( pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan ).

2.8 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari Demam berdarah dengue dan dengue shock
syndrome:
a) Pada awal perjalanan penyakit, diagnosa banding mencakup infeksi
bakteri, virus, atau infeksi parasit seperti dengue hemorrhagic fever,
campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya, leptospirosis, dam
malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi
dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.
b) Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya
(DC). Pada DC biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan
penularannya mirip dengan influenza. Bila dibandingkan dengan DBD,
DC memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam lebih
pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular,
injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji
tourniquet positif, petekie dan epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada
DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.2
c) Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa
penyakit infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis,
sejak semula pasien tampak sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan
tanda-tanda infeksi. Di samping itu jelas terdapat leukositosis disertai
dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada hitung jenis).
Pemeriksaan LED dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri
dengan virus. Pada meningitis meningokokus jelas terdapat gejala
rangsangan meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan
serebrospinalis.
d) Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD
derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah
kulit. Pada hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan
penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat menghilang (pada ITP bisa
tidak disertai demam), tidak dijumpai leukopeni, tidak dijumpai
hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran ke kanan pada hitung jenis.
Pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali
normal daripada ITP.
e) Perdarahan dapat juga terjadi pada leukimia atau anemia aplastik. Pada
leukimia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan pasien
sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan
memperjelas diagnosis leukimia. pada pemeriksaan darah ditemukan
pansitopenia (leukosit, hemoglobin dan trombosit menurun). Pada pasien
dengan perdarahan hebat, pemeriksaan foto toraks dan atau kadar protein
dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada DBD ditemukan efusi
pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda perembesan plasma.2

2.9 Penatalaksanaan
Pada dasarnya bersifat suportif yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma
sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan.
Pasien DF dapat berobat jalan sedangkan pasien DHF dirawat diruang perawatan
biasa, tetapi pada kasus DHF dengan komplikasi diperlukan perawatn intensif.
Fase kritis umumnya terjadi pada hari sakit ketiga.
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi,
anoreksia dan muntah. Pasien perlu diberi banyak minum, 50 ml/kgBB dalam 4-6
jam pertama berupa air teh dengan gula, sirup, susu, sari buah atau oralit. Setelah
keadaan dehidrasi dapat diatasi, beri cairan rumatan 80-100ml/kgBB dalam 24
jam berikutnya. Hiperpireksia diatasi dengan antipiretik dan bila perlu surface
cooling dengan kompres es. Parasetamol direkomendasikan untuk mengatasi
demam dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali.
Pemberian cairan intravena pada pasien DHF tanpa renjatan dilakukan bila
pasien terus-menerus muntah sehingga tidak mungkin diberi makanan peroral atau
didapatkan nilai hematokrit yang bertendensi terus meningkat (> 40 vol%).
Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan
elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% dalam 1/3 larutan NaCl 0,9%. Bila
terdapat asidosis, 1/4 dari jumlah larutan total dikeluarkan dan diganti dengan
larutan yang berisi 0,167 mol/liter natrium bikarbonat (3/4 bagian berisi larutan
NaCl 0.9% + glukosa ditambah 1/4 natrium bikarbonat).
Kriteria membaik dan tidak membaik :
Membaik :
1. Tidak gelisah
2. Nadi kuat
3. Tekanan darah stabil
4. Diuresis cukup
(1 cc/kgbb/jam)
5. Ht turun (2 kali pemeriksaan)
Tidak Membaik
1. Distress pernafasan
2. Frekuensi nadi meningkat
3. Hematokrit tetap tinggi/meningkat
4. Tekanan darah <20 mmHg
5. Diuresis kurang/tidak ada

Pasien dapat dipulangkan apabila :


1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan baik
3. Tampak perbaikan secara klinis
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit > 50.000/ul
7. Tidak dijumpai distres pernapasan

2.10 Komplikasi
a) Ensefalopati dengue
Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok,
cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok teratasi cairan
diganti dengan cairan yang tidak mengandung HCO3 -, dan jumlah cairan
harus segera dikurangi. Larutan laktar ringer dekstrosa segera ditukar
dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 3:1. untuk mengurangi
edema otak diberikan kortikosteroid, tetapi bila terdapat perdarahan
saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat
disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari,
kadar gula darah diusahakan >60 mg/dl, mencegah terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu
diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas
dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi
amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Pada DBD ensefalopati
mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, makaa untuk mencegah dapat
diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin 100mg/kgbb/hari +
kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari). Usahakan tidak memberikan obat-obat
yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi
beban detoksifikasi obat dalam hati.
b) Kelainan Ginjal
Kelainan ginjal akibat syok yang berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal
akut. Dalam keadaan syok harus yakin benar bahwa penggantian volume
intravascular telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis
belum mencukupi 2 ml/kgbb/jam, sedangkan cairan yang diberikan sudah
sesuai kebutuhan, maka selanjutnya furosemid 1 mg/kgbb dapat diberikan.
Pemantauan tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum, dan
kreatinin. Tetapi apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya
syok juga belum dapat dikoreksi dengan baik, maka pemasangan CVP
(central venous pressure) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian
cairan selanjutnya.
c) Edema paru
Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat
pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga
sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan
menyebabkan edema paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi.
Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskular,
apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat
penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit),
pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak
mata, dan ditunjang dengan gambaran edema paru pada foto rontgen dada.
Gambaran edema paru harus dibedakan dengan perdarahan paru. 1

2.11 Prognosis
Prognosis penderita demam berdarah dengue tergantung pada beberapa
faktor seperti: 20
1) Lama dan beratnya renjatan, waktu, metode, serta adekuat tidaknya
penangan.
2) Ada tidaknya rekuren syok yang terutama terjadi dalam 6 jam pertama
setelah pemberian cairan parenteral dimulai.
3) Adanya demam selama renjatan berlangsung, menunjukkan prognosa
yang lebih buruk.
4) Ada tidaknya tanda-tanda penurunan fungsi serebral, dimana
mengarahkan pemikiran kita pada terjadinya ensefalopati.

2.12 Pencegahan
Belum ada vaksin untuk mencegah penyakit demam berdarah dengue, dan
belum ada obat-obatan khusus untuk penyembuhannya. Dengan demikian
pengendalian Dengue Fever / Dengue Hemorrhagic Fever tergantung pada
pemberantasan nyamuk Aedes aegypty. 13
Untuk mencapai program pemberantasan vektor yang optimal, sangat
penting untuk memusatkan pembersihan pada sumber larva dan harus
bekerjasama dengan sektor non-kesehatan seperti organisasi non-pemerintahan,
organisasi swasta, dan kelompok masyarakat, untuk memastikan pemahaman dan
keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaannnya. 13
Atas dasar itu maka dalam pemberantasan penyakit demam berdarah
dengue ini yang paling penting adalah upaya membasmi jentik nyamuk
penularnya di tempat perindukannya dengan melakukan “3M”, yaitu: 13
1. Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur sekurang-
kurangnya seminggu sekali atau menaburkan bubuk abate ke dalmnya.
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
Mengubur / menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air
hujan seperti kaleng bekas, plastik, dan lainnya
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini diagnosis pasien adalah Dengue Haemorrhage Fever Grade
II. Untuk menegakkan diagnosis Dengue Haemorrhage Fever Grade II dilakukan
dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anak
didiagnosis DHF karena memenuhi kriteria diagnosis DHF dari WHO (minimal
dua gejala klinis ditambah satu gejala laboratorium). Kriteria diagnosis DHF dari
WHO yang terpenuhi dari kasus ini, yaitu:
Klinis :
1. Demam tinggi dan bersifat akut sejak 7 hari sebelum pasien dirawat di RS.
Demam disertai sakit kepala, sakit perut, mual, muntah, dan mialgia.
2. Dari anamnesa diketahui terjadi perdarahan berupa mimisan. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan petechiae pada volar lengan kiri.
3. Laboratorium : Trombositopenia (< 100.000/ul), nilai trombosit pada
pasien ini ketika datang dan di periksa ke Rumah Sakit adalah 63.000/ul.

Berdasarkan pembagian derajat DHF menurut WHO (1999), pasien dalam


kasus ini termasuk penderita DHF derajat II. Hal ini didasari oleh adanya
manifestasi klinis berupa terdapatnya gejala-gejala derajat II yaitu demam dengan
gejala umum yang tidak khas disertai petechiae pada volar lengan kiri serta
manifestasi perdarahan berupa perdarahan epistaksis.
Demam yang terjadi pada infeksi virus dengue timbulnya mendadak,
tinggi (dapat mencapai 39-40°celcius). Demam ini hanya berlangsung untuk 2-7
hari. Dikenal istilah pola demam biphasik, yaitu demam yang berlangsung selama
beberapa hari kemudian sempat turun mendadak menjadi normal, disertai dengan
berkeringat banyak dan keadaan tampak lemah. Kemudian suhu naik lagi dan baru
turun kembali saat fase penyembuhan (gambaran kurva panas seperti pelana kuda)
Pemeriksaan laboratorium yang penting pada kasus ini ialah
hemokonsentrasi dan trombositopeni. Dari hasil pemeriksaan darah rutin,
trombosit terus mengalami peningkatan sampai mencapai nilai normal pada hari
ke-2 perawatan. Hal ini menggambarkan kelainan hemostasis pada DHF berupa
agregasi trombosit mulai mengalami perbaikan.
Bukti adanya kebocoran plasma karena meningkatnya permeabilitas
vaskuler dapat diketahui dari adanya hemokonsentrasi. Hemokonsentrasi sendiri
dilihat dari meningginya nilai hematokrit (> 20 %). Perdarahan merupakan
manifestasi yang sering didapatkan pada infeksi dengue, perdarahan sangat
bervariasi dan muncul bervariasi pada tubuh. Demam dengue juga telah
dihubungkan dengan manifestasi perdarahan yang tidak lazim. Perdarahan pada
demam berdarah merupakan multifaktorial. Penurunan pada platelet dan
fibrinogen merupakan dua faktor yang paling berkaitan dengan kelainan
hemostatik perdarahan pada demam berdarah.. Perdarahan spontan telah
dihubungkan dengan jumlah trombosit < 20.000. Pada penelitian di india,
ditemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam manifestasi
perdarahan antara pasien dengan tromositopenia maupun non trombositopenia
Demam tifoid dijadikan sebagai diagnosa banding karena dari anamnesa
pasien diketahui mual, muntah, adanya nyeri perut, dan nafsu makan yang
menurun. Diagnosis banding tifoid dapat disingkirkan dengan melihat pola
demam yang bersifat mendadak pada tifoid demam > 7 hari dengan tipe
stepladder temperature. Uji serologi Widal dilakukan untuk memastikan
sekaligus menyingkirkan tifoid sebagai diagnosa pada kasus ini.
Ideopathic trombositopenia pupura dijadikan sebagai diagnosis banding
karena pada pemeriksaan fisik di temukan gambaran ptekie dan pada pemeriksaan
laboratorium di dapatkan trombositopenia. Ideopathic trombositopenia pupura
adalah penyakit kelainan autoimun yang berdampak kepada trombosit atau
platelet. Kelainan ini ditandai dengan penurunan trombosit< 100.000/uL. Sering
terjadi pada anak usia 4 – 6 tahun yang tampak sehat dengan gambaran
perdarahan kulit seperti hematom atau ptekie.
Pasien mendapatkan terapi sesuai standar pelayanan medis anak penderita
DHF grade II, yaitu dengan pemberian cairan parenteral berupa cairan 3
cc/KgBB/jam sebagai maintenance. Sebagai terapi suportif, anak dianjurkan untuk
minum banyak , tirah baring, dan pemberian antipiretik parasetamol jika suhu
badan meningkat. Pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit juga dilakukan minimal tiap
24 jam.
Penatalaksanaan DHF bersifat suportif simptomatik dengan tujuan
memperbaiki sirkulasi dan mengatasi syok. Penatalaksanaan pada pasien ini
adalah terapi cairan sesuai untuk DHF derajat II, tirah baring, diet lunak,
pemberian antipiretik dan pemberian antibiotik jika dikhawatirkan terjadi infeksi
sekunder
Dari hasil penemuan pada anamnesa, pemeriksaan fisik dan laboratorium
pada hari pertama pasien masuk rumah sakit dapat didiagnosa sebagai demam
dengue karena telah memenuhi kriteria WHO untuk demam dengue, yaitu demam,
pusing, tes tourniquet yang positif, dan leukopenia. Adanya peningkatan nilai
hematokrit pada pemeriksaan ini menunjukkan adanya hemokonsentrasi dan uji
torniquete (+) sebagai tanda manifestasi perdarahan, diagnosa pasien telah
berubah dari demam dengue menjadi demam berdarah dengue grade II.
Pasien dapat dipulangkan apabila memenuhi keadaan dimana tampak
perbaikan secara klinis, tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, tidak
dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis),
hematokrit stabil, jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/pl, tiga hari setelah
syok teratasi, dan nafsu makan membaik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Setiabudi D. Evalution of Clinical Pattern and Pathogenesis of Dengue


Haemorrhagic Fever. Dalam : Garna H, Nataprawira HMD, Alam A,
penyunting. Proceedings Book 13th National Congress of Child Health.
KONIKA XIII. Bandung, July 4-7, 2005. h. 329-
2. Hadinegoro SRS. Pitfalls & Pearls dalam Diagnosis dan Tata Laksana
Demam Berdarah Dengue. Dalam : Trihono PP, Syarif DR, Amir I,
Kurniati N, penyunting. Current Management of Pediatrics Problems.
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLVI.
Jakarta 5-6 September 2004.h. 63-
3. Halstead SB. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. Dalam :
Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Textbook of
Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia : WB Saunders.2004.h.1092-4
4. Soedarmo SSP. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. Jakarta : UI Press
1988
5. Halstead CB. Dengue hemorrhagic fever: two infections and antibody
dependent enhancement, a brief history and personal memoir . Rev
Cubana Med Trop 2002; 54(3):h.171-79
6. Soewondo ES. Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue Pengelolaan
pada Penderita Dewasa. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XIII.
Surabaya 12-13 September 1998.h.
7. Soegijanto S. Demam Berdarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di
Era 2003. Surabaya : Airlangga University Press 2004.h.1-9
8. World Health Organization Regional Office for South East Asia.
Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever :
Comprehensive Guidelines. New Delhi : WHO.1999
9. Sutaryo. Perkembangan Patogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam :
Hadinegoro SRS, Satari HI, penyunting. Demam Berdarah Dengue:
Naskah Lengkap Pelatihan bagi Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis
Penyakit Dalam dalam tatalaksana Kasus DBD. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.2004.h.32-43
10. Hadinegoro SRS. Imunopatogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam :
Akib Aap, Tumbelaka AR, Matondang CS, penyunting. Naskah Lengkap
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIV.
Pendekatan Imunologis Berbagai Penyakit Alergi dan Infeksi. Jakarta 30-
31 Juli 2001. h. 41-55
11. Hadinegoro SRS,Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam
Dengue/Demam Berdarah Dengue pada Anak. Naskah Lengkap Pelatihan
bagi Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam
tatalaksana Kasus DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2004.h. 80-135
12. Soedarmo SSP.Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H,
Hadinegoro SRS, penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi &
Penyakit Tropis. Edisi pertama. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2002.h.176-
208
13. Samsi TK. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue di RS Sumber
Waras. Cermin Dunia Kedokteran 2000; 126 : 5-13
14. Panbio. Dengue. Didapatkan dari : URL: http://www.panbio.com.au/
modules.php? name= ontent&pa=showpage&pid=33. Diunduh pada
tanggal 27 Juni 2006.
15. Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta. Standar Penanggulan Penyakit
DBD. Edisi 1 Volume 2. Jakarta :Dinas Kesehatan 2002.

Anda mungkin juga menyukai