Pembimbing:
dr. Winres Sapto Priambodo, Sp.A,
Disusun oleh:
Hartanto
406211001
Laporan Kasus:
Observasi Vomitus dengan Dehidrasi Ringan Sedang dan Demam Tifoid
Disusun oleh:
Hartanto (406211001)
1
BAB 1
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap : An. T
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat,Tanggal Lahir : 24 April 2013
Umur : 8 tahun 9 bulan
Alamat : Semarang
Pendidikan : TK
Agama : Islam
Suku : Jawa
II. IDENTITAS ORANG TUA/WALI
Hubungan dengan pasien : Ibu
Nama Lengkap : Ny. V
Tempat, tanggal lahir :-
Umur : 46 tahun
Alamat : Semarang
Pekerjaan : PNS
Pendidikan Terakhir : S1
Agama : Islam
Suku : Jawa
2
III. ANAMNESIS
Dilakukan alloanamnesis dengan ibu pasien di Bangsal Seruni RS Bhayangkara
a. Keluhan Utama
Muntah lebih dari 5 kali SMRS
b. Keluhan Tambahan
Demam sejak 2 hari SMRS
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang anak perempuan dibawa ke IGD RS Bhayangkara dengan keluhan muntah
lebih dari 5 kali SMRS. Muntah Cuma berisi air dan liur. Tidak ada lender dan
darah pada muntahan. Volume tiap kali muntah sekitar 1/3 gelas aqua.
2 hari SMRS, ibu pasien mengatakan anaknya mulai demam. Demam dimulai dari
pagi hari dan memberat pada sore hari dan ibu mengatakan demam tersebut hilang
timbul. Ibu tidak mengukur panas anak karena tidak mempunyai alat pengukur
suhu. Keluhan menggigil disangkal. Riwayat perjalanan keluar kota disangkal.
Riwayat mimisan, gusi berdarah juga disangkal. Pasien juga ada mengeluh batuk
dan pilek. Pasien hanya batuk kering dan keluhan pilek disertai sekret bening dan
encer. Keluhan keringat dingin pada malam hari disangkal. Keluhan sesak
disangkal.
1 hari SMRS, pasien ada muntah sebanyak 4 kali. Isi muntahan berupa makanan
yang dimakan. Tidak ada darah dan lender pada muntahan. Karena anak masih
demam dan muntah ibu langsung membawa pasien ke klinik terdekat. Dokter di
klinik tersebut memberikan obat penurun panas dan antibiotik. Pada malam hari,
ibu mengatakan demam anaknya turun setelah makan obat tersebut.
5 jam SMRS, anak mulai muntah berulang dan masih demam. Kondisi pasien juga
tampak lemas karena tidak nafsu makan Nafsu makan pasien dikatakan mulai turun
namun pasien dikatakan masih mau minum dan kelihatan seperti haus. Anak juga
lebih suka tidur. Ibu langsung membawa anak ke IGD RS Bhayangkara karena
risau tentang kondisi anaknya. Riwayat alergi makanan, debu dan obat disangkal.
d. Riwayat Pengobatan
Pasien diberikan obat penurun panas dan antibiotik.
e. Riwayat Penyakit Dahulu
3
Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya. Pasien juga menyangkal pernah
masuk rumah sakit sebelum ini. Riwayat batuk lama dengan pengobatan selama 6
bulan disangkal.
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal serupa.
g. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat dan makanan.
h. Riwayat Imunisasi
Pasien sudah diimunisasi lengkap berdasarkan IDAI 2020
- BCG: 1 kali (lahir/bulan ke-1)
- Polio tetes: 4 kali (lahir/bulan ke-1, 2,3,4)
- DPT+Hepatitis B+Hib: 4 kali (bulan ke-2,3,4, 18)
- Polio suntik: 1 kali (bulan ke-4)
- Campak rubella: 1 kali (bulan ke-9)
- Rotavirus: 2 kali (bulan ke-2 dan ke-4)
- Influenza: 3 kali (bulan ke-6, tahun ke 2, 3)
- Hepatitis A: 1 kali (usia ke-1)
- Tifoid: 1 kali (usia 24 bulan)
- Varicella: 1 kali (usia 12 bulan)
i. Riwayat Nutrisi
Pasien diberikan ASI sampai usia 24 bulan dan pasien mengkonsumsi menu
keluarga sejak 24 bulan dengan frekuensi 3 kali sehari. Pasien makan dengan
frekuensi 3 kali sehari dengan menu keluarga variatif.
j. Riwayat Lingkungan dan Sosial
Tidak ada anggota keluarga maupun kondisi lingkungan sekitar yang mengalami
hal serupa.
k. Riwayat Perinatal
Pasien lahir dengan sesar dan cukup bulan. Berat badan saat lahir 2850 gram dan
panjang badan saat lahir 47 cm. Pada saat lahir pasien langsung menangis.
l. Riwayat Perkembangan
4
Pasien dapat menegakkan kepala usia ketika berusia 2 bulan, berbicara 1 kata pada
usia 10 – 11 bulan dan bisa berdiri tanpa berpegangan usia 12 bulan. Pasien sudah
dapat bercerita dan bermain aktif. Riwayat perkembangan sesuai dengan usia
pasien.
- TB : 135 cm
Interpretasi data antropometri menurut CDC:
BB/U: p75-90
TB/U: p50
Status gizi : 32.5/31x100%= 104% (normal)
PEMERIKSAAN SISTEM
Kepala
- Bentuk dan ukuran : Normocephaly, tidak tampak kelainan.
- Rambut & kulit kepala: warna hitam, distribusi merata, tidak ada lesi atau bekas operasi
- Mata : bentuk mata normal, simetris, kelopak mata normal, konjungtiva
anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
- Telinga : bentuk normal, liang telinga lapang, sekret (-), deformitas (-)
- Hidung : bentuk normal, septum deviasi (-), napas cuping hidung (-) sekret
(-/-)
5
- Bibir : Bentuk normal, kering (-), sianosis (-)
- Gigi-geligi : Normal, radang gusi (-)
- Mulut : Tidak tampak lesi, mukosa mulut tidak hiperemis.
- Lidah : Bentuk normal, lidah kotor (-)
- Tonsil : T1-T1, tidak hiperemis, kripta melebar (-)
- Faring : Normal
Leher
Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Thorax
a) Dinding thorax
Bentuk : Normal
Pembuluh darah : Tidak terlihat
Paru
a) Inspeksi : Gerakan dada simetris dalam keadaan statis maupun dinamis, retraksi
(-/-)
b) Palpasi : Tidak teraba benjolan, massa, dan tidak ada pelebaran sela iga.
Jantung
b) Palpasi : Iktus cordis teraba 1cm sebelah medial linea midclavicualris sinistra ICS
VI
d) Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
6
a) Inspeksi : datar, asites (-), lesi (-)
b) Palpasi : nyeri (-), hepatomegali (-), splenomegali (-), distensi (-), nyeri tekan
perut kanan bawah (-), ballotement (-)
c) Perkusi : timpani di seluruh lapang perut, nyeri ketuk CVA (-)
d) Auskultasi : bising usus (-), normoperistaltik
7
Limfosit 25 % 20-40
Monosit 6 % 3-14
Neutrofil 64 % 50-70
Eosinofil 2 % 0-2
Basofil 0.0 % 0-1
VII. RESUME
VIII. DIAGNOSIS
- Demam Typhoid
8
o Gejala klinis pada demam typhoid yaitu ditemukannya demam dengan gangguan
gastrointestinal seperti diare, mual, konstipasi, nyeri perut dan muntah. Dasar
pemeriksaan yang tidak mendukung, pada pemeriksaan laboraturium tidak
ditemukan leukopenia, trombositopeni dan uji serologis widal tidak dilakukan.
X. RENCANA DIAGNOSTIK
o Pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis leukosit
o Uji serologis widal
XI. TATALAKSANA
o Infus Kaen 3B 36 tpm
o Injeksi Ondansetron 3 x 2 mg (k/p)
o PO PCT 3 x 2 Cth
o PO Sucralfat 3 X 1 cth
o Monitor keadaan umum TTV
o Edukasi
Edukasi pasien untuk minum banyak cairan dan mendapatkan banyak
istirahat.
XII. PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad functionam : Ad bonam
Ad sanationam : Ad bonam
9
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
26-01-2022 Demam masih ada, KU : sedang Observasi Infus Kaen 3B 36
muntah 2x pada malam Kesadaran : Compos vomitus tpm
hari. Makan minum mentis Dehidrasi
Injeksi
berkurang. Belum BAB. Suhu : 36.8oC ringan sedang
Ondansetron 3 x 2
BAK lancar. Frekuensi nadi :
mg (k/p)
90x/menit
Frekuensi napas: PO PCT 3 x 2 Cth
22x/menit
SpO2: 98 % PO Sucralfat 3 X 1
cth
Hb : 10.8 g/dL
Ht : 33.8 %
Leukosit : 3.46 x
103/Ul
Trombosit : 200
10 /Ul
3
WIDAL :
- NEGATIF
10
tepi hiperemis 1x1g
PO PCT 3 x 2 Cth
PO Sucralfat 3 X 1
cth
WIDAL :
- S. Typhi O 1/40
- S. Typhi H 1/80
- S. Paratyphi A H
1/80
11
teratasi. Sudah BAB mentis Dehidrasi Injeksi
Suhu : 36.6 oC ringan Ondansetron 3 x 2
Frekuensi nadi : sedang mg (k/p)
86x/menit - Suspek
Injeksi Ceftriaxon
Frekuensi napas: Demam
1x1g
20x/menit Tifoid
PO PCT 3 x 2 Cth
Hb : 12.3 g/dL
Ht : 38.4 % PO Sucralfat 3 X 1
Leukosit : 2.51 x cth
103/Ul
PO OBH syr 3x2
Trombosit : 142
cth
103/Ul
PO PCT 3 x 2 Cth
PO Sucralfat 3 X 1
cth
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Vomitus
Muntah didefinisikan sebagai dikeluarkannya isi lambung melalui mulut secara ekspulsif
dengan bantuan kontraksi otot-otot perut. Usaha untuk mengeluarkan isi lambung akan
terlihat sebagai kontraksi otot perut. Penyebab muntah pada anak sangat bervariasi dan
tergantung dari usia. Beberapa keadaan dapat menjadi pencetus terjadinya muntah seperti
gangguan pada lambung atau usus (infeksi, iritasi makanan, trauma), gangguan pada telinga
bagian dalam (dizziness dan motion sicknes), kelainan pada susunan saraf pusat (trauma,
infeksi), atau akibat makan yang berlebihan.
Muntah pada anak biasanya merupakan suatu petanda adanya infeksi. Muntah pada seorang
anak yang mengalami infeksi biasanya disertai oleh gejala lainnya seperti demam, mual,
sakit perut, atau diare. Keadaan ini biasanya akan berhenti dalam waktu 6-48 jam. Apabila
muntah terus berlangsung perlu dipikirkan adanya suatu keadaan yang lebih serius. Anak
mempunyai risiko lebih besar untuk menjadi dehidrasi, terutama apabila disertai diare.
Infeksi virus merupakan penyebab terbanyak diantara patogen lainnya. Muntah yang disertai
13
demam lebih sering disebabkan oleh infeksi bakteri dibanding virus atau parasit. Adanya
penyakit peptikum perlu dipikirkan bila muntah terjadi segera setelah makan, sedangkan
muntah yang disebabkan oleh keracunan makanan biasanya terjadi 1-8 jam setelah makan.
Muntah akibat food borne disease seperti Salmonella memerlukan waktu yang lebih lama
untuk menimbulkan gejala klinis karena diperlukan waktu untuk inkubasi.
Satu hal penting yang juga harus dipahami pada seorang anak yang mengalami muntah
adalah menentukan adanya kelainan yang memerlukan tindakan bedah segera. Kelainan ini
umumnya digolongkan ke dalam kelompok penyakit perut akut. Ada beberapa petunjuk
yang dapat digunakan sebagai petanda kecurigaan terhadap kelainan tersebut, yaitu (1) nyeri
perut yang timbul mendahului muntah dan/atau berlangsung selama lebih dari 3 jam, (2)
muntah bercampur empedu, dan (3) distensi perut. Volvulus pada neonatus memperlihatkan
muntah berwarna hijau yang timbul pada hari-hari pertama kehidupan dan selanjutnya
diikuti tanda obstruksi saluran cerna letak tinggi dan peritonitis. Muntah ditemukan pada
90% anak dengan volvulus, sedangkan sakit perut pada 80% anak.
Muntah dapat pula disebabkan oleh kelainan di luar saluran cerna seperti infeksi saluran
napas atau saluran kemih. Beberapa obat dapat pula sebagai pencetus muntah pada anak
seperti histamin, fenitoin, (obat anti epilepsi), kemoterapi, aspirin, dan beberapa antibiotika.
Muntah setelah trauma kepala yang ringan ditemukan pada 15% anak dan sebagian besar
mempunyai riwayat sakit kepala berulang dan motion sickness. Oleh karena itu, muntah
pada trauma kepala ringan lebih dihubungkan dengan adanya faktor intrinsik individual.
Muntah akibat kelainan fungsional biasanya ditemukan pada anak berusia 2-7 tahun dengan
disertai keluhan migrain, motion sickness, dan gangguan saluran cerna fungsional lainnya
(sakit perut, gangguan defekasi). Saat keluhan, adanya gangguan tingkah perilaku seperti
anoreksia atau bulimia nervosa perlu dipikirkan adanya kelainan psikiatri. Secara garis besar
pendekatan diagnosis muntah pada anak dapat dirangkum sebagai berikut:
- tegakkan/singkirkan penyakit infeksi sebagai penyebab muntah (misalnya otitis
media, diare, infeksi intrakranial, infeksi saluran kemih atau napas, sepsis, atau
hepatitis)
- tegakkan/singkirkan kelainan organik saluran cerna (misalnya atresia esofagus, RGE,
stenosis pilorus, M. Hirschsprung, penyakit peptikum)
14
- cari kemungkinan adanya masalah dalam makanan (misalnya intoleransi laktosa,
alergi makanan, kebanyakan makan, teknik pemberian makan/minum yang salah)
- cari kemungkinan adanya pengaruh obat-obatan, kelainan psikologi, dan kelainan
metabolik.
Terapi utama muntah ditujukan untuk mencari dan mengatasi penyebabnya, sedangkan
terapi suportif diperlukan untuk mencegah keadaan yang lebih buruk dan mengatasi
komplikasi yang telah terjadi. Beberapa petunjuk di bawah ini dapat dipakai sebagai terapi
awal muntah pada anak, yaitu:
Apabila tidak ada obstruksi saluran cerna, muntah biasanya akan berhenti dalam
waktu 6 – 48 jam
Atasi dan cegah dehidrasi serta gangguan keseimbangan elekrolit.
Anak diistirahatkan (sebaiknya di tempat tidur) sampai merasa lebih enak atau tidak
ada muntah lagi selama 6 jam.
Hentikan obat-obatan yang diduga dapat mengiritasi lambung dan membuat muntah
bertambah (misalnya aspirin, asetosal, kortikosteroid, antibiotik golongan makrolid).
Hindarkan makanan padat pada 6 jam pertama dan berikan rasa nyaman pada anak
selama periode ini (misalnya dengan menurunkan suhu tubuh).
Berikan makanan yang mudah dicerna sehingga membantu proses penyembuhan
saluran cerna yang mengalami gangguan.
Berikan minuman manis seperti jus buah (kecuali jeruk dan anggur karena terlalu
asam), sirup, atau madu (untuk anak di atas 1 tahun) secara bertahap setiap 15-20
menit sebanyak 1-2 sendok teh. Cairan lain yang dapat pula diberikan antara lain
kaldu ayam, atau oralit.
Setelah 1 jam pertama dapat diberikan minuman dengan jumlah yang lebih banyak
(2-4 sendok teh setiap 15-20 menit) secara bertahap dan ditingkatkan 2 kali setiap 1
jam. Apabila terjadi muntah kembali, berikan minuman dalam jumlah lebih sedikit.
Pemberian minum ad libitum pada anak terutama bayi mempunyai risiko terjadi
muntah yang berulang.
Setelah 3 jam tidak mengalami muntah, dapat diberikan minuman melalui gelas
(anak) atau botol (bayi) dengan jumlah yang ditingkatkan secara bertahap pula.
15
Setelah 6 jam tidak mengalami muntah, bayi dapat diberikan buah pisang, sereal, dan
jus apel, sedangkan pada anak yang lebih besar dapat diberikan roti, krakers, madu,
sup ayam, kentang atau nasi. Jenis dan jumlah makanan juga diberikan secara
bertahap. Diet normal biasanya dapat diberikan setelah 24 jam.
Hindarkan aktivitas setelah makan.
Obat anti muntah diberikan bila memang benar-benar diperlukan. Pemberian obat-
obatan ini harus mempertimbangkan keuntungan dan kerugiannya. Obat diberikan
bila anak menolak minum setelah muntah atau muntah telah berlangsung lebih dari
24 jam.
Pemantauan lebih teliti perlu diberikan bila ditemukan keadaan sebagai berikut:
muntah tetap berlangsung selama 12 jam (untuk bayi) dan 24 jam (untuk anak),
muntah disertai diare, disertai gangguan neurologis, letargi, tanda dehidrasi dan sakit
perut, gangguan pernapasan, atau isi muntah berwarna kehijauan.
Berbagai jenis obat dilaporkan sebagai obat anti muntah seperti golongan antagonis
reseptor dopamin, antikolenergik, antihistamin, dan antagonis reseptor serotonin.
Pemilihan golongan obat tersebut bergantung dari patofisiologi muntah yang terjadi. Pada
motion sicknes terjadi gangguan sistem vestibular, maka golongan antikolinergik
(misalnya skopolamin) merupakan obat pilihan. Golongan antihistamin (hyoscine
hydrobromide, prometazin) yang bekerja pada ’pusat muntah’ juga dapat digunakan pada
keadaan tersebut. Golongan antagonis reseptor serotonin (ondansetron) yang bekerja pada
CTZ sangat efektif pada kasus yang mendapat kemoterapi dan radioterapi.
Gangguan pada saluran cerna seperti yang terjadi pada infeksi, golongan antagonis
reseptor dopamin yang bekerja pada pusat (CTZ) dan perifer (saluran cerna) merupakan
obat pilihan. Dari golongan tersebut, metoklopramid dan domperidon merupakan jenis
obat yang banyak digunakan sebagai antimuntah. Metoklopramid mempunyai efek
menghambat reseptor dopamin di CTZ, sehingga mengurangi nausea dan muntah.
Berbagai gejala seperti ansietas, tremor, distonia dan diskenesis pernah dilaporkan pada
pasien yang menggunakan obat ini.
16
Domperidon banyak digunakan sebagai obat anti muntah karena efeknya yang positif dan
efek sampingnya kecil (0.5%). Obat ini selain menghambat reseptor dopamin di CTZ,
juga pada reseptor dopamin perifer (saluran cerna). Efek positif yang diperlihatkan
setelah pemberian domperidon, antara lain meningkatkan tekanan SEB, meningkatkan
kontraktilitas lambung, memperbaiki koordinasi antroduodenum, dan mempercepat
pengosongan lambung. Domperidon mempunyai bioavailabilitas yang rendah karena
dimetabolisme secara cepat di dinding usus dan hati. Domperidon dapat ditoleransi lebih
baik dan mempunyai efek samping ekstrapiramidal yang lebih kecil dibanding
metoklopramid karena berkemampuan kecil menembus sawar darah otak. Dosis yang
dianjurkan pada anak adalah 0,2 -0,4 mg/kgBB/hari peroral.
2.2 Dehidrasi
Menurut WHO, dehidrasi adalah kondisi dimana hilangnya cairan tubuh secara
berlebihan. Penyebab paling umum dehidrasi pada anak-anak adalah muntah dan diare.
Berbagai tanda dan gejala dapat muncul tergantung pada derajat dehidrasi. Dehidrasi
dikategorikan menjadi ringan (3% sampai 5%), sedang (6% sampai 10%), dan berat
(lebih dari 10%). Derajat dehidrasi antara anak yang lebih besar dan bayi sedikit berbeda
karena bayi memiliki kandungan total cairan tubuh (TBW) 70% -80% dari berat badan
dan anak yang lebih besar memiliki total cairan tubuh (TBW) 60% dari berat badan.
Seorang bayi harus kehilangan lebih banyak berat badan daripada anak yang lebih besar
untuk mencapai tingkat dehidrasi yang sama.
17
Eyes Normal Sedikit cekung Cekung
Urine output Normal Menurun Oliguria
Tatalaksana
Prioritas dalam pengelolaan dehidrasi meliputi pengenalan dini gejala, identifikasi derajat
dehidrasi, stabilisasi, dan strategi rehidrasi.
Dehidrasi Ringan
American Academy of Pediatrics merekomendasikan rehidrasi oral untuk pasien dengan
dehidrasi ringan. Cairan dengan kandungan gula tinggi dapat memperburuk diare dan harus
dihindari. Anak-anak dapat diberi makanan yang sesuai dengan usia dalam jumlah kecil dan
sering.
Dehidrasi Sedang
Morbidity and Mortality Weekly Report merekomendasikan pemberian 50 mL hingga 100
mL larutan rehidrasi oral per kilogram per berat badan selama dua hingga empat jam untuk
menggantikan perkiraan defisit cairan, dengan larutan rehidrasi oral tambahan, yang
diberikan untuk menggantikan kehilangan yang sedang berlangsung.
Dehidrasi Berat
Untuk pasien yang mengalami dehidrasi berat, pemulihan cairan yang cepat diperlukan.
Pasien yang mengalami dehidrasi berat dapat mengalami perubahan status mental, letargi,
takikardia, hipotensi, tanda-tanda perfusi yang buruk, denyut nadi lemah, dan pengisian
kapiler yang tertunda.
Cairan intravena, dimulai dengan 20 ml/kg bolus normal saline diperlukan. Beberapa bolus
mungkin diperlukan untuk anak-anak dengan syok hipovolemik. Prioritas tambahan
termasuk mendapatkan tes glukosa titik perawatan, elektrolit, dan penilaian urinalisis untuk
peningkatan berat jenis dan keton.
18
gangguan kesadaran pada penderita. Penyakit ini menyerang usus halus khususnya daerah ileum.
Salmonella thyphosa memiliki 3 macam antigen yaitu :
a. Antigen O : Ohne Hauch, yaitu somatic antigen (tidak menyebar)
b. Antigen H : Hauch ( menyebar ), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil.
c. Antigen V : Kapsul, merupakan kapsul yang menyelimuti tubuh kuman dan
melindungi antigen O terhadap fagositosis.
Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Selama masa inkubasi, mungkin ditemukan gejala
prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan tidak bersemangat,
yang kemudian disusul dengan gejala – gejala klinis sebagai berikut:
- Demam khas (membentuk pelana kuda) berlangsung 3 minggu, sifat febris remitten dan
suhu tidak seberapa tinggi. Minggu pertama suhu meningkat setiap hari, menurun pada
pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Minggu kedua pasien terus
berada dalam keadaan demam. Minggu ketiga suhu tubuh berangsur turun dan normal
pada akhir minggu ketiga.
- Gangguan pada saluran pencernaan. Napas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-
pecah, lidah tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai
tremor, anoreksia, mual, dan perasaan tidak enak di perut. Abdomen kembung,
hepatomegali, dan splenomegli, kadang normal, dapat terjadi diare.
- Gangguan kesadaran. Kesadaran menurun yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi
spoor, koma, atau gelisah.
Pemeriksaan penunjang pada demam tifoid terdiri dari :
- Pemeriksaan leukosit. Didalam beberapa literature dinyatakan bahwa demam typhoid
terdapat leucopenia dan limfositosis relative tetapi kenyataannya leucopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam tifoid, jumlah leukosit pada sediaan
darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit
walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.
- Serologi
o IgM antigen 09 Salmonella thypi (Tube-TF)
Hanya dapat mendeteksi antibodi IgM Salmonella typhi
Dapat dilakukan pada 4-5 hari pertama demam
19
o Enzyme Immunoassay Test (Typhidot)
Dapat mendeteksi IgM dan IgG Salmonella typhi. Dapat dilakukan pada
4-5 hari pertama demam
o Tes widal tidak direkomendasi
Interpretasi hasil positif bila titer agglutinin O minimal 1/320 atau terdapat
kenaikan titer hingga 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang dengan interval
5-7 hari.
- Kultur Salmonella typhi (gold standard). Dapat dilakukan pada spesimen :
o Darah : pada minggu pertama sampai akhir minggu ke-2 sakit, saat demam tinggi
o Feses : pada minggu kedua sakit
o Urin : pada minggu kedua atau ketiga sakit
o Cairan empedu : pada stadium lanjut penyakit, untuk mendeteksi carrier typhoid.
Penatalaksanaan
Non farmakologi
1. Bed rest
20
2. Diet, diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan
tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa makanan rendah serat.
Farmakologi
Analisa kasus
21
Pada pasien ini berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan seorang pasien anak perempuan
berusia 8 tahun dengan keluhan muntah lebih dari 5 kali SMRS. Muntah cuma berisi air dan liur.
Tidak ada darah dan lender pada muntahan. 2 hari SMRS, pasien mulai demam hilang timbul.1
hari SMRS, pasien demam dan disertai muntah. Muntah sebanyak 4 kali. Dan dibawa ke klinik
terdekat. Nafsu makan pasien berkurang dan pasien tampak haus. Sebelum masuk rumah sakit
pasien ada muntah sebanyak 5x. Pada pasien ini diambil diagnosa sebagai observasi vomitus
dengan dehidrasi ringan sedang. Ini karena, anak mengalami muntah sebanyak 9 kali SMRS. jadi
perlu dilakukan observasi lanjut untuk mengetahui penyebab muntah.
Pada hari ke-2 setelah di rumah sakit, saat dilakukan pemeriksaan tampak ada lidah kotor pada
pasien. Berdasarkan teori, pasien ini ditambah diagnosa sebagai suspek demam tifoid dan
terdapat manifestasi klinis demam tifoid yaitu demam lama yang bersifat remitten (step ladder),
gangguan kesadaran yaitu ditandai dengan anak kelihatan lemas dan lebih mengantuk serta
gangguan pencernaan yaitu anak tidak BAB selama 4 hari dari hari pertama masuk rumah sakit.
Saat dilakukan pemeriksaan fisik, lidah anak tampak seperti tertutup oleh selaput putih kotor.
Namun, saat dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan widal Salmonella Typhi
didapatkan hasil negative.
Anak ini diterapi dengan diberikan injeksi Ceftriakson 1x1 gram yaitu suatu obat dari golongan
Sefalosporin generasi ke-3 yang berguna untuk menangani demam tifoid.
Injeksi Ondansetron 3 x 2 mg merupakan obat antiemetik untuk mengobati keluhan muntah pada
anak.
Paracetamol diberikan sebagai pereda demam.
Sucralfat berfungsi sebagai obat yang mencegah pendarahan gastrointestinal yang sering disebut
stress ulcer yaitu kerusakan membrane mukosa yang terdapat pada saluran cerna bagian atas.
OBH syrup diberikan untuk meredakan batuk yang disertai gejala-gejala flu pada anak seperti
demam, sakit kepala, hidung tersumbat, dan bersin-bersin.
22