Anda di halaman 1dari 26

CASE BASED DISCUSSION

SINDROMA NEFROTIK

Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Di RSUD RA. Kartini Jepara

Pembimbing Klinik :
dr. Edwin Tohaga, Sp. A

oleh :
Nadia Dwi Pangestika
30101407258

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RA. KARTINI
JEPARA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Nadia Dwi Pangestika

NIM : 30101407258

Universitas : Universitas Islam Sultan Agung ( UNISSULA )

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian : Ilmu Kesehatan Anak

Judul : Sindroma Nefrotik

Pembimbing : dr. Edwin Tohaga, Sp. A

Jepara, April 2019


Mengetahui dan Menyetujui
Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD R.A Kartini Kabupaten Jepara

Pembimbing

dr. Edwin Tohaga, Sp. A


Catatan Medik Orientasi Masalah

I. IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : An. M.K.A.N
Tanggal lahir : 22 Januari 2003
Usia : 16 tahun 2 bulan 24 hari
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Robayan, Kalinyamatan, Jepara
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
No. RM : 000692xxx
Tanggal masuk : 12 April 2019

Nama wali : Ny. N


Usia : 37 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Alamat : Robayan, Kalinyamatan, Jepara
II. DATA DASAR
Autoanamnesa dilakukan pada tanggal 13 April 2019 jam 21.00 WIB di
Bangsal Melati 2 RSUD RA. Kartini Jepara
Keluhan utama : Bengkak
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien laki-laki datang ke IGD RSUD RA. Kartini Jepara dengan keluhan
bengkak pada buah zakar dan kemaluan sejak 3 hari SMRS. Bengkak tidak
berwarna kemerahan dan tidak disertai dengan rasa nyeri. Pasien juga
mengeluhkan bengkak pada bagian tubuh yang lain antara lain pada tungkai
bawah, perut, dan kelopak mata.
2 minggu SMRS, bengkak pertama kali diketahui pasien pada kelopak mata
dan wajah saat bangun tidur di pagi hari. Kemudian setelah pasien
beraktivitas bengkak dirasakan berpindah di kedua punggung kaki sampai
pergelangan kaki. Semakin lama bengkak dirasakan memberat setiap
harinya.
1 minggu SMRS pasien mengeluhkan bengkak pada tungkai bawah semakin
memberat. Pasien merasa kakinya semakin membesar hingga sepatunya
terasa sempit. Perut pasien dirasakan semakin lama semakin membuncit.
Bila pasien berbaring, perut melebar ke samping. dan bila pasien duduk
perut terlihat buncit ke depan. Pasien kemudian memeriksakan diri di bidan
di dekat rumahnya. Oleh bidan pasien disarankan untuk memeriksakan diri
ke rumah sakit, namun pasien masih menunda untuk datang ke rumah sakit.
3 hari SMRS pasien mengikuti acara kampanye jalan kaki dari jepara kota
sampai robayan. Setelah sampai dirumah pasien merasa kedua buah zakar
dan kemaluannya membengkak. Hari jumat tanggal 12 April pasien merasa
bengkak pada buah zakar dan kemaluannya semakin memberat, sehingga
pasien datang ke IGD RSUD RA Kartini Jepara.
Selain bengkak pasien juga mengeluhkan air seni berwarna kuning sedikit
kemerahan berbuih dan jumlahnya agak berkurang sejak sekitar 2 minggu
SMRS, dan semakin berkurang jumlah dan frekuensinya satu hari SMRS.
Pasien tidak mengeluh nyeri saat buang air kecil, tidak merasa anyang
anyangen, makan (+) minum (+) jumlah 1,5 liter sehari .Buang air besar
normal, tidak cair, warna kuning kecoklatan, darah(-), lendir (-).
Keluhan lain seperti mata kuning, batuk, sesak, mual, muntah, nyeri sendi
disertai demam dan ruam di kulit dan pipi yang berbentuk kupu-kupu
disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat sakit dengan keluhan bengkak, dan buang air kecil berbuih seperti
saat ini: disangkal
Riwayat TB paru : disangkal
Riwayat sakit kuning(hepatitis) : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat minum obat tertentu : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga pasien tidak ada yang sakit dengan keluhan bengkak dan buang air
kecil sedikit dan berbuih.

Riwayat Sosial Ekonomi :


Ayah bekerja sebagai tukang kayu, ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Ayah, ibu, pasien dan pasien tinggal serumah. Pasien menggunakan asuransi
JKN-PBI. Kebiasaan merokok disangkal. Kebiasaan minum alkohol
disangkal.
Kesan : Ekonomi dan sosial kurang.
Data perumahan :
Pasien tinggal pada keadaan rumah yang cukup baik untuk menampung
seluruh anggota keluarga, keadaan rumah bersih dan pencahayaan cukup.

III. DATA KHUSUS


Riwayat Perinatal :
a. Prenatal
Ibu G1P0A0 hamil rutin ANC di bidan, selama kehamilan ibu tidak
mengalami masalah seperti sakit demam atau trauma.
b. Natal
Bayi laki-laki lahir dari ibu G1P0A0, 21 tahun, usia kehamilan 40
minggu, spontan, spontan langsung menangis, BBL 3800 gram, PB: 48
cm , Lkep: 33 cm, ditolong oleh bidan desa.
c. Postnatal
Anak rutin dibawa ke Posyandu untuk imunisasi dan ditimbang berat
badan tiap bulan. Anak dikatakan sehat.
Kesan : Riwayat perinatal baik
Riwayat Perkembangan :
 Anak masuk SD : 6 tahun
 Anak masuk SMP : 12 tahun
 Anak masuk SMA : 16 tahun
 Riwayat pendidikan : Selama sekolah anak tidak pernah
tinggal kelas dan dapat mengikuti pelajaran, anak bergaul dengan
teman sebayanya
 Anak sudah mengalami mimpi basah.
Kesan : Perkembangan sesuai dengan umur

Riwayat Imunisasi :
 Lahir : Hepatitis B (HB) 0
 1 Bulan: BCG, Polio 1
 2 Bulan: DPT/HB 1, Polio 2
 3 Bulan: DPT/HB 2, Polio 3
 4 Bulan: DPT/HB 3, Polio 4
 9 Bulan: Campak
Imunisasi dasar : lengkap, sesuai bulan
Imunisasi booster : Pasien mengatakan pernah di imunisasi disekolah 2 kali
Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia
Riwayat Makan dan Minum :
Saat ini anak makan nasi dengan lauk telur, sayur bening dan ikan asin 3 x
sehari. Minum air putih dan jarang minum susu.
Sebelum sakit dan saat sakit porsi makan tidak berubah
Kesan : kualitas makro dan mikro kurang terpenuhi. Kuantitas kurang.

Pemeriksaan Status Gizi (CDC)


Anak laki-laki usia 16 tahun bulan dengan BB 60 kg, TB 163 cm
Berat/ Tinggi Badan : 60 kg/ 163 cm
BB sebenarnya: Ascites, oedema palpebra, oedema tungkai – 30 %
60 - (BB30%) = 60 – 18 = 42 kg
BB Ideal= {163 – 100} - {[163 – 100]x10%}= 56,7 kg
BMI = BB (kg) / TB (m²)
BMI = 42 / (1,63²)
= 15,8 kg/m²
Kesan :
• Cross sectional :berat badan kurang, perawakan normal, gizi
kurang (tanpa oedema)
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 13 April 2019 di Bangsal Melati 2 RSUD RA.
Kartini Jepara
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Keadaan klinis : edema (+), organomegali (-), wasting (-), iga gambang (-).
BB/U : < persentil 5
TB/U : < persentil 10
BB/TB : < persentil 5
Kesan status giz : gizi baik (dengan oedema anasarka)

Tanda Vital :
 Tekanan darah : 110/90 mmHg
 Nadi : 88 x/menit reguler, isi tegangan cukup
 Laju pernapasan : 20 x/menit
 Sp O2: 93%
 Suhu : 36,7º C
Status internus :
 Kepala : Mesocephale
 Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
 Kulit : vulnus (-), ulkus (-), erosi (-) ikterik (-)
 Wajah : Edema (+)
 Mata : Edema palpebra +/+, sklera ikterik (-/-),
konjungtiva anemis (-/-), pupil bulat, sentral, reguler, Ø3 mm, reflek
pupil (+/+) N
 Hidung : Epistaksis (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
 Telinga : Discharge (-/-)
 Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), gusi berdarah (-
), caries dentis (-)
 Leher : Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
 Tenggorok : T1-T1, Faring hiperemis(-)
 Thorak
Paru-paru
Inspeksi : Bentuk normal, hemithorax dextra dan sinistra
simetris, retraksi (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan = Stem fremitus kiri, nyeri tekan
(-)
Perkusi : sonor kedua lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan ronkhi (-
/-), wheezing (-/-), stridor (-/-)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Perkusi :
Batas kiri atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Batas pinggang : ICS III linea mid clavicula sinistra
Batas kanan bawah : ICS V linea parasternalis dextra
Batas kiri bawah : ICS V 2 cm medial linea mid clavicula sinistra
Palpasi : Iktus cordis tak teraba, tak kuat angkat
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II normal reguler, bising (-)
 Abdomen
Inspeksi : Tampak distensi
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : shifting dullness (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-) di hipokondriaka dextra dan
epigastrium; Hepar tak teraba membesar; Lien schufner 0
 Genital : Edema skrotum dan penis (+)
 Anggota Gerak
Extremitas atas (D/S) Extremitas bawah (D/S)
CRT <2” +/+ +/+
Akral dingin -/- -/-
Ikterik +/+ +/+
Reflek fisiologis N/N N/N
Reflek patologis -/- -/-
Oedema +/+ ++/++
Ulkus -/- -/-
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan :
 Darah rutin
 Hemoglobin
 Leukosit
 Trombosit
 Hematokrit
 Ureum
 Creatinin
 Albumin
 Globulin
 Total protein
 Cholesterol
 Urin rutin
1. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 12 April 2019 jam 18.38
Darah rutin Hasil Nilai normal (laki-laki)
Hemoglobin 15,5 g% 14-18
Leukosit 7160 mm3 4000-10000
Trombosit 330.000 mm3 150000-400000
Hematokrit 43,7 % 40-48

Pemeriksaan Hasil Nilai normal (laki-laki)


Ureum 59,7 mg% 10-50
Creatinin 1,22 mg/dl 0,5 – 1,1
Total Protein 4,81 gr% 6-8
Albumin 1,6gr% 3,5-5,5
Globulin 3,21 gr% 1,5 – 3,3
2. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 13 April 2019 jam 10.09
Pemeriksaan Hasil Nilai normal (laki-laki)
Warna Kuning
Kejernihan Keruh
PH 6,0
Protein (+++) 3 positive
Reduksi (-) negatif
Sedimen : epitel 8 -12
Sedimen : kristal 2 (-) negatif Negatif
Sedimen: leukosit 4-6 Negatif
Sedimen: silinder 3 (-) Negatif Negatif
Sedimen: silinder 2 (-) Negatif Negatif
Sedimen: eritrosit 2-3 Negatif
Sedimen: silinder 1 (-) Negatif Negatif
Sedimen: kristal (-) Negatif
Sedimen: Bakteri (+) Positif Negatif
3. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 15 April 2019 jam 18.38
Albumin 2,3 gr% 3,5-5,5
Cholesterol 326 mg% 150 – 250

VI. RESUME
a. Anamnesis
Alloanamnesa dilakukan pada tanggal 13 April 2019 (perawatan hari
pertama) jam 21.00 WIB di Bangsal Melati 2 RSUD RA. Kartini Jepara
Keluhan utama : Bengkak
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien laki-laki datang ke IGD RSUD RA. Kartini Jepara dengan keluhan
bengkak pada buah zakar dan kemaluan sejak 3 hari SMRS. 2 minggu
SMRS, bengkak pertama kali pada kelopak mata dan wajah saat bangun
tidur di pagi hari. Kemudian bengkak dirasakan di kedua punggung kaki
sampai pergelangan kaki. Semakin lama bengkak dirasakan memberat setiap
harinya. 1 minggu SMRS pasien merasa kakinya semakin membesar hingga
sepatunya terasa sempit. Perut pasien dirasakan semakin lama semakin
membuncit. Pasien kemudian memeriksakan diri di bidan di dekat
rumahnya. Bengkak tidak berwarna kemerahan dan tidak disertai dengan
rasa nyeri. 3 hari SMRS pasien mengikuti acara kampanye jalan kaki dari
jepara kota sampai robayan setelah itu pasien merasa kedua buah zakar dan
kemaluannya membengkak. Hari jumat tanggal 12 April pasien merasa
bengkak pada buah zakar dan kemaluannya semakin memberat, sehingga
pasien datang ke IGD RSUD RA Kartini Jepara.
Keluhan lain yg dirasakan air seni berwarna kuning sedikit kemerahan
berbuih dan jumlahnya dan frekuensinya berkurang sejak sekitar 2 minggu
SMRS.
makan (+) minum (+) jumlah 1,5 liter sehari .Buang air besar normal, tidak
cair, warna kuning kecoklatan, darah(-), lendir (-). Riwayat keluhan
bengkak sebelumnya disangkal. Pemeriksaan fisik pada perawatan hari
kedua di bangsal : kesadaran composmentis, TD: 110/90 mmHg nadi 88
x/menit reguler, isi tegangan cukup, laju pernapasan 20 x/menit, suhu 36,7º
C, Didapatkan oedema pada kelopak mata, skrotum (transiluminasi +),
penis, ekstremitas atas dan bawah. Abdomen tampak distensi, shifting
dullness + minimal . Pemeriksaan lab didapatkan protein urin +3,
hipoalbuminemia, hipercholesterolemia, peningkatan ureum dan creatinin
darah..

VII. DAFTAR MASALAH


 Bengkak pada seluruh tubuh
 BAK jumlah dan frekuensi menurun
 BAK berbuih
 Oedema anasarka
 Shifting dullness (+)
 Skrotum transiluminasi (+)
 Pitting oedema (+)
VIII. DIAGNOSIS
A. DIAGNOSIS BANDING
1. Sindroma Nefrotik Primer
2. Sindroma Nefrotik Sekunder
3. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus
B. DIAGNOSIS KERJA
1. Diagnosis utama : Sindroma Nefrotik Primer
2. Diagnosis komplikasi : -
3. Diagnosis gizi : gizi baik dengan oedema
4. Diagnosis tumbuh kembang : sesuai usia
5. Diagnosis imunisasi : imunisasi dasar lengkap sesuai usia
6. Diagnosis sosial ekonomi : cukup

IX. ASSESSMENT DAN INITIAL PLAN DIAGNOSIS


1. Sindroma Nefrotik
Ip. Dx : ASTO test, ANA, anti ds DNA, HBsAg, anti HCV, Biopsi
ginjal
Ip. Tx :
Suportif
Infus 2A ½ NS 30 tpm
Tirah baring
Diet protein normal (1,5 – 2 g/kgBB/hari)
 120 gr/hari
Diet rendah garam (1-2 g/ hari)

Medikamentosa
Immunosupresan
Inj Prednison 40 mg/8 jam IV (2 mg/kgbb/hari maks 80 mg/hari dosis
terbagi selama 4 minggu)
Diuretik
Inj Furosemide 20 mg/ 8 jam (1-3 mg/kgBB/hari)
*Kadar Albumin < 1 gr/dL pemberian albumin 20 -25 % dengan dosis
(1gr/KgBB selama 2 – 4 jam). Kadar albumin (1-2 gr/dL: 0,5
gr/kgBB/hari
 Albumin 20% pemberian 300 cc tiap 12 jam 1 flash
Infeksi : Inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam

Ip. Mx :
 monitoring ku, kesadaran, ttv
 intake makanan dan minuman
 diuresis
 Distress pernapasan
Ip. Ex :
 menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa keadaan
pasien disebut sindroma nefrotik. bengkak yang muncul pada
pasien disebabkan karena adanya penurunan kadar albumin di
darah oleh karena kebocoran protein akibat penurunan fungsi
ginjal.
 Menjelaskan bahwa karena terdapat gangguan pada fungsi ginjal
maka dilakukan pembatasan asupan cairan, pemberian obat
untuk meningkatkan jumlah urin, pengaturan intake protein dan
restriksi natrium.
 Diit tinggi protein akan menambah beban glomerulus untuk
mengeluarkan sisa metabolisme protein dan menyebabkan
terjadinya sklerosis glomerulus. Sedangkan diit rendah protein
akan menyebabkan malnutrisi energi protein dan hambatan
pertumbuhan anak. Karena terdapat edema tubuh, perlu
restriksigaram yaitu diberikan 1-2 gr/hari.
 Untuk mengatasi kondisi hiperkolesterolemia, dianjurkan untuk
makan makanan rendah kolesterol dengan jumlah lemak < 30%
dari kalori total dan asam lemak jenuh 10% dari seluruh kalori
FOLLOW UP
Pemeriksaan Tanggal
13/04/19 14/04/19 15/04/19 16/04/19 17/04/19
S Kelopak mata, Kelopak mata, Batuk (+), sesak Batuk (+), Batuk (+) , sesak (-
perut, dan tungkai perut dan (-), BAK sesak (-),BAK ),BAK (+)
Keluhan
bengkak, skrotum tungkai bengkak (+),bengkak (+) (+)
bengkak
O KU Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
Kesadara Composmentis Composmentis Composmentis Composmentis Composmentis
n
Tanda HR 80x/m HR 82x/m HR 84x/m HR 84x/m HR 83x/m
Vital RR 26x/m RR 29x/m RR 28x/m RR 28x/m RR 26x/m
Suhu 35,6 C Suhu 36,2 C Suhu 37,2 C Suhu 36,4 C Suhu 36,2 C
Kepala Normochepale Normochepale Normochepale Normochepale Normochepale
Mata SI -/- CA -/- SI -/- CA -/- SI -/- CA -/- SI -/- CA -/- SI -/- CA -/-
edema palpebra edema palpebra edema palpebra edema edema palpebra +/+
+/+ +/+ +/+ palpebra +/+ (berkurang)
(berkurang) (berkurang)
Thorax SSD, retraksi - SSD, retraksi - SSD, retraksi - SSD, retraksi - SSD, retraksi -

Cor S1S2 reguler, S1S2 reguler, S1S2 reguler, S1S2 reguler, S1S2 reguler,
Murmur -/- Murmur -/- Murmur -/- Murmur -/- Murmur -/-
Gallop -/- Gallop -/- Gallop -/- Gallop -/- Gallop -/-
Pulmo Vesikuler -/- Vesikuler -/- Vesikuler -/- Vesikuler -/- Vesikuler -/-
Rhonki -/- Rhonki -/- Rhonki -/- Rhonki -/- Rhonki -/-
Wheezing -/- Wheezing -/- Wheezing -/- Wheezing -/- Wheezing -/-
Abdomen BU +, cembung, BU +, cembung BU +, cembung BU +, BU +, cembung
Perkusi : redup Perkusi : redup Perkusi : redup cembung Perkusi : redup
Shifting dullness Shifting Lingkar perut : 76 Perkusi : Lingkar perut : 74 cm
(+/+) dullness (+/+) cm redup
Lingkar perut : 78 Lingkar perut Lingkar perut :
cm :76 cm 74 cm
Extremita Akral Hangat Akral Hangat Akral Hangat Akral Hangat Akral Hangat
s CRT <2, edema CRT <2, edema CRT <2, edema CRT <2, CRT <2, edema
pretibial +/+ pretibial +/+ pretibial +/+ edema pretibial +/+
(berkurang) pretibial +/+ (berkurang)
(berkurang)
BB : 60 kg BB : 60 kg BB : 60 kg BB : 59 kg BB : 59 kg

A Sindrom Nefrotik Sindrom Sindrom Nefrotik Sindrom Sindrom Nefrotik


Nefrotik Nefrotik
P Infus 2A1/2 NS Infus 2A1/2 NS Infus 2A1/2 NS Infus 2A1/2 Infus 2A1/2 NS
Dexa 1 amp/8jam Dexa 1 Dexa 1 amp/8jam NS Dexa 1 amp/8jam
Ceftriaxon 1 gr/12 amp/8jam Ceftriaxon 1 Dexa 1 Ceftriaxon 1 gr/12
jam Ceftriaxon 1 gr/12 jam amp/8jam jam
Lasix 20 mg/12 gr/12 jam Lasix 20 mg/12 Ceftriaxon 1 Lasix 20 mg/12 jam
jam Lasix 20 mg/12 jam gr/12 jam Po. Prednison
Transfusi jam Cek Albumin dan Lasix 20 Pantau KU, TTV,
Albumin Cek ulang kolesterol mg/12 jam distress pernapasan
Pasang DC H2TL Aff DC Po. Prednison dan diuresis
Urin rutin Pantau KU, Po. Prednison Pantau KU,
Pantau KU, TTV, TTV, distress Pantau KU, TTV, TTV, distress
distress pernapasan dan distress pernapasan
pernapasan dan diuresis pernapasan dan dan diuresis
diuresis diuresis
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.DEFINISI
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis dengan gejala proteinuria masif,
hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang gejala
disertai dengan hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal. Angka
kejadian bervariasi antara 2-7 per 100.000 anak, dan lebih banyak pada anak
lelaki daripada perempuan dengan perbandingan 2:1. Sindrom nefrotik dapat
dibedakan menjadi sindrom nefrotik kongenital, sindrom nefrotik primer, dan
sindrom nefrotik sekunder. Pada umumnya sebagian besar (± 80%) sindrom
nefrotik primer memberi respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan
steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relaps berulang dan sekitar
10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.

2.2. ETIOLOGI
Sindroma nefrotik dapat disebabkan oleh Glomerulonefritis primer dan
sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung, akibat
obat atau toksin dan akibat penyakit sistemik. Penyebab sekunder akibat
infeksi yang sering dijumpai misalnya pada glomerulonefritis pasca infeksi
streptokokus atau infeksi virus hepatitis B, akibat obat misalnya obat anti
inflamasi non-steroid atau preparat emas organik, dan akibat penyakit
sistemik misalnya pada lupus eritrematosus sistemik dan diabetes melitus.
(Prodjosudjadi, 2006)
2.3. Gejala Sindrom Nefrotik
2.3.1 Proteinuria
Proteinuria disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler terhadap
protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal membran basal
glomerulus mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran
protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size
barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada SN
mekanisme barrier tersebut akan terganggu. Selain itu konfigurasi molekul
protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui membran basal
glomerulus. (Prodjosudjadi, 2006)
Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan
ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila
protein yang keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin sedangkan
non-selektif apabila yang keluar terdiri dari molekul besar seperti
imunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur
membran basal glomerulus. (Prodjosudjadi, 2006)
Pada SN yang disebabkan oleh glomerulonefritis lesi minimal ditemukan
proteinuria selektif. Pemeriksaan mikroskop elektron memperlihatkan fusi
dari foot processus sel epitel viseral glomerulus dan terlepasnya sel dari
struktur membran basal glomerulus. Berkurangnya preparat heparan sulfat
proteoglikan pada glomerulonefritis lesi minimal menyebabkan muatan
negatif membran basal glomerulus menurun dan albumin dapat lolos ke
dalam urine. Pada glomerulosklerosis fokal segmental peningkatan
permeabilitas membran basal glomerulus disebabkan suatu faktor yang ikut
dalam sirkulas. Faktor tersebut menyebabkan sel epitel viseral glomerulus
terlepas dari membran basal glomerulus sehingga permeabilitasnya
meningkat. Pada glomerulonefritis membranosa kerusakan membran basal
glomerulus terjadi akibat endapa komplek imun di sub-epitel. Kompleks C5b-
9 yang terbentuk pada glomerulonefritis membranosa akan meningkatkan
permeabilitas membran glomerulus, walaupun mekanisme yang pasti belum
diketahui. (Prodjosudjadi, 2006)
2.3.2 Hipolbuminemia
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis
albumin hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada SN hipoalbuminemia
disebabkan oleh proteinuria masif dengan akibat penurunan tekanan onkotik
plasma. Untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati berusaha
meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan sintesis albumin hati tidak
berhasil menghalangi timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi protein dapat
meningkatkan sintesis albumin hati akan tetapi dapat mendorong peningkatan
ekskresi albumin melalui urin. (Prodjosudjadi, 2006)
2.3.3 Edema
Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill.
Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci
terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan
tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma sehingga terjadi
hipovolemia dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi
air dan natrium. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume
inravaskular tetapi juga mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia
sehingga edema semakin berlanjut. (Prodjosudjadi, 2006)
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium sebagai defek renal
utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler
meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat
kerusakan ginjal akan menambah terjadinya retensi natrium dan edema.
Kedua mekanisme tersebut ditemukan pada pasien SN. Faktor seperti asupan
natrium, efek diuretik atau terapi steroid, derajat gangguan fungsi ginjal, jenis
lesi glomerulus, dan keterkaitan dengan penyakit jantung dan hati akan
menentukan mekanisme mana yang lebih berperan. (Prodjosudjadi, 2006)
Gambar 2.4 Patogenesis terjadinya edema pada sindrom nefrotik
2.4. Diagnosis
Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata,
perut, tungkai, atau seluruh tubuh yang dapat disertai penurunan jumlah urin.
Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin keruh atau jika terdapat
hematuri berwarna kemerahan.
Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisis, dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata,
tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia; terkadang ditemukan
hipertensi.
Pemeriksaan penunjang
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (≥ 2+), rasio albumin kreatinin
urin >2 dan dapat disertai hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan
hipoalbuminemia (<2,5g/dL), hiperkolesterolemia (>200 mg/dl) dan laju
endap darah yang meningkat. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal
kecuali ada penurunan fungsi ginjal.

BATASAN
Remisi. : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu
Relaps. : proteinuria ≥ 2+ (proteinuria >40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut
dalam 1 minggu
Relaps jarang. : relaps kurang dari 2 x dalam 6 bulan pertama setelah respons
awal atau kurang dari 4 x per tahun pengamatan
Relaps sering. (frequent relaps): relaps ≥ 2 x dalam 6 bulan pertama setelah
respons awal atau ≥ 4 x dalam periode 1 tahun
Dependen steroid. : relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid diturunkan
(alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan
Resisten steroid. : tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis penuh
(full dose) 2 mg/kgbb/hari selama 4 minggu.
Sensitif steroid. : remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh
selama 4 minggu
2.5. Penatalaksanaan
Medikamentosa
Pengobatan dengan prednison diberikan dengan dosis awal 60 mg/m2/hari
atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi tiga, selama
4 minggu, dilanjutkan dengan 2/3 dosis awal (40 mg/m2/hari, maksimum 60
mg/hari) dosis tunggal pagi selang sehari (dosis alternating) selama 4-8
minggu (lihat lampiran) (ISKDC 1982). Bila terjadi relaps, maka diberikan
prednison 60 mg/m2/hari sampai terjadi remisi (maksimal 4 minggu),
dilanjutkan 2/3 dosis awal (40 mg/m2/hari) secara alternating selama 4
minggu. Pada sindrom nefrotik resisten steroid atau toksik steroid, diberikan
obat imunosupresan lain seperti siklofosfamid per oral dengan dosis 2-3
mg/kgbb/hari dalam dosis tunggal di bawah pengawasan dokter nefrologi
anak. Dosis dihitung berdasarkan berat badan tanpa edema ( persentil ke -50
berat badan menurut tinggi badan )
Suportif
Bila ada edema anasarka diperlukan tirah baring. Selain pemberian
kortikosteroid atau imunosupresan, diperlukan pengobatan suportif lainnya,
seperti pemberian diet protein normal (1,5-2 g/kgbb/hari), diet rendah garam
(1-2 g/hari) dan diuretik. Diuretik furosemid 1-2 mg/kgbb/hari, bila perlu
dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat
kalium) 2-3 mg/kgbb/hari bila ada edema anasarka atau edema yang
mengganggu aktivitas. Jika ada hipertensi dapat ditambahkan obat
antihipertensi. Pemberian albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4
jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial dan diakhiri dengan
pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb dilakukan atas indikasi seperti
edema refrakter, syok, atau kadar albumin ≤1 gram/dL. Terapi psikologis
terhadap pasien dan orangtua diperlukan karena penyakit ini dapat berulang
dan merupakan penyakit kronik.
-- Dosis pemberian albumin:
Kadar albumin serum 1-2 g/dL: diberikan 0,5g/kgBB/hari; kadar albumin
<1 g/dL diberikan 1g/kgBB/hari.
-- Skema pengobatan SN inisial menurut ISKDC 1967
Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya, dll)
Keadaan di bawah ini merupakan indikasi untuk merujuk ke dokter
spesialis nefrologi anak:
-- Awitan sindrom nefrotik pada usia dibawah 1 tahun, riwayat penyakit
sindrom nefrotik di dalam keluarga
-- Sindrom nefrotik dengan hipertensi, hematuria nyata persisten, penurunan
fungsi ginjal, atau disertai gejala ekstrarenal, seperti artitis, serositis, atau
lesi di kulit
-- Sindrom nefrotik dengan komplikasi edema refrakter, trombosis, infeksi
berat, toksik steroid
-- Sindrom nefrotik resisten steroid
-- Sindrom Nefrotik relaps sering atau dependen steroid
-- Diperlukan biopsi ginjal
2.6.Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada sindrom nefrotik adalah:
Hiperlipidemi dan lipiduria
Hiperlipidemia merupakan keadaan yang sering menyertai SN. Kadar
kolesterol umumnya meningkat sedangkan trigliserid bervariasi ari normal
sampai sedikit meninggi. Peningkatan kadar kolesterol disebabkan
meningkatnya LDL (low density lipoprotein), lipoprotein utama pengangkut
kolesterol. Kadar trigliserid yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan VLDL
(very low density lipoprotein). Selain itu ditemukan pula peningkatan IDL
dan lipoprotein a sedangkan HDL cenderung normal atau rendah.
Mekanisme hiperlipidemia pada SN dihubungkan dengan peningkatan
sintesis lipid dan lipoprotein hati, dan menurunnya katabolisme. Semula
diduga hiperlipidemia merupakan hasil stimulasi non-spesifik terhadap
sintesis protein oleh hati. Karena sintesis protein tidak berkorelasi dengan
hiperlipidemia disimpulkan hiperlipidemia tidak langsung diakibatkan oleh
hipo-albuminemia. Hiperlipidemia dapat ditemukan pada SN dengan kadar
albumin mendekati normal dan sebaliknya pada pasien dengan
hipoalbuminemia kadar kolesterol dapat normal.1-2 Tinginya kadar LDL
pada SN disebabkan peningkatan sintesis hati tanpa gangguan katabolisme.
Peningkatan sintesis hati dan gangguan konversi VLDL dan IDL menjadi
LDL menyebabkan kadar VLDL tinggi pada SN. Menurunnya ektivitas
enzim LPL (lipoprotein lipase) diduga merupakan penyebab berkurangnya
katabolisme VLDL pada SN. Peningkatan sintesis lipoprotein hati terjadi
akibat tekanan onkotik plasma atau viskositas yang menurun. Penurunan
kadar HDL pada SN diduga akibat berkurangnya aktivitas enzim LCAT
(lecithin cholesterol acyltransferase) yang berfungsi katalisasi pembentukan
HDL. Enzim ini juga berperan mengangkut kolesterol dari sirkulasi menuju
hati untuk katabolisme. Penurunan aktivitas enzim tersebut diduga terkait
dengan hipoalbuminemia yang terjadi pada SN. Lipiduria sering ditemukan
pada SN dan ditandai dengan akumulasi lipid pada debris sel dan cast seperti
badan lemak berbentuk oval (oval fat bodies) dan fatty cast. Lipiduria lebih
dikaitkan dengan proteinuria daripada dengan hiperlipidemia.
Hiperkoagulasi
Komplikasi tromboemboli sering ditemukan pada SN akibat peningkatan
koagulasi intravascular. Pada SN akibat GNMN kecenderungan terjadinya
trombosis vena renalis cukup tinggi sedangkan SN pada GNLM dan GNMP
frekuensinya kecil. Emboli paru dan thrombosis vena dalam (deep vein
thrombosis=DVT) sering dijumpai pada SN. Kelainan tersebut disebabkan
oleh perubahan tingkat dan aktivitas berbagai faktor koagulasi intrinsik dan
ekstrinsik. Mekanisme hiperkoagulasi pada SN cukup kompleks meliputi
peningkatan fibrinogen, hiperagregasi trombosit, dan penurunan fibrinolisis.
Gangguan koagulasi yang terjadi disebabkan peningkatan sintesis protein
oleh hati dan kehilangan protein melalui urin

Gangguan metabolisme kalsium dan tulang.


Vitamin D merupakan unsure penting dalam metabolisme kalsium dan
tulang pada manusia. Vitamin D yang terikat protein akan diekskresikan
melalui urin sehingga menyebabkan penurunan kadar plasma. Kadar
25(OH)D dan 1,25(OH)2D plasma juga ikut menurun sedangkan kadar
vitamin D bebas tidak mengalami gangguan. Karena fungsi ginjal pada SN
umumnya normal maka osteomalasi atau hiperparatiroidisme yang tidak
terkontrol jarang dijumpai. Pada SN juga terjadi kehilangan hormone tiroid
yang terikat protein melalui urin dan penurunan kadar tiroksin plasma.
Tiroksin yang bebas dan hormon yang menstimulasi tiroksin (TSH) tetap
normal sehingga secara klinis tidak menimbulkan gangguan.1
Infeksi
Sebelum era antibiotik, infeksi sering merupakan penyebab kematian pada
SN terutama oleh organism berkapsul (encapsulated organisms). Infeksi pada
SN terjadi akibat defek imunitas humoral, selular, dan ganggauan system
komplemen. Penurunan IgG, IgA, dan gamma globulin sering ditemukan
pada pasien SN oleh karena sintesis yang menurun atau katabolisme yang
meningkat dan bertambah banyaknya yang terbuang melalui urin. Jumlah sel
T dalam sirkulasi berkurang yang menggambarkan gangguan imunitas
selular. Hal ini dikaitkan dengan keluarnya transferin dan zinc yang
dibutuhkan oleh sel T agar dapat berfungsi dengan normal.
Gangguan Fungsi Ginjal
Pasien SN memiliki potensi untuk mengalami gagal ginjal akut melalui
berbagai mekanisme. Penurunan volume plasma dan atau sepsis sering
menyebabkan timbulnya nekrosis tubular akut. Mekanisme lain yang
diperkirakan menjadi penyebab gagal ginjal akut adalah terjadinya edema
intrarenal yang menyebabkan kompresi pada tubulus ginjal.1-4 Sindrom
nefrotik dapat progresif dan berkembang menjadi PGTA(penyakit ginjal
tahap akhir). Proteinuria merupakan faktor risiko penentu terhadap
progresivitas SN. Progresivitas kerusakan glomerulus, perkembangan
glomerulosklerosis, dan kerusakan tubulointerstisium dikaitkan dengan
proteinuria. Hiperlipidemia juga dihubungkan dengan mekanisme terjadinya
glomerulosklerosis dan fibrosis tubulointerstisium pada SN, walaupun peran
terhadap progresivitas penyakitnya belum diketahui secara pasti.
PEMBAHASAN

Pasien laki-laki usia 16 tahum datang dengan keluhan bengkak..


bengkak yang disadari sejak 2 minggu SMRS berawal pada kelopak mata
bilateral, kemudian pada tungkai bawah, perut, hingga muncul pada kedua
skrotum dan kemaluannya. Bengkak yang awalnya dirasakan ringan setiap
hari menjadi bertambah berat. Keluhan bengkak tersebut disertai dengan
gangguan pada BAK. Terdapat penurunan frekuensi BAK serta jumlah dari
air seni yang dikeluarkan, serta adanya buih pada BAK tersebut.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan pada daerah
kelopak mata, ekstremitas, skrotum dan penis (oedema anasarka). Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan shifting dullness, yg menandakan adanya
penumpukan cairan pada rongga abdomen. Pada hasil pemeriksaan
penunjang didapatkan hipoalbuminuria (1,6 gr/dL), Hipercholesterolemia
(326 mg%), proteinuria masif +3.
Berdasarkan data anamnesis, pemeriksaan fisik, dan konfirmasi
pemeriksaan penunjang di atas, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami
sindrom nefrotik. Kesimpulan ini diambil dari 4 gejala klinis utama pada
sindrom nefrotik yaitu edema, proteinuria masif, hipoalbuminemia, dan
hipercholesterolemia.
Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder
mengikuti penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES),
purpura Henoch Schonlein, dan gnaps. Pada kasus ini, sindrom nefrotik
dipikirkan karena penyakit glomeruler primer, setelah kemungkinan
penyebab lainnya disingkirkan, seperti tidak adanya riwayat diabetes
mellitus, tidak adanya gejala 3P(polifagia, polidipsia, poliuria), Tidak
adanya gejala yang mengarah pada penyakit autoimun seperti rambut
rontok, ruam kemerahan seperti kupu-kupu fotosensitivitas, stomatitis,
artritis, tidak adanya klinis yang mengarah kepada riwayat infeksi pada
pasien seperti GNAPS, hepatitis, HIV.
Terapi utama sindrom nefrotik adalah kortikosteroid, yaitu prednison
dosis penuh (full dose) 60 mg/m2 LPB/hari selama 4 minggu dilanjutkan
dengan prednison dosis 2/3 nya (40 mgm2 LPB/hari) tiga hari berturut-turut
dalam seminggu (intermitten) atau selang hari (alternating) selama 4
minggu.
Karena proteinuria merupakan manifestasi utama dari sindrom
nefrotik dan dipikirkan sebagai penyebab dari semua komplikasi yang
terjadi, maka tujuan utama pengobatan adalah untuk mengurangi terjadinya
proteinuria tersebut. Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas
kapiler terhadap protein akibat kerusakan glomerulus. Proteinuria masif
pada urin akan menyebabkan hipoalbuminemia yang akan mempengaruhi
penurunan tekanan onkotik plasma. Apabila tekanan tersebut turun maka
akan terjadi perpindahan cairan dari intravaskuler ke jaringan interstisial
sehingga terjadi oedema.
Diit nefrotik yang diberikan pada pasien ini meliputi diit protein
normal yaitu 2 g/kgBB/hari karena diit tinggi protein akan menambah beban
glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein dan menyebabkan
terjadinya sklerosis glomerulus. Sedangkan diit rendah protein akan
menyebabkan malnutrisi energi protein dan hambatan pertumbuhan anak.
Karena terdapat edema tubuh, perlu restriksigaram yaitu diberikan 1-2
gr/hari.
Edema pada sindroma nefrotik dapat dikontrol dengan pemberian
diuretik dan diet rendah garam. Karena retensi garam oleh ginjal pada
sindrom nefrotik cukup besar, maka diuretik loop yang kuat seperti
furosemid harus diberikan. Pemberian albumin intravena dapat
meningkatkan efek diuresis dengan cara meningkatkan penghantaran
diuretik pada tempat kerjanya dengan meningkatkan volume plasma.

Anda mungkin juga menyukai