Anda di halaman 1dari 35

CASE BASED DISCUSSION

ASMA BRONKIAL DERAJAT RINGAN DENGAN STATUS


GIZI BAIK
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung

Disusun Oleh :
Aisiah Maharani Astuti
30101507362

Pembimbing :
Dr. dr. Sri Priyantini, Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinik bagian ilmu kesehatan anak
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung

Nama : Aisiah Maharani Astuti


Judul : Asma Bronkial Derajat Ringan dengan Status Gizi Baik
Bagian : Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas : Kedokteran UNISSULA
Pembimbing : Dr. dr. Sri Priyantini, Sp. A

Semarang, September 2019


Pembimbing,

(Dr. dr. Sri Priyantini, Sp. A)


BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. S.R.H
Umur : 8 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Loireng RT 02/RW 01 Kelurahan Loireng, Kecamatan
Sayung, Demak

Nama Ayah : Tn. L


Umur : 45 tahun
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : Loireng RT 02/RW 01 Kelurahan Loireng, Kecamatan
Sayung, Demak

Nama Ibu : Ny. L.M


Umur : 40 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Loireng RT 02/RW 01 Kelurahan Loireng, Kecamatan
Sayung, Demak
II. DATA DASAR
Anamnesis (Alloanamnesis)
Alloanamnesis dengan ibu pasien dilakukan pada Hari Kamis, 22
Agustus 2019 pukul 11.00 WIB di Poliklinik Anak RSI Sultan Agung
Semarang didukung dengan catatan medis.
Keluhan utama : Batuk dan Pilek

Riwayat Penyakit Sekarang


- 7 hari SMRS pasien datang ke poliklinik anak RS Islam Sultan Agung
dibawa oleh ibunya dengan keluhan batuk dan pilek. Batuk berupa batuk
kering yang hilang timbul dan pilek awalnya disertai lendir berwarna
bening encer namun akhir-akhir ini lendir menjadi berwarna hijau.
- Malam hari sebelum dibawa ke poliklinik anak RSI Sultan Agung, ibu
pasien mengatakan saat tidur pasien terlihat sesak disertai nafas yang
berbunyi ’ngik-ngik’ dan hal tersebut sangat menganggu tidur pasien,
saat serangan pasien masih bisa mengucapkan kalimat panjang.
- Keluhan batuk hilang timbul dan biasanya muncul setiap pasien minum
minuman dingin/es dan saat udara dingin. Dan keluhan tersebut makin
parah saat malam hari hingga terkadang menganggu tidur pasien. Ibu
pasien mengatakan pasien memang sering batuk-batuk dan setiap batuk
membutuhkan waktu > 1 minggu untuk sembuh. Keluhan batuk, pilek
dan sesak mereda setelah pasien dinebul. Keluhan demam, diare dan
nafsu makan menurun disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Penyakit anak yang pernah diderita :
 Faringitis : Disangkal  Diare : Disangkal
 Bronchitis : Disangkal  Disentri Basilar : Disangkal
 TBC : Disangkal  Disentri Amoeba : Disangkal
 Morbili : Disangkal  Thip.Abdominalis : Disangkal
 Pertusis : Disangkal  Cacingan : Disangkal
 Varicella : Disangkal  Operasi : Disangkal
 Difteri : Disangkal  Trauma : Disangkal
 Malaria : Disangkal  Reaksi Obat/Alergi : Dingin
 Polio : Disangkal  Kejang : Disangkal

- Ibu pasien mengatakan dalam 1 tahun ini pasien telah mengalami


serangan asma sebanyak 2 kali.

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Paman pasien memiliki riwayat Asma namun masih terkontrol
 Kakak Pasien memiliki riwayat alergi ikan laut
 Riwayat batuk lama pada keluarga pasien disangkal
 Riwayat anggota keluarga yang sedang menjalani pengobatan TBC
juga disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien tinggal serumah bersama Ibu dan Nenek. Ayah bekerja
karyawan swasta & Ibu sebagai ibu rumah tangga. Biaya pengobatan
menggunakan umum.
Kesan : Ekonomi Cukup

Riwayat Persalinan dan Kehamilan :


Anak Perempuan lahir dari ibu P4A1, hamil 39 minggu, lahir secara
Sectio Caesar, tidak langsung menangis, dibantu oleh dokter spesialis
kandungan, berat badan lahir 3250 gram, panjang badan 50 cm tidak
ada kelainan bawaan. Setelah lahir pasien sempat mengalami kuning
sehingga harus dirawat di rumah sakit selama 1 minggu.
Kesan : Aterm dengan riwayat Hiperbilirubinemia

Riwayat Pemeliharaan Prenatal :


Ibu biasa memeriksakan kandungan ke spesialis kandungan secara
rutin selama kehamilan, tidak ada pesan khusus. Ibu mengaku tidak
pernah menderita penyakit selama kehamilan. Riwayat perdarahan dan
trauma saat hamil disangkal. Riwayat minum jamu dan minum obat
selain resep dokter saat hamil disangkal.
Kesan : Riwayat pemeliharaan prenatal baik

Riwayat Makan-Minum
Anak diberikan ASI eksklusif sampai usia 3 bulan, kemudian
dilanjutkan minum susu formula. Makanan pendamping ASI mulai
diberikan saat anak berusia 6 bulan berupa bubur milna. Saat usia 1
tahun, anak mulai diberi makanan yang sama dengan orang dewasa
(Nasi, lauk, sayur dan buah). Anak makan 3 kali sehari
Kesan : Asi eksklusif dan MPASI sesuai usia

Riwayat Imunisasi Dasar


No Jenis Imunisasi Jumlah Dasar
1. BCG 1x 1 bulan
2. Polio 4x 0, 2, 4, 6 bulan
3. Hepatitis B 3x 0, 2, 6 bulan
4. DPT 3x 2, 4, 6 bulan
5. Campak 1x 9 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


- Tersenyum : 2 bulan
- Miring dan tengkurap : 3 bulan
- Duduk tanpa berpegangan : 7 bulan
- Berdiri berpegangan : 9 bulan
- Berjalan : 12 bulan
Kesan : Pertumbuhan dan Perkembangan sesuai dengan usia

Pemeriksaan Status Gizi :


Anak perempuan, umur 8 Tahun.
BB = 26 kg
TB = 130 cm

WAZ = BB – Median = 26 – 25,3 = 0,15 SD (Normal)


SD 4,70
HAZ = TB – Median = 130 - 127 = 1,3 SD (Normal)
SD 6,30
WHZ = BB – Median = 26 – 26,8 = - 0,34 SD (Normal)
SD 2,3
Kesan : Gizi Baik

III. Pemeriksaan Fisik


Tanggal 22 Agustus 2019 pukul 11.00 WIB
Anak perempuan usia 8 Tahun, berat badan 26 kg, panjang badan 130 cm.
Kesadaan Umum : composmentis
Tanda-tanda Vital :
- Nadi : 81 x/ menit, reguler, isi dan tegangan cukup
- Tekanan darah :-
- Laju nafas : 26 x/ menit
- Suhu : 36,5° C
- SpO2 : 98%

Status Internus
a. Kepala : Mesocephale
b. Kulit : Tidak sianosis, turgor kembali cepat <2 detik, ikterus (-),
petechie (-)
c. Mata : Pupil bulat, isokor, Ø 4mm/ 4mm, refleks cahaya (+/+)
normal, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
d. Hidung : bentuk normal, sekret (+/+), nafas cuping hidung (-)
e. Telinga : bentuk normal, serumen (-/-), discharge (-/-), nyeri (-/-)
f. Mulut : bibir kering (-), sianosis (-), pendarahan gusi (-) lidah kotor
(-)
g. Tenggorok : tonsil T1-T1, arcus faring simetris, uvula di tengah,
hiperemis (-)
h. Leher : simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limfe
i. Thorax
Paru
- Inspeksi : Hemithoraks dextra et sinistra simetris, retraksi
suprasternal, intercostal dan epigastrical (-).
- Palpasi : stem fremitus dextra et sinistra simetris
- Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
- Auskultasi : suara dasar : vesikuler
suara tambahan : ronkhi (-/-), wheezing (+/+),
ekspirasi memanjang
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 2 cm medial linea mid
clavicula sinistra, tidak melebar, tidak kuat angkat
- Perkusi : Batas atas di ICS II linea parasternal sinistra
Batas kanan di ICS IV linea parasternal kanan
Batas kiri di ICS IV linea mid clavicula sinistra
- Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-), bising (-)
Abdomen
- Inspeksi : cembung, hiperemis (-), jejas (-)
- Auskultasi : Bising usus (+)
- Perkusi : timpani (+)
- Palpasi : defense muscular (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien
dalam batas normal

Ekstremitas
  Superior Inferior
Akral Dingin -/-   -/-
Akral Sianosis  -/-  -/-
Capillary Refill Time <2" <2"
Bengkak -/- -/-
Pitting edema -/- -/-

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak ada data

IV. ASSESMENT
 Asma Bronkial Derajat Ringan
 Rhinitis Akut
 Status Gizi Baik

V. INITIAL PLAN
Assessment 1 : Asma Bronkial Derajat Ringan
DD :
 Tuberkulosis
 Bronkitis Kronik
IP. Dx :
 Uji Faal Paru dengan spirometry atau peak flow meter
 Uji cukit kulit ( Skin Prick Test )
 Hitung jumlah eosinophil total darah
 Pemeriksaan Ig E spesifik
IP. Tx :
 Salbutamol inhalasi 0,1 – 0,15 mg/kgBB ( Maksimum 5
mg/kali ), interval; 20 menit
BB Anak = 24 kg
Dosis anak = 0,1 x 24 = 2,4 mg
0,15 x 24 = 3,6 mg
 Fluticasone Propionate inhalasi 100 – 200 ug
 Triamcinolon tab 1-2 mg/kgBB/hari, 2-3 kali/hari, selama 3-5
hari
BB Anak = 24 kg
Dosis anak = 1 x 24 = 24 mg/hari
2 x 24 = 48 mg/hari
 Erdostein syrup 175 mg/5ml  3 kali sehari
 Pseudoefedrin tab 1 – 1,5 mg/kgbb/kali dalam 3 dosis
BB Anak = 24 kg
Dosis anak = 1 x 24 = 24 mg
1,5 x 24 = 36 mg
 Cetirizine tab 5 mg  2 kali sehari
IP. Mx :
- Monitoring KU dan TTV
- Monitoring tanda dan gejala klinis (sesak, mengi, batuk)
- Monitoring SpO2

IP. Ex :
Memberitahukan kepada orangtua pasien jika asma tidak dapat disembuhkan
sehingga terapi utamanya adalah penghindaran terhadap paparan alergen.

Assessment 2 : Rhinitis Akut


DD :
 Rhinosinusitis
IP. Dx :
S:-
O:-

IP. Tx :
 Erdostein syrup 175 mg/5ml  3 kali sehari
 Pseudoefedrin tab 1 – 1,5 mg/kgbb/kali dalam 3 dosis
BB Anak = 24 kg
Dosis anak = 1 x 24 = 24 mg
1,5 x 24 = 36 mg
 Cetirizine tab 5 mg  2 kali sehari
IP. Mx :
- Keadaan umum pasien
- Sekret hidung

IP. Ex :
- Istirahat yang cukup
Asupan gizi cukup

Assesment 3 : Gizi baik


DD : - Gizi lebih
- Gizi kurang
IP Dx: S: -
O: -
IP Rx : Kebutuhan kalori (Perempuan, 8 Tahun, Berat 26 kg)
= (22,5 x 26) + 499 = 1084 kkal/kgBB/hari
Yang terdiri dari :
- Karbohidrat : 60% x 1084 = 650,4 kkal
- Lemak : 40% x 1084 = 433,6 kkal
- Protein : 10% x 1084 = 108,4 kkal
IP Mx : Keadaan umum pasien, memantau berat badan setiap bulan
IP Ex : - Memberitahu ibu cara pemilihan dan penyajian diet yang benar
- Makan makanan yang bergizi seimbang
- Menimbang berat badan secara rutin

VI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad functionam : Dubia Ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia Ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Penyakit Asma berasal dari kata “asthma” yang diambil dari bahasa
Yunani yang mengandung arti “sulit bernapas”.
Asma Adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradangan; penyempitan ini bersifat sementara.
Menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004, asma
adalah mengiberulang dan/atau batuk persisten (menetap) dengan karakteristik
sebagai berikut:
• timbul secara episodik,
• cenderung pada malam/dini hari (nokturnal),
• musiman,
• setelah aktivitas fisik,
• ada riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.

B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan
10% pada anak). Prevalensi tersebut sangat bervariasi. Di Indonesia,
prevalensi asma pada anak berusia 6-7 tahun sebesar 3% dan untuk usia 13-14
tahun sebesar 5,2% (Kartasasmita, 2002).
Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics atau NCHS
(2003), prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per
1000 anak (jumlah anak 4,2 juta), dan pada dewasa > 18 tahun, 38 per 1000
(jumlah dewasa 7,8 juta). Jumlah wanita yang mengalami serangan lebih
banyak daripada lelaki.
WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat
asma.Sedangkan berdasarkan laporan NCHS (2000) terdapat 4487 kematian
akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi. Kematian anak akibat asma jarang.

C. ETIOLOGI
Etiologi asma bronkial belum diketahui dengan jelas.Tiap serangan
biasanya didahului dengan faktor pencetus.
• Faktor genetik
o Hiperreaktivitas. 
o Atopi/Alergi bronkus. 
o Faktor yang memodifikasi penyakit genetik. 
o Jenis Kelamin.
o Ras/Etnik.

• Faktor pencetus
digolongkan menjadi faktor pencetus dari luar tubuh dan dalam tubuh.
Yang termasuk faktor pencetus dari dalam tubuh yaitu infeksi saluran nafas,
kecemasan, stres psikis, aktivitas, olahraga, maupun emosi berlebihan. Faktor
pencetus dari luar tubuh yaitu debu (debu rumah), serbuk bunga, bulu
binatang, zat makanan, minuman, obat tertentu, zat warna, bau-bauan, bahan
kimi, polusi udara, serta perubahan cuaca atau suhu
• Infeksi virus
Infesi virus merupakan faktor pencetus yang panting untuk timbulnya
serangan asma. Hal ini disebabkan oleh kerusakan sel mukosa atau seeara
tidak langsung sebagai akibat berbagai reaksi karena terlepasnya mediator
kimia.
• Alergen makanan
Pada anak yang agak besar serangan asma jarang sekali dicetuskan oleh
alergen makanan.Alergen makanan sebagai faktor peneetus hanya penting
pada masa bayi. Sensitivitas terhadap makanan seringkali menghilang dengan
bertambahnya umur.
• Alergen hirup
Tungau debu rumah yang terdapat dalam debu rumah merupakan alergen
hidup yang terpenting.Penghindarannya agak sulit oleh karena perlu usaha
yang terus menerus dan memerlukan ketekunan.Oleh karena seorang anak
menghabiskan sebagian besar waktunya di kamar tidur, maka harus
diusahakan agar kamar tidur dapat bebas dari debu rumah.Sekarang di
Indonesia sudah dipasarkan obat yang dapat membunuh tungau debu rumah.
Alergen lain yang penting juga adalah bulu binatang. Bilamana ada seorang
anak menderita asma maka sebaiknya dianjurkan untuk tidak memelihara
anjing atau kucing di dalam rumah.
• Bahan iritan
Oleh karena dasar utama dari penyakit asma adalah reaksi hiperreaktivitas
bronkus, maka semua bahan iritan baik yang bersifat spesidik (alergen)
maupun yang bersifat tidak spesifik dapat meneetuskan serangan asma. Bahan
iritan tersebut dapat berupa asal obat nyamuk, asap rokok, obat semprot
rambut, minyak wangi, bau bahan-bahan kimia, air dingin/es, udara dingin dll.
Di antara semua bahan yang bersifat iritan aspesifik tersebut yang paling
berbahaya adalah asap rokok. Terdapat bukti yang jelas bahwa asap rokok
dapat menurunkan fungsi paru. Jadi penghindaran terhadap asap rokok adalah
sangat penting
• Olahraga
Latihan olah raga yang terlalu berat dapat menimbulkan serangan asma
pada sebagian besar penderita, sedangkan latihan jasmani sangat diperlukan
oleh anak asma untuk menambah kepercayaannya pada diri sendiri dan juga
untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya terhadap rangsangan yang dapat
mencetuskan serangan asma. Latihan senam pernafasan misalnya, selain
bermanfaat untuk meningkatkan kekuatan tubuh seeara umum, juga
mempunyai tujuan khusus yakni memperkuat otot-otot pernafasan dan
mengatur irama pernafasan sehingga pada akhirnya akan terjadi peningkatan
fungsi paru. Pada dasarnya anak asma tidak dilarang untuk melakukan olah
raga apapun, baik yang bersifat hobi maupun yang bersifat kompetitif.Semua
kegiatan olah raga tersebut dapat dilakukan di luar serangan dan disesuaikan
dengan kekuatan dan ketahanan masing-masing anak. Latihan olah raga hams
dilakukan secara teratur, dan sedikit demi sedikit porsinya dapat ditingkatkan.
Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya asthma maka sebaiknya
melakukan pemanasan dulu sebelum melakukan latihan fisik yang berat dan
kalau perlu memakai obat sebelumnya. Latihan olah raga yang terbaik adalah
berenang, karena olah raga ini dapat meningkatkan ketahanan safaf otonom
dan juga dapat memperkuat otot-otot pernafasan
• Faktor emosi
Gangguan emosi dapat mengakibatkan terjadinya bronkokonstriksi, hal ini
diduga terjadi melalui aktivitas jalur parasimpatis.
D. KLASIFIKASI
Dalam GINA 2004, klasifikasi derajat penyakit asma menurut tingkat
gejala, keterbatasan aliran udara, dan fungsi paru dikategorikan ke dalam
empat kategori yaitu :
Dengan mengacu pada GINA 2004, Pedoman Nasional Asma Anak Indonesia
tahun 2004 membagi klasifikasiderajat penyakit asma menjadi :
- Asma episodik jarang (Asma dengan serangan jarang)
Umumnya serangan dicetuskan oleh infeksi virus pada saluran nafas bagian
atas dengan gejala pilek, demam ringan dan sakit tenggorokan. Gejala yang
timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi dapat berlangsung selama 3 -
4 hari tetapi batuk-batuknya dapat sampai 10 - 14 hari. Obat yang di berikan :
beta 2 agonis atau ephedrine per oral atau kalau perlu dapat dikombinasi
dengan teofilin oral. Pada serangan yang agak berat dapat ditambahkan
kortikosteroid per oral untuk jangka pendek. Bentuk serangan asma pada anak
sebagian besar (70 - 74%) adalah bentuk yang tingan ini. Setelah serangan
dapat diatasi, sebaiknya pengobatan tetap diteruskan selama 10 - 14 hari
setelah bebas serangan untuk menekan hiperreaktivitas bronkus yang mungkin
Malt terjadi.
- Asma episodik sering(Asma dengan serangan sering)
Serangan biasanya didahului oleh infeksi virus akut pada saluran nafas bagian
atas. Pada anak di atas usia 5 tahun dapat terjadi serangan dengan penyebab
yang lain; biasanya orang tua menghubungkannya dengan perubahan cuaca,
alergen/iritan, perubahan cuaca, kegiatan jasmani yang berlebihan atau emosi/
stress. Umumnya gejala memburuk pada malam hari dengan batuk dan mengi
sehingga mengganggu tidumya. Asma jenis ini merupakan 20 - 25% bentuk
serangan asma pada anak. Pada serangan asma jenis ini pengobatan profilaksis
sudah harus dimulai. Pada seorang anak yang diketahui kalau menderita
serangan infeksi virus akut pada saluran napas atas terjadi serangan asma,
maka setiap kali ia mendapat serangan infeksi harus diberikan bronkhodilator
selama paling sedikit 14 hari dikombinasi dengan kortikosteroid jangka
pendek (kurang dari 5hari). Pada seorang anak yang berdasarkan anemnesa
dapat diduga faktor pencetusnya selain dicoba untuk dihindari, juga diberikan
profilaksis bilamana temyata faktor pencetus tersebut sulit dihindari. Misal
seorang anak yang pada anamnesa kalau melakukan olah raga terjadi
serangan, sebelum dan sesudah latihan dapat diberikan agonis beta - 2 aerosol,
teofilin oral atau natrium kromolin aerosol. Bilamana serangan akutnya sudah
teratasi, tetap diberikan obat profilaksis natrium kromolin aerosol dan/atau
kortikosteroid aerosol dan/atau ketotifen. Di bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSCM pengobatan ketotifen dengan dosis 2 x 1/2 mg pada anak kurang
dari 3 tahun dan 2 x 1 mg untuk anak lebih 3 tahun selama 3 sampai 6 bulan
memberikan basil yang cukup baik.
- Asma persisten.
Biasanya kasus ini sangat jarang hanya merupakan 1 - 3% dari kasus asma
anak. Kasus asma berat ini biasanya serangannya dimulai pada usia kurang
dari 3 tahun, bahkan 25% kasus mendapat serangan sebelum usia 6 bulan.
Pada golongan ini hampir setiap hari selalu ditemukan mengi dan pada malam
hari disertai gangguan batuk.Aktivitas fisik sering menimbulkan serangan
sehingga anak tidak dapat melakukan kegiatan olahraga.Biasanya terdapat
riwayat atopi dalam keluarga.Sewaktu-waktu dapat terjadi serangan sesak
berat sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit. Kelompok ini
memerlukan obat kombinasi anti inflamasi dan bronkhodilator untuk jangka
pan jang. Dapat diberikan antara 6 bulan sampai 2 tahun.Diusahakan obat-obat
diberikan secara aerosol.Kalau tidak dapat, diberikan kombinasi obat oral dan
obat aerosol dengan proporsi obat oral seminimal mungkin.Kasus yang berat
ini sebaiknya ditangani oleh seorang dokter ahli (konsultan).

Klasifikasi asma lain berdasarkan derajat serangan yaitu


E. PATOFISIOLOGI
Obstruksi Saluran Respiratori
Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat
disebabkan oleh banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot
polos bronkial yang diprovokasimediator agonis yang dikeluarkan oleh sel
inflamasi seperti histamin, triptase, prostaglandinD2, dan leukotrien C4 yang
dikeluarkan oleh sel mast,  neuropeptidase yang dikeluarkan olehsaraf aferen
lokal dan asetilkolin yang berasal dari saraf eferen post ganglionik. Akibat
yangditimbulkan dari kontraksi otot polos saluran nafas adalah hiperplasia
kronik dari otot polos, pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada
saluran nafas. Namun,dapat juga timbul pada keadaan dimana saluran nafas dipenuhi
sekret yang banyak, tebal dan lengket pengendapan protein plasma yang keluar dari
mikrovaskularisasi bronkial dan debrisseluler .
Secara garis besar, semua gangguan fungsi pada asma ditimbulkan oleh
penyempitan saluran respiratori, yang mempengaruhi seluruh struktur pohon
trakeobronkial. Salah satumekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran
nafas adalah kecenderungan untuk  bernafas dengan hiperventilasi untuk
mendapatkan volume yang lebih besar, yang kemudiandapat menimbulkan
hiperinflasi toraks. Perubahan ini meningkatkan kerja pernafasan agar tetap
dapat mengalirkan udara pernafasan melalui jalur yang sempit dengan
rendahnyacompliancepada kedua paru.
Inflasi toraks berlebihan mengakibatkan otot diafragma dan interkostal, secara
mekanik, mengalami kesulitan bekerja sehingga kerjanya menjadi tidak
optimal .Peningkatan usaha bernafas dan penurunan kerja otot menyebabkan
timbulnyakelelahan dan gagal nafas.

Hiperaktivitas Saluran Respiratori
Mekanisme terhadap reaktivitas yang berlebihan bronkus yang
menyebabkan penyempitan saluran napas sampai saat ini tidak diketahui,
namun dapat berhubungan dengan perubahan otot polos saluran nafas yang
terjadi sekunder serta berpengaruh terhadapkontraktilitas ataupun
fenotipnya.Sebagai tambahan, inflamasi pada dinding saluran nafasyang
terjadi akibat kontraksi otot polos tersebut. Saluran respiratori dikatakan
hiperreaktif atau hiperresponsif jika pada pemberianhistamin dan metakolin
dengan konsentrasi kurang 8µg% didapatkan penurunanForced  Expiration
Volume(FEV1) 20% yang merupakan kharakteristik asma, dan juga
dapatdijumpai pada penyakit yang lainnya sepertiChronic Obstruction
Pulmonary Disease(COPD), fibrosis kistik dan rhinitis alergi. Stimulus seperti
olahraga, udara dingin, ataupunadenosin, tidak memiliki pengaruh langsung
terhadap otot polos saluran nafas (tidak sepertihistamin dan metakolin). Stimulus
tersebut akan merangsang sel mast, ujung serabut dan selain yang terdapat disaluran nafas
untuk mengeluarkan mediatornya.

Otot polos saluran respiratori


Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot
bronkus.Kelainan inidisebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada
bagian elastisitas jaringan otot polos atau pada matriks
ektraselularnya.Peningkatan kontraktilitas otot pada pasien asma berhubungan
dengan peningkatan kecepatan pemendekan otot.Sebagai tambahan,
terdapat bukti bahwa perubahan pda struktur filamen kontraktilitas atau
plastisitas dari sel otot polosdapat menjadi etiologi hiperaktivitas saluran nafas
yang terjadi secara kronik.Peran dari pergerakan aliran udara pernafasan dapat
diketahui melalui hipotesis pertubed equilibrium, yang mengatakan bahwa otot
polos saluran nafas mengalami kekakuan bila dalam waktu yang lama tidak
direnggangkan sampai pada tahap akhir, yang merupakanfase terlambat, dan
menyebabkan penyempitan saluran nafas yang menetap atau
persisten.Kekakuan dari daya kontraksi, yang timbul sekunder terhadap
inflamasi saluran nafas,kemudian menyebabkan timbulnya edema adventsial
dan lepasnya ikatan dari tekanan rekoilelastis.Mediator inflamasi yang
dilepaskan oleh sel mast, seperti triptase dan proteinkationik eosinofil,
dikatakan dapat meningkatkan respon otot polos untuk berkontraksi,
samaseperti mediator inflamasi yang lainnya seperti histamin. Keadaan
inflamasi ini dapatmemberikan efek ke otot polos secara langsung ataupun
sekunder terhadap geometri saluran nafas.
Hipersekresi mukus
Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada
salurannafas pasien asma dan penampakanremodeling  saluran nafas
merupakan karakteristik asmakronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus
saluran nafas hampir selalu ditemukan pada asma yang fatal dan menjadi penyebab ostruksi
saluran nafas yang persisiten padaserangan asma berat yang tidak mengalami perbaikan
dengan bronkodilator .Sekresi mukus pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa
peningkatanvolume saja tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas.Penebalan dan
perlengketan darisekret tidak hanya sekedar penambahan produksi musin saja
tetapi terdapat juga penumpukansel epitel, pengendapan albumin yang bersal
datri mikrovaskularisasi bronkial, eosinofil, danDNA yang berasal dari sel
inflamasi yang mengalami lisis.Hipersekresi mukus merefleksikan duamekanisme
patofisiologi yaitu mekanismeterhadap sekresi sel yang mengalami metaplasia dan
hiperplasia dan mekanisme patofisologihingga terjadi sekresi sel
granulasi.Degranulasi sel Goblet yang dicetuskan oleh stimuluslingkungan,
diperkirakan terjadi karena adanya pelepasan neuropeptidase lokal atau
aktivitas  jalur refleks kolinergik. Kemungkinan besar yang lebih penting
adalah degranulasi yangdiprovokasi oleh mediator inflamasi, dengan aktivitas
perangsang sekret, seperti neutrofilelastase, kimase sel mast, leukotrien,
histamin, produk neutrofil non-protease
F. PATOGENESIS
Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan
ditandai olehserangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan
nafas hiperreaktif.Tidak semua asma memiliki dasar alergi, dan tidak semua
orang dengan penyakit atopik mengidapasma. Asma mungkin bermula pada
semua usia tetapi paling sering muncul pertama kalidalam 5 tahun pertama
kehidupan. Mereka yang asmanya muncul dalam 2 dekade pertamakehidupan lebih
besar kemungkinannya mengidap asma yang diperantarai oleh IgE
danmemiliki penyakit atopi terkait lainnya, terutama rinitis alergika dan
dermatitis atopik.Langkah pertama terbentuknya respon imun adalah aktivasi
limfosit T oleh antigenyang dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses
yang melibatkan molekulMajor  Histocompability Complexatau MHC (MHC
kelas II pada sel T CD4+dan MHC kelas I padasel T CD8+). Sel dendritik
merupakan Antigen Precenting Cells(APC) utama pada saluranrespiratori.Sel
dendritik terbentuk dari prekursornya di dalam sumsum tulang,
lalumembentuk jaringan yang luas dan sel-selnya saling berhubungan di
dalam epitel saluranrespiratori.Kemudian, sel-sel tersebut bermigrasi menuju
kumpulan sel-sel limfoid di bawah pengaruh GM-CSF, yaitu sitokin yang
terbentuk oleh aktivasi sel epitel, fibroblas, sel T,makrofag, dan sel
mast.Setelah antigen ditangkap, sel dendritik pindah menuju daerah
yang banyak mengandung limfosit.Di tempat ini, dengan pengaruh sitokin-
sitokin lainnya, seldendritik menjadi matang sebagai APC yang efektifReaksi fase
cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadapalergen
Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Pada pasien dengan komponen
alergiyang kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut berperan. Reaksi
fase lambat pada asmatimbul beberapa jam lebih lambat dibanding fase awal. Meliputi
pengerakan dan aktivasi darisel-sel eosinofil, sel T, basofil, netrofil, dan makrofag.
Juga terdapat retensi selektif sel T pada saluran respiratori, ekspresi molekul
adhesi, dan pelepasannewly generated mediator. Sel T pada saluran respiratori
yang teraktivasi oleh antigen, akan mengalami polarisasi kearah Th2,
selanjutnya dalam 2 sampai 4 jam pertama fase lambat terjadi transkripsi
dantransaksi gen, serta produksi mediator pro inflamasi, seperti IL2, IL5, dan
GM-CSF untuk  pengerahan dan aktivasi sel-sel inflamasi. Hal ini terus
menerus terjadi, sehingga reaksi faselambat semakin lama semakin kuat.

Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratori serta sel goblet dan
kelenjar submukosa terjadi pada bronkus pasien asma, terutama yang kronik
dan berat. Secarakeseluruhan, saluran respiratori pasien asma,
memperlihatkan perubahan struktur saluranrespiratori yang bervariasi dan
dapat menyebabkan penebalan dinding saluran respiratori Remodeling juga
merupakan hal penting pada patogenesis hiperaktivitas saluran respiratoriyang
non spesifik, terutama pada pasien yang sembuh dalam waktu lama (lebih dari 1-2tahun)
atau yang tidak sembuh sempurna setelah terapi inhalasi kortikosteroid.
Gejala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan akibat dari
obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamsai kronik dan hiperaktivitas bronkus.
Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar,
nervusvagus dan mungkin juga epitel saluran nafas. Peregangan vagal
menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel
mast dan makrofag akanmembuat epitel jalan nafas lebih permeabel dan
memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa sehingga memperbesar reaksi
yang terjadi Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan
seranganasma, melalui sel efektor sekunder seperti eusinofil, netrofil,
trombosit dan limfosit. Sel-selinflamasi ini juga mengeluarkan mediator yang
kuat seperti leukotrien, tromboksan,Platelet  Activating  Factors(PAF) dan
protein sititoksis memperkuat reaksi asma. Keadaan inimenyebabkan inflamasi
yang akhirnya menimbulkan hiperaktivitas bronkus.
G. GEJALA
Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi.Beberapa penderita lebih
sering terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan sesak nafas yang
singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu.Penderita lainnya hampir
selalu mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat
setelah menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh
alergen maupun iritan.Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan
timbulnya gejala.
Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas
yang berbunyi (wheezing, mengi, bengek), batuk dan sesak nafas.Bunyi mengi
terutama terdengar ketika penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu,
suatu serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara
bertahap semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali
dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa
sesak di dada.Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa
berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari.
Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di
leher.Batuk kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa
merupakan satu-satunya gejala.Selama serangan asma, sesak nafas bisa
menjadi semakin berat, sehingga timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap
kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat. Pada serangan
yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya
sangat hebat.
Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita
seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur
kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa
persediaan oksigen penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan
pengobatan.Meskipin telah mengalami serangan yang berat, biasanya
penderita akan sembuh sempurna, Kadang beberapa alveoli (kantong udara di
paru-paru) bisa pecah dan menyebabkan udara terkumpul di dalam
rongga pleura atau menyebabkan udara terkumpul di sekitar organ dada. Hal
ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita

H. DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya yang khas dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
ANAMNESIS
 Adanya serangan asma yang berulang
 Adanya riwayat asma, alergi bahan-bahan tertentu
 Adanya pemaparan enviromental agent, penggunaan obat-obat yang belum
pernah dipakai
 Ditemukan keluhan : mengi, batuk-batuk, dan sesak napas. Ada juga yang
hanya mengeluh batuk berulang saja, sesak napas saja atau batuk-batuk
tanpa dahak disertai sesak napas.
 Berapa frekuensi dan lamanya serangan asma yang sudah pernah dialami
 Bagi penderita lama, ditanyakan obat yang pernah dipakai.
PEMERIKSAAN FISIK
Saat serangan asma :
 Penderita tampak gelisah, sesak napas (takipneu/bradipneu),kerja otot
nafas tambahan meninggkat, sianosis,kesadaran (normal/menurun)
 Stridor ekspirasi, ekspirasi diperpanjang, wheezing (mengi)
 Auskultasi : suara lemah, wheezing, ekspirasi diperpanjang
 Asma ringan  wheezing saat ekspirasi, asma berat  wheezing saat
inspirasi dan ekspirasi
Saat diluar serangan :
 Asma akut (sebelumnya)  kelainan fisik tidak ada
 Asma kronik  auskultasi didengarkan wheezing walaupun penderita
tidak sesak napas
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan faal paru  derajat obstruksi yang terjadi
- spirometri
- Peak flow meter
 Pemeriksaan laboratorium
- Darah : eosinofilia
- Sputum : eosinofilia, spiral crushman, kristal charcot leyden
- Tes kulit dengan alergen
- Pengukuran kadar IgE serum  untuk asma alergi
 Pemeriksaan radiologi
- Normal atau hiperinflasi
- Untuk mengetahui komplikasi : pneumotorak, pneumoni, atelektasis
 Tes provokasi bronkus
Untuk mengetahui hiperaktivitas bronkus, pada penderita diluar serangan,
tes positif bisa timbul serangan asma, sehingga diagnosis asma positif
Beberapa tes provokasi :
- provokasi beban kerja
- provokasi dengan hiperventilasi isokapnik udara dingin
- provokasi inhalasi dengan bahan :
spesifik alergen tertentu
nonspesifik histamin, prostaglandin
 Analisis gas darah
Bukan untuk diagnosis asma bronkial tapi untuk mendeteksi terjadinya
gagal napas.
 Pemeriksaan EKG
Melihat seberapa jauh pengaruh asma bronkial pada jantung.
DIAGNOSIS BANDING
Asma pada anak dapat didiagnosis banding dengan:
 GER, OSAS
 rinosinobronkitis
 fibrosis kistik
 primary cilliary dyskinesis, vocal cord dysfunction
 benda asing
 Bronkiolitis, Bonkitis
 Pneumonia
 TBC paru

I. PENATALAKSANAAN
Sasaran terapi pada pasien asma dengan menggunakan kortikosteroid inhalasi
yaitu peradangan saluran nafas dan gejala asma. Terapi asma disini bertujuan
untuk menghambat atau mengurangi peradangan saluran pernafasan serta
mencegah dan atau mengontrol gejala asma, sehingga gejala asma berkurang/
hilang dan pasien tetap dapat bernafas dengan baik.Strategi terapi asma dapat
dibagi menjadi dua yaitu terapi non farmakologi (tanpa menggunakan obat)
dan terapi farmakologi (dengan obat).
 Terapi Non Farmakologi
Untuk terapi non farmakologi, dapat dilakukan dengan olah raga secara
teratur, misalnya saja renang. Sebagian orang berpendapat bahwa dengan
berenang, gejala sesak nafas akan semakin jarang terjadi. Hal ini mungkin
karena dengan berenang, pasien dituntut untuk menarik nafas panjang-
panjang, yang berfungsi untuk latihan pernafasan, sehingga otot-otot
pernafasan menjadi lebih kuat. Selain itu, lama kelamaan pasien akan terbiasa
dengan udara dingin sehingga mengurangi timbulnya gejala asma. Namun
hendaknya olah raga ini dilakukan secara bertahap dan dengan melihat kondisi
pasien.
Selain itu dapat diberikan penjelasan kepada pasien agar menghindari atau
menjauhkan diri dari faktor-faktor yang diketahui dapat menyebabkan
timbulnya asma, serta penanganan yang harus dilakukan jika serangan asma
terjadi.
 Terapi Suportif
Pengobatan suportif pada serangan asma diperlukan.Pada keadaan
tertentu, misalnya terjadi komplikasi berupa dehidrasi, asidosis metabolik,
atau atelektasis, diperlukan tindakan untuk mengatasinya. Pada keadaan
khusus, misalnya adanya gangguan secara psikologis, maka peran psikolog
atau psikiater anak sangat diperlukan karena stres merupakan salah satu faktor
pencetus serangan asma
 Terapi Farmakologi
dapat dibagi menjadi dua jenis pengobatan yaitu:
• Quick-relief medicines, yaitu pengobatan yang digunakan untuk
merelaksasi otot-otot di saluran pernafasan, memudahkan pasien untuk
bernafas, memberikan kelegaan bernafas, dan digunakan saat terjadi
serangan asma (asthma attack).Contohnya yaitu bronkodilator.
• Long-term medicines, yaitu pengobatan yang digunakan untuk mengobati
inflamasi pada saluran pernafasan, mengurangi udem dan mukus berlebih,
memberikan kontrol untuk jangka waktu lama, dan digunakan untuk
membantu mencegah timbulnya serangan asma (asthma attack).
Contohnya yaitu kortikosteroid bentuk inalasi.
Pemberian obat pada asma dapat melalui berbagai macam cara, yaitu
parenteral (melalui infus), per oral (tablet diminum), atau per inhalasi.
Pemberian per inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke dalam
saluran napas melalui hirupan.Pada asma, penggunaan obat secara inhalasi
dapat mengurangi efek samping yang sering terjadi pada pemberian parenteral
atau per oral, karena dosis yang sangat kecil dibandingkan jenis lainnya.
Dosis obat yang sering dipakai untuk asma :
J. PENCEGAHAN
• Pengendalian lingkungan, pemberian ASI eksklusif minimal 6 bulan,
penghindaran makanan berpotensi alergenik, pengurangan pajanan
terhadap tungau debu rumah dan rontokan bulu binatang, telah terbukti
mengurangi timbulnya alergi makanan dan khususnya dermatitis atopik
pada bayi.
• Di samping itu, setiap keluarga yang memiliki anak dengan asma haruslah
melakukan pengendalian lingkungan, antara lain: menghindarkan anak
dari asap rokok; tidak memelihara binatang berbulu seperti anjing, burung,
kucing; memperbaiki ventilasi ruangan; mengurangi kelembaban kamar
untuk anak yang sensitif terhadap debu rumah dan tungau.
• Langkah preventif lainnya adalah pencegahan secara primer, sekunder,
dan tersier. Pencegahan primer (prenatal) dilakukan pada ibu hamil yang
memiliki riwayat atopi (alergi) pada dirinya, keluarga, anak sebelumnya,
atau pada suami. Pencegahan primer bertujuan mencegah terjadinya
sensitisasi pada janin intrauterin (saat berada di dalam kandungan) dan
dilakukan saat janin masih berada di dalam kandungan dan menyusu. Ibu
hamil dan ibu yang sedang menyusui hruslah menghindari faktor pemicu
(inducer) seperti: asap rokok atau makanan yang alergenik.
• Pencegahan sekunder bertujuan mencegah terjadinya inflamasi
(peradangan) pada bayi atau anak yang sudah tersensitisasi. Tergetnya
adalah bayi atau anak yang memiliki orang tua dengan riwayat atopi.
Antihistamin diberikan selama 18 bulan pada anak dengan dermatitis atopi
dan riwayat atopi pada orang tua.
• Pencegahan tersier bertujuan mencegah terjadinya serangan asma pada
anak yang sudah menderita asma. Pencegahan berupa penghindaran
pencetus maupun pemberian obat-obat pengendali (controller).
DAFTAR PUSTAKA

Behrman dan Vaughan (eds), Nelson: Ilmu Kesehatan Anak Bagian 3, EGC,
Jakarta
Rahajo, N.N. Supriyatno, B. Setyanto, D.B. (eds), Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak ; Respirologi Anak, 1st ed, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta
Garna, H., 2002, Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, 2nd,
Bagian/SMF Ilmu Keshatan Anak FKUP/RSHS Bandung, Bandung.
Nataprawira,H.M, 2007, Peran Asthma Control Test (ACT) dalam Tatalaksana
Mutakhir Asma Anak; www.idai.or.id/saripediatri/fulltext.asp?q=454
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, 2nd ed, EGC, Jakarta
Pusponegoro, H. D. Dkk (eds), Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, 1 st ed,
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai