Anda di halaman 1dari 34

1

1
CASE BASED DISCUSSION
DIARE AKUT DEHIDRASI RINGAN SEDANG DENGAN
STATUS GIZI BAIK
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi salah satu syarat dalam
menempuh program Pendidikan Profesi Dokter bagian Il mu Kesehatan Anak
di Rumah Sakit Islam Sultan Agung

Disusun Oleh :

Dita Oktaviani A

30101607638

Pembimbing :

dr. Hj. Pujiati Abbas, Sp. A

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinik bagian ilmu kesehatan anak

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung

Nama : Dita Oktaviani A

Judul : Diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang dengan Status Gizi Baik

Bagian : Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas : Kedokteran UNISSULA

Pembimbing : dr. Hj. Pujiati Abbas, Sp. A

Semarang, Agustus 2021

Pembimbing,

(dr. Hj. Pujiati Abbas, Sp. A)

i
BAB I

CATATAN MEDIK

I. DENTITAS PASIEN
Nama pasien : An. A.
Umur : 9 Bulan 14 hari
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Wedung, Demak

Nama ayah : Tn. F


Umur : 28 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alama : Wedung, Demak

Nama ibu : Ny. N


Umur : 26 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat : Wedung, Demak

Masuk RS : 26 Juli 2021


Keluar RS : 29 Juli 2021

II. DATA DASAR :

Anamnesis

Alloanamnesis dengan ibu yang dilakukan hari Selasa, 27 Juli


2021 dan didukung oleh catatan medis

Keluhan Utama : BAB cair

1
2

Riwayat Penyakit Sekarang :

3 hari SMRS pasien mengalami demam (+), dan muntah (+), Muntah
sebanyak 5x sehari, muntah seperti yang dimakan. Keluhan kejang (-),
batuk(-), dan pilek (-).
2 hari SMRS pasien mengalami diare (+). Ibu pasien mengatakan diare
terjadi secara tiba-tiba, diare 8x sehari ,konsistensi cair berwarna kuning,
lendir (+), bau amis (-), ampas (-), darah (-), seperti cucian beras (-), dan
daerah disekitar anus tidak merah. Apabila ditakar dengan gelas belimbing
ibu pasien mengatakan kurang lebih ¼ gelas belimbing. BAK berwarna
kuning, dan tidak berdarah. Pasien telah dibawa ke klinik dokter dan telah
diberi obat namun keadaan tidak membaik.
1 hari SMRS, keluhan tidak membaik, pasien mengalami muntah 4x dan
BAB cair 8x disertai rewel, anak tampak kehausan, lemas dan demam.
Atas kondisi tersebut ibu pasien membawa pasien ke IGD.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya.


Penyakit Anak yang pernah diderita:

Faringitis/Tonsilitis : disangkal Operasi : disangkal


Bronkitis : disangkal Pertusis : disangkal
Disentri : disangkal Trauma : disangkal
Pnemonia : disangkal Varisela : disangkal
Cacing : disangkal Reaksi obat/ alergi : disangkal
Morbili : disangkal Difteri :disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga pasien tidak didapatkan keluhan yang serupa.

Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta dan ibu pasien sebagai IRT.
Berobat dengan BPJS PBI
Kesan: Ekonomi Cukup
3

Riwayat Perinatal
Anak Laki-laki lahir dari ibu P1A0 hamil 39 minggu, lahir normal, BBL
3100 gram, Panjang badan lahir 50 cm bayi langsung menangis.
Kesan : Bayi aterm

Riwayat makan-minum
Anak diberikan ASI sejak lahir sampai usia 1 bulan dan dilanjutkan
dengan susu formula, mendapat makanan pendamping berupa bubur susu usia
6 bulan, umur 9 bulan hingga sekarang mendapat makanan pendamping berupa
nasi tim dan sayur. Anak makan biasanya 2-3 kali sehari dengan porsi yang
cukup.
Kesan : kualitas-kuantitas diit kurang

Riwayat Imunisasi dasar

No Jenis Imunisasi Jumlah Dasar

1. BCG 1x 1 bulan

2. Polio 4x 0, 2, 3,4 bulan

3. Hepatitis B 3x 0 bulan

4. DPT-HB-Hib 3x 2, 3, 4, bulan

5. MR/MMR 1x 9 bulan

Kesan: Imunisasi dasar lengkap sesuai usia

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak

 Senyum : pada usia 2 bulan

 Miring : pada usia 3 bulan

 Tengkurap : pada usia 4 bulan

 Duduk : pada usia 6 bulan

 Merangkak : pada usia 6 bulan


4

Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan umur

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Status Gizi (IMT)

Diketahui :
Umur : 9 bulan 14 hari
Berat badan sekarang : 8.5 kg
Tinggi badan : 73 cm
WAZ = 8,5-8.9 = -0,4 SD (Normal)
0,9
HAZ = 73-72= -0,45 SD (Normal)
-2,2
WHZ = 8,5-9,1= -0,85 SD (Normal)
0,7
Kesan : Gizi baik

Dilakukan pada hari selasa 27 Juli 2021 11.00 WIB

- Umur : 9 bulan 14 hari

- Berat badan sekarang : 8.5 kg

- Tinggi badan : 73 cm

Keadaan Umum : Komposmentis, tampak rewel, tampak kehausan

Tanda Vital:

Tekanan Darah : Tidak diukur

Nadi : 120x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup

Frekuensi napas : 38x/menit

Suhu badan : 37,8°C

Pemeriksaan Fisik Umum:


5

a. Rambut : hitam, tidak mudah dicabut


b. Kepala : mesocephale
c. Kulit : tidak sianosis, ptechie (-)
d. Mata : injeksi conjungtiva (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung
(+/+)
e. Hidung : nafas cuping hidung (-), secret (-),mucosa
hiperemis (-)
f. Telinga : discharge (-), nyeri tekan tragus (-)
g. Mulut : sianosis (-), bibir kering (+), gusi berdarah (-),stomatitis
(-)
h. Leher : simetris, pembesaran kelenjar getah bening (-), ruam
makulopapular (-)
i. Tenggorokan : faring hiperemis (-), T1-T1
j. Thorak:

o Paru-paru
Inspeksi : Hemithorax dextra et sinistra simetris dalam keadaan
statis maupun dinamis, retraksi dinding dada subcostal (-/-)
Palpasi : Strem femitus dextra dan sinistra simetris
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : SD vesikular +/+, suara tambahan: wheezing -/-, ronki
basah -/-
o Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba dengan 1 jari sejajar papila mammae
ICS 5 linea midclavikula sinistra
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I-II regular, bising (-)
k. Abdomen:

Inspeksi : bentuk cembung


6

Auskultasi : bising usus meningkat

Perkusi : timpani

Palpasi : nyeri tekan (-), pembesaran organ (-), turgor kembali


lambat

l. Genitalia : Laki-laki
m. Ekstremitas :

Superior Inferior
Capillary refill <2” <2”
Akral dingin -/- -/-
Edema -/- -/-
Pitting edema -/- -/-

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Darah Rutin    

Hemoglobin 12.6 10.5 – 12.9 g/dL

Hematokrit 39.4 31.0 - 43.0 %

Leukosit 12.83 6.00-17.50 ribu/uL

Eritrosit 5.5 4.4-5.9 juta/uL

Trombosit 644 (H) 217-497 ribu/uL

Hitung Jenis Leukosit    

Eosinofil 0.1( L) 1.0-50 %

Basofil 0.5 0-1 %

Neutrofil 47.4 17-60 %

Limfosit 47.4 20-70 %


7

Monosit 4.4 1-11%

IG 0.2  

Indeks eritrosit    

MCV 72.3 (L) 74.0-106.0 fL

MCH 23.1 21.0-33.0 pg

MCHC 32.0 28.0-32.0 g/dL


8

I. ASSESMENT :

1. Diare akut dehidrasi ringan sedang


2. Gizi Baik
II. INITIAL PLAN DIAGNOSIS
1. Assesment : Diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang

� DD :
Faktor Infeksi :
Enteral (bakteri: shigella, e.coli, vibrio cholera; virus: rotavirus; protozoa:
entamoeba histolytica)
Parenteral (OMA, ISK, ISPA)
Faktor non-infeksi : alergi, malabsorpsi

� IP. Dx

S :-
O : Feses rutin (kecuali jika ada kecurigaan intoleransi laktosa ),
kadar gula darah, kadar elektrolit tubuh
� IP. Tx
o IGD:
o Infus RL 100 ml loading
o Inj. ondancentron 2 mg
o Inj. Paracetamol 100 mg
DADRS : Terapi B
3 jam pertama observasi diberikan oralit 75 ml/kgBB
BB = 8.5 kg x 75 ml = 637.5 ml
o Bangsal:

Kebutuhan rumatan (maintenance)

Rumus Darrow

10 kg I = 100 cc/kgbb/hari
9

8.5 kg = 8.5 x 100 = 850 cc/kgBB/hari

Demam = selisih demam : 37,8-37,5 = 0,3

= (850cc x 0.8 x 12%)= 30,6 cc

Dehidrasi Ringan Sedang = (850 x7,5%) = 63,75

Total = 944,35 cc/hari

( Kebutuhan cairan per hari ) x 15 995,35 x 15


 Hitung infus= =
24 x 60 24 x 60

= 9,83 tpm  10 tpm dalam 24 jam

 Inf. Futrolit 10 tpm


 Inj. Glybotic 2x200 mg
 Inj. Paracetamol 100 mg k/p
 Inj. Ondasentron 2x1 mg
 Dehidrolit
 L-Bio 2x1
 Zinc pro drop 1x1 cc
 IP. Mx
o Vital sign, tanda dehidrasi, adanya pernafasan kussmaul
 IP. Ex
o Menjaga pola makan yang cukup gizi dan higienis
o Makan-makanan yang dimasak terlebih dahulu
o Menjaga lingkungan dan kebersihan diri (Jaga kebersihan tangan,
alat makan)
o Berikan anak lebih banyak minum

2. Assesment : Gizi Baik

DD :
10

- Gizi kurang
- Gizi lebih

IP. Dx :

S: Kualitas dan kuantitas makanan

O: -

IP. Tx :

Kebutuhan umur 9 bulan 14 hari , BB = 8,5 kg

(61 x BB) – 51 = (61 x 8,5 )- 51 = 467,5 kkal

Terdiri dari :

o Karbohidrat : 60% x 467,5 = 280,5 kkal

o Lemak : 35% x 467,5 = 163,625 kkal

o Protein : 5% x 467,5 = 23,375 kkal

IP. Mx :
o Keadaan umum pasien
o Data antropometri (berat badan, tinggi badan)
IP. Ex :
o Makan teratur dengan gizi seimbang sesuai kebutuhan gizi
11

FOLLOW UP
Waktu Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3
perawatan perawatan perawatan
Tanggal 26 Juli 2021 27 Juli 2021 28 Juli 2021
Keluhan BAB cair >8x BAB 4x cair, BAB 4x padat
kuning, demam, lender, demam
muntah
Keadaan umum Tampak lemah, Tampak lemah, Tampak lemah,
composmentis, composmentis, composmentis,
tampak gizi cukup tampak gizi cukup tampak gizi cukup
TTV:
Nadi 120x/menit isi 110x/menit isi 100x/menit, isi
cukup cukup cukup
RR 38x/menit 35x/menit 30x/menit
Suhu 37,8 (axilla) 37,5 (axilla) 36,5 (axilla)
Assessment DADRS DADRS DADRS
Terapi Inf. Futrolit 10tpm Inf. Futrolit 10tpm Inf. Futrolit 10tpm
Inj. Glybotic Inj. Glybotic Inj. Glybotic
2x200 mg 2x200 mg 2x200 mg
Inj. Sanmol Inj. Sanmol Inj. Ondasentron
100mg k/p 100mg k/p 2x1mg
Inj. Ondasentron Inj. Ondasentron
2x1mg 2x1mg

Dehidrolit Dehidrolit Dehidrolit


L-Bio 2x1 L-Bio 2x1 L-Bio 2x1
Zinc pro drop Zinc pro drop Zinc pro drop
2x1cc 2x1cc 2x1cc
12

Waktu Hari ke-4


perawatan
Tanggal 29 Juli 2021
Keluhan BAB 3x dengan
ampas
Keadaan umum Tampak lemah,
composmentis,
tampak gizi cukup
TTV:
Nadi 120x/menit isi
cukup
RR 25x/menit
Suhu 37 (axilla)
Assessment DADRS
Terapi Inf. Futrolit 10tpm
Inj. Glybotic
2x200 mg

Dehidrolit
L-Bio 2x1
Zinc pro drop
2x1cc
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan buang air besar lebih dari tiga
kali dalam sehari baik cair maupun lembek. Diare merupakan salah satu
penyebab tingginya morbiditas dan mortilitas pada balita di seluruh dunia
dengan 3 juta kematian tiap tahunnya (IDAI, 2011).

Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak


atau lebih cair dari biasanya yang terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam dan
berlangsung < 14 hari. Diare dapat mengakibatkan gangguan gizi serta
kematian. Kematian pada kasus diare disebabkan oleh karena dehidrasi.
Penyebab terbanyak adalah infeksi rotavirus (Juffrie, 2011).

B. ETIOLOGI
Diare dapat disebabkan oleh :
a. Faktor Makanan:
- Makanan busuk/basi, mengandung racun
Diare karena keracunan makanan terjadi akibat dua hal yaitu
mengandung zat kimia beracun atau makanan mengandung
mikrorganisme yang mengeluarkan toksin, antara lain Clostridiun
perfringens, Staphylococcus.
- Perubahan susunan makanan yang mendadak, sering terjadi pada
bayi- bayi
- Susunan makanan yang tidak sesuai dengan umur bayi
- Alergi pada makanan  Cow’s Milk protein sentitice enteropathy
(CMPSE) dan juga dapat disebabkan oleh makanan lainnya
(Ngastiyah,2012).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Astuti, dkk (2011) perilaku
ibu masih banyak yang merugikan kesehatan salah satunya kurang
memperhatikan kebersihan makanan seperti pengelolaan makanan terhadap

13
14

fasilitas pencucian, penyimpanan makanan, penyimpanan bahan mentah


dan perlindungan bahan makanan terhadap debu (Astuti, 2011).

b. Faktor Infeksi :
- Faktor Parenteral :
Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat
pencernaan, seperti infeksi saluran nafas, ISK, Otitis Media Akut
(OMA), Tonsilofringitis, Bronkopneumoni, Ensefalitis, dll
(Ngastiyah, 2012).
- Faktor Enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak.
Infeksi enteral meliputi:
 Infeksi bakteri : Vibrio, E coli, Salmonela, Shigella,
Campylobacter, yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
 Infeksi Virus : Entero virus, (virus ECHO, Coxsakie,
Poliomielitis), adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll.
 Infeksi Parasit : Protozoa (Entamoeba histolytica,
Giardia lamblia, Tricomonas hominis), Cacing (Ascaris,
Trichiuris, Oxyuris, Strongiloides), Jamur (Candida
albicans) (Ngastiyah, 2012).
Faktor ini bisa diawali dengan adanya mikroorganisme (kuman)
yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang
dalam usus dan merusak sel mukosa intestinal yang dapat menurunkan
daerah permukaan intestinal sehingga terjadinya perubahan kapasitas
dari intestinal yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi intestinal
dalam absorpsi cairan elektrolit. Adanya toksin bakteri juga akan
menyebabkan system transport menjadi aktif dalam usus, sehingga sel
mukosa mengalami iritasi dan akhirnya sekresi cairan dan elektrolit
akan meningkat (Hidayat, 2008).
c. Faktor malabsorbsi :
15

- Malabsorbsi karbohidrat  intoleransi laktosa


- Malabsorbsi lemak  trigliserida rantai panjang
- Malabsorbsi protein  beta lactoglobulin (Maryunani, 2010).
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang
mengakibatkan tekanan osmotik meningkat kemudian akan terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan
isi rongga usus sehingga terjadilah diare (Hidayat, 2008).

d. Immunodefisiensi  terjadi pada penderita HIV (Ngastiyah, 2012).


e. Faktor psikologis : rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi
pada anak yang lebih besar) (Ngastiyah, 2012). Hal tersebut dapat
mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltic usus yang dapat
mempengaruhi proses penyerapan makanan (Hidayat, 2008).
C. CARA PENULARAN DAN FAKTOR RESIKO
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu
melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau
kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah
tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. Singkatnya, dapat
dikatakan melalui “4F” yakni finger (jari), flies (lalat), fluid (cairan), dan
field (lingkungan) (Juffrie, 2011). Faktor risiko yang dapat meningkatkan
penularan enteropatogen antara lain :
- Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4–6 bulan pertama
kehidupan
- Tidak memadainya penyediaan air bersih
- Pencemaran air oleh tinja
- Kurangnya sarana kebersihan MCK (Mandi Cuci Kakus)
- Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk
- Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis
- Gizi buruk
- Imunodefisiensi
- Berkurangnya asam lambung menurunnya motilitas usus
16

- Menderita campak dalam 4 minggu terakhir (Sodikin, 2011)


- Faktor lainnya :
1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11
bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI (Juffrie,
2011). Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar
antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan
yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung
dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai
merangkak (Depkes RI, 2009).
Menurut penelitian Handayani (2012) menunjukkan bahwa
kejadian diare pada balita mayorritas terjadi pada usia 0-2 tahun
sebanyak 48,2%. Tingginya angka diare pada anak balita yang
berusia semakin muda dikarenakan semakin rendah usia anak balita
daya tahan tubuhnya terhadap infeksi penyakit terutama penyakit
diare semakin rendah, apalagi jika anak mengalami status gizinya
kurang dan berada dalam lingkungan yang kurang memadai
(Handayani, 2012).

2. Infeksi asimtomatik
Infeksi asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun
dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada infeksi asimtomatik
yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang
infeksius (Juffrie, 2011).
3. Faktor musim
Di daerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan
oleh rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan
sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri
cenderung meningkat pada musim hujan (Juffrie, 2011).
17

4. Epidemi dan pandemic


Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat
menyebabkan epidemi dan pandemi yang mengakibatkan tingginya
angka kesakitan dan kematian pada semua golongan usia (Juffrie,
2011).
5. Pemberian ASI Ekslusif
Pemberian ASI ekslusif pada bayi sampai berusia 6
bulan akan memberikan kekebalan bayi terhadap berbagai
penyakit, karena ASI adalah cairan yang mengandung zat
kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai
penyakit. Oleh karena itu dengan adanya zat anti kekebalan dari
ASI maka bayi dapat terlindung dari penyakit diare. Apabila
bayi dipaksa menerima makanan selain ASI, akan timbul
gangguan pada bayi seperti diare, alergi dan bahaya lain yang
fatal (Analinta, 2019).
Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif secara otomatis
mendapatkan kekebalan yang bersifat anti infeksi. ASI juga
memberikan proteksi pasif bagi tubuh anak untuk menghadapi
patogen yang masuk ke dalam tubuh. Pemberian ASI sebagai
makanan alamiah terbaik yang dapat diberikan ibu kepada
anaknya, dimana komposisi ASI sesuai untuk pertumbuhan dan
perkembangan bayi serta pelindung bayi dari berbagai penyakit
infeksi (Ni Wayan Suryantini et al., 2017).
D. KLASIFIKASI
Secara klinik dibedakan 3 macam sindrom diare :
a. Diare cair akut
Diare yang terjadi secara akut dan berlangsung kurang dari 14 hari
(bahkan kebanyakan kurang dari 7 hari), dengan pengeluaran tinja yang
lunak atau cair yang sering dan tanpa darah.
b. Disentri
Diare yang disertai darah dalam tija. Akibat penting disentri antara lain
18

ialah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat dan kerusakan


mukosa usus karena bakteri invasif. Penyebab utama disenri akut adalah
shigella.
c. Diare persisten
Diare yang mula-mula bersifat akut namun berlangsung lebih dari 14
hari.
Pembagian diare menurut lamanya diare :
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-
infeksi
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi
infeksi (Kemenkes, 2011)
E. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang
masuk melalui makanan dan minuman sampai ke enterosit, akan
menyebabkan infeksi dan kerusakan villi usus halus. Enterosit yang rusak
diganti dengan yang baru yang fungsinya belum matang, villi mengalami
atropi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik, akan
meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan meningkatkan motilitasnya
sehingga timbul diare (Juffrie, 2011).
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang
berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP,
cGMP dan Ca dependent (Marcdante, 2014).
Patogenesis terjadinya diare oleh Salmonella, Shigella, E.Coli agak
berbeda dengan patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir
sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel mukosa usus halus
sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik. Toksin Shigella juga dapat
masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Diare
oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan darah dalam tinja yang disebut
disentri .
Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu :
19

1. Diare osmotic  diare akibat gangguan absorpsi


Akibat adanya makanan yang tak dapat diserap, tekanan osmotic
dalam lumen usus meningkat, sehingga terjadi pergeseran cairan dan
elektrolit ke dalam lumen usus. Isi lumen usus yang berlebihan akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare
(Hutasoit, 2020). Diare ini dapat disebabkan karena :
a. Konsumsi magnesium hidroksida  menurunkan fungsi absorpsi usus
b. Defisiensi sukrase-isomaltase
c. Adanya bahan yang tidak diserap  bahan intraluminal pada usus
halus bagian proksimal akan bersifat hipertonis dan menyebabkan
hiperosmolaritas. Akibat adanya perbedaan tekanan osmotik antara
lumen usus dan darah, maka pada segmen jejunum yang bersifat
permeabel, air akan mengalir ke arah lumen jejunum, dan air akan
terkumpul di dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam
lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang
besar dengan kadar Na yang normal (Marcdante, 2014).
2. Diare sekretorik  diare akibat gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus halus.
Hal ini terjadi bila absorpsi natrium oleh villi gagal sedangkan sekresi
klorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hasil akhirnya
adalah sekresi cairan yang menyebabkan dehidrasi. Penyebab lainnya
adalah hiperplasia kripta, luminal secretagogues, dan blood-borne
secretagogeus. Hiperplasia kripta umumnya akan menyebabkan atrofi
villi (Guarino, 2014).
Pada luminal secretagogues, sekresi lumen dipengaruhi oleh
enterotoksin bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti
laksansia, garam empedu bentuk dihidroxyl, serta asam lemak rantai
panjang. Pada blood-borne secretagogeus, diare umumnya disebabkan
karena enterotoksin E. coli atau V. cholera (Guarino, 2014).
3. Diare oleh karena gangguan motilitas usus.
20

Diare ini disebabkan karena adanya perubahan motilitas usus yang


akan berpengaruh terhadap absorpsi. Baik peningkatan ataupun
penurunan motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan
motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang pada
akhirnya dapat menyebabkan diare. Hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga
timbul diare. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi.
Watery diarrhea dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon
iritable pada bayi (Juffrie, 2011).
F. MANIFESTASI KLINIS
Pasien diare dapat mengalami dehidrasi, asidosis metabolik maupun
hipokalemia yang disebabkan karena kehilangan cairan tubuh secara terus
menerus tanpa diimbangi oleh asupan cairan yang cukup. Pada pasien diare,
terjadi kehilangan ion-ion seperti natrium, klorida dan bikarbonat, sehingga
terjadi gangguan keseimbangan elektrolit. Apabila terjadi dehidrasi, jika
tidak diobati dengan cepat dan tepat dapat menyebabkan hipovolemia,
kolaps kardiovaskular dan kematian (Juffrie, 2011).
Mual dan muntah merupakan tanda non-spesifik yang diakibatkan
oleh infeksi saluran cerna bagian atas seperti enterik virus, bakteri yang
memproduksi enterotoksin, Giardia, dan Cryptosporidium. Muntah juga
sering terjadi pada diare non inflammatory (Juffrie, 2011).

(WHO, 2009).
21

G. DIAGNOSIS
ANAMNESIS
1. Diare
Lama diare, frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak
lendir, dan darah. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare.
Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare : memberi oralit,
membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan
yang diberikan serta riwayat imunisasinya.
2. Muntah
Pada keluhan muntah, perlu digali informasi volume, frekuensi, dan isi
muntahan.
3. Tanda dehidrasi
22

BAK: biasa, berkurang, jarang, atau tidak BAK dalam 6-8 jam terakhir.
Anak rewel, tampak kehausan atau lemas dan tidak mau minum.
4. Tanda lain
Adakah demam atau penyakit lain yang menyertai seperti batuk, pilek,
otitis media, campak (Juffrie, 2011).
H. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh,
frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya
perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi : kesadaran, rasa haus, dan turgor
kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya, seperti ubun-ubun besar
cekung atau tidak, palpebra mata cekung atau tidak, ada atau tidak adanya
air mata, bibir, mukosa mulut, dan lidah kering atau basah. Pernapasan yang
cepat dan dalam merupakan tanda asidosis metabolik. Bising usus yang
lemah atau tidak ada menandakan kemungkinan hipokalemi. Pemeriksaan
ekstremitas perlu karena perfusi dan pengisian kapiler dapat menentukan
derajat dehidrasi yang terjadi (Juffrie, 2011).

(Kemenkes, 2015).
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali apabila
ada tanda intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiasis. Hal yang dinilai
pada pemeriksaan tinja adalah pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis.
 Pemeriksaan makroskopis yang dinilai : konsistensi, warna, apakah
terdapat lendir, apakah terdapat darah, dan baunya.
23

 Pemeriksaan mikroskopis : hitung leukosit, eritrosit, parasit dan


bakteri.
 Pemeriksaan kimia, dinilai pH, clinitest, dan elektrolit (Na, K, HCO3).
 Pemeriksaan biakan dan uji sensitivitas tidak dilakukan pada diare
akut.
Dapat pula dilakukan analisis gas darah dan elektrolit bila secara klinis
dicurigai adanya gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit (Juffrie,
2011).
J. DERAJAT DEHIDRASI
Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan
sering disertai dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa. Dehidrasi
dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan
elektrolit. Dehidrasi ringan bila penurunan berat badan kurang dari
5%,dehidrasi sedang bila penurunan berat badan antara 5%-10% dan
dhidrasi berat bila penurunan lebih dari 10% .
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara
: obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama
diare. Subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King,
dan lain-lain (Juffrie, 2011).

(Aditama, 2011).
K. PENATALAKSANAAN
Terdapat Lima Lintas Tatalaksana Diare yaitu :
24

1. Rehidrasi
 Tanpa dehidrasi
Cairan rehidrasi oralit  NEW ORALIT diberikan 5 – 10 mL/kgBB
setiap diare cair atau berdasarkan usia, yaitu :
– Umur < 1tahun  500 – 100 mL
– 1 – 5 tahun  100 – 200 mL
Dapat diberikan cairan rumah tangga sesuai kemauan anak. ASI harus
terus diberikan. Pasien dapat dirawat dirumah, kecuali apabila terdapat
komplikasi lain (tidak mau minum, muntah terus, diare frekuen dan
profus) (Desak Putu Rendang Indriyani and Putra, 2020)

(Kemenkes, 2015)
 Dehidrasi ringan – sedang
o Cairan Rehidrasi Oral (CRO) hipoosmolar diberikan sebanyak 75
mL/kgBB dalam 3 jam untuk mengganti kehilangan cairan yang
telah terjadi dan sebanyak 5 – 10 mL/kgBB setiap diare cair.
o Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah setiap
diberi minum walaupun telah diberikan dengan cara sedikit demi
sedikir atau melalui pipa nasogastrik. Cairan intravena yang
diberikan adalah ringer laktat atau KAEN 3B atau NaCL dengan
jumlah cairan dihitung berdasarkan berat badan. Status dehidrasi
25

dievaluasi secara berkala.


 3 – 10 kg = 200 mL/KgBB/hari
 10 – 15 kg = 175 mL/KgBB/hari
 > 15 kg = 135 mL/KgBB/hari
o Pasien dipantau di puskesmas/RS selama proses rehidrasi sambil
memberi edukasi tentang melakukan rehidrasi kepada orangtua
(Desak Putu Rendang Indriyani and Putra, 2020).

(Kemenkes, 2015)
 Dehidrasi berat
Diberikan cairan rehidtasi parenteral dengan RL atau RA 100
mL/KgBB dengan cara pemberian :
• < 12 bulan = 30 mL/KgBB dalam 1 jam pertama,
dilanjutkan 70 mL/KgBB dalam 5jam berikutnya.
• > 12 bukan = 30 mL/KgBB dalam ½ jam pertama,
dilanjutkan 70 mL/KgBB dalam 2,5 jam berikutnya.
• Masukkan cairan peroral diberikan bila pasien sudah
mau minum, dimulai dengan 5 mL/KgBB selama proses rehidrasi
(Desak Putu Rendang Indriyani and Putra, 2020).
26

(Kemenkes, 2015)

2. Dukungan nutrisi
Makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama
pada waktu anak sehat untuk pengganti nutrisi yang hilang serta
mencegah agar tidak menjadi gizi buruk. Adanya perbaikan nafsu makan
menandakan fase kesembuhan. ASI tetap diberikan selama terjadinya
diare pada diare cair akut maupun pada diare akut berdarah dengan
frekuensi lebih sering dari biasanya. Anak umur 6 bulan ke atas
sebaiknya mendapat makan seperti biasa (Aditama, 2011).
3. Suplementasi zinc
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut terbukti mengurangi
lama dan beratnya diare, mencegah berulangnya diare selama 2-3 bulan.
Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Pastikan semua anak
yang menderita diare mendapat tablet zinc sesuai dosis dan waktu yang
telah ditentukan, kecuali bayi muda. Dosis Zinc untuk anak-anak :
 Anak-anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg (½ tablet)
 Anak diatas umur 6 bulan : 20 mg ( 1 tablet)
Diberikan selama 10 – 14 hari berturut – turut, meskipun anak sudah
27

sembuh.
Cara pemberian tablet Zinc : untuk bayi dapat dilarutkan dengan air
matang, ASI, atau oralit. Untuk anak yang lebih besar dapat dikunyah
atau dilarutkan. Zinc berfungsi untuk menangkal radikal bebas dalam
tubuh dan regenerasi sel enterosit (Aditama, 2011).

(Aditama, 2011).
4. Antibiotika selektif
Obat pilihan untuk pengobatan diare yang disebabkan infeksi enteral
dan parenteral adalah golongan Quinolon seperti Siprofloksasin dengan
dosis 30-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5 hari (Aditama,
2011).
Pemberian antibiotik dilakukan terhadap kondisi-kondisi seperti:

 Patogen sumber merupakan kelompok bakteria


 Diare berlangsung sangat lama (>10 hari) dengan kecurigaan
Enteropathogenic E coli sebagai penyebab.
 Apabila patogen dicurigai adalah Enteroinvasive E coli.
 Agen penyebab adalah Yersinia ditambah penderita memiliki tambahan
diagnosis berupa penyakit sickle cell.
 Infeksii Salmonella pada anak usia yang sangat muda, terjadi
peningkatan temperatur tubuh (>37,5 C) atau ditemukan kultur darah
positif bakteri (Desak Putu Rendang Indriyani and Putra, 2020).
5. Edukasi orang tua
28

Nasihat pada ibu untuk kembali segera jika ada demam, tinja
berdarah, muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare
makin sering atau belum. Indikasi untuk rawat inap pada diare akut
adalah malnutrisi, usia kurang dari 1 tahun, menderita campak pada 6
bulan terakhir, adanya dehidrasi dan disentri yang datang dengan
komplikasi (Aditama, 2011).
L. KOMPLIKASI
Komplikasi dari diare akut yang tidak tertangani dengan cepat dan
tepat atau muncul pada saat dilakukan terapi rehidrasi diantaranya adalah
gangguan elektrolit berupa hipernatremia, hiponatremia, hiperkalsemia, dan
hipokalemia. Apabila upaya rehidrasi oral mengalami kegagalan, dapat
terjadi kejang yang disebabkan karena hipoglikemi, hiperpireksia,
hipernatremi atau hiponatremi.
Komplikasi lainnya yang meskipun jarang tetapi juga penting adalah
overhidrasi yang menyebabkan edema, asidosis, ileus paralitik, malabsorpsi
glukosa, muntah, dan gagal ginjal (Juffrie, 2011).
M. PENCEGAHAN
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara mencegah
penyebaran kuman patogen penyebab diare, dengan cara : pemberian ASI
yang benar, memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan
pendamping ASI, penggunaan air bersih yang cukup, membudayakan
kebiasaan mecuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum
makan, penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga, dan membuang tinja bayi yang benar.
Selain itu, upaya pencegahan diare juga dapat dilakukan dengan
meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara pemberian ASI paling tidak
sampai 2 tahun, meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan
memberi makan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi
anak, dan dilakukannya imunisasi campak (Juffrie, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

1. Aditama, Tjandra Yoga, 2011, Buku Saku Lintas Diare, Departement


Kesehatan RI, Jakarta

2. Analinta, A., 2019, Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif dengan


Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Ampel, Kecamatan
Semampir, Kota Surabaya 2017, doi: 10.20473/amnt.v3.i1.2019.13-17,
15 Agustus 2021.

3. Astuti, W. P., Herniyatun, & Yudha, H. T., 2011. Hubungan


Pengetahuan Ibu Tentang Sanitasi Makanan Dengan Kejadian Diare
Pada Balita di Lingkup Kerja Puskesmas Klirong 1. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Keperawatan, volume 7, no. 2, juni.

4. Depkes RI. Buku ajar diare : pegangan bagi mahasasiswa.


Jakarta . Ditjen.PPM & PPL. 2009.

5. Desak Putu Rendang Indriyani & Putra, I. G. N. S., 2020, Penanganan


terkini diare pada anak: tinjauan Pustaka, DOI:
10.155562/ism.v11i2.848, P-ISSN: 2503-3638, E-ISSN: 2089-9084, 15
Agustus 2021.

6. Guarino, Alfredo, Ashkenazi, Shai, Gendrel, Dominique, Lo Vecchio,


Andrea, Shamir, Raanan, Szajewska, Hania. 2014. “European Society
for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition/European
Society for Pediatric Infectious Diseases Evidence-Based Guidelines
for the Management of Acute Gastroenteritis in Children in Europe:
Update 2014,” Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition,
Vol. 59, no. 1, hal. 132-15

7. Handayani P. Gambaran Karakteristik Kejadian Diare Pada Balita


Di Klinik Wijaya Kusuma Serpong Periode Januari – Desember 2013.
2013:2007-2012.

29
30

8. Hidayat, Abdul Aziz Alimul DS. Pengantar Ilmu Keperawatan


Anak 2. Jakarta: Salemba Medika; 2008.

9. Hutasoit, D. P., 2020, Pengaruh Sanitasi Makanan dan Kontaminasi


Bakteri Escherichia coli Terhadap Penyakit Diare, DOI:
10.35816/jiskh.v10i2.399, p-ISSN: 2354-6093 dan e-ISSN: 2654-4563,
15 Agustus 2021.

10. IDAI., 2011. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak


Indonesia. Jilid 2 cetakan pertama. Jakarta. Badan Penerbit IDAI.

11. Juffrie. (2011). Gastroenterologi- hepatologi, jilid 1. Jakarta: Badan


penerbit IDAI.

12. Kemenkes, 2011, Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare Balita, 15


Agustus 2021.

13. Kemenkes, 2015, Manajemen Terpadu Balita Sait (MTBS), Jakarta, 15


Agustus 2021.

14. Marcdante, Kliegmen E, Jenson B et al, 2014, Sistem Pencernaan,


dalam:Nelson; Ilmu Kesehatan anak, Edisi.6, Elsevier Inc, Singapore,
pp.451-499.

15. Maryunani A. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta:


TIM:2010.

16. Ngastiyah. Edisi Revisi : Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta:


EGC; 2012.

17. Ni Wayan Suryantini, Listyana Natalia Retnaningsih & Krisnanto, P.


D., 2017, Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian Diare
Pada Anak Usia 6-12 Bulan Di Posyandu Desa Wedomartani Wilayah
Kerja Puskesmas Ngemplak II, doi:
http://dx.doi.org/10.35842/jkry.v4i3.160, 15 Agustus 2021.
31

18. Sodikin. (2011). Asuhan keperawatan anak gangguan sistem


gastrointestinal dan hepatobilier.Jakarta : Salemba Medika

19. WHO., 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Jakarta : World Health Organization & Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 15 Agustus 2021.

Anda mungkin juga menyukai