Disusun Oleh :
Endri Bagus Gunawan
(012095896)
Pembimbing :
Dr. dr. Hj Sri Priyantini, Sp.A
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2023
LEMBAR PENGESAHAN
Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinik bagian ilmu kesehatan anak
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. I
Umur : 6 Tahun 5 bulan
Jenis Kelamin : Laki laki
Agama : Islam
Alamat : Sriwulan Sayung, Demak
Status Internus
a. Kepala : Mesocephale
b. Kulit : Tidak sianosis, turgor kembali cepat <2 detik, ikterus (-),
petechie (-)
c. Mata : Pupil bulat, isokor, Ø 4mm/ 4mm, refleks cahaya (+/+)
normal, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
d. Hidung : bentuk normal, sekret (+/+), nafas cuping hidung (-)
e. Telinga : bentuk normal, serumen (-/-), discharge (-/-), nyeri (-/-)
f. Mulut : bibir kering (-), sianosis (-), pendarahan gusi (-) lidah kotor
(-)
g. Tenggorok : tonsil T1-T1, arcus faring simetris, uvula di tengah,
hiperemis (-)
h. Leher : simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limfe
i. Thorax
Paru
- Inspeksi : Hemithoraks dextra et sinistra simetris, retraksi
suprasternal, intercostal +
- Palpasi : stem fremitus dextra et sinistra simetris
- Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
- Auskultasi : suara dasar : vesikuler
suara tambahan : ronkhi (-/-), wheezing (+/+),
ekspirasi memanjang
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 2 cm medial linea mid
clavicula sinistra, tidak melebar, tidak kuat angkat
- Perkusi : Batas atas di ICS II linea parasternal sinistra
Batas kanan di ICS IV linea parasternal kanan
Batas kiri di ICS IV linea mid clavicula sinistra
- Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-), bising (-)
Abdomen
- Inspeksi : cembung, hiperemis (-), jejas (-)
- Auskultasi : Bising usus (+)
- Perkusi : timpani (+)
- Palpasi : defense muscular (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien
dalam batas normal
Ekstremitas
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
Capillary Refill Time <2" <2"
Bengkak -/- -/-
Pitting edema -/- -/-
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
-Pemeriksaan RO Thorax
Cor : bentuk dan letak normal
Pulmo : Corakan Bronkovaskular Meningkat
Tampak Bercak pada Perihiler kanan kiri
Hemidiafraghma Kanan setinggi costa 10 Posterior
Sinus costophrenicus kanan kiri baik
Kesan :
Cor tak membesar
Gambaran Bronkopneumonia
IV. ASSESMENT
Asma Intermittent Derajat Sedang dengan Status Gizi Kurang
V. INITIAL PLAN
Assessment 1 : Asma Intermittent derajat Sedang
DD :
Pertussis
TB Paru
IP. Dx :
Uji Faal Paru dengan spirometry atau peak flow meter
Uji cukit kulit ( Skin Prick Test )
Hitung jumlah eosinophil total darah
Pemeriksaan Ig E spesifik
IP. Tx :
Pengobatan Jangka Panjang
Nebulizer : Budesonide nebulizer 250 – 500ug
IP. Ex :
Memberitahukan kepada orangtua pasien jika asma tidak dapat
disembuhkan sehingga terapi utamanya adalah penghindaran terhadap
pencetus yang menyebabkan serangan yaitu aktivitas berlebihan,
Susu Sapi , Telur, Ikan Laut, Cokelat, Debu Serta Udara dingin
Waktu Hari ke-4 perawatan Hari ke-5 perawatan Hari ke-6 perawatan
Tanggal 2 Maret 2023 3 Maret 2023 4 Maret 2023
Keluhan Batuk Batuk Batuk
Keadaan Compos Mentis Compos Mentis Compos Mentis
Umum
TTV : HR 98x/menit isi HR 100x/menit HR 110x/menit
Nadi cukup
RR RR 21x/menit RR 22x/menit RR 22x/menit
Suhu Suhu 36.3C Suhu 36.4C Suhu 36.5C
SpO2 100%
SpO2 100% SpO2 100%
Assesmen Asma persisten ringan Asma persisten ringan Asma persisten ringan
t derajat sedang derajat sedang derajat sedang
Terapi IV line Futrolit 12 IV line Futrolit 12 IV line Futrolit 12
tpm + aminophilin tpm + aminophilin tpm + aminophilin
100mg 100 mg 100 mg
Triamcinolon1.5 Triamcinolon1.5 Triamcinolon1.5
mg mg mg
Lapifed ½ Lapifed ½ Lapifed ½
Cetirizine 2mg Cetirizine 2mg Cetirizine 2mg
Salbutamol 2mg Salbutamol 2mg Salbutamol 2mg
SpO2
Assesmen Asma persisten ringan Asma persisten ringan
t derajat sedang derajat sedang
Terapi IV line Futrolit 12 IV line Futrolit 12
tpm + aminophilin tpm + aminophilin
100 mg 100 mg
Triamcinolon1.5 Triamcinolon1.5
mg mg
Lapifed ½ Lapifed ½
Cetirizine 2mg Cetirizine 2mg
Salbutamol 2mg Salbutamol 2mg
VI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad functionam : Dubia Ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia Ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Asma sebagai suatu penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan
inflamasi kronik saluran respiratori. Inflamasi kronik ini ditandai dengan
riwayat gejala-gejala pada saluran respiratori seperti wheezing( (mengi), sesak
napas, dan batuk yang bervariasi dalam waktu maupun intensitas, disertai
dengan limitasi aliran udara ekspiratori.
Menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2016, gejala klinis asma
adalah mengi dan/atau batu , sesak nafas, dan dada tertekan dengan
karakteristik sebagai berikut:
• timbul secara episodik,
• cenderung pada malam/dini hari (nokturnal),
• muncul jika terdapat pencetus
• ada riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.
B. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di Indonesia tahun 2013
didapatkan prevalensi asma di Indonesia 4,5% dengan kejadian terbanyak
pada perempuan sebesar 4,6%. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi
Tengah (7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), DI Yogyakarta (6,9%),
dan Sulawesi Selatan (6,7%). Sulawesi Utara masuk ke urutan 18 dari 33
provinsi dengan prevalensi sebesar 4,7%. Prevalensi asma pada anak yang
tertinggi di usia 5-14 tahun sebesar 3,9%.3 Prevalensi asma pada anak telah
meningkat di sebagian negara maju, meskipun prevalensi telah mulai menurun
di negara-negara barat. Etiologi dari asma sampai saat ini masih belum jelas
tetapi terdapat berbagai faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan
terjadinya asma (Rahajoe, 2016).
C. ETIOLOGI
Etiologi asma bronkial belum diketahui dengan jelas.Tiap serangan
biasanya didahului dengan faktor pencetus.
• Faktor genetik
o Hiperreaktivitas.
o Atopi/Alergi bronkus.
o Faktor yang memodifikasi penyakit genetik.
o Jenis Kelamin.
o Ras/Etnik.
• Faktor pencetus
o Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing,
alternaria/jamur
o Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari)
o Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,
makanan laut, susu sapi, telur)
o Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, B bloker
dll)
o Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dan
lain-lain)
o Ekpresi emosi berlebin
o Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
o Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
o Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika
melakukan aktifitas tertentu
o Perubahan cuaca
D. KLASIFIKASI
Asma merupakan penyakit yang sangat heterogen dengan variasi yang
sangat luas. Atas dsar itu, ada berbagai cara mengelompokkan asma
Berdasarkan umur
Asma Bayi- baduta (bawah dua tahun)
Asma balita (bawah lima tahun)
Asma usia sekolah (5-11 tahun)
Asma remaja (12-17 tahun)
Berdasarkan Fenotip
Fenotip asma adalah pengelompokkan asma berdasarkan penampakan
yang serupa dalam aspek klinis , patofisiologis atau demografis
Asma tercetus infeksi virus
Asma tercetus aktivitas (exercise induced asthma)
Asma tercetus allergen
Asma terkait obesitas
Asma dengan banyak pencetus (multiple trigerred asthma)
Berdasar kekerapan timbulnya gejala
Asma intermitten
Asma persisten ringan
Asma persisten sedang
Asma persisten berat
Menurut GINA 2004 :
Hipersekresi mukus
Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada
salurannafas pasien asma dan penampakanremodeling saluran nafas
merupakan karakteristik asmakronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan
mukus saluran nafas hampir selalu ditemukan pada asma yang fatal dan
menjadi penyebab ostruksi saluran nafas yang persisiten padaserangan asma
berat yang tidak mengalami perbaikan dengan bronkodilator .Sekresi mukus
pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa peningkatanvolume saja
tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas.Penebalan dan perlengketan
darisekret tidak hanya sekedar penambahan produksi musin saja tetapi
terdapat juga penumpukansel epitel, pengendapan albumin yang bersal datri
mikrovaskularisasi bronkial, eosinofil, danDNA yang berasal dari sel
inflamasi yang mengalami lisis.Hipersekresi mukus merefleksikan
duamekanisme patofisiologi yaitu mekanismeterhadap sekresi sel yang
mengalami metaplasia dan hiperplasia dan mekanisme patofisologihingga
terjadi sekresi sel granulasi.Degranulasi sel Goblet yang dicetuskan oleh
stimuluslingkungan, diperkirakan terjadi karena adanya pelepasan
neuropeptidase lokal atau aktivitas jalur refleks kolinergik. Kemungkinan
besar yang lebih penting adalah degranulasi yangdiprovokasi oleh mediator
inflamasi, dengan aktivitas perangsang sekret, seperti neutrofilelastase, kimase
sel mast, leukotrien, histamin, produk neutrofil non-protease.
Remodeling saluran respiratori
respons alergi fase cepat dan pada beberapa kasus dapat dikuti dengan
respons fase lambat. Reaksi cepat dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang
basofl juga ikut berperan. Ikatan antara sel dan IgE mengawali reaksi
biokimia serial yang menghasilkan sekresi mediator-mediator seperti
fase lambat dan selama berlangsung pajanan alergen, aktivasi sel-sel pada
G. GEJALA
Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi.Beberapa penderita lebih
sering terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan sesak nafas yang
singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu.Penderita lainnya hampir
selalu mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat
setelah menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh
alergen maupun iritan.Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan
timbulnya gejala.
Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas
yang berbunyi (wheezing, mengi, bengek), batuk dan sesak nafas.Bunyi mengi
terutama terdengar ketika penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu,
suatu serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara
bertahap semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali
dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa
sesak di dada.Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa
berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari.
Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di
leher.Batuk kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa
merupakan satu-satunya gejala.Selama serangan asma, sesak nafas bisa
menjadi semakin berat, sehingga timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap
kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat. Pada serangan
yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya
sangat hebat.
Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita
seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur
kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa
persediaan oksigen penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan
pengobatan.Meskipin telah mengalami serangan yang berat, biasanya
penderita akan sembuh sempurna, Kadang beberapa alveoli (kantong udara di
paru-paru) bisa pecah dan menyebabkan udara terkumpul di dalam
rongga pleura atau menyebabkan udara terkumpul di sekitar organ dada. Hal
ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita
H. DIAGNOSA
DIAGNOSIS BANDING
Asma pada anak dapat didiagnosis banding dengan:
Bronkiolitis, Bronkitis
Pneumonia
TBC paru
GER, OSAS
rinosinobronkitis
fibrosis kistik
primary cilliary dyskinesis, vocal cord dysfunction
benda asing
I. PENATALAKSANAAN
Sasaran terapi pada pasien asma dengan menggunakan kortikosteroid inhalasi
yaitu peradangan saluran nafas dan gejala asma. Terapi asma disini bertujuan
untuk menghambat atau mengurangi peradangan saluran pernafasan serta
mencegah dan atau mengontrol gejala asma, sehingga gejala asma berkurang/
hilang dan pasien tetap dapat bernafas dengan baik.Strategi terapi asma dapat
dibagi menjadi dua yaitu terapi non farmakologi (tanpa menggunakan obat)
dan terapi farmakologi (dengan obat).
Terapi Non Farmakologi
Untuk terapi non farmakologi, dapat dilakukan dengan olah raga secara
teratur, misalnya saja renang. Sebagian orang berpendapat bahwa dengan
berenang, gejala sesak nafas akan semakin jarang terjadi. Hal ini mungkin
karena dengan berenang, pasien dituntut untuk menarik nafas panjang-
panjang, yang berfungsi untuk latihan pernafasan, sehingga otot-otot
pernafasan menjadi lebih kuat. Selain itu, lama kelamaan pasien akan terbiasa
dengan udara dingin sehingga mengurangi timbulnya gejala asma. Namun
hendaknya olah raga ini dilakukan secara bertahap dan dengan melihat kondisi
pasien.
Selain itu dapat diberikan penjelasan kepada pasien agar menghindari atau
menjauhkan diri dari faktor-faktor yang diketahui dapat menyebabkan
timbulnya asma, serta penanganan yang harus dilakukan jika serangan asma
terjadi.
Terapi Suportif
Pengobatan suportif pada serangan asma diperlukan.Pada keadaan
tertentu, misalnya terjadi komplikasi berupa dehidrasi, asidosis metabolik,
atau atelektasis, diperlukan tindakan untuk mengatasinya. Pada keadaan
khusus, misalnya adanya gangguan secara psikologis, maka peran psikolog
atau psikiater anak sangat diperlukan karena stres merupakan salah satu faktor
pencetus serangan asma
Terapi Farmakologi
dapat dibagi menjadi dua jenis pengobatan yaitu:
• Quick-relief medicines, yaitu pengobatan yang digunakan untuk
merelaksasi otot-otot di saluran pernafasan, memudahkan pasien untuk
bernafas, memberikan kelegaan bernafas, dan digunakan saat terjadi
serangan asma (asthma attack).Contohnya yaitu bronkodilator.
• Long-term medicines, yaitu pengobatan yang digunakan untuk mengobati
inflamasi pada saluran pernafasan, mengurangi udem dan mukus berlebih,
memberikan kontrol untuk jangka waktu lama, dan digunakan untuk
membantu mencegah timbulnya serangan asma (asthma attack).
Contohnya yaitu kortikosteroid bentuk inalasi.
Pemberian obat pada asma dapat melalui berbagai macam cara, yaitu
parenteral (melalui infus), per oral (tablet diminum), atau per inhalasi.
Pemberian per inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke dalam
saluran napas melalui hirupan.Pada asma, penggunaan obat secara inhalasi
dapat mengurangi efek samping yang sering terjadi pada pemberian parenteral
atau per oral, karena dosis yang sangat kecil dibandingkan jenis lainnya.
Dosis obat yang sering dipakai untuk asma :
J. PENCEGAHAN
• Pengendalian lingkungan, pemberian ASI eksklusif minimal 6 bulan,
penghindaran makanan berpotensi alergenik, pengurangan pajanan
terhadap tungau debu rumah dan rontokan bulu binatang, telah terbukti
mengurangi timbulnya alergi makanan dan khususnya dermatitis atopik
pada bayi.
• Di samping itu, setiap keluarga yang memiliki anak dengan asma haruslah
melakukan pengendalian lingkungan, antara lain: menghindarkan anak
dari allergennya seperti asap rokok; tidak memelihara binatang berbulu
seperti anjing, burung, kucing; memperbaiki ventilasi ruangan;
mengurangi kelembaban kamar untuk anak yang sensitif terhadap debu
rumah dan tungau. Melakukan pemantauan allergi terhadap anak dengan
asma.
• Langkah preventif lainnya adalah pencegahan secara primer, sekunder,
dan tersier. Pencegahan primer (prenatal) dilakukan pada ibu hamil yang
memiliki riwayat atopi (alergi) pada dirinya, keluarga, anak sebelumnya,
atau pada suami. Pencegahan primer bertujuan mencegah terjadinya
sensitisasi pada janin intrauterin (saat berada di dalam kandungan) dan
dilakukan saat janin masih berada di dalam kandungan dan menyusu. Ibu
hamil dan ibu yang sedang menyusui hruslah menghindari faktor pemicu
(inducer) seperti: asap rokok atau makanan yang alergenik.
• Pencegahan sekunder bertujuan mencegah terjadinya inflamasi
(peradangan) pada bayi atau anak yang sudah tersensitisasi. Tergetnya
adalah bayi atau anak yang memiliki orang tua dengan riwayat atopi.
Antihistamin diberikan selama 18 bulan pada anak dengan dermatitis atopi
dan riwayat atopi pada orang tua.
• Pencegahan tersier bertujuan mencegah terjadinya serangan asma pada
anak yang sudah menderita asma. Pencegahan berupa penghindaran
pencetus maupun pemberian obat-obat pengendali (controller).
DAFTAR PUSTAKA
Akib, Arwin., Munasir, Zakiudin., Kurniati, Nia. 2008. Buku Ajar Alergi-
Behrman dan Vaughan (eds), Nelson: Ilmu Kesehatan Anak Bagian 3, EGC,
Jakarta
Pocket guide for asthma management and prevention (for children 5 years and
InitiativeforAsthma(GINA);2014
Garna, H., 2002, Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, 2nd,
Pusponegoro, H. D. Dkk (eds), Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, 1st ed,
Rahajoe, N.N. Supriyatno, B. Setyanto, D.B. (eds), Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak ; Respirologi Anak, 1st ed, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta