Anda di halaman 1dari 46

REFLEKSI KASUS

ASMA INTERMITTEN DERAJAT SEDANG DENGAN


STATUS GIZI KURANG
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung

Disusun Oleh :
Endri Bagus Gunawan
(012095896)

Pembimbing :
Dr. dr. Hj Sri Priyantini, Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinik bagian ilmu kesehatan anak
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung

Nama : Endri Bagus Gunawan


Judul : Asma Intermitten Derajat Sedang dengan status Gizi
Kurang
Bagian : Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas : Kedokteran UNISSULA
Pembimbing : Dr. dr. Hj. Sri Priyantini, Sp.A

Semarang, Maret 2023


Pembimbing,

Dr. dr. Hj. Sri Priyantini,


Sp.A
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. I
Umur : 6 Tahun 5 bulan
Jenis Kelamin : Laki laki
Agama : Islam
Alamat : Sriwulan Sayung, Demak

Nama Ayah : Tn. S


Umur : 31 tahun
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : Sriwulan Sayung, Demak

Nama Ibu : Ny. O


Umur : 35 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Sriwulan Sayung, Demak
II. DATA DASAR
Anamnesis (Alloanamnesis)
Alloanamnesis dengan ibu pasien dilakukan pada Hari Senin, 27
Februari 2023 pukul 11.00 WIB di Bangsal Baitun Nisa 1 RSI Sultan Agung
Semarang didukung dengan catatan medis.
Keluhan utama : Sesak dan batuk berdahak
Riwayat Penyakit Sekarang
• 4 hari SMRS ibu pasien mengatakan pasien Batuk berupa batuk
berdahak yang hilang timbul dan pilek awalnya disertai lendir berwarna
bening encer.
• 1 hari SMRS ibu pasien mengatakan pasien mengeluhkan sesak nafas
pada malam hari dan mengganggu tidur pasien , saat serangan pasien
masih dapat mengucapkan kalimat namun terbata bata, napas
berbuny ngik ngik (+) dan ibu pasien mengatakan anak lebih nyaman
ketika posisi duduk. Sebelumnya anak melakukan aktifitas keluar rumah
pada sore hari, dan anak memiliki riwayat Keluhan sesak hilang timbul
dan biasanya muncul setiap pasien beraktivitas yang menyebabkan
kelelahan, cuaca dingin, dan saat terpapar alergi makanan.
• Keluhan demam, diare, nyeri tenggorokan dan nafsu makan menurun (-)
Riwayat Penyakit Dahulu :
Penyakit anak yang pernah diderita :
 Faringitis : Disangkal  Diare : Disangkal
 Bronchitis : Disangkal  Disentri Basilar : Disangkal
 TBC : Disangkal  Disentri Amoeba : Disangkal
 Morbili : Disangkal  Thypoid : Disangkal
 Pertusis : Disangkal  Cacingan : Disangkal
 Varicella : Disangkal  Operasi : Disangkal
 Difteri : Disangkal  Trauma : Disangkal
 Malaria : Disangkal  Reaksi Obat/Alergi : Susu
Sapi,Telur,Ikan
laut,Debu,Cokelat.
 Polio : Disangkal  Kejang : Disangkal
- Ibu pasien mengatakan pada bulan Agustus 2022 pasien terakhir
dirawat akibat asma.
- Pada tahun 2023 anak mulai sering kambuh pada bulan Februari dan
baru 1x dirawat saat ini.

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Ibu pasien memiliki riwayat Asma terkontrol
 Riwayat batuk lama pada keluarga pasien disangkal
 Riwayat anggota keluarga yang sedang menjalani pengobatan TBC
juga disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien tinggal serumah bersama Ibu, Ayah dan adik. Ayah bekerja
karyawan swasta & Ibu sebagai ibu rumah tangga. Biaya pengobatan
menggunakan BPJS Non PBI
Kesan : Ekonomi Cukup
Riwayat Persalinan dan Kehamilan :
Anak laki laki lahir dari ibu P2A1, hamil 36 minggu, lahir secara
Sectio Caesar, langsung menangis, dibantu oleh dokter spesialis
kandungan, berat badan lahir 3100 gram, panjang badan 46 cm tidak
ada kelainan bawaan.
Kesan : Aterm

Riwayat Pemeliharaan Prenatal :


Ibu biasa memeriksakan kandungan ke spesialis kandungan secara
rutin selama kehamilan, ibu diberikan pesan untuk menghindari
pencetus penyakit asma yang ibu derita. Riwayat perdarahan dan
trauma saat hamil disangkal. Riwayat minum jamu dan minum obat
selain resep dokter saat hamil disangkal.
Kesan : Riwayat pemeliharaan prenatal baik
Riwayat Makan-Minum
Anak tidak diberikan ASI ekslusif, diberikan susu formula. Pasien
diberikan makanan pertama di usia 6 bulan.
Kesan : Tidak Asi eksklusif dan MPASI sesuai usia

Riwayat Imunisasi Dasar


No Jenis Imunisasi Jumlah Dasar
1. BCG 1x 1 bulan
2. Polio 4x 0, 2, 3, 4 bulan
3 DPT- HB- Hib 3x 2, 3, 4 bulan
4. MMR 1x 9 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
- Tersenyum : 2 bulan
- Miring dan tengkurap : 3 bulan
- Duduk tanpa berpegangan : 7 bulan
- Berdiri berpegangan : 9 bulan
- Berjalan : 18 bulan
Kesan : Pertumbuhan dan Perkembangan sesuai dengan usia

Pemeriksaan Status Gizi :


Anak laki laki, umur 6 Tahun.
BB = 15 kg
TB = 105 cm

WAZ = BB – Median = 15 – 21.6 = -2.64 SD (BBR,Gizi Kurang)


SD 2.50
HAZ = TB – Median = 105 – 110.5 = -1.1 SD (Normal)
SD 5.00
WHZ = BB – Median = 15 – 17.1 = -1.4 SD (Normal)
SD 1.5
Kesan : Gizi Kurang
III. Pemeriksaan Fisik
Tanggal 27 Februari 2023 pukul 14.30 WIB
Anak laki-laki usia 6 Tahun 5 Bulan, berat badan 15 kg, panjang badan 105
cm.
Kesadaan Umum : composmentis
Tanda-tanda Vital :
- Nadi : 102 x/ menit, reguler, isi dan tegangan cukup
- Tekanan darah :-
- Laju nafas : 22x/ menit
- Suhu : 36.4 ° C
- SpO2 : 99%

Status Internus
a. Kepala : Mesocephale
b. Kulit : Tidak sianosis, turgor kembali cepat <2 detik, ikterus (-),
petechie (-)
c. Mata : Pupil bulat, isokor, Ø 4mm/ 4mm, refleks cahaya (+/+)
normal, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
d. Hidung : bentuk normal, sekret (+/+), nafas cuping hidung (-)
e. Telinga : bentuk normal, serumen (-/-), discharge (-/-), nyeri (-/-)
f. Mulut : bibir kering (-), sianosis (-), pendarahan gusi (-) lidah kotor
(-)
g. Tenggorok : tonsil T1-T1, arcus faring simetris, uvula di tengah,
hiperemis (-)
h. Leher : simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limfe
i. Thorax
Paru
- Inspeksi : Hemithoraks dextra et sinistra simetris, retraksi
suprasternal, intercostal +
- Palpasi : stem fremitus dextra et sinistra simetris
- Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
- Auskultasi : suara dasar : vesikuler
suara tambahan : ronkhi (-/-), wheezing (+/+),
ekspirasi memanjang
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 2 cm medial linea mid
clavicula sinistra, tidak melebar, tidak kuat angkat
- Perkusi : Batas atas di ICS II linea parasternal sinistra
Batas kanan di ICS IV linea parasternal kanan
Batas kiri di ICS IV linea mid clavicula sinistra
- Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-), bising (-)
Abdomen
- Inspeksi : cembung, hiperemis (-), jejas (-)
- Auskultasi : Bising usus (+)
- Perkusi : timpani (+)
- Palpasi : defense muscular (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien
dalam batas normal

Ekstremitas
  Superior Inferior
Akral Dingin -/-   -/-
Akral Sianosis  -/-  -/-
Capillary Refill Time <2" <2"
Bengkak -/- -/-
Pitting edema -/- -/-
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Darah Rutin
Hemoglobin 13.7 10.7 – 14.7 g/dL
Hematokrit 40.2 35.0 - 43.0 %
Leukosit (H)16.46 5.50-15.50 ribu/uL
Eritrosit 4.9 4.4-5.9 juta/uL
Trombosit 438 181 – 521 ribu/uL
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil 2.6 1.0-50 %
Basofil 0.4 0-1 %
Neutrofil (H)77.1 50-70 %
Limfosit (L)15.3 25-50 %
Monosit 4.1 1-6
IG 0.5
Neutrofil Limfosit Rasio 5.0
Absolute Limfosit Count 2520
Index Eritrosit
MCV 81.4 69.0-93.0
MCH 27.07 22.0-34.0
MCHC 34.1 32.0-36.0
Kimia Klinik
CRP Kuantitatif (H)8.04 <= 3

-Pemeriksaan RO Thorax
Cor : bentuk dan letak normal
Pulmo : Corakan Bronkovaskular Meningkat
Tampak Bercak pada Perihiler kanan kiri
Hemidiafraghma Kanan setinggi costa 10 Posterior
Sinus costophrenicus kanan kiri baik
Kesan :
Cor tak membesar
Gambaran Bronkopneumonia
IV. ASSESMENT
 Asma Intermittent Derajat Sedang dengan Status Gizi Kurang

V. INITIAL PLAN
Assessment 1 : Asma Intermittent derajat Sedang
DD :
 Pertussis
 TB Paru
IP. Dx :
 Uji Faal Paru dengan spirometry atau peak flow meter
 Uji cukit kulit ( Skin Prick Test )
 Hitung jumlah eosinophil total darah
 Pemeriksaan Ig E spesifik
IP. Tx :
Pengobatan Jangka Panjang
 Nebulizer : Budesonide nebulizer 250 – 500ug

Bila terjadi Serangan Asma


 Salbutamol inhalasi 200 ug/kgBB ( Maksimum 4 kali/ hari ),
evaluasi 1 jam pertama setiap 15-20 menit atau
nebulizer : combivent udv 1 vial
 Injeksi Prednisone 1-2 mg/kgbb/ hari (max 40 mg)
BB 15Kg
1 x 15 kg = 15 mg
 Oxygen 2L/menit
IP. Mx :
- Monitoring KU dan TTV
- Monitoring tanda dan gejala klinis (sesak, mengi, batuk)
- Monitoring SpO2

IP. Ex :
Memberitahukan kepada orangtua pasien jika asma tidak dapat
disembuhkan sehingga terapi utamanya adalah penghindaran terhadap
pencetus yang menyebabkan serangan yaitu aktivitas berlebihan,
Susu Sapi , Telur, Ikan Laut, Cokelat, Debu Serta Udara dingin

Assesment 2 : Gizi kurang


DD : - Gizi Lebih
- Gizi Buruk
IP Dx: S: -
O: -
IP Rx : Kebutuhan kalori (Laki-laki, 6 Tahun 5 bulan, Berat 15 kg)
= (22,7 x 15) + 495 = 835.5 kkal/kgBB/hari
Yang terdiri dari :
- Karbohidrat : 60% x 835.5 = 501.3kkal
- Lemak : 40% x 835.5= 334.2 kkal
- Protein : 10% x 835.5= 83.55 kkal
IP Mx : Keadaan umum pasien, memantau berat badan setiap bulan
IP Ex : - Memberitahu ibu cara pemilihan dan penyajian diet yang benar
- Makan makanan yang bergizi seimbang
- Menimbang berat badan secara rutin
FOLLOW UP DI BAITUN NISA 1
Waktu Hari ke-1 perawatan Hari ke-2 perawatan Hari ke-3 perawatan
Tanggal 27 Februari 2023 27 Februari 2023 1 Maret 2023
Keluhan Sesak, Batuk Demam, Batuk Sesak
Keadaan Compos mentis Compos Mentis Compos Mentis
Umum
TTV :  HR :100x/menit isi  HR 102x/menit isi dan  HR 101x/menit isi dan
Nadi dan tegangan cukup tegangan cukup tegangan cukup
RR RR 28x/menit RR 24x/menit RR : 28x/mnt
Suhu Suhu 36.4C Suhu :37.9C Suhu 3.5 C

SpO2 99 % SpO2 100% SpO2 99%


Assesment Asma persisten ringan Asma persisten ringan Asma persisten ringan
derajat sedang derajat sedang derajat sedang
Terapi  IV line futrolit  IV line futrolit  IV line Futrolit 12
10tpm + 10tpm + tpm + aminophilin
aminophilin 100 aminophilin 100 mg 75 mg
mg  Nebulizer 2x  Glibotik 2x 250
 Nebulizer 2x Velutine 1 tube  Methylprednisolon
Velutine 1 tube Flixotide 1 tube 2x 25 mg
Flixotide 1 tube  Sanmol 175 mg k/p  Nebulizer 2x
 Sanmol 175 mg k/p  Triamcinolon1.5 mg
 Lapifed ½
 Cetirizine 2mg
 Salbutamol 2mg

Waktu Hari ke-4 perawatan Hari ke-5 perawatan Hari ke-6 perawatan
Tanggal 2 Maret 2023 3 Maret 2023 4 Maret 2023
Keluhan Batuk Batuk Batuk
Keadaan Compos Mentis Compos Mentis Compos Mentis
Umum
TTV :  HR 98x/menit isi  HR 100x/menit  HR 110x/menit
Nadi cukup
RR RR 21x/menit RR 22x/menit RR 22x/menit
Suhu Suhu 36.3C Suhu 36.4C Suhu 36.5C
SpO2 100%
SpO2 100% SpO2 100%
Assesmen Asma persisten ringan Asma persisten ringan Asma persisten ringan
t derajat sedang derajat sedang derajat sedang
Terapi  IV line Futrolit 12  IV line Futrolit 12  IV line Futrolit 12
tpm + aminophilin tpm + aminophilin tpm + aminophilin
100mg 100 mg 100 mg
 Triamcinolon1.5  Triamcinolon1.5  Triamcinolon1.5
mg mg mg
 Lapifed ½  Lapifed ½  Lapifed ½
 Cetirizine 2mg  Cetirizine 2mg  Cetirizine 2mg
 Salbutamol 2mg Salbutamol 2mg Salbutamol 2mg

Waktu Hari ke-7 perawatan Hari ke-8 perawatan


Tanggal 5 Maret 2023 6 Maret 2023
Keluhan Batuk berkurang Batuk berkurang
Keadaan Compos Mentis Compos Mentis
Umum
TTV :    
Nadi HR 100x/menit isi HR 100x/menit
cukup
RR 20x/menit RR 20x/menit
Suhu 36.7C Suhu 36.6 C
RR
SpO2 100% SpO2 99%
Suhu

SpO2
Assesmen Asma persisten ringan Asma persisten ringan
t derajat sedang derajat sedang
Terapi  IV line Futrolit 12  IV line Futrolit 12
tpm + aminophilin tpm + aminophilin
100 mg 100 mg
 Triamcinolon1.5  Triamcinolon1.5
mg mg
 Lapifed ½  Lapifed ½
 Cetirizine 2mg  Cetirizine 2mg
 Salbutamol 2mg  Salbutamol 2mg

VI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad functionam : Dubia Ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia Ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Asma sebagai suatu penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan
inflamasi kronik saluran respiratori. Inflamasi kronik ini ditandai dengan
riwayat gejala-gejala pada saluran respiratori seperti wheezing( (mengi), sesak
napas, dan batuk yang bervariasi dalam waktu maupun intensitas, disertai
dengan limitasi aliran udara ekspiratori.
Menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2016, gejala klinis asma
adalah mengi dan/atau batu , sesak nafas, dan dada tertekan dengan
karakteristik sebagai berikut:
• timbul secara episodik,
• cenderung pada malam/dini hari (nokturnal),
• muncul jika terdapat pencetus
• ada riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.

B. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di Indonesia tahun 2013
didapatkan prevalensi asma di Indonesia 4,5% dengan kejadian terbanyak
pada perempuan sebesar 4,6%. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi
Tengah (7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), DI Yogyakarta (6,9%),
dan Sulawesi Selatan (6,7%). Sulawesi Utara masuk ke urutan 18 dari 33
provinsi dengan prevalensi sebesar 4,7%. Prevalensi asma pada anak yang
tertinggi di usia 5-14 tahun sebesar 3,9%.3 Prevalensi asma pada anak telah
meningkat di sebagian negara maju, meskipun prevalensi telah mulai menurun
di negara-negara barat. Etiologi dari asma sampai saat ini masih belum jelas
tetapi terdapat berbagai faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan
terjadinya asma (Rahajoe, 2016).
C. ETIOLOGI
Etiologi asma bronkial belum diketahui dengan jelas.Tiap serangan
biasanya didahului dengan faktor pencetus.
• Faktor genetik
o Hiperreaktivitas. 
o Atopi/Alergi bronkus. 
o Faktor yang memodifikasi penyakit genetik. 
o Jenis Kelamin.
o Ras/Etnik.
• Faktor pencetus
o Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing,
alternaria/jamur
o Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari)
o Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,
makanan laut, susu sapi, telur)
o Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, B bloker
dll)
o Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dan
lain-lain)
o Ekpresi emosi berlebin
o Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
o Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
o Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika
melakukan aktifitas tertentu
o Perubahan cuaca
D. KLASIFIKASI
Asma merupakan penyakit yang sangat heterogen dengan variasi yang
sangat luas. Atas dsar itu, ada berbagai cara mengelompokkan asma
Berdasarkan umur
 Asma Bayi- baduta (bawah dua tahun)
 Asma balita (bawah lima tahun)
 Asma usia sekolah (5-11 tahun)
 Asma remaja (12-17 tahun)
Berdasarkan Fenotip
Fenotip asma adalah pengelompokkan asma berdasarkan penampakan
yang serupa dalam aspek klinis , patofisiologis atau demografis
 Asma tercetus infeksi virus
 Asma tercetus aktivitas (exercise induced asthma)
 Asma tercetus allergen
 Asma terkait obesitas
 Asma dengan banyak pencetus (multiple trigerred asthma)
Berdasar kekerapan timbulnya gejala
 Asma intermitten
 Asma persisten ringan
 Asma persisten sedang
 Asma persisten berat
Menurut GINA 2004 :

Berdasarkan derajat beratnya serangan


Asma merupakan penyakit kronik yang dapat mengalami episode gejala
akut yang memberat dan progresif yang disebut serangan asma
 Asma serangan ringan sedang
 Asma serangan berat
 Asma dengan ancaman henti nafas
Dalam pedoman ini klasifikasi derajat serangan digunakan sebagaii dasar
penentuan tatalaksana

Berdasarkan derajat kendali


Tujuan utama tatalaksana asama adalah terkendalinya penyakit.
Asma terkendali adalah asma yang tidak bergejala dengan atau tanpa obat
pengendali dan kualitas hidup pasien membaik.
 Asma terkendali penuh (well controlled)
o Tanpa obat pengendali : pada asma intermitten
o Dengan obat pengendali : pada asma persisten
(ringan/sedang/berat)
 Asma terkendali sebagian (partially controlled)
 Asma tidak terkendali (uncontrolled)
Dalam pedoman ini klasifikasi derajat kendali dipakai untuk
menilai keberhasilan tata laksana yang tengah dijalani untuk penentuan
naik jenjang (step-up), pemeliharaan (maintenance) atau turun jenjang
(step down ) tata laksana yang diberikan
Berdasarkan keadaan saat ini
 Tanpa gejala
 Ada gejala
 Serangan ringan-sedang
 Serangan berat
 Ancaman gagal nafas
Serangan asma adalah episode perburukan yang progresif akut dari
gejala batuk sesak nafas wheezing , rasa dada tertekan atau berbegai
kombinasi dari gejala tersebut.
Klasifikasi asma lain berdasarkan derajat serangan yaitu
E. PATOFISIOLOGI
Obstruksi Saluran Respiratori
Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat
disebabkan oleh banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot
polos bronkial yang diprovokasimediator agonis yang dikeluarkan oleh sel
inflamasi seperti histamin, triptase, prostaglandin 2, dan leukotrien C4 yang
dikeluarkan oleh sel mast,  neuropeptidase yang dikeluarkan olehsaraf aferen
lokal dan asetilkolin yang berasal dari saraf eferen post ganglionik. Akibat
yangditimbulkan dari kontraksi otot polos saluran nafas adalah hiperplasia
kronik dari otot polos, pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada
saluran nafas. Namun,dapat jugatimbul pada keadaan dimana saluran nafas
dipenuhi secret yang banyak, tebal dan lengket pengendapan protein plasma
yang keluar dari mikrovaskularisasi bronkial dan debris seluler.
Secara garis besar, semua gangguan fungsi pada asma ditimbulkan oleh
penyempitan saluran respiratori, yang mempengaruhi seluruh struktur pohon
trakeobronkial. Salah satumekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran
nafas adalah kecenderungan untuk  bernafas dengan hiperventilasi untuk
mendapatkan volume yang lebih besar, yang kemudiandapat menimbulkan
hiperinflasi toraks. Perubahan ini meningkatkan kerja pernafasan agar tetap
dapat mengalirkan udara pernafasan melalui jalur yang sempit dengan
rendahnya compliance pada kedua paru.
Inflasi toraks berlebihan mengakibatkan mengakibatkan otot diafragma
dan interkostal, secara mekanik, mengalami kesulitan bekerja sehingga
kerjanya menjadi tidak optimal .Peningkatan usaha bernafas dan penurunan
kerja otot menyebabkan timbulnya kelelahan dan gagal nafas.
Hipereaktivitas Saluran Respiratori
Mekanisme terhadap reaktivitas yang berlebihan bronkus yang
menyebabkan penyempitan saluran napas sampai saat ini tidak diketahui,
namun dapat berhubungan dengan perubahan otot polos saluran nafas yang
terjadi sekunder serta berpengaruh terhadapkontraktilitas ataupun
fenotipnya.Sebagai tambahan, inflamasi pada dinding saluran nafasyang
terjadi akibat kontraksi otot polos tersebut. Saluran respiratori dikatakan
hiperreaktif atau hiperresponsif jika pada pemberianhistamin dan metakolin
dengan konsentrasi kurang 8µg% didapatkan penurunan Forced  Expiration
Volume(FEV1) 20% yang merupakan kharakteristik asma, dan juga
dapatdijumpai pada penyakit yang lainnya sepertiChronic Obstruction
Pulmonary Disease(COPD), fibrosis kistik dan rhinitis alergi. Stimulus seperti
olahraga, udara dingin, ataupunadenosin, tidak memiliki pengaruh langsung
terhadap otot polos saluran nafas (tidak sepertihistamin dan metakolin).
Stimulus tersebut akan merangsang sel mast, ujung serabut dan selain yang
terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya.
Otot polos saluran respiratori
Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot
bronkus.Kelainan ini disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada
bagian elastisitas jaringan otot polos atau pada matriks
ektraselularnya.Peningkatan kontraktilitas otot pada pasien asma berhubungan
dengan peningkatan kecepatan pemendekan otot.Sebagai tambahan,
terdapat bukti bahwa perubahan pda struktur filamen kontraktilitas atau
plastisitas dari sel otot polosdapat menjadi etiologi hiperaktivitas saluran nafas
yang terjadi secara kronik.Peran dari pergerakan aliran udara pernafasan dapat
diketahui melalui hipotesis pertubed equilibrium, yang mengatakan bahwa otot
polos saluran nafas mengalami kekakuan bila dalam waktu yang lama tidak
direnggangkan sampai pada tahap akhir, yang merupakanfase terlambat, dan
menyebabkan penyempitan saluran nafas yang menetap atau persisten.
Kekakuan dari daya kontraksi, yang timbul sekunder terhadap inflamasi
saluran nafas,kemudian menyebabkan timbulnya edema adventsial dan
lepasnya ikatan dari tekanan rekoilelastis. Mediator inflamasi yang dilepaskan
oleh sel mast, seperti triptase dan proteinkationik eosinofil, dikatakan
dapat meningkatkan respon otot polos untuk berkontraksi, samaseperti
mediator inflamasi yang lainnya seperti histamin. Keadaan inflamasi ini
dapatmemberikan efek ke otot polos secara langsung ataupun sekunder
terhadap geometri saluran nafas.

Hipersekresi mukus
Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada
salurannafas pasien asma dan penampakanremodeling  saluran nafas
merupakan karakteristik asmakronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan
mukus saluran nafas hampir selalu ditemukan pada asma yang fatal dan
menjadi penyebab ostruksi saluran nafas yang persisiten padaserangan asma
berat yang tidak mengalami perbaikan dengan bronkodilator .Sekresi mukus
pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa peningkatanvolume saja
tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas.Penebalan dan perlengketan
darisekret tidak hanya sekedar penambahan produksi musin saja tetapi
terdapat juga penumpukansel epitel, pengendapan albumin yang bersal datri
mikrovaskularisasi bronkial, eosinofil, danDNA yang berasal dari sel
inflamasi yang mengalami lisis.Hipersekresi mukus merefleksikan
duamekanisme patofisiologi yaitu mekanismeterhadap sekresi sel yang
mengalami metaplasia dan hiperplasia dan mekanisme patofisologihingga
terjadi sekresi sel granulasi.Degranulasi sel Goblet yang dicetuskan oleh
stimuluslingkungan, diperkirakan terjadi karena adanya pelepasan
neuropeptidase lokal atau aktivitas jalur refleks kolinergik. Kemungkinan
besar yang lebih penting adalah degranulasi yangdiprovokasi oleh mediator
inflamasi, dengan aktivitas perangsang sekret, seperti neutrofilelastase, kimase
sel mast, leukotrien, histamin, produk neutrofil non-protease.
Remodeling saluran respiratori

Remodeling saluran respiratori merupakan serangkaian proses yang


menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran
respiratori melalui proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi
struktur sel. Kombinasi kerusakan sel epitel, perbaikan epitel yang berlanjut,
produksi berlebih factor pertumbuhan profbrotik/transforming growth
factors (TGF-B), dan proliferasi serta diferensiasi fbroblas menjadi
miofibroblas diyakini merupakan proses yang penting pada remodeling.
Miofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi faktor-faktor
pertumbuhan, kemokin, dan sitokin yang menyebabkan proliferasi sel-sel
otot polos saluran respiratori, meningkatkan permeabilitas mikrovaskular,
serta memperbanyak vaskularisasi, neovaskularisasi, dan jaringan saraf.
Peningkatan deposisi matriks molekul, termasuk kompleks proteoglikan
pada dinding saluran respiratori, dapat diamati pada pasien yang meninggal
karena asma dan hal ini secara langsung berhubungan dengan lamanya
penyakit. Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratori serta sel
goblet kelenjar submukosa timbul pada bronkus pasien asma terutama pada
yang kronik dan berat. Secara keseluruhan, saluran respiratori pada pasien
asma memperlihatkan perubahan struktur yang bervariasi yang dapat
menyebabkan penebalan dinding saluran respiratori (Rahajoe, 2016).
Selama ini, asma dipercaya sebagai suatu obstruksi saluran
respiratori yang bersifat reversibel. Pada sebagian besar pasien,
reversibilitas yang menyeluruh dapat diamati pada pengukuran dengan
spirometri setelah diterapi dengan inhalasi steroid. Akan tetapi, bebera rapa
pasien asm ma mengalami obstruksi saluran respiratori residual yang dapat
terjadi pada pasien yang tidak menunjukkan gejala. Hal ini menunjukkan
adanya remodeling saluran respiratori. (Gambar 3.2)
F. PATOGENESIS
1. Mekanisme imunologis inflamasi saluran respiratori
Pada banyak kasus, terutama pada anak dan dewasa muda, asma
dihubungkan dengan manifestasi atopi melalui mekanisme IgE-
dependent. Pada populasi diperkirakan faktor atopi memberikan kontribusi
pada 40% penderita asma anak dan dewasa.
Sedikitnya ada dua jenis T-helper (Th1 dan Th2), limfosit subtipe
CD4' telah dikenal profilnya dalam produksi sitokin. Meskipun kedua jenis
limfosit T mensekresi interleukin-3 (IL-3) dan granulocyte-macrophage
colony-stimulating factor (GM-CSF], Th1 terutama memproduksi IL-2,
IF-y dan TNF-P. Sedangkan Th2 terutama memproduksi sitokin yang
terlibat dalam asma, yaitu IL-4, IL-5, IL-9,IL-13, dan IL-16. Sitokin yang
dibasilkan oleh Th2 bertanggung jawab atas terjadinya reaksi
hipersensitivitas tipe lambat ataupun cell-mediated.
Langkah pertama terbentuknya respons imun adalah aktivasi
limfosit T oleh antigen yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesoris, yaitu
suatu proses yang melibatkan molekul major histo compatibility complex
(MHC kelas II pada sel T CD4+ dan MHC kelas I pada sel T CD8+). Sel
dendritik merupakan antigen presenting cells (APC) yang utama dalam
saluran respiratori. Sel dendritik terbentuk dari prekursornya di dalam
sumsum tulang, membentuk jaringan luas, dan sel-selnya saling
berhubungan pada epitel saluran respiratori. Kemudian, sel-sel tersebut
bermigrasi ke kumpulan sel-sel limfoid di bawah pengaruh GM-CSF, yaitu
sitokin yang terbentuk oleh aktivasi sel epitel, fibroblas, sel T, makrofag,
dan sel mast. Setelah antigen ditangkap, sel dendritik pindah ke daerah
yang banyak mengandung limfosit. Di tempat tersebut, dengan pengaruh
sitokin-sitokin lainnya, sel dendritik menjadi matang sebagai APC yang
efektif. Sel dendritic juga mendorong polarisasi sel T naive-ThO menuju
Th2 yang mengkoordinasi sekresi sitokin-sitokin yang termasuk dalam
klister gen 5q31-33 (Il-4 genecluster). Bagan patogenesis asma tersebut
dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Adanya eosinofil dan limfosit yang teraktivasi pada biopsy bronkus


pasien asma atopi dan nonatopi wheezing mengindikasikan bahwa
interaksi sel limfosit T-eosinofl sangat penting, dan hipotesis ini lebih jauh
lagi diperkuat oleh ditemukannya sel yang mengekspresikan IL-5 pada
biopsi bronkus pasien asma atopi. IL-5 merupakan sitokin yang penting
dalam regulasi eosinofl. Tingkat keberadaannya pada mukosa saluran
respiratori pasien asma berkorelasidengan aktivasi sel limfosit T dan
eosinophil (Rahajoe, 2016).

2. Inflamasi akut dan kronik

Paparan alergen inhalasi pada pasien alergi dapat menimbulkan

respons alergi fase cepat dan pada beberapa kasus dapat dikuti dengan

respons fase lambat. Reaksi cepat dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang

sensitif terhadap alergen IgE-spesifikterutama sel mast dan makrofag. Pada

pasien-pasien dengan komponen alergi yang kuat terhadap timbulnya asma,

basofl juga ikut berperan. Ikatan antara sel dan IgE mengawali reaksi
biokimia serial yang menghasilkan sekresi mediator-mediator seperti

histamin, proteolitik, enzim glikolitik, dan heparin serta mediator newly

generated seperti prostaglandin, leukotrien, adenosin, dan oksigen reaktif.

Bersama-sama dengan mediator-mediator yang sudah terbentuk

sebelumnya,mediator-mediator ini menginduksi kontraksi otot polos saluran

respiratori dan menstimulasi saraf aferen, hipersekresi mukus, vasodilatasi,

dan kebocoran mikrovaskuler.Reaksi fase lambat dipikirkan sebagai sistem

model untuk mempelajari mekanisme inflamasi pada asma. Selama respons

fase lambat dan selama berlangsung pajanan alergen, aktivasi sel-sel pada

saluran respiratori menghasilkan sitokin-sitokin ke dalam sirkulasi dan

merangsang lepasnya leukosit proinflamasi terutama eosinofil dan sel

prekursornya dari sumsum tulang ke dalam sirkulasi

Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan


ditandai oleh serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan
nafas hiperreaktif. Tidak semua asma memiliki dasar alergi, dan tidak semua
orang dengan penyakit atopik mengidap asma. Asma mungkin bermula pada
semua usia tetapi paling sering muncul pertama kali dalam 5 tahun pertama
kehidupan. Mereka yang asmanya muncul dalam 2 dekade pertama kehidupan
lebih besar kemungkinannya mengidap asma yang diperantarai oleh IgE dan
memiliki penyakit atopi terkait lainnya, terutama rinitis alergika dan dermatitis
atopik.
Langkah pertama terbentuknya respon imun adalah aktivasi limfosit T
oleh antigenyang dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses yang
melibatkan molekul Major Histocompability Complex atau MHC (MHC
kelas II pada sel T CD4+dan MHC kelas I pada sel T CD8+). Sel dendritik
merupakan Antigen Precenting Cells(APC) utama pada saluran respiratori. Sel
dendritik terbentuk dari prekursornya di dalam sumsum tulang, lalu
membentuk jaringan yang luas dan sel-selnya saling berhubungan di dalam
epitel saluran respiratori.Kemudian, sel-sel tersebut bermigrasi menuju
kumpulan sel-sel limfoid di bawah pengaruh GM-CSF, yaitu sitokin yang
terbentuk oleh aktivasi sel epitel, fibroblas, sel T,makrofag, dan sel
mast.Setelah antigen ditangkap, sel dendritik pindah menuju daerah yang
banyak mengandung limfosit.Di tempat ini, dengan pengaruh sitokin-sitokin
lainnya, sel dendritik menjadi matang sebagai APC yang efektif Reaksi fase
cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap alergen
Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Pada pasien dengan komponen
alergiyang kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut berperan. Reaksi
fase lambat pada asmatimbul beberapa jam lebih lambat dibanding fase awal.
Meliputi pengerakan dan aktivasi darisel-sel eosinofil, sel T, basofil, netrofil,
dan makrofag. Juga terdapat retensi selektif sel T pada saluran respiratori,
ekspresi molekul adhesi, dan pelepasan newly generated mediator. Sel T pada
saluran respiratori yang teraktivasi oleh antigen, akan mengalami polarisasi
kearah Th2, selanjutnya dalam 2 sampai 4 jam pertama fase lambat terjadi
transkripsi dan transaksi gen, serta produksi mediator pro inflamasi, seperti
IL2, IL5, dan GM-CSF untuk pengerahan dan aktivasi sel-sel inflamasi. Hal
ini terus menerus terjadi, sehingga reaksi faselambat semakin lama semakin
kuat.
Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratori serta sel
goblet dan kelenjar submukosa terjadi pada bronkus pasien asma, terutama
yang kronik dan berat. Secarakeseluruhan, saluran respiratori pasien asma,
memperlihatkan perubahan struktur saluranrespiratori yang bervariasi dan
dapat menyebabkan penebalan dinding saluran respiratori Remodeling juga
merupakan hal penting pada patogenesis hiperaktivitas saluran
respiratoriyang non spesifik, terutama pada pasien yang sembuh dalam waktu
lama (lebih dari 1-2tahun) atau yang tidak sembuh sempurna setelah terapi
inhalasi kortikosteroid. Gejala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi
merupakan akibat dari obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamsai kronik
dan hiperaktivitas bronkus. Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast
intralumen, makrofag alveolar, nervusvagus dan mungkin juga epitel saluran
nafas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator
inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akanmembuat epitel
jalan nafas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam
submukosa sehingga memperbesar reaksi yang terjadi Mediator inflamasi
secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan seranganasma, melalui
sel efektor sekunder seperti eusinofil, netrofil, trombosit dan limfosit. Sel-
selinflamasi ini juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti leukotrien,
tromboksan,Platelet Activating Factors(PAF) dan protein sititoksis
memperkuat reaksi asma. Keadaan inimenyebabkan inflamasi yang akhirnya
menimbulkan hiperaktivitas bronkus (Rahajoe, 2016) .

G. GEJALA
Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi.Beberapa penderita lebih
sering terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan sesak nafas yang
singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu.Penderita lainnya hampir
selalu mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat
setelah menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh
alergen maupun iritan.Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan
timbulnya gejala.
Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas
yang berbunyi (wheezing, mengi, bengek), batuk dan sesak nafas.Bunyi mengi
terutama terdengar ketika penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu,
suatu serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara
bertahap semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali
dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa
sesak di dada.Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa
berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari.
Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di
leher.Batuk kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa
merupakan satu-satunya gejala.Selama serangan asma, sesak nafas bisa
menjadi semakin berat, sehingga timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap
kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat. Pada serangan
yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya
sangat hebat.
Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita
seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur
kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa
persediaan oksigen penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan
pengobatan.Meskipin telah mengalami serangan yang berat, biasanya
penderita akan sembuh sempurna, Kadang beberapa alveoli (kantong udara di
paru-paru) bisa pecah dan menyebabkan udara terkumpul di dalam
rongga pleura atau menyebabkan udara terkumpul di sekitar organ dada. Hal
ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita
H. DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya yang khas dari anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
ANAMNESIS
 Adanya serangan asma yang berulang
 Adanya riwayat asma, alergi bahan-bahan tertentu
 Adanya pemaparan enviromental agent, penggunaan obat-obat yang belum
pernah dipakai
 Ditemukan keluhan : mengi, batuk-batuk, dan sesak napas. Ada juga yang
hanya mengeluh batuk berulang saja, sesak napas saja atau batuk-batuk
tanpa dahak disertai sesak napas.
 Berapa frekuensi dan lamanya serangan asma yang sudah pernah dialami
 Bagi penderita lama, ditanyakan obat yang pernah dipakai.
PEMERIKSAAN FISIK
Saat serangan asma :
 Penderita tampak gelisah, sesak napas (takipneu/bradipneu),kerja otot
nafas tambahan meninggkat, sianosis,kesadaran (normal/menurun)
 Stridor ekspirasi, ekspirasi diperpanjang, wheezing (mengi)
 Auskultasi : suara lemah, wheezing, ekspirasi diperpanjang
 Asma ringan  wheezing saat ekspirasi, asma berat  wheezing saat
inspirasi dan ekspirasi
Saat diluar serangan :
 Asma akut (sebelumnya)  kelainan fisik tidak ada
 Asma kronik  auskultasi didengarkan wheezing walaupun penderita
tidak sesak napas
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan faal paru  derajat obstruksi yang terjadi
- spirometri
- Peak flow meter
 Pemeriksaan laboratorium
- Darah : eosinofilia
- Sputum : eosinofilia, spiral crushman, kristal charcot leyden
- Tes kulit dengan alergen
- Pengukuran kadar IgE serum  untuk asma alergi
 Pemeriksaan radiologi
- Normal atau hiperinflasi
- Untuk mengetahui komplikasi : pneumotorak, pneumoni, atelektasis
 Tes provokasi bronkus
Untuk mengetahui hiperaktivitas bronkus, pada penderita diluar serangan,
tes positif bisa timbul serangan asma, sehingga diagnosis asma positif
Beberapa tes provokasi :
- provokasi beban kerja
- provokasi dengan hiperventilasi isokapnik udara dingin
- provokasi inhalasi dengan bahan :
spesifik alergen tertentu
nonspesifik histamin, prostaglandin
 Analisis gas darah
Bukan untuk diagnosis asma bronkial tapi untuk mendeteksi terjadinya
gagal napas.
 Pemeriksaan EKG
Melihat seberapa jauh pengaruh asma bronkial pada jantung.

DIAGNOSIS BANDING
Asma pada anak dapat didiagnosis banding dengan:
 Bronkiolitis, Bronkitis
 Pneumonia
 TBC paru
 GER, OSAS
 rinosinobronkitis
 fibrosis kistik
 primary cilliary dyskinesis, vocal cord dysfunction
 benda asing
I. PENATALAKSANAAN
Sasaran terapi pada pasien asma dengan menggunakan kortikosteroid inhalasi
yaitu peradangan saluran nafas dan gejala asma. Terapi asma disini bertujuan
untuk menghambat atau mengurangi peradangan saluran pernafasan serta
mencegah dan atau mengontrol gejala asma, sehingga gejala asma berkurang/
hilang dan pasien tetap dapat bernafas dengan baik.Strategi terapi asma dapat
dibagi menjadi dua yaitu terapi non farmakologi (tanpa menggunakan obat)
dan terapi farmakologi (dengan obat).
 Terapi Non Farmakologi
Untuk terapi non farmakologi, dapat dilakukan dengan olah raga secara
teratur, misalnya saja renang. Sebagian orang berpendapat bahwa dengan
berenang, gejala sesak nafas akan semakin jarang terjadi. Hal ini mungkin
karena dengan berenang, pasien dituntut untuk menarik nafas panjang-
panjang, yang berfungsi untuk latihan pernafasan, sehingga otot-otot
pernafasan menjadi lebih kuat. Selain itu, lama kelamaan pasien akan terbiasa
dengan udara dingin sehingga mengurangi timbulnya gejala asma. Namun
hendaknya olah raga ini dilakukan secara bertahap dan dengan melihat kondisi
pasien.
Selain itu dapat diberikan penjelasan kepada pasien agar menghindari atau
menjauhkan diri dari faktor-faktor yang diketahui dapat menyebabkan
timbulnya asma, serta penanganan yang harus dilakukan jika serangan asma
terjadi.
 Terapi Suportif
Pengobatan suportif pada serangan asma diperlukan.Pada keadaan
tertentu, misalnya terjadi komplikasi berupa dehidrasi, asidosis metabolik,
atau atelektasis, diperlukan tindakan untuk mengatasinya. Pada keadaan
khusus, misalnya adanya gangguan secara psikologis, maka peran psikolog
atau psikiater anak sangat diperlukan karena stres merupakan salah satu faktor
pencetus serangan asma
 Terapi Farmakologi
dapat dibagi menjadi dua jenis pengobatan yaitu:
• Quick-relief medicines, yaitu pengobatan yang digunakan untuk
merelaksasi otot-otot di saluran pernafasan, memudahkan pasien untuk
bernafas, memberikan kelegaan bernafas, dan digunakan saat terjadi
serangan asma (asthma attack).Contohnya yaitu bronkodilator.
• Long-term medicines, yaitu pengobatan yang digunakan untuk mengobati
inflamasi pada saluran pernafasan, mengurangi udem dan mukus berlebih,
memberikan kontrol untuk jangka waktu lama, dan digunakan untuk
membantu mencegah timbulnya serangan asma (asthma attack).
Contohnya yaitu kortikosteroid bentuk inalasi.
Pemberian obat pada asma dapat melalui berbagai macam cara, yaitu
parenteral (melalui infus), per oral (tablet diminum), atau per inhalasi.
Pemberian per inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke dalam
saluran napas melalui hirupan.Pada asma, penggunaan obat secara inhalasi
dapat mengurangi efek samping yang sering terjadi pada pemberian parenteral
atau per oral, karena dosis yang sangat kecil dibandingkan jenis lainnya.
Dosis obat yang sering dipakai untuk asma :
J. PENCEGAHAN
• Pengendalian lingkungan, pemberian ASI eksklusif minimal 6 bulan,
penghindaran makanan berpotensi alergenik, pengurangan pajanan
terhadap tungau debu rumah dan rontokan bulu binatang, telah terbukti
mengurangi timbulnya alergi makanan dan khususnya dermatitis atopik
pada bayi.
• Di samping itu, setiap keluarga yang memiliki anak dengan asma haruslah
melakukan pengendalian lingkungan, antara lain: menghindarkan anak
dari allergennya seperti asap rokok; tidak memelihara binatang berbulu
seperti anjing, burung, kucing; memperbaiki ventilasi ruangan;
mengurangi kelembaban kamar untuk anak yang sensitif terhadap debu
rumah dan tungau. Melakukan pemantauan allergi terhadap anak dengan
asma.
• Langkah preventif lainnya adalah pencegahan secara primer, sekunder,
dan tersier. Pencegahan primer (prenatal) dilakukan pada ibu hamil yang
memiliki riwayat atopi (alergi) pada dirinya, keluarga, anak sebelumnya,
atau pada suami. Pencegahan primer bertujuan mencegah terjadinya
sensitisasi pada janin intrauterin (saat berada di dalam kandungan) dan
dilakukan saat janin masih berada di dalam kandungan dan menyusu. Ibu
hamil dan ibu yang sedang menyusui hruslah menghindari faktor pemicu
(inducer) seperti: asap rokok atau makanan yang alergenik.
• Pencegahan sekunder bertujuan mencegah terjadinya inflamasi
(peradangan) pada bayi atau anak yang sudah tersensitisasi. Tergetnya
adalah bayi atau anak yang memiliki orang tua dengan riwayat atopi.
Antihistamin diberikan selama 18 bulan pada anak dengan dermatitis atopi
dan riwayat atopi pada orang tua.
• Pencegahan tersier bertujuan mencegah terjadinya serangan asma pada
anak yang sudah menderita asma. Pencegahan berupa penghindaran
pencetus maupun pemberian obat-obat pengendali (controller).
DAFTAR PUSTAKA

Akib, Arwin., Munasir, Zakiudin., Kurniati, Nia. 2008. Buku Ajar Alergi-

Imunologi Anak ed. 2. Jakarta : IDAI.

Behrman dan Vaughan (eds), Nelson: Ilmu Kesehatan Anak Bagian 3, EGC,

Jakarta

Pocket guide for asthma management and prevention (for children 5 years and

younger). A Guide forHealth Care Professionals. Global!

InitiativeforAsthma(GINA);2014

Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB. Pedoman nasional asma anak. Jakarta:

UKK Pulmonologi PP IDAI; 2016:1-44

Garna, H., 2002, Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, 2nd,

Bagian/SMF Ilmu Keshatan Anak FKUP/RSHS Bandung, Bandung.

Initiative, Global. 2020. “GLOBAL STRATEGY FOR Global Strategy for

Asthma Management and Prevention.”

Kliegman, Robert M. 2016. Textbook of Pediatrics ed. 20. Philadelphia : Elsevier.

Nataprawira,H.M, 2007, Peran Asthma Control Test (ACT) dalam Tatalaksana

Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, 2nd ed, EGC, Jakarta

Pusponegoro, H. D. Dkk (eds), Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, 1st ed,

Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta

Rahajoe, N.N. Supriyatno, B. Setyanto, D.B. (eds), Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Anak ; Respirologi Anak, 1st ed, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai