Anda di halaman 1dari 43

Kepada Yth.

dr.Neni Sumarni, Sp.A

REFLEKSI KASUS

Seorang Anak Laki-Laki 3 Tahun dengan Meningitis dan Status Gizi Baik

Oleh:
Dewi Ajeng R

30101206611

Pembimbing:
dr. Zuhriah Hidajati, Sp.A, M.Si, M.Ed
dr. Lilia Dewiyanti, Sp.A, M.Si, M.Ed
dr.Neni Sumarni, Sp.A
dr. Adriana, Sp.A
dr. Pandih, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SULTAN AGUNG
REFLEKSI KASUS

Seorang Anak Laki-Laki 3 Tahun dengan Meningitis dan Status Gizi Baik

Nama Dokter Muda / NIM :

o Dewi Ajeng R / 30101206611

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melangkapi Salah Satu Syarat

Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak

di RSUD KRMT Wongsonegoro Kota Semarang

Semarang, Januari 2018

Pembimbing,

dr.Neni Sumarni, Sp.A


LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
1.1. Nama Pasien : An. S
Umur : 3 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Sayung
Bangsal : Bima
No. CM : 423xx
Tanggal Masuk RS : 4 Januari 2018

1.2. Nama Ayah : Tn. A


Umur : 43 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMP

1.3. Nama Ibu : Ny. R


Umur : 40 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SD

2. DATA DASAR
2.1. Anamnesis (Alloanamnesis)
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu kandung pasien pada tanggal
6 Januari 2018 jam 15.00 WIB di ruang Bima.
Keluhan Utama : Nyeri kepala

2.1.1. Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit ibu pasien mengatakan
anaknya mengeluh sakit kepala, awalnya hilang timbul, frekuensi 2-3 kali
dalam sehari, rasa sakit diketahui ibu pasien karena saat kambuh anak bisa
sampai menangis sambil memegangi kepalanya saat sakit, menurut ibu pasien
skala nyeri sekitar 9 dari 10. Nyeri kepala ini dirasakan muncul sejak 2 bulan
terakhir, ibu pasien mengatakan bahwa anaknya sebelum keluhan sakit kepala
timbul pernah tejatuh dari post ronda dengan ketinggian sekitar 1,5 meter
dengan posisi kepala jatuh membentur ubin yang terbuat dari beton, tetapi
karena pada saat itu anak tidak mengalami luka yang berat akhirnya orang tua
pasien tidak membawa anaknya ke rumah sakit. Setelah kejadian tersebut ibu
pasien mengatakan anak jadi sering mengeluh sakit pada kepalanya ,bahkan
ketika sakit kepala timbul ibu pasien mengatakan bahwa anaknya bisa sampai
demam beberapa hari tetapi kemudian demam turun kembali saat nyeri kepala
mereda. Ibu pasien mengatakan anak merasa lebih baik saat beristirahat dan
setelah meminum obat dari dokter . Namun sejak 1 bulan ini keluhan nyeri
kepala dirasakan semakin berat, keluhan semakin sering bahkan baru hilang
dalam waktu yang agak lama.
Pasien mengalami demam, mual dan muntah tidak ada, pandangan
kabur tidak ada, pandangan gelap tidak ada, pandangan ganda tidak ada,
telinga berdengung tidak ada, Pasien juga menyangkal pernah mengalami
kejang ataupun pingsan, mulut mengot tidak ada, bicara pelo tidak ada. Buang
air kecil dan buang air besar tidak ada masalah, masih dalam batas normal.

2.1.2. Riwayat Penyakit Dahulu


- flek (sudah melalui pengobatan selama 9 bulan)
- Muntaber (saat usia 6 bulan)
- Thypoid

2.1.3. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluarga yang memiliki keluhan yang sama disangkal.

2.1.4. Riwayat Kehamilan dan Pemeliharaan Prenatal


Ibu mengaku tidak rutin memeriksakan kehamilan di bidan hingga bayi lahir.
Ibu mengaku tidak mendapat suntikan TT . riwayat sakit selama hamil,
riwayat perdarahan , riwayat trauma disangkal .
Kesan : riwayat kehamilan dan pemeliharaan prenatal kurang baik.
2.1.5. Riwayat Persalinan
Anak laki laki lahir dari ibu G3P2A0 hamil 39 minggu, antenatal care tidak
teratur, penyakit kehamilan tidak ada, masa gestasi cukup bulan, lahir secara
spontan di bidan, anak lahir langsung menangis, berat badan lahir 2900 gram.
Kesan : Neonatus aterm, BBL Normal, SMK

2.1.6. Riwayat Pemeliharaan Postnatal


Pemeliharaan postnatal dilakukan di Posyandu dan anak dalam keadaan sehat.
Kesan : Riwayat pemeliharaan postnatal baik.

2.1.7. Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak


Pertumbuhan :
Berat badan lahir 2900 gram. Panjang lahir 49 cm. Berat badan
sekarang 14 kg. Setiap kontrol ke posyandu anak selalu dalam keadaan
sehat dan kondisi anak dicatat pada KMS.
Perkembangan :
- Senyum : 2 bulan
- Memiringkan badan : 3 bulan
- Tengkurap : 4 bulan
- Duduk : 6 bulan
- Berdiri : 9 bulan
- Berjalan : 12 bulan
Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan anak baik.
Riwayat Imunisasi
- BCG : ibu lupa.
- Hepatitis : ibu lupa
- Polio : ibu lupa
- DPT : ibu lupa
- Campak : ibu lupa
- Kesan : kelengkapan Imunisasi dasar tidak diketahui
Riwayat Keluarga Berencana
- Ibu tidak mengikuti program KB.
2.1.8. Riwayat Lingkungan
Sanitasi lingkungan tempat pasien tinggal cukup baik. Rumah pasien rutin
dibersihkan dan dilingkungan pasien tidak ada yang mengalami sakit yang
serupa atau penyakit yang terjadi meluas secara bersamaan

2.1.9. Riwayat Makan dan Minum Anak


ASI diberikan sejak lahir namun anak sudah diberikan makanan sebelum usia
6 bulan.
Kesan : ASI eksklusif tidak tercapai.

2.1.10. Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah pasien bekerja sebagai buruh dan menanggung 1 orang istri dan 3 orang
anak. Biaya pengobatan ditanggung BPJS
Kesan : keadan sosial ekonomi cukup

2.2. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 6 Januari 2018 jam 15.00 WIB di ruang
bima atas persetujuan orangtua pasien.

2.2.1. Kesan umum :


Compos Mentis, tampak sakit sedang .

2.2.2. Tanda vital


 Heart Rate : 90 x/menit
 Pernapasan : 20x/menit
 Suhu : 36°C (Axilla)

2.2.3. Status Generalis


Status Internus
- Kepala
Normocephale.
- Mata
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
- Hidung
sekret (-/-),
- Telinga
Discharge (-/-)
- Mulut
kering (-), sianosis (-), lidah tifoid (+), tremor (-), sariawan (-)
- Tenggorokan
Tonsil palatina T1/T1, hiperemis (-) , kripta melebar (-), detritus (-), faring
hiperemis (-)
- Leher : tidak ada pembesaran KGB
- Thorax
Paru
Inspeksi : Hemithoraks dextra dan sinistra simetris dalam keadaan statis
maupun dinamis, retraksi suprasternal, intercostal dan epigastrial (-).
Palpasi : Stem fremitus +/+
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak melebar, kuat angkat
Perkusi : Batas jantung sulit dinilai
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-) gallop (-)

- Abdomen
Inspeksi : agak cembung
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Palpasi : Supel, defans muskuler (-)
Hepar teraba membesar, ujung lancip, permukaan licinm konsistensi kenyal
Nyeri tekan (+)
Lien tidak teraba membesar
Perkusi : Hipertimpani
Batas kanan bawah hepar 2 cm di bawah arcus costa kanan.
- Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-

Akral sianosis -/- -/-

CRT < 2 detik < 2 detik

Pemeriksaan Neurologis
Motorik : Koordinasi baik, kekuatan +4 +4
+4 +4
Sensorik : Baik
Reflek Fisiologis : R. Biseps : (+2/+2)
R. Triseps : (+2/+2)
R. Patella : (+2/+2)
R. Archilles : (+2/+2)
Reflek Patologis :
R. Babinsky : (-/-)
R. Chaddock : (-/-)
R. Oppeinheim : (-/-)
Meningeal Sign :
Kaku kuduk : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Kernig sign : (-)

Pemeriksaan Penunjang
a. Hematologi
Tanggal Hb Ht Leukosit(/µ Trombosit(ribu/µl
(mg/dl) (%) l) )

4/1/2018 13,0 38, 13,4 271.000


0

b. Kimia klinik

Tanggal Ureum Creatinin Na Kalium Ca


(mg/dl) (mg/dl) (mmol/l) (mmol/l (mmol/l)
4/1/2018 16,5 0,5 131.0 5.30 0,98

c. Pemeriksaan CT-Scan

Kesan :
Gambaran meningitis
Tak tampak perdarahan dan massa intracranial
Tak tampak tanda tanda peningkatan tekanan intra kranial

Pemeriksaan Khusus :
Pemeriksaan Antropometri:
Anak laki-laki usia 3 tahun, BB: 14 kg PB: 100 cm
WAZ : BB – median = 14– 14,1 = 3,1 = 1,55 (Status Gizi Baik)
SD 2,0 2,0
HAZ : TB – median = 100 – 93,9 = 6,1 = 1,64 (Normal)
SD 3,7 3,7
WHZ : BB – median = 14- 15,4 = 1,6 = 1 (Normal)
SD 1,6 1,6
Kesan gizi : Status gizi baik dan perawakan normal seusianya.

2.3. RESUME
Sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit ibu pasien mengatakan anaknya
mengeluh sakit kepala, awalnya hilang timbul, frekuensi 2-3 kali dalam sehari, rasa
sakit diketahui ibu pasien karena saat kambuh anak bisa sampai menangis sambil
memegangi kepalanya saat sakit, menurut ibu pasien skala nyeri sekitar 9 dari 10.
Nyeri kepala ini dirasakan muncul sejak 2 bulan terakhir, ibu pasien mengatakan
bahwa anaknya sebelum keluhan sakit kepala timbul pernah tejatuh dari post ronda
dengan ketinggian sekitar 1,5 meter dengan posisi kepala jatuh membentur ubin yang
terbuat dari beton, tetapi karena pada saat itu anak tidak mengalami luka yang berat
akhirnya orang tua pasien tidak membawa anaknya ke rumah sakit. Setelah kejadian
tersebut ibu pasien mengatakan anak jadi sering mengeluh sakit pada kepalanya
,bahkan ketika sakit kepala timbul ibu pasien mengatakan bahwa anaknya bisa sampai
demam beberapa hari tetapi kemudian demam turun kembali saat nyeri kepala
mereda. Ibu pasien mengatakan anak merasa lebih baik saat beristirahat dan setelah
meminum obat dari dokter . Namun sejak 1 bulan ini keluhan nyeri kepala dirasakan
semakin berat, keluhan semakin sering bahkan baru hilang dalam waktu yang agak
lama.
Pasien mengalami demam, mual dan muntah tidak ada, pandangan kabur tidak
ada, pandangan gelap tidak ada, pandangan ganda tidak ada, telinga berdengung tidak
ada, Pasien juga menyangkal pernah mengalami kejang ataupun pingsan, mulut
mengot tidak ada, bicara pelo tidak ada. Buang air kecil dan buang air besar tidak ada
masalah, masih dalam batas normal.
Pasien memiliki riwayat mondok di rumah sakit karena muntaber dan thypoid
,pasien juga memiliki riwayat flek dan sudah melakukan pengobatan selama 6 bulan.
Pada pemeriksaan fisik,status internus dalam batas normal, pemeriksaan
neurologis masih dalam batas normal. Pada pemeriksaan penunjang untuk darah rutin
di dapatkan leukositosis dan pada pemeriksaan CT-Scan dengan kontras di dapatkan
gambaran meningitis.

3. DIAGNOSIS BANDING
- Meningitis bacterial
- Meningitis tuberculosis
- Meningitis virus
- Meningitis jamur
- Abses otak
- Encephalitis
- Herpes Simplex Encephalitis
- Neoplasma
- Subarachnoid Hemorrhage

4. DIAGNOSIS SEMENTARA
- Meningitis bacterial
- Meningitis tuberculosis
- Meningitis virus
- Meningitis jamur

5. PENATALAKSANAAN
Assesment: Meningitis
Ip. Diagnosis :

- Lumbal pungsi =kultur likuor cerebrospinal (LCS)


- Kultur darah
- pemeriksaan foto thoraxs
- foto thoraxs AP – lateral
Ip. Terapi :

- Infus RL 10 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 x1gr
- Inj metil prednisolone 2 x12,5 mg
- Inj ranitidine 2 x1/4 ampul
- Po ibuprofen syrup 3x1 cth
Ip. Monitoring :
 KU, kesadaran,kejang
 Tanda vital = HR, RR, suhu
Ip. Edukasi :

- Menjelaskan tentang keadaan pasien


- Menjelaskan tentang perjalanan penyakit dan penatalaksanaan nya.
- Menjelaskan tentang komplikasi dari penyakit jika tidak ditangani.

6. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad sanam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 EPIDEMIOLOGI
Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap patogen spesifik
yang lemah terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi (1 – 12 bulan); 95 % terjadi
antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada setiap umur. Resiko tambahan
adalah kolonisasi baru dengan bakteri patogen, kontak erat dengan individu yang menderita
penyakit invasif, perumahan padat penduduk, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin laki-
laki dan pada bayi yang tidak diberikan ASI pada umur 2 – 5 bulan. Cara penyebaran
mungkin dari kontak orang ke orang melalui sekret atau tetesan saluran pernafasan.7

Meningitis Bakterial

Di Amerika Serikat, sebelum pemberian rutin vaksin conjugate-pneumococcal, insidens dari


meningitis bakteri ± 6000 kasus per tahun; dan sekitar setengahnya adalah pasien anak (≤18
tahun). N. meningitidis menyebabkan 4 kasus per 100.000 anak (usia 1 – 23 bulan).
Sedangkan S.pneumoniae menyebabkan 6,5 kasus per 100.000 anak (usia 1 – 23 bulan).
Angka ini menurun setelah pemberian rutin dari vaksin conjugate-pneumoccal pad aana-
anak. Pengenalan dari vaksin meningococcal baru-baru ini di Amerika Serikat diharapkan
dapat mengurangi insidens meningitis bacterial di kemudian hari. Insidens dari meningitis
bacterial pada neonatus sekitar 0,15 kasus per 1000 bayi lahir cukup bulan dan 2,5 kasus per
1000 bayi lahir kurang bulan (premature). Hampir 30% bayi baru lahir dengan klinis sepsis,
berhubungan dengan adanya meningitis bakterial. Sejak adanya pemberian antibiotik inisiasi
intrapartum tahun 1996, terjadi penurunan insidens nasional dari onset awal infeksi GBS
(Group B Streptococcus) dari hampir 1,8 kasus per 1000 bayi lahir hidup pada tahun 1990
menjadi 0,32 kasus per 1000 bayi lahir hidup pada tahun 2003.1,8

Secara umum, mortalitas dari meningitis bacterial bervariasi menurut usia dan jenis
pathogen, dengan angka tertinggi untuk S.pneumoniae. Mortalitas pada neonatus tinggi dan
meningitis bakterial juga menyebabkan long term sequelae yang menyebabkan morbiditas
pada periode neonatal. Mortalitas tertinggi yakni pada tahun pertama kehidupan, menurun
pada pertengahan (mid life) dan meningkat kembali di masa tua. Insidens lebih banyak pada
kulit hitam. Bayi laki – laki lebih sering terkena meningitis gram negatif, bayi perempuan
lebih rentan terhadap infeksi L.monocytogenes , sedangkan Streptococcus agalactiae (GBS)
mengenai kedua jenis kelamin.8

Di Indonesia, angka kejadian tertinggi pada umur antara 2 bulan-2 tahun. Umumnya terdapat
pada anak distrofik,yang daya tahan tubuhnya rendah. Insidens meningitis bakterialis pada
neonatus adalah sekitar 0.5 kasus per 1000 kelahiran hidup. Insidens meningitis pada bayi
berat lahir rendah tiga kali lebih tinggi dibandingkan bayi dengan berat lahir normal.
Streptococcus group B dan E.coli merupakan penyebab utama meningitis bakterial pada
neonatus. Penyakit ini menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi (5-10%). Hampir
40% diantaranya mengalami gejala sisa berupa gangguan pendengaran dan defisit
neurologis.9-11

Meningitis Tuberkulosis

Di seluruh dunia, tuberkulosis merupakan penyebab utama dari morbiditas dan


kematian pada anak. Di Amerika Serikat, insidens tuberkulosis kurang dari 5% dari seluruh
kasus meningitis bakterial pada anak, namun penyakit ini mempunyai frekuensi yang lebih
tinggi pada daerah dengan sanitasi yang buruk.

Meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan di Indonesia karena morbiditas


tuberkulosis anak masih tinggi. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak terutama bayi
dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah. Angka kejadian jarang
dibawah usia 3 bulan dan mulai meningkat dalam usia 5 tahun pertama, tertinggi pada usia 6
bulan sampai 2 tahun. Angka kematian berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan
gejala sisa, hanya 18% pasien yang normal secara neurologis dan intelektual. Anak dengan
meningitis tuberkulosis yang tidak diobati, akan meninggal dalam waktu 3-5 minggu. Angka
kejadian meningkat dengan meningkatnya jumlah pasien tuberkulosis dewasa.6,9,10

Meningitis Viral

Insidens meningitis viral di Amerika serikat yang secara resmi dilaporkan berjumlah
lebih dari 10.000 kasus, namun pada kenyataannya dapat mencapai 75.000 kasus.
Kekurangan dalam pelaporan data ini disebabkan oleh gejala klinis yang tidak khas dan
inabilitas beberapa virus untuk tumbuh dalam kultur. Menurut data yang dilaporkan Centers
for Disease Control and Prevention (CDC), pasien rawat inap dengan meningitis viral sekitar
25.000 – 50.000 tiap tahunnya.12

Di seluruh dunia, penyebab meningitis viral termasuk enterovirus, mumps virus


mumps (gondongan), virus measles (campak), virus varicella zoster (VZV) dan HIV. Gejala
meningitis dapat timbul hanya pada 1 dari 3000 kasus. Mumps menyebabkan 10-20%
meningitis dan meningoencephalitis di bagian negara dimana akses vaksin sulit. Insidens 20
kali lebih besar pada tahun pertama kehidupan. Pada neonatus lebih dari 7 hari, meningitis
aseptik sering disebabkan oleh enterovirus. Vaksinasi mengurnagi insidens dari meningitis
oleh virus mumps, polio dan measles. Virus mumps dan measles sering menyebabkan
meningitis pada anak usia sekolah sampai kuliah. Enterovirus 1,3 – 1,5 kali lebih sering lebih
sering menyebabkan meningitis pada laki-laki dibanding perempuan , sedangkan virus
mumps 3 kali lebih sering menyerang laki-laki dibanding perempuan. Menurut WHO tahun
1997, meningitis enteroviral dengan sepsis merupakan penyebab tersering ke-5 kematian
pada neonatus. Diluar periode neonatal mortalitas kurang dari 1%, begitu juga dnegan
morbiditasnya.12

Meningitis virus lebih sering dijumpai pada anak daripada orang dewasa. Di negeri
tropis dan subtropis tingginya frekuensi meningitis virus tidak bergantung kepada musim
seperti pada negeri beriklim dingin yang angka kejadian tertingginya dijumpai pada musim
panas dan musim rontok.9

Meningitis Jamur

Meningitis jamur jarang ditemukan, namun dapat mengancam kehidupan. Walaupun


semua orang dapat terkena meningitis jamur, namun resiko tinggi terdapat pada orang yang
menderita AIDS, leukemia, atau bentuk penyakit imunodefisiensi ( sistem imun tidak
mempunyai respon yang adekuat terhadap infeksi) lainnya dan orang dengan imunosupresi
(malfungsi dari sistem imun sebagai akibat obat-obatan).5

Penyebab tersering dari meningitis jamur pada orang dengan defisiensi imun seperti
HIV adalah Cryptococcus. Penyakit ini merupakan salah satu dari penyebab tersering
meningitis di Afrika. Jamur lain yang dapat menyebabkan thrush, Candida, dapat
menyebabkan meningitis pada beberapa kasus, terutama pada bayi prematur dengan berat
lahir sangat rendah. (very low birth weight).5

2.2 ETIOLOGI
Penyebab tersering dari meningitis adalah mikroorganisme seperti bakteri, virus, parasit dan
jamur. Mikroorganisme ini menginfeksi darah dan likuor serebrospinal. Meningitis juga dapat
disebabkan oleh penyebab non-infeksi, seperti pada penyakit AIDS, keganasan, diabetes
mellitus, cedera fisik atau obat – obatan tertentu yang dapat melemahkan sistem imun
(imunosupresif).5

Meningitis dapat terjadi karena terinfeksi oleh virus, bakteri, jamur maupun parasit :
Virus :
Meningitis virus umumnya tidak terlalu berat dan dapat sembuh secara alami tanpa
pengobatan spesifik. Kasus meningitis virus di Amerika serikat terutama selama musim panas
disebabkan oleh enterovirus; walaupun hanya beberapa kasus saja yang berkembang menjadi
meningitis. Infeksi virus lain yang dapat menyebabkan meningitis, yakni :
 Virus Mumps
 Virus Herpes, termasuk Epstein-Barr virus, herpes simplexs, varicella-zoster,
Measles, and Influenza
 Virus yang menyebar melalui nyamuk dan serangga lainnya (Arboviruses)
 Kasus lain yang agak jarang yakni LCMV (lymphocytic choriomeningitis virus),
disebarkan melalui tikus.5

Bakteri :
Salah satu penyebab utama meningitis bakteri pada anak-anak dan orang dewasa muda
di Amerika Serikat adalah bakteri Neisseria meningitidis. Meningitis disebabkan oleh bakteri
ini dikenal sebagai penyakit meningokokus. Bakteri penyebab meningitis
juga bervariasi menurut kelompok umur.5
Selama usia bulan pertama, bakteri yang menyebabkan meningitis pada bayi normal
merefleksikan flora ibu atau lingkungan bayi tersebut (yaitu, Streptococcus group B, basili
enterik gram negatif, dan Listeria monocytogenes). Meningitis pada kelompok ini kadang -
kadang dapat karena Haemophilus influenzae dan patogen lain ditemukan pada penderita
yang lebih tua.
Meningitis bakteri pada anak usia 2 bulan – 12 tahun biasanya karena H. influenzae
tipe B, Streptococcus pneumoniae, atau Neisseria meningitidis. Penyakit yang disebabkan
oleh H.influenzae tipe B dapat terjadi segala umur namun seringkali terjadi sebelum usia 2
tahun.
Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas, Treponema pallidum, dan Mycobacterium
tuberculosis dapat juga mengakibatkan meningitis. Citrobacter diversus merupakan
penyebab abses otak yang penting. Jamur:
Jamur yang menginfeksi manusia terdieri dari 2 kelompok yaitu, jamur patogenik dan
opportunistik. Jamur patogenik adalah beberapa jenis spesies yang dapat menginfeksi
manusia normal setelah inhalasi atau inflantasi spora. Secara alamiah, manusia dengan
penyakit kronis atau keadaan gangguan imunitas lainnya lebih rentan terserang infeksi jamur
dibandingkan manusia normal. Jamur patogenik menyebabkan histiplasmosis, blastomycosis,
coccidiodomycosis dan paracoccidiodomycosis. Kelompok kedua adalah kelompok jamur
apportunistik. Kelompok ini tidak menginfeksi orang normal. Penyakit yang termasuk disini
adalah aspergilosis, candidiasis, cryptococcosis, mucormycosis (phycomycosis) dan
nocardiosis.
Infeksi jamur pada susunan saraf pusat dapat menyebabkan meningitis akut, subakut
dan kronik. Biasanya sering pada anak dengan imunosupresif terutama anak dengan leukemia
dan asidosis. Dapat juga pada anak yang imunokompeten. Cryptococcus neoformans dan
Coccidioides immitis adalah penyebab utama meningitis jamur pada anak imunokompeten.
Candida sering pada anak dengan imunosupresi dengan penggunaan antibiotik multiple,
penyakit yang melemahkan, resipien transplant dan neonatus kritis yang menggunakan
kateter vaskular dalam waktu lama. Berikut beberapa patogen jamur :5
Mikroorganisme yang sering menyebabkan meningitis berdasarkan usia :3
a. 0 – 3 bulan :
Pada grup usia ini meningitis dapat disebabkan oleh semua agen termasuk bakteri,
virus, jamur, Mycoplasma, dan Ureaplasma. Bakteri penyebab yang tersering seperti
Streptococcus grup B, E.Coli, Listeria, bakteri usus selain E.Coli ( Klebsiella,
Serratia spesies, Enterobacter), streptococcus lain, jamur, nontypeable H.influenza,
dan bakteri anaerob. Virus yang sering seperti Herpes simplekx virus (HSV),
enterovirus dan Cytomegalovirus.

b. 3 bulan – 5 tahun
Sejak vaksin conjugate HIB menjadi vaksinasi rutin di Amerika Serikat, penyakit
yang disebabkan oleh H.influenza tipe B telah menurun. Bakteri penyebab tersering
meningitis pada grup usia ini belakangan seperti N.meningitidis dam S.Pneumoniae.
H. influenza tipe B masih dapat dipertimbangkan pada meningitis yang terjadi pada
anak kurang dari 2 tahun yang belum mendapat imunisasi atau imunisasi yang tidak
lengkap. Meningitis oleh karena Mycobacterium Tuberculosis jarang, namun harus
dipertimbangkan pada daerah dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi dan jika
didapatkan anamnesis, gejala klinis, LCS dan laboratorium yang mendukung
diagnosis Tuberkulosis. Virus yang sering pada grup usia ini seperti enterovirus, HSV,
Human Herpesvirus-6 (HHV-6).

c. 5 tahun – dewasa
Bakteri yang tersering menyebabkan meningitis pada grup usia ini seperti
N.meningitidis dan S.pneumoniae. Mycoplasma pneumonia juga dapat menyebabkan
meningitis yang berat dan meningoencephalitis pada grup usia ini. Meningitis virus
pada grup ini tersering disebabkan oleh enterovirus, herpes virus, dan arbovirus. Virus
lain yang lebih jarang seperti virus Epstein-Barr , virus lymphocytic choriomeningitis,
HHV-6, virus rabies, dan virus influenza A dan B.
Pada host yang immunocompromised, meningitis yang terjadi selain dapat disebabkan oleh
pathogen seperti di atas, harus juga dipertimbangkan oleh pathogen lain seperti
Cryptococcus, Toxoplasma, jamur, tuberculosis dan HIV. 2.5 PATOGENESIS

Meningitis Bakterial 1

Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui :

1. Alian darah (hematogen) oleh karena infeksi di tempat lain seperti faringitis,
tonsillitis, endokarditis, pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan ini sering didapatkan
biakan kuman yang positif pada darah, yang sesuai dengan kuman yang ada dalam
cairan otak.
2. Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh infeksi dari
sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus.
3. Implantasi langsung : trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi lumbal dan
mielokel.
4. Meningitis pada neonates dapat terjadi oleh karena:
 Aspirasi cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau oleh
kuman-kuman yang normal ada pada jalan lahir
 Infeksi bakteri secara transplacental terutama Listeria.

Gambar 3. Patogenesis Meningitis Bakterial

Sebagian besar infeksi susunan saraf pusat terjadi akibat penyebaran hematogen.
Saluran napas merupakan port of entry utama bagi banyak penyebab meningitis purulenta.
Proses terjadinya meningitis bakterial melalui jalur hematogen mempunyai tahap-tahap
sebagai berikut :

1. Bakteri melekat pada sel epitel mukosa nasofaring (kolonisasi)


2. Bakteri menembus rintangan mukosa
3. Bakteri memperbanyak diri dalam aliran darah (menghindar dari sel fagosit dan
aktivitas bakteriolitik) dan menimbulkan bakteriemia.
4. Bakteri masuk ke dalam cairan serebrospinal
5. Bakteri memperbanyak diri dalam cairan serebrospinal
6. Bakteri menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak.
Gambar 4. Patogenesis Meningitis Bakterial

Bakteri yang menimbulkan meningitis adalah bakteri yang mampu melampaui semua
tahap dan masing-masing bakteri mempunyai mekanisme virulensi yang berbeda-beda, dan
masing-masing mekanisme mempunyai peranan yang khusus pada satu atau lebih dari tahap-
tahap tersebut. Terjadinya meningitis bacterial dipengaruhi oleh interaksi beberapa faktor,
yaitu host yang rentan, bakteri penyebab dan lingkungan yang menunjang.

Faktor Host

Beberapa faktor host yang mempermudah terjadinya meningitis:

1. Telah dibuktikan bahwa laki-laki lebih sering menderita meningitis dibandingkan


dengan wanita. Pada neonates sepsis menyebabkan meningitis, laki-laki dan wanita
berbanding 1,7 : 1 Bayi dengan berat badan lahir rendah dan premature lebih mudah
menderita meningitis disbanding bayi cukup bulan
2. Ketuban pecah dini, partus lama, manipulasi yang berlebihan selama kehamilan,
adanya infeksi ibu pada akhir kehamilan mempermudah terjadinya sepsis dan
meningitis
3. Pada bayi adanya kekurangan maupun aktivitas bakterisidal dari leukosit, defisiensi
beberapa komplemen serum, seperti C1, C3. C5, rendahnya properdin serum,
rendahnya konsentrasi IgM dan IgA ( IgG dapat di transfer melalui plasenta pada
bayi, tetapi IgA dan IgM sedikit atau sama sekali tidak di transfer melalui plasenta),
akan mempermudah terjadinya infeksi atau meningitis pada neonates. Rendahnya IgM
dan IgA berakibat kurangnya kemampuan bakterisidal terhadap bakteri gram negatif.
4. Defisiensi kongenital dari ketiga immunoglobulin ( gamma globulinemia atau
dysgammaglobulinemia), kekurangan jaringan timus kongenital, kekurangan sel B
dan T, asplenia kongenital mempermudah terjadinya meningitis
5. Keganasan seperti system RES, leukemia, multiple mieloma, penyakit Hodgkin
menyebabkan penurunan produksi immunoglobulin sehingga mempermudah
terjadinya infeksi.
6. Pemberian antibiotik, radiasi dan imunosupresan juga mempermudah terjadinya
infeksi
7. Malnutrisi

Faktor Mikroorganisme

Penyebab meningitis bakterial terdiri dari bermacam-macam bakteri. Mikroorganisme


penyebab berhubungan erat dengan umur pasien. Pada periode neonatal bakteri penyebab
utama adalah golongan enterobacter terutama Escherichia Coli disusul oleh bakteri lainnya
seperti Streptococcus grup B, Streptococcus pneumonia, Staphylococuc sp dan Salmonella
sp. Sedangkan pada bayi umur 2 bulan sampai 4 tahun yang terbanyak adalah Haemophillus
influenza type B disusul oleh Streptococcus pneumonia dan Neisseria meningitides. Pada
anak lebih besar dari 4 tahun yang terbanyak adalah Streptococcus pneumonia, Neisseria
meningitides. Bakteri lain yang dapat menyebabkan meningitis bakterial adalah kuman
batang gram negative seperti Proteus, Aerobacter, Enterobacter, Klebsiella Sp dan Seprata
Sp.

Faktor Lingkungan

Kepadatan penduduk, kebersihan yang kurang, pendidikan rendah dan sosial ekonomi
rendah memgang peranan penting untuk mempermudah terjadinya infeksi. Pada tempat
penitipan bayi apabila terjadi infeksi lebih mudah terjadi penularan. Adanya vektor binatang
seperti anjing, tikus, memungkinkan suatu predisposisi, untuk terjadinya leptospirosis.
Meningitis Tuberkulosis 9

Meningitis tuberkulosis terjadi sebagai akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis primer,


biasanya dari paru. Terjadinya meningitis bukanlah karena terinfeksinya selaput otak
langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder melalui pembentukan
tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah
ke dalam rongga arachnoid (rich dan McCordeck). Kadang-kadang dapat juga terjadi per-
kontinuitatum dari mastoiditis atau spondilitis.

Pada pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan meningo-


ensefalitis. Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama batang otak
(brain stem) tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa
dapat menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis dan mengakibatkan hidrocephalus serta
kelainan saraf pusat. Tampak juga kelainan pembuluh darah seperti Arteritis dan Phlebitis
yang menimbulkan penyumbatan. Akibat penyumbatan ini terjadi infark otak yang kemudian
mengakibatkan perlunakan otak.

Meningitis Viral

Virus masuk tubuh manusia melalui beberapa jalan. Tempat permulaan masuknya virus dapat
melalui kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Setelah masuk ke dalam tubuh
virus tersebut akan menyebar keseluruh tubuh dengan beberapa cara:1

 Setempat : virus hanya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau organ
tertentu.
 Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke
organ dan berkembang biak di organ-organ tersebut.
 Penyebaran hematogen sekunder : virus berkembang biak di daerah pertama kali
masuk (permukaan selaput lender) kemudian menyebar ke organ lain.
 Penyebaran melalui saraf : virus berkembang biak dipermukaan selaput lender dan
menyebar melalui system saraf.
Berikut contoh cara transmisi virus :12
 Enterovirus : biasanya melalui rute oral-fekal, namun dapat juga melalui rute saluran
respirasi
 Arbovirus : melalui artropoda menghisap darah, biasanya nyamuk
 Virus limfositik koriomeningitis – melalui kontak dengan tikus dan sejenisnya
ataupun bahan eksresinya.

Pada umumnya, virus masuk ke sistem limfatik, melalui penelanan enterovirus;


pemasukan membran mukosa oleh campak, rubela, VVZ atau HSV; atau dengan penyebaran
hematogen dari nyamuk atau gigitan serangga lain. Ditempat tersebut, mulai terjadi
multiplikasi dan masuk alirann darah menyebabkan infeksi beberapa organ. Pada stadium ini
(fase ekstraneural) ada sakit demam, sistemik, tetapi tidak terjadi multiplikasi virus lebih
lanjut pada organ yang ditempati, penyebaran sekunder sejumlah virus dapat terjadi. Invasi
SSP disertai dengan bukti klinis penyakit neurologis. HSV-1 mungkin mencapai otak dengan
penyebaran langsung sepanjang akson saraf.

Kerusakan neurologis disebabkan (1) oleh invasi langsung dan penghancuran jaringan
saraf oleh pembelahan virus secara aktif dan atau (2) oleh reaksi hospes terhadap antigen
virus. Kebanyakan penghancuran saraf mungkin karena invasi virus secara langsung,
sedangkan respon jaringan hospes yang hebat mengakibatkan demielinasi dan penghancuran
vaskuler serta perivaskuler dan (3) oleh reaksi aktivitas virus neurotropik yang bersifat
laten.1,7

Meningitis Jamur

Infeksi pertama terbanyak terjadi akibat inhalasi yeast dari lingkungan sekitar. Pada saat
dalam tubuh host Cryptococcus membentuk kapsul polisakarida yang besar yang resisten
terhadap fagositosis. Produksi kapsul distimulasi oleh konsentrasi fisiologis karbondioksida
dalam paru. Keadaan ini meyebabkan jamur ini beradaptasi sangat baik dalam host mamalia.
Reaksi inflamasi ini menghasilkan reaksi kompleks primer paru kelenjar limfe (primary lung
lymp node complex) yang biasanya membatasi penyebaran organisme.

Kebanyakan infeksi paru ini tanpa gejala, tetapi secara klinis dapat terjadi seperti
gejala pneumonia pada infeksi pertama dengan gejala yang bervariasi beratnya. Keadaan ini
biasanya membaik perlahan dalam beberapa minggu atau bulan dengan atau tanpa
pengobatan. Pada pasien lainnya dapat terbentuk lesi pulmonar fokal atau nodular.
Cryptococcus dapat dorman dalam paru atau limfenodus sampai pertahanan host melemah.
Cryptococcus neofarmans dapat menyebar dari paru dan limfenodus torakal ke aliran darah
terutama pada host yang sistem kekebalannya terganggu. Keadaan ini dapat terjadi selama
infeksi primer atau selama masa reaktivasi bertahun-tahun kemudian. Jika terjadi infeksi
jauh, maka tempat yang paling sering terkena adalah susunan saraf pusat. Keadaan dimana
predileksi infeksi ini terutama pada ruang subarakhnoid, belum dapat diterangkan.

Ada beberapa faktor yang berperanan dalam patogenesis infeksi Cryptococcus


neofarmans pada susunan saraf pusat. Jamur ini mempunyai beberapa fenotif karakteristik
yang diaktakan berhubungan dengan invasi pada susunan saraf pusat seperti, produksi
phenoloxidase, adanya kapsul polisakarida,dan kemampuan untuk berkembang dengan cepat
pada suhu tubuh host.Informasi terakhir mengatakan bahwa melanin bertindak sebagai
antioksidan yang melindungi organisme ini dari mekanisme pertahanan tubuh host. Faktor
karakteristik lainnya yaitu kemampuan kapsul untuk melindungi jamur dari pertahanan tubuh

terutama fagositosis dankemampuan jamur untuk hidup dan berkembang pada suhu tubuh
manusia.

2.7 MANIFESTASI KLINIS

Meningitis mempunyai karakteristik yakni onset yang mendadak dari demam, sakit kepala
dan kaku leher (stiff neck). Biasanya juga disertai beberapa gejala lain, seperti :

 Mual
 Muntah
 Fotofobia (sensitif terhadap cahaya)
 Perubahan atau penurunan kesadaran

Meningitis Bakterial

Tidak ada satupun gambaran klinis yang patognomonik untuk meningitis bakterial. Tanda
dan manifestasi klinis meningitis bakterial begitu luas sehingga sering didapatkan pada anak-
anak baik yang terkena meningitis ataupun tidak. Tanda dan gambaran klinis sangat
bervariasi tergantung umur pasien, lama sakit di rumah sebelum diagnosis dan respon tubuh
terhadap infeksi.
Meningitis pada bayi baru lahir dan prematur sangat sulit didiagnosis, gambaran klinis
sangat kabur dan tidak khas. Demam pada meningitis bayi baru lahir hanya terjadi pada ½
dari jumlah kasus. Biasanya pasien tampak lemas dan malas, tidak mau makan, muntah-
muntah, kesadaran menurun, ubun-ubun besar tegang dan membonjol, leher lemas, respirasi
tidak teratur, kadang-kadang disertai ikterus kalau sepsis. Secara umum apabila didapatkan
sepsis pada bayi baru lahir kita harus mencurigai adanya meningitis.

Bayi berumur 3 bulan – 2 tahun jarang memberi gambaran klasik meningitis.


Biasanya manifestasi yang timbul hanya berupa demam, muntah, gelisah, kejang berulang,
kadang-kadang didapatkan pula high pitch cry (pada bayi). Tanda fisik yang tampak jelas
adalah ubun-ubun tegang dan membonjol, sedangkan tanda Kernig dan Brudzinsky sulit di
evaluasi. Oleh karena insidens meningitis pada umur ini sangat tinggi, maka adanya infeksi
susuan saraf pusat perlu dicurigai pada anak dengan demam terus menerus yang tidak dapat
diterangkan penyebabnya.

Pada anak besar dan dewasa meningitis kadang-kadang memberikan gambaran klasik.
Gejala biasanya dimulai dengan demam, menggigil, muntah dan nyeri kepala. Kadang-
kadang gejala pertama adalah kejang, gelisah, gangguan tingkah laku. Penurunan kesadaran
seperti delirium, stupor, koma dapat juga terjadi. Tanda klinis yang biasa didapatkan adalah
kaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kernig. Nyeri kepala timbul akibat inflamasi pembuluh
darah meningen, sering disertai fotofobia dan hiperestesi, kaku kuduk disertai rigiditas spinal
disebabkan karena iritasi meningen serta radiks spinalis.

Kelainan saraf otak disebabkan oleh inflamasi lokal pada perineurium, juga karena
terganggunya suplai vaskular ke saraf. Saraf – saraf kranial VI, VII, dan IV adalah yang
paling sering terkena. Tanda serebri fokal biasanya sekunder karena nekrosis kortikal atau
vaskulitis oklusif, paling sering karena trombosis vena kortikal. Vaskulitis serebral
menyebabkan kejang dan hemiparesis.1

Manifestasi Klinis yang dapat timbul adalah:9

1. Gejala infeksi akut.


a. Lethargy.
b. Irritabilitas.
c. Demam ringan.
d. Muntah.
e. Anoreksia.
f. Sakit kepala (pada anak yang lebih besar).
g. Petechia dan Herpes Labialis (untuk infeksi Pneumococcus).

2. Gejala tekanan intrakranial yang meninggi.


a. Muntah.
b. Nyeri kepala (pada anak yang lebih besar).
c. Moaning cry /Tangisan merintih (pada neonatus)
d. Penurunan kesadaran, dari apatis sampai koma.
e. Kejang, dapat terjadi secara umum, fokal atau twitching.
f. Bulging fontanel /ubun-ubun besar yang menonjol dan tegang.
g. Gejala kelainan serebral yang lain, mis. Hemiparesis, Paralisis, Strabismus.
h. Crack pot sign.
i. Pernafasan Cheyne Stokes.
j. Hipertensi dan Choked disc papila N. optikus (pada anak yang lebih besar).

3. Gejala ransangan meningeal.


a. Kaku kuduk positif.
b. Kernig, Brudzinsky I dan II positif. Pada anak besar sebelum gejala di atas
terjadi, sering terdapat keluhan sakit di daerah leher dan punggung.

Pada anak dengan usia kurang dari 1 tahun, gejala meningeal tidak dapat diandalkan
sebagai diagnosis. Bila terdapat gejala-gejala tersebut diatas, perlu dilakukan pungsi lumbal
untuk mendapatkan cairan serebrospinal (CSS).
Gambar 6. Tanda Brudzinski

Gambar 7. Tanda Kernig

Gambar 8. Manifestasi klinis pada bayi / neonatus


Gambar 9. Manifestasi klinis pada anak dan dewasa

Gambar 10. Opisthotonus dan Blank starring pada M.Meningococcus

Meningitis Tuberkulosis 9,10

Secara klinis kadang-kadang belum terdapat gejala meningitis nyata walaupun selaput otak
sudah terkena. Hal demikian terdapat apda tuberlukosis miliaris sehingga pada penyebaran
miliar sebaiknya dilakukan pungsi lumbal walaupun gejala meningitis belum tampak.

1. Stadium prodromal
Gejala biasanya didahului oleh stadium prodromal berupa iritasi selaput otal. Meningitis
biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau hanya terdapat kenaikan suhu ringan, jarang
terjadi akut dengan panas tinggi. Sering di jumpai anak mudah terangsang (iritabel) atau anak
menjadi apatis dan tidurnya sering terganggu. Anak besar dapat mengeluh nyeri kepala.
Malaise, snoreksia, obstipasi, mual dan muntah juga sering ditemukan. Belum tampak
manifestasi kelainan neurologis.

2. Stadium transisi
Stadium prodromal disusul dengan stadium transisi dengan adanya kejang. Gejala diatas
menjadi lebih berat dan muncul gejala meningeal, kaku kuduk dimana seluruh tubuh mulai
menjadi kaku dan opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan
umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul gejala strabismus dan
nistagmus. Sering tuberkel terdapat di koroid. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran
lebih menurun hingga timbul stupor. Kejang, defisit neurologis fokal, paresis nervus kranial
dan gerakan involunter (tremor, koreoatetosis, hemibalismus).

3. Stadium terminal
Stadium terminal berupa kelumpuhan kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil melebar
dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur, kadang-kadang
menjadi pernafasan Cheyne-Stokes (cepat dan dalam). Hiperpireksia timbul dan anak
meninggal tanpa kesadarannya pulih kembali

Tiga stadium diatas biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan yang
lainnya, namun jika tidak diobati umumnya berlangsung 3 minggu sebelum anak meninggal.

Meningitis Viral 5,9

Biasanya gejala dari meningitis viral tidak seberat meningitis dan dapat sembuh alami tanpa
pengobatan yang spesifik.
Umumnya permulaan penyakit berlangsung mendadak, walaupun kadang-kadang
didahului dengan panas selama beberapa hari. Gejala yang ditemukan pada anak besar ialah
panas dan nyeri kepala mendadak yang disertai dengan kaku kuduk. Gejala lain yang dapat
timbul ialah nyeri tenggorok, nausea, muntah, penurunan kesadaran, nyeri pada kuduk dan
punggung, fotophobia, parestesia, myalgia. Gejala pada bayi tidak khas. Bayi mudah
terangsang dan menjadi gelisah. Mual dan muntah sering dijumpai tetapi gejala kejang jarang
didapati. Bila penyebabnya Echovirus atau Coxsackie, maka dapat disertai ruam dengan
panas yang akan menghilang setelah 4-5 hari. Pada pemeriksaan ditemukan kaku kuduk,
tanda Kernig dan Brudzinski kadang-kadang positif.

Variasi lain dari infeksi viral dapat membantu diagnosis, seperti :

 Gastroenteritis, rash, faringitis dan pleurodynia pada infeksi enterovirus


 Manifestasi kulit, seperti erupsi zoster dari VZV, makulopapular rash dari campak
dan enterovirus, erupsi vesikular dari herpes simpleks dan herpangina dari infeksi
coxsackie virus A
 Faringitis, limfadenopati dan splenomegali mengarah ke infeksi EBV
 Immunodefisiensi dan pneumonia, mengarah ke infeksi adenovirus, CMV atau HIV
 Parotitis dan orchitis ke arah virus Mumps

Meningitis Jamur

Gejala klinis dari meningitis jamur sama seperti meningitis jenis lainnya; namun, gejalanya
sering timbul bertahap. Sebagai tambahan dari gejala klasik meningitis seperti sakit kepala,
demam, mual dan kekakuan leher, orang dengan meningitis jamur juga mengalami fotofobia,
perubahan status mental, halusinasi dan perubahan personaliti.5

2.8 KOMPLIKASI 1-2

Komplikasi dini :

 Syok septik, termasuk DIC


 Koma
 Kejang (30-40% pada anak)
 Edema serebri
 Septic arthritis
 Efusi pericardial
 Anemia hemolitik
Komplikasi lanjut :

 Gangguan pendengaran samapi tuli


 Disfungsi saraf kranial
 Kejang multipel
 Paralisis fokal
 Efusi subdural
 Hidrocephalus
 Defisit intelektual
 Ataksia
 Buta
 Waterhouse-Friderichsen syndrome
 Gangren periferal

Kejang

Kejang merupakan komplikasi yang penting dan sering terjadi hampir 1 dari 5 pasien.
Insidens lebih tinggi pada usia kurang dari 1 tahun, mencapai 40%. Pasien meninggal akibat
dari iskemik yang difus pada susunan saraf pusat atau dari komplikasi sistemik.

Walaupun dengan terapi antibiotik yang efektif, komplikasi neurologis tetap terjadi
pada 30% pasien.

Edema Serebral

Beberapa derajat dari edema serebral sering terjadi pada meningitis bakterial. Komplikasi ini
merupakan penyebab penting kematian.
Kelumpuhan saraf kranial dan infark serebri

Kelumpuhan saraf kranial dan efek dari terganggunya aliran darah otak, seperti infark,
merupakan penyebab dari peningkatan tekanan intrakranial. Pada kasus tertentu, pungsi
lumbal atau insersi drain ventrikular diperlukan untuk mengurangi efek dari peningkatan ini.
Pada infark serebri, sel endotelial bengkak, proliferasi ke dalam lumen pembuluh
darah dan sel yang terinflamasi menginfiltrasi dinding pembuluh darah. Nekrosis fokal pada
dinding arteri dan vena memicu terjadinya trombosis. Trombosis vena lebih sering terjadi
dibandingakan arteri.

Kerusakan parenkim otak

Kerusakan parenkim otak dapat menyebabkan :

 Defisit sensoris dan motoris


 Serebral palsi
 Learning disabilities
 Retardasi mental
 Buta kortikal
 Kejang

Serebritis

Inflamasi biasanya meluas sepanjang ruang perivaskuler sampai ke parenkim otak. Biasanya,
seribritis merupakan akibat dari penyebaran infeksi langsung, baik akibat infeksi
otorhinologik ataupun meningitis atau melalui penyebaran hematogen dari fokus infeksi
ekstrakranial.

Ventrikulitis

Infeksi pada system ventrikel primer atau sekunder penyebaran mikroorganisem dari ruang
subaraknoid karena pasang surut CSS atau migrasi kuman yang bergerak. Komplikasi sering
terjadi pada neonates, pernah dilaporkan sampai 92% pada bayi dengan meningitis purulenta.
Apabila ventrikulitis disertai obstruksi aquaductus Sylvii, maka infeksinya menjadi stempat
(terlokalisasi) seperti abses, dengan peningkatan tekanan intracranial yang cepat dan dapat
menyebabkan herniasi. Pada ventrikulitis perlu pengobatan dengan antibiotic parenteral
secara massif, irigasi dan drainase secara periodic.
Efusi Subdural

Kemungkinan adanya efusi subdural perlu dipikirkan apabila demam tetap ada setelah 72 jam
pemberian antibiotic dan pengobatan suportif yang adekuat, ubun-ubun besar tetepa
membonjol, gambaran klinis meningitis tidak membaik, kejang fokal atau umum, timbul
kelainan neurologis fokal atau muntah-muntah. Diagnosis ditegakkan dengan transiluminasi
kepala atau pencitraan. Transiluminasi kepala dinyatakan positif bila daerah translusen
asimetri, pada bayi berumur kurang dari 6 bulan daerah trasnlusen melebihi 3cm, dan pada
bayi berumur 6 bulan atau lebih daerah trasnslusen melebihi 2 cm. selanjutnya efusi subdural
mempunyai 4 kemungkinan: a. kering sendiri, bila jumlahnya sedikit; b.menetap atau
bertambah banyak; c. membentuk membrane yang berasal dari fibrin; d. menjadi empiema.

Pengobatan efusi subdural masih controversial, tetapi biasanya dilakukan tap subdural
apabila terdapat penenkanan jaringan otak, demam menetap, kesadaran menurun tidak
membaik, peningkatan tekanan intracranial menetap, dan empiema. Dilakukan tap subdural
tiap 2 hari (selang sehari) sampai kering. Kalau dalam 2 minggu tidak kering dikonsulkan ke
Bagian Bedah Saraf untuk dikeringkan. Kalau lebih dari 2 minggu tidak kering akan
terbentuk membrane yang berasal dari fibrin dan dapat menghalangi pertumbuhan otak.
Membrane akan membentuk neovaskular yang ujungnya menempel di korteks serebri dan
dapat merupakan focus iritatif akan timbulnya epilepsy di kemudian hari. Pengeluar cairan
satu kali tap maksimal 30ml pada kedua sisi. Cairan yang keluar pada permulaan berwarna
xantokrom, setelah tap beberapa kali menjadi kuning muda.

Gangguan cairan dan elektrolit

Pada pasien meningitis bacterial kadang disertai dengan hipervolemia (edema), oliguria,
gelisah, iritabel, dan kejang. Hal ini disebabkan oleh karena SIADH, sekresi ADH
berlebihan. Diagnosis ditegakkan dengan meninmbang ulang pasien, memeriksa elektrolit
serum, mengukur volume dan osmolaritas urin dan mengukur berat jenis urin. Pengobatan
dengan restriksi pemberian cairan, pemberian diuretic (furosemid). Pada pasien berat dapat
diberikan sedikit natrium.
Tuli

Kira-kira 5-30% pasien meningitis bacterial mengalami komplikasi tuli terutama apabila
disebabkan oleh S.penumoniae. Tuli konduktif disebabkan oleh karena infeksi telinga tengah
yang menyertai meningitis. Yang terbanyak tuli sensorineural. Tuli sensorineural lebih sering
disebabkan oleh karena sepsis koklear daripada kelainan N.VIII. Gangguan pendengaran
dapat dideteksi dalam waktu 48 jam sakit dengan BAEP. Biasanya penyembuhan terjadi pada
akhir minggu ke-2, tetapi yang berat menetap.

Pemberian deksametason dapat mengurangi komplikasi gangguan pendengaran


apabila diberikan sebelum pemberian antibiotic dengan dosis 0,6mg/kgBB/hari intravena
diabgi 4 dosis selama 4 hari. Komplikasi lain berupa hidrosefalus, kejang, hemiparesis,
tetraparesis, dan retardasi mental. Pada hidrosefalus dikonsulkan ke Bagian Bedah Saraf
untung pemasangan pirau ventrikulo-peritoneal.

2.9 TATA LAKSANA


Meningitis bakterial

Pemberian terapi dilakukan secepatnya saat diagnosis mengarah ke meningitis. Idealnya


kultur darah dan likuor cerebrospinal (LCS) harus diperoleh sebelum antibiotik yang
diberikan. Jika bayi yang baru lahir dengan ventilator dan penilaian klinis menunjukkan
pungsi lumbal mungkin berbahaya, dapat ditunda hingga bayi stabil. Pungsi lumbal yang
dilakukan beberapa hari pengobatan awal berikut masih menunjukkan kelainan seluler dan
kimia namun hasil kultur bisa negatif.8

Mencari akses intravena, dan pemberian cairan. Neonatus dengan meningitis rentan
untuk mengalami hiponatremia akibat SIADH. Perubahan ini elektrolit juga berkontribusi
terhadap timbulnya kejang, terutama selama 72 jam pertama penyakit.8
Peningkatan tekanan intrakranial sekunder akibat edema serebral jarang pada
bayi. Monitor kadar gas darah dengan ketat untuk memastikan oksigenasi yang memadai dan
stabilitas metabolisme.8
MRI dengan gadoteridol, ultrasonografi, atau CT scan dengan kontras yang
dibutuhkan untuk menggambarkan kelainan intrakranial. Pediatric Academic Societies
merekomendasikan bahwa MRI dengan kontras harus dilakukan untuk neonatus dengan
komplikasi meningitis 7-10 hari setelah memulai pengobatan untuk memastikan bahwa tidak
ada penyulit yang terjadi. Semua bayi yang baru lahir sembuh dari meningitis harus dinilai
auditory evoked potential untuk skrining adanya ketulian.8
Pada bayi dan anak-anak, Manajemen meningitis bakteri akut melibatkan kedua terapi
antimikroba yang tepat dan terapi suportif. Semua pasien harus evaluasi audiologic setelah
selesaiterapi.8

Terapi cairan dan elektrolit dilakukan dengan memantau pasien dengan memeriksa
tanda-tanda vital dan status neurologis dan balans cairan, menetapkan jenis yang dan volume
cairan, risiko edema otak dapat diminimalkan. Anak harus menerima cairan cukup untuk
menjaga tekanan darah sistolik pada sekitar 80 mm Hg, output urin 500 mL/m2/hari, dan
perfusi jaringan yang memadai. Meskipun menghindari SIADH adalah penting, mengurangi
hidrasi pasien dan risiko penurunan perfusi serebral sama-sama penting juga.
Dopamin dan agen inotropik lain mungkin diperlukan untuk mempertahankan tekanan darah
dan sirkulasi yang memadai.8

Bila anak dalam status konvulsivus diberikan diazepam 0,2-0,5 mg/kgBB secara
intravena perlahan-lahan, apabila kejang belum berhenti pemberian diazepam dapat diulang
dengan dosis dan cara yang sama. Apabila kejang berhenti dilanjutkan dengan pemberian
fenobarbital dengan dosis awal 10-20mg/kgBB IM, 24 jam kemudian diberikan dosis
rumatan 4-5mg/kgBB/hari. Apabila dengan diazepam intravena 2 kali berturut-turut kejang
belum berhenti dapat diberikan fenitoin dengan dosis 10-20mg/kgBB secara intravena
perlahan-lahan dengan kecepatan dalam 1 menit jangan melebihi 50 mg atau
1mg/kgBB/menit. Dosis selanjutnya 5mg/kgBB/hari diberikan 12-24 jam kemudian. Bila
tidak tersedia diazepam, dapat digunakan langsung phenobarbital dengan dosis awal dan
selanjutnya dosis maintenance.1

Terapi antibiotik
Neonatus

Antibiotik harus diberikan segera setelah terdapat akses vena pada pasien dengan meningitis
bakteri. Secara konservatif, pengobatan antimikroba awal atau inisial terdiri dari ampisilin
dan kombinasi aminoglikosida (ampisilin dan cefotaxime juga). Jika S pneumoniae dicurigai,
vankomisin harus ditambahkan. Terapi empiris awal untuk penyakit late-onset pada bayi
prematur harus mencakup agen antistaphylococcus dan seftazidim, amikasin, atau
meropenem.8
Ampisilin memiliki cakupan yang baik untuk coccus gram-positif, termasuk
streptococcus grup B, enterococcus, L monocytogenes, beberapa strain dari E coli, dan jenis
H influenzae B. Ampisilin juga dapat mencapai kadar yang adekuat dalam likuor
cerebrospinal (LCS).8
Aminoglikosida (misalnya, gentamisin, tobramycin, amikasin) mempunyai aktivitas
yang baik terhadap hampir kebanyakan basil Gram-negatif, termasuk P. aeruginosa dan
Serratia marcescens. Namun, aminoglikosida hanya dapat mencapai kadar marginal pada
cairan LCS dan ventrikel, bahkan ketika meninges meradang.8
Beberapa generasi ketiga sefalosporin mencapai kadar yang baik dalam LCS dan telah
muncul sebagai agen efektif terhadap infeksi gram negatif. Seftriakson berkompetisi dengan
bilirubin untuk pengikatan oleh albumin, dan dosis terapeutik ceftriaxone menurunkan
cadangan albumin dalam serum bayi baru lahir sebesar 39%, dengan demikian, ceftriaxone
dapat meningkatkan risiko ensefalopati bilirubin, terutama pada bayi baru lahir beresiko
tinggi. Seftriakson juga menyebabkan sludging (lumpur) empedu. Tidak satupun dari
sefalosporin memiliki aktivitas terhadap L. monocytogenes dan enterococcus dan, karenanya,
tidak boleh digunakan sebagai agen tunggal untuk pengobatan awal.Kombinasi ampisilin dan
sefalosporin generasi ketiga diperlukan.8
Jika patogen terbukti menjadi bakteri yang rentan ampisilin dengan low minimum
inhibitory concentration (MIC) ampisilin, maka ampisilin dapat dilanjutkan
sendiri. Cefotaxime dan seftriakson juga mempunyai aktivitas yang baik terhadap
kebanyakan S.pneumoniae resisten penisilin. Baik vankomisin dan cefotaxime harus
diberikan pada pasien dengan meningitis S. pneumoniae sebelum hasil uji resistensi
antibiotik tersedia.8
Di antara aminoglikosida, gentamisin dan tobramycin telah digunakan secara
ekstensif dalam kombinasi dengan ampisilin. Meskipun kekhawatiran kadarnya pada LCS,
agen ini telah terbukti efektif bila dikombinasikan dengan antibiotik beta laktam-untuk
pengobatan meningitis yang disebabkan oleh organisme seperti streptococcus grup B dan
enterococcus yang sensitif. 8
Infeksi yang melibatkan Staphylococcus S, anaerob, atau P. aeruginosa mungkin
memerlukan antimikroba lainnya, seperti oksasilin, methicillin, vankomisin, atau kombinasi
dari seftazidim dengan aminoglikosida. Penetrasi LCS dan keamanan agen antimikroba harus
menentukan penggunaan.8
Agen etiologi dan penemuan klinis menjadi dasar dari lama pengobatan, namun
pengobatan selama 10 hari - 21-hari biasanya cukup untuk infeksi Streptococcus grup
B. Waktu yang lebih lama dibutuhkan untuk mensterilkan LCS dengan meningitis oleh bacil
gram negatif, dan biasanya diperlukan pengobatan selama 3-4 minggu .8
Lumbal pungsi ulangan diindikasi pada keadaan tidak adanya perbaikan klinis atau
meningitis yang disebabkan oleh strain S pneumonia yang resisten atau dengan basil enterik
gram negatif. Pada neonatus dengan meningitis basil gram negatif, pemeriksaan CSS selama
pengobatan diperlukan untuk memverifikasi kultur steril.Pemeriksaan ulang terhadap CSS
untukpemeriksaan kimia dan kultur harus dilakukan 48-72 jam setelah memulai pengobatan;
specimen lebih lanjut diperlukan bila tidak didapatkan sterilitas ataupun perbaikan klinis.8

Menurut Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak tahun 2004, terapi empirik untuk
neonatus dengan meningitis bakterial sebagai berikut :11

 Umur 0-7 hari


- Ampisilin 150 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV + Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari
setiap 12 jam IV atau
- Seftriakson 50 mg/kgBB/hari setiap 24 jam IV atau
- Ampisilin 150 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV + Gentamisin 5 mg/kgBB/hari
setiap 12 ajm IV.
 Umur >7 hari
- Ampisilin 200 mg/kgBB/hari setiap 6 jam IV + Gentamisin 7,5 mg/kgBB/hari
setiap 12 jam IV atau
- Ampisilin 200 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV atau
- Seftriakson 75 mg/kgBB/hari setiap 24 jam IV.

Bayi dan anak

Pemberian antibiotik yang cepat pasien yang dicurigai meningitis adalah penting. Pemilihan
antibiotik inisial harus memiliki kemampuan melawan 3 patogen umum: S pneumoniae, N
meningitidis, dan H. influenzae.8
Menurut Infectious Diseases Society of America (IDSA) practice guidelines for
bacterial meningitis tahun 2004, kombinasi dari vankomisin dan ceftriaxone atau cefotaxime
dianjurkan bagi mereka yang dicurigai meningitis bakteri, dengan terapi ditargetkan
berdasarkan pada kepekaan patogen terisolasi. Kombinasi ini memberikan respon yang
adekuat terhadap pneumococcus yang resisten penisilin dan H. Influenza tipe B yang resisten
beta-laktam. Perlu diketahui, Ceftazidime mempunyai aktivitas yang buruk terhadap
penumococcus dan tidak dapat digunakan sebagai substitusi untuk cefotaxime atau
ceftriaxone.8
Oleh karena buruknya penetrasi vankomisin pada susunan saraf pusat, dosis yang
lebih tinggi 60 mg/kg/hari dianjurkan untuk mengatasi infeksi susunan saraf pusat.
Cefotaxime atau ceftriaxone cukup adekuat untuk pneumococcus yang peka. Namun, bila
S.pneumonia terisolasi mempunya MIC yang lebih tinggi untuk cefotaxime, dosis tinggi
cefotaxime (300 mg/kg/hari) dengan vankomisisn (60 mg/kg/hari) bisa menjadi pilihan.8

Terapi dengan Carbapenem merupakan pilihan yang baik patogen yang resisten
sefalosporin. Meropenem lebih dipilih dibandingkan imipenem oleh karena resiko kejang
lebih rendah. Antibiotik lain seperti oxazolidinon (linezolid), masih dalam penelitian.
Fluorokuinolon dapat menjadi pilihan untuk pasien yang tidak dapat menggunakan antibiotik
jenis lain atau gagal pada terapi sebelumnya.8

Pada pasien yang alergi beta-laktam (penisilin dan sefalospori) dapat dipilih
vankomisin dan rifampisin untuk kuman S.pneumoniae. Kloramfenikol juga
direkomendasikan pada pasien dengan meningitis meningococcal yang alergi beta-laktam.8

Penilaian LCS pada akhir terapi tidak dapat memprediksi akan terjadinya relaps atau
rekrudesensi dari meningitis. H.influenzae tipe B dapat menetap pada sekret nasofaring
walopun setelah terapi meningitis. Untuk alasan tersebut, pasien harus diberikan Rifampisin
20 mg/kg dosis single selama 4 hari bila anak dengan resiko tinggi tinggal di rumah ataupun
pusat penitipan anak. N.meningitidis dan S.pneumoniae biasanya dapat di eradikasi dari
nasofaring setelah terapi meningitis berhasil.8

Menurut Pedoman Pelayanan Medis IDAI tahun 2010, terapi empirik pada bayi dan anak
dnegan meningitis bakterial sebagai berikut : 10

 Usia 1 – 3 bulan :
- Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis + Sefotaksim 200-
300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau
- Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis
 Usia > 3 bulan :
- Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 3-4 dosis, atau
- Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi 2 dosis, atau
- Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis + Kloramfenikol
100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis
Jika sudah terdapat hasil kultur, pemberian antibiotik disesuaikan dnegan hasil kultur
dan resistensi.

Durasi pemberian antibiotik menurut IDSA 2004 guidelines for management of bacterial
meningitis adalah sebagai berikut :8

 N meningitidis - 7 hari
 H influenzae - 7 hari
 S pneumoniae - 10-14 hari
 S agalactiae - 14-21 hari
 Bacil aerob Gram negatif - 21 hari atau or 2 minggu
 L monocytogenes - 21 hari atau lebih

Terapi Deksametason

Studi eksperimen mendapatkan bahwa pada hewan dengan meningitis bakterial yang
menggunakan deksametason menunjukkan perbaikan proses inflamasi, penurunan edema
serebral dan tekanan intrakranial dan lebih sedikit didapatkan kerusakan otak.8

Begitu juga pada penelitian bayi dan anak dengan meningitis H.infulenzae tipe B
yang mendapat terapi deksametason menunjukkan penurunan signifikan insidens gejala sisa
neurologis dan audiologis, dan juga terbukti memperbaiki gangguan pendengaran. Oleh
karena itu IDSA merekomendasikan penggunaan deksametason pada kasus meningits oleh
H.influenza tipe B 10 – 20 menit sebelum atau saat pemberian antibiotik dengan dosis 0,15 –
0,6 mg/kg setiap 6 jam selama 2-4 hari.1,8

Namun pemberian deksametason dapat menurunkan penetrasi antibiotik ke SSP. Oleh


karena itu pemberiannya harus dengan pemikiran yang matang berdasarkan kasus, resiko dan
manfaatnya.8

Bedah

Umumnya tidak diperlukan tindakan bedah, kecuali jika ada komplikasi seperti empiema
subdural, abses otak, atau hidrosefalus.10
Meningitis Tuberkulosis 9

Berdasarkan rekomendasi American Academic of Pediatrics 1994 diberikan 4 macam obat


selama 2 bulan dilanjutkan dengan pemberian INH dan Rifampisin selama 10 bulan.

Dasar pengobatan meningitis tuberkulosis adalah pemberian kombinasi obat anti-


tuberkulosa ditambah dengan kortikosteroid, pengobatan simptomatik bila terdapat kejang,
koreksi dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau muntah-muntah dan fisioterapi.

Dosis obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah sebagai berikut:

1. Isoniazid (INH) 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 300 mg/hari.


2. Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari dengan maksimum dosis 600 mg/hari.
3. Pirazinamid 20-40 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 2000 mg/hari.
4. Etambutol 15-25 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 2500 mg/hari.
5. Prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2-3 minggu dilanjutkan dengan tappering off
untuk menghindari terjadinya rebound phenomenon.

Meningitis Viral 2

Kebanyakan meningitis viral jinak dan self-limited. Biasanya hanya perlu terapi suportif dan
tidak memerlukan terapi spesifik lainnya. Pada keadaan tertentu antiviral spesifik mungkin
diperlukan.

Pada pasien dengan defisiensi imun ( seperti agammaglobulinemia), penggantian


imunoglobulin dapat digunakan sebagai terapi infeksi kronik enterovirus.

Herpes simplex meningitis


Manajemen antivirus HSV meningitis adalah kontroversial. Acyclovir (10 mg / kg IV q8h)
telah diberikan untuk HSV-1 dan HSV-2 meningitis. Beberapa ahli tidak menganjurkan terapi
antivirus kecuali bila diikuti dengan ensefalitis.
CMV meningitis
Gansiklovir (dosis induksi 5 mg / kg q12h IV, dosis pemeliharaan 5 mg /kg q24h) dan
foskarnet (dosis induksi 60 mg / kg q8h IV, pemeliharaan dosis 90-120 mg / kg q24h IV)
digunakan untuk CMV meningitis pada host yang immunocompromised.

HIV meningitis
Terapi antiretroviral (ART) mungkin diperlukan untuk pasien dengan meningitis HIV yang
terjadi selama sindrom serokonversi akut.

Meningitis Jamur 2

Candida 2,6

Terapi awal pilihan untuk meningitis Candida adalah amfoterisin B (0,7 mg / kg / hari).
Flusitosin (25 mg / kg qid) biasanya ditambahkan dan disesuaikan untuk mempertahankan
tingkat serum 40-60 mcg / mL, di berikan selama 6-12 minggu, bergantung dari efektivitas
terapi dan adanya efek samping.Terapi Azole dapat digunakan untuk follow-up terapi atau
pengobatan supresi. Peniadaan material prostetik (misalnya, shunts ventriculoperitoneal)
adalah komponen penting dalam terapi meningitis Candida yang berkaitan dengan prosedur
bedah saraf.

Coccidioides immitis
Amfoterisin B merupakan drug of choice meningitis oleh coccidioides, diberikan secara
intravena dan intratekal. Dosis inisial intratekal 0,1 mg untuk 3 kali suntikan pertama.
Selanjutnya dosis ditingkatkan 0,25 – 0,5 mg 3-4 kali setiap minggu. Efek samping
pemberian secara intratekal seperti meningitis aseptic, nyeri punggung dan tungkai.
Mikonazol dapat diberikan secara intravena dan intratekal pada pasien yang tidak dapat
mentorelansi dosis tinggi dari Amfoterisin B.6

Regerensi lain menyebutkan flukonazol oral (400 mg / hari) sebagai terapi untuk C
immitis ataupun dengan dosis yang lebih besar flukonazol (1000 mg / hari) atau dengan
kombinasi flukonazol dan amfoterisin B.2
Histoplasma capsulatum
Rekomendasi terapi meningitis capsulatum H adalah amfoterisin B liposomal di IV 5-
mg/kg/hari untuk total 175 mg / kg diberikan selama 4-6 minggu, diikuti oleh itraconazole
oral 200-300 mg dua kali untuk tiga kali sehari minimal 1 tahun atau sampai resolusi kelainan
CSS dan antigen Histoplasma.2,6

Meningitis cryptococcal

Dengan AIDS

Untuk terapi awal, amfoterisin B (0,7-1 mg / kg / hari, IV) selama paling sedikit 2
minggu, dengan atau tanpa flusitosin (100 mg / kg PO) terbagi dalam 4 dosis . preparat
Liposomal amfoterisin B dapat digunakan pada pasien dengan atau yang cenderung akan
berkembang menjadi disfungsi ginjal (amfoterisin B 3-4 liposom mg / kg / hari atau lipid
amfoterisin B kompleks 5 mg / kg / hari).
Untuk terapi konsolidasi, flukonazol (400 mg / d selama 8 minggu).Itrakonazol adalah
alternatif jika flukonazol tidak ditolerir. Untuk terapi pemeliharaan, terapi antifungi jangka
panjang dengan flukonazol (200 mg / d) yang paling efektif (disbanding itraconazole dan
amfoterisin B 1 mg / kg / minggu) untuk mencegah kambuh. Risiko relaps tinggi pada pasien
dengan AIDS. Dalam banyak kasus, meningitis kriptokokus menyebabkan TIK meningkat.
Mengukur tekanan pembukaan selama pungsi lumbar sangat dianjurkan. Buatlah upaya untuk
mengurangi tekanan tersebut dengan pungsi lumbal berulang, menguras lumbal, atau shunt
atau pemberian manitol, juga telah digunakan.Peran agen baru, seperti vorikonazol dan
posaconazole, belum diselidiki.Echinocandins tidak memiliki aktivitas terhadap kriptokokus.
Untuk pengobatan optimal untuk terkait HIV kriptokokal meningitis akut di wilayah terbatas
sumber daya, agen-agen yang digunakan adalah amfoterisin B dan flukonazol. Go to HIV-1
SSP Kondisi Asosiasi - Meningitis untuk informasi lengkap tentang topik ini.

Tanpa AIDS
Untuk terapi induksi dan konsolidasi, amfoterisin B (0,7-1 mg / kg / hari) plus
flusitosin (100 mg / kg / hari) selama paling sedikit 4 minggu. Ini dapat diperpanjang sampai
6 minggu komplikasi neurologis. Kemudian, flukonazol (400 mg / d) untuk minimal 8
minggu.Pungsi lumbar dianjurkan setelah 2 minggu untuk mendokumentasikan sterilisasi dari
CSS. Jika infeksi berlanjut, terapi induksi lagi dianjurkan (6 minggu).
2.14 PROGNOSIS

Meningitis bakterial 1
Prognosis pasien meningitis bakterial tergantung dari banyak faktor, antara lain:
1. Umur pasien
2. Jenis mikroorganisme
3. Berat ringannya infeksi
4. Lamanya sakit sebelum mendapat pengobatan
5. Kepekaan bakteri terhadap antibiotic yang diberikan

Makin muda umur pasien makin jelek prognosisnya; pada bayi baru lahir yang
menderita meningitis angka kematian masih tinggi. Infeksi berat disertai DIC mempunyai
prognosis yang kurang baik. Apabila pengobatan terlambat ataupun kurang adekuat dapat
menyebabkan kematian atau cacat yang permanen. Infeksi yang disebabkan bakteri yang
resisten terhadap antibiotik bersifat fatal.
Dengan deteksi bakteri penyebab yang baik pengobatan antibiotik yang adekuat dan
pengobatan suportif yang baik angka kematian dan kecacatan dapat diturunkan. Walaupun
kematian dan kecacatan yang disebabkan oleh bakteri gram negatif masih sulit diturunkan,
tetapi meningitis yang disebabkan oleh bakteri-bakteri seperti H.influenzae, pneumokok dan
meningokok angka kematian dapat diturunkan dari 50-60% menjadi 20-25%. Insidens
sequele Meningitis bakterialis 9-38%, karena itu pemeriksaan uji pendengaran harus segera
dikerjakan setelah pulang, selain pemeriksaan klinis neurologis. Pemeriksaan penunjang lain
disesuaikan dengan temuan klinis pada saat itu.1,9

Meningitis Tuberkulosis 9
Sebelum ditemukannya obat-obat anti-tuberkulosis, mortalitas meningitis tuberkulosis hampir
100%. Dengan obat-obat anti-tuberkulosis, mortalitas dapat diturunkan walaupun masih
tinggi yaitu berkisar antara 10-20% kasus. Penyembuhan sempurna dapat juga terlihat. Gejala
sisa masih tinggi pada anak yang selamat dari penyakit ini, terutama bila datang berobat
dalam stadium lanjut. Gejala sisa yang sering didapati adalah gangguan fungsi mata dan
pendengaran. Dapat pula dijumpai hemiparesis, retardasi mental dan kejang. Keterlibatan
hipothalamus dan sisterna basalis dapat menyebabkan gejala endokrin. Saat permulaan
pengobatan umumnya menentukan hasil pengobatan.

Meningitis Viral 9
Penyakit ini self-limited dan penyembuhan sempurna dijumpai setelah 3-4 hari pada kasus
ringan dan setelah 7-14 hari pada keadaan berat.

Meningitis Jamur
Pada pasien yang tidak diobati, biasanya fatal dalam beberapa bulan tetapi kadang-kadang
menetap sampai beberapa tahun dengan rekuren,remisi dan eksaserbasi. Kadang-kadang
jamur pada cairan serebrospinal ditemukan selama tiga tahun atau lebih. Telah dilaporkan
beberapa kasus yang sembuh spontan.

Anda mungkin juga menyukai