Anda di halaman 1dari 33

Laporan Kasus

Anak Usia 8 Bulan 3 Hari dengan

Asma Persisten Sedang Serangan Sedang

Jeane Kirania Tangahu

1311722010

Pembimbing:

dr. Sefry M. Pantow, Sp.A

Departemen Ilmu Penyakit Anak

Fakultas Kedokteran Program Studi Profesi Dokter

Universitas Negeri Gorontalo

RSUD Prof. Dr. dr. Aloei Saboe

Gorontalo

2023
`

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i

DAFTAR ISIii

DAFTAR TABELiv

DAFTAR GAMBARv

BAB I LAPORAN KASUS1

1.1 Identitas Pasien1

1.2 Identitas Orang Tua1

1.3 Anamnesis1

1.4 Status Generalis4

1.5 Pemeriksaan Fisik4

1.6 Pemeriksaan Penunjang7

1.7 Catatan Perkembangan Pasien8

1.8 Diagnosa akhir9

BAB II PEMBAHASAN10

2.1 Definisi10

2.2 Epidemiologi10

2.3 Faktor Risiko10

2.4 Patofisiologi13

2.5 Penegakkan Diagnosis15

2.6 Klasifikasi Asma17

2.7 Tatalaksana medikamentosa19

2.8 Penentuan derajat kendali asma19

2.9 Tahapan tatalaksana serangan asma20

ii
`

2.10 Komplikasi22

2.11 Prognosis23

BAB III KESIMPULAN24

DAFTAR PUSTAKA25

iii
`

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Identitas Orang Tua1


Tabel 1.2 Riwayat kehamilan dan Persalinan3
Tabel 1.3 Sosial Ekonomi, Keluarga dan Lingkungan3
Tabel 1.4 Pemeriksaan Penunjang7
Tabel 1.5 Catatan Perkembangan Pasien8
Tabel 2.1 Kriteria Dignosis Asma17
Tabel 2.2 Asma Berdasarkan Kekerapan Timbulnya Gejala18
Tabel 2.3 Asma Berdasarkan Derajat Beratnya Serangan18
Tabel 2.4 Penentuan Derajat Kendali Asma19

iv
`

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Pedigre Pasien4


Gambar 2.1 Alur Proses Tatalaksana di Fasilitas Kesehatan21
Gambar 2.2 Alur Proses Tatalaksana di Fasilitas Kesehatan (Lanjutan)22

v
`

BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


1. Nama : An. A.D.L
2. Alamat : Motilango, Tapa
3. Umur : 8 Bulan 3 Hari
4. Tanggal lahir : 28 Desember 2022
5. Jenis Kelamin : Laki-Laki
6. Bangsal/Ruang : Ruang Perawatan Anak, Kamar Kebidanan
RSUD Aloe Saboe
7. Tanggal Masuk RS: 1 September 2023
8. Nomor CM : 26-40-00

1.2 Identitas Orang Tua


Tabel 1.1 Identitas Orang Tua
Ayah Ibu
Nama Tn. MFL Ny. DH
Usia 27 Tahun 27 Tahun
Pekerjaan Satpam Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir SMK SMA
Hubungan dengan anak Ayah Kandung Ibu Kandung

1.3 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada 1
September 2023.
1. Keluhan Utama : Sesak Napas

2. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke Unit Gawat Darurat RSUD Aloe Saboe dengan
keluhan sesak napas sejak ± 6 jam dan memberat 1 jam sebelum masuk RS.
Frekuensi sesak yang dialami pasien ± 4x serangan dalam sebulan ini

6
`

(Tanggal 04, 16, 20, 01 September). Terakhir serangan tanggal 20 Agustus


tidak separah saat di UGD dan hilang sendiri tanpa diberikan pengobatan.
Sesak timbul setelah pasien terkena debu. Pasien juga mengeluhkan batuk
kering sejak 1 hari SMRS, muntah 3x berisi lendir yang berwarna hijau.
Keluhan tidak disertai demam, keringat malam, berat badan menurun, pilek,
mual, serta BAB dan BAK dalam kesan nornal seperti hari biasanya.

3. Riwayat Penyakit Sebelumnya:


Asma (+) terakhir di rawat di PICU 1 bulan yang lalu dengan keluhan
sesak dan demam.

4. Riwayat Penyakit Keluarga:


Bapak pasien diketahui juga memiliki Riwayat Asma. Keluarga lain
tidak ada yang mengalami hal yang serupa, bapak pasien juga seorang
perokok aktif.

5. Riwayat Alergi:
Ibu pasien mengatakan, pasien memiliki alergi terhadap debu,
sebelumnya keluhan timbul setelah pasien terkena debu.

6. Riwayat Tumbuh Kembang


Ibu pasien mengatakan pasien sudah bisa mengamati tangan dan meraih
benda, menggenggam mainan membungkuk serta tengkurap sendiri.

7. Riwayat Makanan

● Usia 0 – 6 bulan : Sampai sekarang dan dibantu susu formula

● Usia 6 bulan : MPASI+ Susu Formula

8. Riwayat Imunisasi
Menurut Ibu pasien sudah mendapatkan semua imunisasi sesuai usia
pasien.

7
`

9. Riwayat kehamilan dan Persalinan


Tabel 1.2 Riwayat kehamilan dan Persalinan
Kehamilan
Penyakit Selama Perawatan Antenatal Tidak Ada
Persalinan
Tempat Rumah Sakit
Penolong Persalinan Dokter
Cara Persalinan Normal
Masa Gestasi 40 Minggu
Kelahiran
Berat Badan Lahir 2800 Gram
Panjang Badan Lupa
Kelainan Kongenital Tidak Ada

10. Sosial Ekonomi, Keluarga dan Lingkungan


Pasien anak Tunggal dan tidak terdapat Riwayat keguguran pada ibu.
Pasien tinggal bersama kedua orang tua. Menurut ibu, ventilasi di rumah
mereka cukup sehingga tidak ada masalah sirkulasi udara di rumah pasien.

Tabel 1.3 Sosial Ekonomi, Keluarga dan Lingkungan


No Sex Tangggal Lahir/umur Sehat/sakit Karena
1
Laki-Laki (pasien) 8 Bulan 3 Hari Sakit Sesak

11. Pedigre
: Laki-laki
: Pasien

: Perempuan

8
`

Gambar 1.1 Pedigre Pasien

1.4 Status Generalis


1. Keadaan Umum : Sakit berat/Gizi cukup/Compos mentis
2. Tanda vital
Tekanan darah : -
Nadi : 135 kali/menit
Pernafasan : 52 kali/menit
Saturasi O2 : 88%, naik 95% nebu 2x
Suhu : 36,6oC

3. Status Gizi
Berat Badan : 8,8 Kg
Tinggi Badan : 74 cm
Lingkar Lengan Atas : 15 cm
Lingkar Kepala : 44 cm
Lingkar Perut : 55 cm
BB/U : Di antara 2 SD dan 0 SD ( Berat Badan Baik)
TB/U : Di antara 2 SD dan 0 SD ( Perawakan Baik)
BB/TB : Di antara 0 SD dan -1 SD ( Gizi Baik)

1.5 Pemeriksaan Fisik


1. Kepala

● Bentuk : Normocephal, Lingkar kepala 44 cm

● Rambut : Hitam lebat, tidak rontok

2. Kulit

● Warna : Sawo matang

● Turgor : Baik

9
`

● Sianosis : Tidak ditemukan

3. Mata

● Konjuntiva anemis : -/-

● Sklera ikterik : -/-

● Pupil : isokor

● Refleks Cahaya : +/+

● Mata cekung : -/-

4. Hidung

● Bentuk : normal

● Napas cuping hidung : Ditemukan napas cuping hidung

● Spetum deviasi : tidak ditemukan

● Sekret : tidak ditemukan

5. Telinga

● Bentuk : Normotia

● Pendengaran : Respon terhadap suara

● Darah & sekret : tidak ditemukan

6. Mulut

● Bibir : bibir tidak sianosis

10
`

● Faring & tonsil : tidak hiperemis

● Lidah : lidah tidak kotor

7. Leher

● Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran

● Kelenjar linfe : tidak ada pembesaran

● Jugular vein pressure : tidak meningkat

8. Paru-paru

● Inspeksi : Gerakan napas simetris di kedua paru, terdapat retraksi

suprasternal dan subcostal.

● Palpasi : Fremitus vocal simetris di kedua paru, tidak ada nyeri

tekan ataupun teraba massa.

● Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

● Auskultasi : Bunyi Pernapasan: Bunyi suara napas tambahan berupa

rhonki -/- dan wheezing +/+.

9. Jantung

● Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

● Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS 5 midaxilaris

● Perkusi : Pekak

o Batas kanan : Linea parasternalis kanan

11
`

o Batas kiri : Linea mediaxilaris kiri


o Batas atas : ICS II parasternalis

● Auskultasi : Bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)

10. Abdomen

● Inspeksi : Supel, tidak terdapat Massa

● Auskultasi : Suara bising usus kesan normal

● Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan serta pembesaran hepar, lien,

dan massa.

● Perkusi : Timpani

11. Genitalia
Tidak ada kelainan

12. Ekstremitas
Akral hangat, Pitting edema (-/-), CRT < 2 detik

 Diagnosis Kerja : Asma Persisten Sedang Serangan Sedang

1.6 Pemeriksaan Penunjang

Tabel 1.4 Pemeriksaan Penunjang

12
`

Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Darah Rutin (1 September 2023)
Hb 10.4 g/dl 10.5-13.1
Leukosit 20.7 Ribu/uL 6.0-17.5
Eritrosit 5.38 Juta/uL 3.6-5.2
Trombosit 358 Ribu/uL 229-553
Hematokrit 34.0 % 6.0-17.5
MCV 63 fL 74-102
MCH 19 pg 23-31
MCHC 31 g/dl 28-32
RDW-CV 20 % 10-15
MPV 7 fL 6.5-9.5
Kimia Darah
Glukosa Sewaktu 73 mg/dL 70-140

 Tatalaksana
1. IVFD Asering 12 TPM
2. Nebu Ventolin (salbutamol) 2x (di UGD)
3. Kortikosteroid Sistemik : Dexamethasone 4.4 mg/8 jam/iv
4. Ceftriaxone inj : 220 mg/12 Jam/iv

1.7 Catatan Perkembangan Pasien

Tabel 1.5 Catatan Perkembangan Pasien


Hari ke- Hasil Pemeriksaan
02/09 S: Sesak Nafas berkurang, batuk kering, BAK dan BAB

13
`

Hari ke- Hasil Pemeriksaan


baik
O:
KU:TSS
Kes:CM
TD: mmHg, SB: 36,8˚C, RR: 38x/menit, HR: 100x/menit,
SpO2: 98%
Thorax :
Wheezing (+/+), retraksi berkurang
A: Asma Persisten Sedang Serangan Sedang
P: O2 : 2 L/menit
IVFD Asering 12 TPM
Nebu Combivent 2,5 ml + Nacl 3% 2,5 ml setiap 1 jam
Kortikosteroid Sistemik : Dexamethasone 4.4 mg/6 jam/iv
Ceftriaxone inj : 220 mg/12 Jam/IV
03/09 S: Sesak nafas (-), batuk kering, BAB dan BAK baik.
O:KU:TSS
Kes: CM
TD: mmHg, SB: 36,4˚C, RR: 35x/menit, HR: 98x/menit, SpO2:
99%
Thorax : Wheezing (+/+), retraksi berkurang
A: Asma Persisten Sedang Serangan Sedang
P: O2 : 2 L/menit
IVFD Asering 12 TPM
Nebu Combivent 2,5 ml + Nacl 3% 2,5 ml setiap 1 jam
Kortikosteroid Sistemik : Dexamethasone 4.4 mg/6 jam/iv
Ceftriaxone inj : 220-440 mg/12 Jam/IV

04/09 S: Sesak nafas (-), batuk berkurang, BAB dan BAK baik.
O:KU:TSS
Kes: CM

14
`

Hari ke- Hasil Pemeriksaan


TD: mmHg, SB: 36,8˚C, RR: 32x/menit, HR: 116x/menit,
SpO2: 98%
Thorax : Weezing berkurang, retraksi (-)
A: Asma Persisten Sedang Serangan Sedang
P: O2 : 2 L/menit
IVFD Asering 12 TPM
Nebu Combivent 2,5 ml + Nacl 3% 2,5 ml setiap 1 jam
Kortikosteroid Sistemik : Dexamethasone 4.4 mg/6 jam/iv
Ceftriaxone inj : 220 mg/12 Jam/IV
Obat Pulang :
Salbutamol syrup : 3x1 ¼ cth
Nebu Salbutamol : 2.5 mg dapat diulang 4 kali/hari
Budesonide : 1 mg 2 kali/hari

1.8 Diagnosa akhir


- Asma Persisten Sedang Serangan Sedang
- Infeksi Sekunder

15
`

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan
karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik, cenderung pada
malam/dini hari, musiman, setelah aktivitas fisik, serta terdapat riwayat
asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya (Pedoman Pelayanan
Medis, 2008).
Eksaserbasi (serangan asma) adalah episode perburukan gejala-gejala
asma secara progresif. Gejala yang dimaksud adalah sesak napas, batuk,
mengi, dada rasa tertekan, atau berbagai kombinasi gejala tersebut.

2.2 Epidemiologi
Dimasa kanak-kanak, asma lebih sering terjadi pada laki-laki dengan
rasio laki-laki dan perempuan 2:1 sampai pubertas ketika rasio menjadi 1:1.
Setelah pubertas prevalensi asma lebih besar pada wanita, dan kasus onset
dewasa setelah usia 40 tahun sebagian besar adalah wanita. Prevalensi asma
lebih besar pada usia ekstrim karena respon saluran napas dan tingkat fungsi
paru yang lebih rendah. Dari semua kasus asma, sekitar 66% didiagnosis
sebelum usia 18 tahun. hampir 50% anak dengan asma mengalami
penurunan keparahan atau hilangnya gejala selama awal masa dewasa.
(Buku Ajar Respirologi Anak, 2008).

2.3 Faktor Risiko


Berbagai faktor risiko dapat mempengaruhi terjadinya serangan asma,
kejadian asma, berat ringannya penyakit, serta kematian akibat penyakit
asma. Beberapa faktor tersebut sudah disepakati oleh para ahli, sedangkan
sebagian lain masih dalam penelitian. Faktor-faktor tersebut antara lain
adalah jenis kelamin, usia, sosio-ekonomi, alergen, infeksi, atopi,
lingkungan, dan lain-lain (Buku Ajar Respirologi Anak, 2008).

16
`

1. Jenis kelamin
Menurut laporan dari beberapa penelitian didapatkan bahwa
prevalensi asma pada anak laki-laki sampai usia 10 tahun adalah 1,5
sampai 2 kali lipat anak perempuan. Namun, dari benua Amerika
dilaporkan bahwa belakangan ini tidak ada perbedaan prevalens asma
antara anak laki-laki (51,1 per 1000) dan perempuan (56,2 per 1000).

2. Usia
Umumnya, kebanyakan kasus asma persisten, gejala seperti asma
pertama kali timbul pada usia muda, yaitu pada beberapa tahun pertama
kehidupan. Dari Melbourne (Australia), dilaporkan bahwa 25% anak
dengan asma persisten mendapat serangan mengi pada usia <6 bulan, dan
75% mendapat serangan mengi pertama sebelum usia 3 tahun. Hanya 5%
anak dengan asma persisten terbebas dari gejala asma pada usia 28-35
tahun, 60% tetap menunjukkann gejala seperti saat anak-anak, dan
sisanya masih sering mendapat serangan meskipun lebih ringan daripada
saat masa kanak-kanak.

3. Riwayat Atopi
Adanya atopi berhubungan dengan meningkatnya risiko asma
persisten dan beratnya asma. Menurut laporan dari Inggris, pada anak
usia 16 tahun dengan riwayat asma atau mengi, akan terjadi serangan
mengi 2 kali lipat lebih banyak jika anak pernah mengalami hay fever,
rinitis alergi, atau eksema. Eksema persisten berhubungan pula dengan
gejala asma persisten. Menurut Buffun dan Settipane, anak dengan
eksema dan uji kulit positif menderita asma berat. Terdapat juga laporan
bahwa anak dengan mengi persisten dalam kurun waktu 6 tahun pertama
kehidupan mempunyai kadar igE lebih tinggi daripada anak yang tidak
pernah mengalami mengi, pada usia 9 bulan. Beberapa laporan
menunjukkan bahwa sensitisasi alergi terhadap alergen inhalan, susu,
telur, atau kacang pada tahun pertama kehidupan, merupakan prediktor
timbulnya asma.

17
`

4. Lingkungan
Adanya alergen di lingkungan hidup anak meningkatkan risiko
penyakit asma. Alergen yang sering mencetuskan penyakit asma antara
lain adalah serpihan kulit binatang piaraan, tungau debu rumah, jamur,
dan kecoa.

5. Ras
Menurut laporan dari Amerika Serikat, didapatkan bahwa
prevalensi asma dan kejadian serangan asma pada ras kulit hitam lebih
tinggi daripada ras kukit putih (MMWR,2000, Steyer, dkk. 2003). Selain
prevalensi, kematian anak akibat asma pada ras kulit hitam juga lebih
tinggi, yaitu 3,34 per 1000 berbanding 0,65 per 1000 pada anak kulit
putih (Steyer, dkk. 2003).

6. Riwayat Keluarga
Jika anak memiliki orang tua dengan asma, maka tiga sampai enam
kali lebih mungkin anak untuk mengembangkan asma dibandingkan
seseorang yang tidak memiliki orang tua dengan asma.

7. Asap Rokok
Prevalens asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi
daripada anak yang tidak terpajan asap rokok. Risiko terhadap asap rokok
sudah dimulai sejak janin dalam kandungan, umumnya berlangsung terus
setelah anak dilahirkan, dan menyebabkan meningkatnya risiko. Pada
anak yang terpajan asap rokok, kejadian eksaserbasi lebih tinggi, anak
lebih sering tidak masuk sekolah, dan umumnya fungsi faal parunya lebih
buruk daripada anak yang tidak terpajan.

8. Outdoor Air Pollution

18
`

Beberapa partikel halus di udara seperti debu jalan raya, nitrat


dioksida, karbon monoksida, atau SO2, diduga berperan pada penyakit
asma, meningkatkan gejala asma, tetapi belum didapatkan bukti yang
disepakati. Prevalens asma paling rendah pada anak yang di tahun
pertama usianya kontak dengan kandang binatang dan pemerahan susu.
Mekanisme efek proteksi tersebut belum terungkap. Namun, secara
teoritis diduga bahwa adanya pajanan terhadap endotoksin sebagai
komponen bakteri dalam jumlah banyak dan waktu yang dini
mengakibatkan sistem imun anak terangsang melalui jejak Th1. Saat ini,
teori tersebut dikenal sebagai hygiene hypothesis.

2.4 Patofisiologi
Ada dua fase eksaserbasi asma, yaitu fase awal dan fase akhir. Fase
awal diprakarsai oleh antibodi IgE yang disensitisasi dan dilepaskan oleh sel
plasma. Antibodi ini merespons pemicu tertentu di lingkungan, seperti
faktor risiko yang tercantum di atas. Antibodi IgE kemudian berikatan
dengan sel mast dan basofil berafinitas tinggi. Ketika polutan atau faktor
risiko terhirup, sel mast melepaskan sitokin dan akhirnya mengalami
degranulasi. Dilepaskan dari sel mast adalah histamin, prostaglandin, dan
leukotrien. Sel-sel ini, pada gilirannya, mengontraksi otot polos dan
menyebabkan pengencangan jalan napas. Limfosit Th2 memainkan peran
integral di mana mereka menghasilkan serangkaian interleukin (IL-4, IL-5,
IL-13) dan GM-CSF, yang membantu komunikasi dengan sel lain dan
mempertahankan peradangan. IL-3 dan IL-5 membantu eosinofil dan basofil
bertahan hidup. IL-13 dikaitkan dengan remodeling, fibrosis, hyperplasia
(Benjamin, dkk. 2023).
Dalam beberapa jam berikutnya, fase akhir terjadi, dimana eosinofil,
basofil, neutrofil, dan sel T penolong dan memori semuanya terlokalisasi ke
paru-paru juga, yang melakukan bronkokonstriksi dan menyebabkan
peradangan. Sel mast juga memainkan peran penting dalam membawa
reaktan fase akhir ke tempat yang meradang. Sangat penting untuk

19
`

mengenali kedua mekanisme ini untuk menargetkan terapi dan meredakan


bronkokonstriksi dan peradangan, tergantung pada tingkat keparahan
penyakitnya. Menariknya, mereka yang memiliki jalan napas lebih tebal dari
waktu ke waktu memiliki durasi penyakit yang lebih lama, karena jalan
napas yang lebih sempit. Akibat peradangan dan bronkokonstriksi, terjadi
obstruksi aliran udara intermiten, yang mengakibatkan peningkatan kerja
pernapasan (Benjamin, dkk. 2023).
Hiperresponsif saluran napas merupakan ciri penting asma; ini adalah
respons bronkokonstriktor yang berlebihan, biasanya terhadap rangsangan
yang berbeda. Ada berbagai mekanisme yang menyebabkan hiperresponsif
saluran napas. Beberapa penjelasan adalah karena peningkatan histamin dari
sel mast atau peningkatan massa otot polos saluran napas. Juga, terdapat
peningkatan tonus vagal dan peningkatan kalsium bebas intraseluler yang
selanjutnya meningkatkan kontraktilitas sel otot polos saluran napas. Untuk
menilai hiperresponsivitas jalan napas, tes provokasi bronkial digunakan
untuk menentukan tingkat keparahan (Benjamin, dkk. 2023).
Aspek ini secara klinis signifikan karena adanya hiperresponsivitas
saluran napas dikaitkan dengan penurunan fungsi paru yang lebih besar, dan
peningkatan risiko perkembangan dan eksaserbasi asma dari masa kanak-
kanak hingga dewasa. Oleh karena itu, pengobatan yang ditargetkan dapat
digunakan sejak dini untuk memerangi asma dan hiperresponsif. Semua
mekanisme ini bersama-sama sedikit mengubah kepatuhan paru-paru untuk
meningkatkan kerja pernapasan. Dikombinasikan dengan peradangan, sel
darah putih granular, eksudat, dan lendir yang menempati pohon bronkiolar,
seseorang dapat semakin sulit bernapas secara normal. Jumlah miofibroblas
yang menimbulkan kolagen akan menyebabkan peningkatan epitel yang
menyempitkan lapisan otot polos dan lamina reticulari. Akibatnya, terjadi
peningkatan penebalan membran basal. Seseorang dapat mengalami
obstruksi aliran udara yang ireversibel, yang diyakini disebabkan oleh
remodeling jalan napas (Benjamin, dkk. 2023).

20
`

Remodeling terjadi dengan peralihan sel epitel ke mesenkimal,


meningkatkan kandungan otot polos. Sel epitel kehilangan adhesi sel dan
polaritas fungsionalnya dengan taut yang rapat, memformat ulang selnya
untuk berkembang menjadi sel mesenkimal. Selain itu, eosinofil selanjutnya
dapat memperburuk remodeling saluran napas karena pelepasan TGF-B dan
sitokin oleh interaksi sel mast. Mekanisme remodeling saluran napas ini
dapat memperburuk peradangan dan memperparah asma dari waktu ke
waktu jika tidak ditangani dan dikelola dengan benar (Benjamin, dkk.
2023).

2.5 Penegakkan Diagnosis

1. Anamnesis
Keluhan wheezing dan atau batuk berulang merupakan manifestasi
klinis yang diterima luas sebagai titik awal diagnosis asma. Gejala
dengan karakteristik yang Khas diperlukan untuk menegakkan diagnosis
asma Karakteristik yang mengarahkan asma adalah:
 Gejala timbul secara episodik atau berulang.
 Timbul bila ada faktor pencetus.
1. Iritan: asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk,
suhu dingin, udara kering, makanan minuman dingin, penyedap
rasa, pengawet makanan, pewarna makanan.
2. Alergen: debu, tungau, rontokan hewan, serbuk sari. o Infeksi!
respiratori akut karena virus, selesma, common (cold,
rinofaringitis
3. Aktivitas fisis: berlarian, berteriak, menangis, atau tertawa
berlebihan.
 Adanya riwayat alergi pada pasien atau keluarganya.
 Variabilitas yaitu intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu,
bahkan dalam 24 jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam
hari(nokturnal).

21
`

 Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau


dengan pemberian obat pereda asma (Pedoman Pelayanan Medis,
2008).
Berdasarkan anamnesis yang dilakukan pada ibu pasien didapatkan
bahwa sesak napas yang dialami pasien berulang, dalam sebulan pasien
mengalami sesak ± 4x serangan, faktor pencetus serangan dari pasien
ialah alergen seperti debu, dijumpai riwayat atopi berupa asma dan
perokok aktif yaitu ayah pasien, waktu serangan biasanya memberat pada
malam hari, serta beberapa serangan pasien bisa mereda dengan
sendirinya tanpa pengobatan. Diketahui pasien sudah pernah dirawat inap
1 bulan yang lalu dengan keluhan sesak dan demam.

2. Pemeriksaan fisik
Dalam keadaan stabil tanpa gejala, pada pemeriksaan fisis pasien
biasanya tidak ditemukan kelainan. Dalam keadaan sedang bergejala
batuk atau sesak, dapat terdengar wheezing, baik yang terdengan
langsung (audible wheeze) atau yang terdengar dengan stetoskop. Selain
itu, perlu dicari gejala alergi lain pada pasien seperti dermatitis atopi atau
rinitis alergi, dan dapat pula dijumpai tanda alergi seperti allergic
skinners atau geograpictoungue (PNAA, 2016).
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien
didapatkan bahwa terdapat wheezing pada kedua lapang paru pasien yang
dapat didengar dengan stetoskop.

3. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan fungsi paru : Peak Flow Meter, Spirometer.
- Analisis gas darah : pada asma terjadi asidosis respiratorik dan
metabolik.
- Darah lengkap
- Foto toraks : pada asma umumnya tampak hiperaerasi,
bisa dijumpai komplikasi berupa atelektasis, pneumotoraks, dan
pneumomediastinum.

22
`

Berdasarkan pemeriksaan penunjang pada pasien didapatkan pasien


ini hanya dilakukan pemeriksaan darah lengkap, untuk pemeriksaan
lainnya seperti foto toraks baru direncanakan untuk dilakukan, namun
pemeriksaan fungsi paru tidak dilakukan mengingat usia pasien yang
belum mampu laksana serta analisis gas darah belum dilakukan
pemeriksaan karena keterbatasan pemeriksaan.

Tabel 2.1 Kriteria Dignosis Asma

2.6 Klasifikasi Asma


Asma merupakan penyakit yang sangat heterogen dengan variasi yang
sangat luas. Atas dasar iyu, ada berbagai cara mengelompokkan asma.
Pedoman Nasional Asma Anak 2016 (PNAA) mengelompokkan asma
sebagai berikut :

1. Berdasarkan umur

● Asma bayi-baduta (bawah dua tahun)

● Asma balita (bawah lima tahun)

● Asma usia sekolah (5-11 tahun)

● Asma remaja (12-17 tahun)

23
`

2. Berdasarkan fenotip
Fenotip asma adalah pengelompokkan asma berdasarkan
penampakan yang serupa dalam aspek klinis, patofisiologis, atau
demografis.

● Asma tercetus infeksi virus

● Asma tercetus aktivitas (exercise induced asthma)

● Asma tercetus alergen

● Asma terkait obesitas

● Asma dengan banyak pencetus (multiple triggered asthma)

3. Berdasarkan kekerapan timbulnya gejala


Tabel 2.2 Asma Berdasarkan Kekerapan Timbulnya Gejala

4. Berdasarkan derajat beratnya serangan


Tabel 2.3 Asma Berdasarkan Derajat Beratnya Serangan

24
`

Dalam Pedoman Nasional Asma Anak 2016 (PNAA) klasifikasi


tersebut digunakan sebagai dasar penentuan tatalaksana.
Berdasarkan keadaan saat ini :

● Tanpa gejala

● Ada gejala

● Serangan ringan-sedang

● Ancaman gagal napas

Serangan asma adalah episode perburukan yang progresif akut dari


gejala-gejala batuk, sesak napas, wheezing, rasa dada tertekan, atau
berbagai kombinasi dari gejala-gejala tersebut.

2.7 Tatalaksana medikamentosa


Obat asma dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu, obat pereda
(reliever) dan obat pengendali (controller). Ada yang menyebut obat pereda
sebagai obat pelega atau obat serangan yang digunakan saat gejala timbul.
Sedangkan obat pengendali digunakan untuk mencegah serangan asma.
Digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu inflamasi respiratori
kronik, sehingga tidak timbul serangan atau gejala asma (PNAA,2016).

25
`

2.8 Penentuan derajat kendali asma


Setiap pasien asma harus ditentukan derajat kendali asma untuk
memulai pengobatan jangka panjang. Sebelum memutuskan untuk turun
jenjang atau naik jenjang dalam tahta laksana jangka panjang asma, dokter
harus menilai kepatuhan pasien terhadao pengobatan, teknik inhalasi, dosis
obat inhalasi, dan mengendalikan faktor pencetus asma (PNAA, 2016).
Tabel 2.4 Penentuan Derajat Kendali Asma

2.9 Tahapan tatalaksana serangan asma


The Global Initiative for Asthma (GINA) membagi tata laksana serangan
asma menjadi dua, yaitu tatalaksana di rumah dan fasilitas pelayanan kesehatan
(fasyankes). Tata laksana di rumah dilakukan oleh pasien (atau orang tuanya)
sendiri di rumah. Hal ini dapat dilakukan oleh pasien yang mempunyai
pendidikan yang cukup dan sebelumnya telah menjalani terapi dengan teratur.

1. Tatalaksana di rumah
Semua pasien/orang tua pasien asma seharusnya diberikan edukasi
tentang bagaimana memantau gejala asma, gejala-gejala serangan asma dan
rencana tatalaksana asma yang diberikan.

26
`

Tatalaksana yang dapat dilakukan pasien/orang tua di rumah :


Jika pasien dalam keadaan distress respirasi (sesak berat) :
a) Apabila diberikan via nebulizer :
1) Berikan agonis B2 kerja pendek, lihat responnya. Bila gejala (sesak
napas dan wheezing) menghilang, cukup diberikan satu kali.
2) Jika gejala belum membaik dalam 30 menit, ulangi pemberian sekali
lagi.
3) Jika dengan 2 kali pemberian agonis B2 kerja pendek via nebulizer
belum membaik, segera bawa ke fasyankes.
b) Apabila diberikan via MDI + Spacer :
1) Berikan agonis B2 kerja pendek serial via spacer dengan dosis : 2-4
semprot. Berikan satu semprot obat ke dalam spacer diikuti 6-8
tarikan napas melalui antar muka (interface) spacer berupa masker
atau mouthpiece. Bila belum ada respons berikan semprot berikutnya
dengan siklus yang sama.
2) Jika membaik dengan dosis < 4 semprot, inhalasi dihentikan.
3) Jika gejala tidak membaik dengan dosis 4 semprot, segera bawa ke
fasyankes.

27
`

2. Tatalaksana di fasilitas pelayanan kesehatan primer dan Rumah Sakit

Gambar 2.1 Alur Proses Tatalaksana di Fasilitas Kesehatan

28
`

Gambar 2.2 Alur Proses Tatalaksana di Fasilitas Kesehatan (Lanjutan)

29
`

2.10 Edukasi
- Menjelaskan Kembali lebih lengkap mengenai penyakit asma dan factor-
faktor yang dapat mengakibatkan kekambuhan berdasarkan kegiatan dan
rutinitas pasien, perkiraan perjalanan penyakitnya, pencegahan dan
pengobatannya lebih lanjut.
- Menghindari faktor-faktor pencetus kambuhnya penyakit yang diderita
dengan menjaga lingkungan rumah terutama mengenai debu, polutan, dan
allergen yang potensial timbul. Orang tua rutin menjaga kebersihan
rumahnya dan mengatur sirkulasi udara serta cahaya yang cukup di dalam
rumah.
- Orang tua disarankan membawa pasien rutin kontrol di RS atau di dokter
spesialis sampai asma yang diderita terkontrol sepenuhnya.
- Orang tua diberikan edukasi agar selalu menyediakan dan membawa obat-
obatan yang diperlukan untuk mengatasi jika terjadi serangan.
- Jika serangan memberat orang tua harus secepatnya membawa anak ke
rumah sakit dan dapat diatasi secepatnya oleh dokter sehingga mengurangi
morbiditas pasien.
2.11 Komplikasi
Asma dapat sangat membatasi kemampuan untuk melakukan aktivitas
normal sehari-hari, termasuk olahraga dan aktivitas luar ruangan. Meskipun
asma adalah penyakit yang dapat diobati, beberapa pengobatan tersebut
memiliki efek samping. Misalnya, inhaler dapat menyebabkan suara serak,
dan kortikosteroid yang dihirup dapat meningkatkan risiko infeksi jamur.
Steroid oral meningkatkan kemungkinan terjadinya sindrom Cushing,
termasuk penambahan berat badan dan disfungsi metabolisme. Namun,
asma yang tidak terkontrol dengan baik dapat menyebabkan remodeling
saluran napas dan obstruksi kronis, meningkatkan risiko apnea tidur
obstruktif, pneumonia, atau refluks gastroesofageal (Jenna M Lizo, Sara C.
2022).

30
`

2.12 Prognosis
Meskipun asma tidak dapat disembuhkan, penyakit ini dapat
dikendalikan dengan penanganan yang tepat. Asma umumnya akan dimulai
sebelum usia sekolah pada anak-anak. Asma anak usia dini dan asma berat
meningkatkan risiko gejala obstruktif kronik. Meskipun banyak pasien
memerlukan tindak lanjut medis dan pengobatan jangka panjang, asma tetap
merupakan penyakit yang dapat diobati, dan beberapa pasien mengalami
perbaikan atau resolusi gejala yang signifikan seiring bertambahnya usia.

31
`

BAB III
KESIMPULAN

Asma adalah penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik


yang mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktifitas saluran respiratori dengan
derajat bervariasi. Manifestasi klinis asma dapat berupa batu, wheezing, sesak
nafas, dada tertekan, yang timbul secara kronik dan atau berulang, reversible,
cenderung memberat pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada
pencetus (PNAA, 2016). Berbagai faktor risiko dapat mempengaruhi terjadinya
serangan asma, kejadian asma, berat ringannya penyakit, serta kematian akibat
penyakit asma. Beberapa faktor tersebut sudah disepakati oleh para ahli,
sedangkan sebagian lain masih dalam penelitian. Faktor-faktor tersebut antara lain
adalah jenis kelamin, usia, sosio-ekonomi, alergen, infeksi, atopi, lingkungan, dan
lain-lain/.
Setiap pasien asma harus ditentukan derajat kendali asma untuk memulai
pengobatan jangka panjang. Sebelum memutuskan untuk turun jenjang atau naik
jenjang dalam tahta laksana jangka panjang asma, dokter harus menilai kepatuhan
pasien terhadao pengobatan, teknik inhalasi, dosis obat inhalasi, dan
mengendalikan faktor pencetus asma (PNAA, 2016).
Semua pasien/orang tua pasien asma seharusnya diberikan edukasi tentang
bagaimana memantau gejala asma, gejala-gejala serangan asma dan rencana
tatalaksana asma yang diberikan. Dalam edukasi dan “rencana aksi asma” tertulis
harus disampaikan dengan jelas tentang jenis obat dan dosisnya serta kapan orang
tua harus segera membawa anaknya ke fasyankes (PNAA, 2016).

32
`

DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Respirologi Anak edisi I. Ikatan Dokter Indonesia. 2008


Buku Pedoman Nasional Asma Anak. Edisi 2. 2016
Benjamin Sinyor1; Livasky Concepcion Perez2 . 2023. Patophysiology of
Asthma. National Library of Medicine.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta
Jenna M. Lizo, Sara Cortez. 2022. Pediatric Asthma. National Library of
Medicine: Washington University.
Muhammad F. Hashmi1; Maryam Tariq2; Mary E. Cataletto3. Asthma. 2023.
National Library of Medicine.
Pedoman Nasional Asma Anak. Ikatan Dokter Indonesia. 2016
Puspa Rosfadilla, Ayu Permata Sari Br Tarigan. 2022. Asma bronkial
eksaserbasi ringan sedang pada pasien Perempuan usia 46 tahun. Jurnal
kedokteran dan kesehatan malikussaleh vol. 8 no. 1

33

Anda mungkin juga menyukai