1311722010
Pembimbing:
Gorontalo
2023
`
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
DAFTAR ISIii
DAFTAR TABELiv
DAFTAR GAMBARv
1.3 Anamnesis1
BAB II PEMBAHASAN10
2.1 Definisi10
2.2 Epidemiologi10
2.4 Patofisiologi13
ii
`
2.10 Komplikasi22
2.11 Prognosis23
DAFTAR PUSTAKA25
iii
`
DAFTAR TABEL
iv
`
DAFTAR GAMBAR
v
`
BAB I
LAPORAN KASUS
1.3 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada 1
September 2023.
1. Keluhan Utama : Sesak Napas
6
`
5. Riwayat Alergi:
Ibu pasien mengatakan, pasien memiliki alergi terhadap debu,
sebelumnya keluhan timbul setelah pasien terkena debu.
7. Riwayat Makanan
8. Riwayat Imunisasi
Menurut Ibu pasien sudah mendapatkan semua imunisasi sesuai usia
pasien.
7
`
11. Pedigre
: Laki-laki
: Pasien
: Perempuan
8
`
3. Status Gizi
Berat Badan : 8,8 Kg
Tinggi Badan : 74 cm
Lingkar Lengan Atas : 15 cm
Lingkar Kepala : 44 cm
Lingkar Perut : 55 cm
BB/U : Di antara 2 SD dan 0 SD ( Berat Badan Baik)
TB/U : Di antara 2 SD dan 0 SD ( Perawakan Baik)
BB/TB : Di antara 0 SD dan -1 SD ( Gizi Baik)
2. Kulit
● Turgor : Baik
9
`
3. Mata
● Pupil : isokor
4. Hidung
● Bentuk : normal
5. Telinga
● Bentuk : Normotia
6. Mulut
10
`
7. Leher
8. Paru-paru
9. Jantung
● Perkusi : Pekak
11
`
10. Abdomen
dan massa.
● Perkusi : Timpani
11. Genitalia
Tidak ada kelainan
12. Ekstremitas
Akral hangat, Pitting edema (-/-), CRT < 2 detik
12
`
Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Darah Rutin (1 September 2023)
Hb 10.4 g/dl 10.5-13.1
Leukosit 20.7 Ribu/uL 6.0-17.5
Eritrosit 5.38 Juta/uL 3.6-5.2
Trombosit 358 Ribu/uL 229-553
Hematokrit 34.0 % 6.0-17.5
MCV 63 fL 74-102
MCH 19 pg 23-31
MCHC 31 g/dl 28-32
RDW-CV 20 % 10-15
MPV 7 fL 6.5-9.5
Kimia Darah
Glukosa Sewaktu 73 mg/dL 70-140
Tatalaksana
1. IVFD Asering 12 TPM
2. Nebu Ventolin (salbutamol) 2x (di UGD)
3. Kortikosteroid Sistemik : Dexamethasone 4.4 mg/8 jam/iv
4. Ceftriaxone inj : 220 mg/12 Jam/iv
13
`
04/09 S: Sesak nafas (-), batuk berkurang, BAB dan BAK baik.
O:KU:TSS
Kes: CM
14
`
15
`
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan
karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik, cenderung pada
malam/dini hari, musiman, setelah aktivitas fisik, serta terdapat riwayat
asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya (Pedoman Pelayanan
Medis, 2008).
Eksaserbasi (serangan asma) adalah episode perburukan gejala-gejala
asma secara progresif. Gejala yang dimaksud adalah sesak napas, batuk,
mengi, dada rasa tertekan, atau berbagai kombinasi gejala tersebut.
2.2 Epidemiologi
Dimasa kanak-kanak, asma lebih sering terjadi pada laki-laki dengan
rasio laki-laki dan perempuan 2:1 sampai pubertas ketika rasio menjadi 1:1.
Setelah pubertas prevalensi asma lebih besar pada wanita, dan kasus onset
dewasa setelah usia 40 tahun sebagian besar adalah wanita. Prevalensi asma
lebih besar pada usia ekstrim karena respon saluran napas dan tingkat fungsi
paru yang lebih rendah. Dari semua kasus asma, sekitar 66% didiagnosis
sebelum usia 18 tahun. hampir 50% anak dengan asma mengalami
penurunan keparahan atau hilangnya gejala selama awal masa dewasa.
(Buku Ajar Respirologi Anak, 2008).
16
`
1. Jenis kelamin
Menurut laporan dari beberapa penelitian didapatkan bahwa
prevalensi asma pada anak laki-laki sampai usia 10 tahun adalah 1,5
sampai 2 kali lipat anak perempuan. Namun, dari benua Amerika
dilaporkan bahwa belakangan ini tidak ada perbedaan prevalens asma
antara anak laki-laki (51,1 per 1000) dan perempuan (56,2 per 1000).
2. Usia
Umumnya, kebanyakan kasus asma persisten, gejala seperti asma
pertama kali timbul pada usia muda, yaitu pada beberapa tahun pertama
kehidupan. Dari Melbourne (Australia), dilaporkan bahwa 25% anak
dengan asma persisten mendapat serangan mengi pada usia <6 bulan, dan
75% mendapat serangan mengi pertama sebelum usia 3 tahun. Hanya 5%
anak dengan asma persisten terbebas dari gejala asma pada usia 28-35
tahun, 60% tetap menunjukkann gejala seperti saat anak-anak, dan
sisanya masih sering mendapat serangan meskipun lebih ringan daripada
saat masa kanak-kanak.
3. Riwayat Atopi
Adanya atopi berhubungan dengan meningkatnya risiko asma
persisten dan beratnya asma. Menurut laporan dari Inggris, pada anak
usia 16 tahun dengan riwayat asma atau mengi, akan terjadi serangan
mengi 2 kali lipat lebih banyak jika anak pernah mengalami hay fever,
rinitis alergi, atau eksema. Eksema persisten berhubungan pula dengan
gejala asma persisten. Menurut Buffun dan Settipane, anak dengan
eksema dan uji kulit positif menderita asma berat. Terdapat juga laporan
bahwa anak dengan mengi persisten dalam kurun waktu 6 tahun pertama
kehidupan mempunyai kadar igE lebih tinggi daripada anak yang tidak
pernah mengalami mengi, pada usia 9 bulan. Beberapa laporan
menunjukkan bahwa sensitisasi alergi terhadap alergen inhalan, susu,
telur, atau kacang pada tahun pertama kehidupan, merupakan prediktor
timbulnya asma.
17
`
4. Lingkungan
Adanya alergen di lingkungan hidup anak meningkatkan risiko
penyakit asma. Alergen yang sering mencetuskan penyakit asma antara
lain adalah serpihan kulit binatang piaraan, tungau debu rumah, jamur,
dan kecoa.
5. Ras
Menurut laporan dari Amerika Serikat, didapatkan bahwa
prevalensi asma dan kejadian serangan asma pada ras kulit hitam lebih
tinggi daripada ras kukit putih (MMWR,2000, Steyer, dkk. 2003). Selain
prevalensi, kematian anak akibat asma pada ras kulit hitam juga lebih
tinggi, yaitu 3,34 per 1000 berbanding 0,65 per 1000 pada anak kulit
putih (Steyer, dkk. 2003).
6. Riwayat Keluarga
Jika anak memiliki orang tua dengan asma, maka tiga sampai enam
kali lebih mungkin anak untuk mengembangkan asma dibandingkan
seseorang yang tidak memiliki orang tua dengan asma.
7. Asap Rokok
Prevalens asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi
daripada anak yang tidak terpajan asap rokok. Risiko terhadap asap rokok
sudah dimulai sejak janin dalam kandungan, umumnya berlangsung terus
setelah anak dilahirkan, dan menyebabkan meningkatnya risiko. Pada
anak yang terpajan asap rokok, kejadian eksaserbasi lebih tinggi, anak
lebih sering tidak masuk sekolah, dan umumnya fungsi faal parunya lebih
buruk daripada anak yang tidak terpajan.
18
`
2.4 Patofisiologi
Ada dua fase eksaserbasi asma, yaitu fase awal dan fase akhir. Fase
awal diprakarsai oleh antibodi IgE yang disensitisasi dan dilepaskan oleh sel
plasma. Antibodi ini merespons pemicu tertentu di lingkungan, seperti
faktor risiko yang tercantum di atas. Antibodi IgE kemudian berikatan
dengan sel mast dan basofil berafinitas tinggi. Ketika polutan atau faktor
risiko terhirup, sel mast melepaskan sitokin dan akhirnya mengalami
degranulasi. Dilepaskan dari sel mast adalah histamin, prostaglandin, dan
leukotrien. Sel-sel ini, pada gilirannya, mengontraksi otot polos dan
menyebabkan pengencangan jalan napas. Limfosit Th2 memainkan peran
integral di mana mereka menghasilkan serangkaian interleukin (IL-4, IL-5,
IL-13) dan GM-CSF, yang membantu komunikasi dengan sel lain dan
mempertahankan peradangan. IL-3 dan IL-5 membantu eosinofil dan basofil
bertahan hidup. IL-13 dikaitkan dengan remodeling, fibrosis, hyperplasia
(Benjamin, dkk. 2023).
Dalam beberapa jam berikutnya, fase akhir terjadi, dimana eosinofil,
basofil, neutrofil, dan sel T penolong dan memori semuanya terlokalisasi ke
paru-paru juga, yang melakukan bronkokonstriksi dan menyebabkan
peradangan. Sel mast juga memainkan peran penting dalam membawa
reaktan fase akhir ke tempat yang meradang. Sangat penting untuk
19
`
20
`
1. Anamnesis
Keluhan wheezing dan atau batuk berulang merupakan manifestasi
klinis yang diterima luas sebagai titik awal diagnosis asma. Gejala
dengan karakteristik yang Khas diperlukan untuk menegakkan diagnosis
asma Karakteristik yang mengarahkan asma adalah:
Gejala timbul secara episodik atau berulang.
Timbul bila ada faktor pencetus.
1. Iritan: asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk,
suhu dingin, udara kering, makanan minuman dingin, penyedap
rasa, pengawet makanan, pewarna makanan.
2. Alergen: debu, tungau, rontokan hewan, serbuk sari. o Infeksi!
respiratori akut karena virus, selesma, common (cold,
rinofaringitis
3. Aktivitas fisis: berlarian, berteriak, menangis, atau tertawa
berlebihan.
Adanya riwayat alergi pada pasien atau keluarganya.
Variabilitas yaitu intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu,
bahkan dalam 24 jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam
hari(nokturnal).
21
`
2. Pemeriksaan fisik
Dalam keadaan stabil tanpa gejala, pada pemeriksaan fisis pasien
biasanya tidak ditemukan kelainan. Dalam keadaan sedang bergejala
batuk atau sesak, dapat terdengar wheezing, baik yang terdengan
langsung (audible wheeze) atau yang terdengar dengan stetoskop. Selain
itu, perlu dicari gejala alergi lain pada pasien seperti dermatitis atopi atau
rinitis alergi, dan dapat pula dijumpai tanda alergi seperti allergic
skinners atau geograpictoungue (PNAA, 2016).
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien
didapatkan bahwa terdapat wheezing pada kedua lapang paru pasien yang
dapat didengar dengan stetoskop.
3. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan fungsi paru : Peak Flow Meter, Spirometer.
- Analisis gas darah : pada asma terjadi asidosis respiratorik dan
metabolik.
- Darah lengkap
- Foto toraks : pada asma umumnya tampak hiperaerasi,
bisa dijumpai komplikasi berupa atelektasis, pneumotoraks, dan
pneumomediastinum.
22
`
1. Berdasarkan umur
23
`
2. Berdasarkan fenotip
Fenotip asma adalah pengelompokkan asma berdasarkan
penampakan yang serupa dalam aspek klinis, patofisiologis, atau
demografis.
24
`
● Tanpa gejala
● Ada gejala
● Serangan ringan-sedang
25
`
1. Tatalaksana di rumah
Semua pasien/orang tua pasien asma seharusnya diberikan edukasi
tentang bagaimana memantau gejala asma, gejala-gejala serangan asma dan
rencana tatalaksana asma yang diberikan.
26
`
27
`
28
`
29
`
2.10 Edukasi
- Menjelaskan Kembali lebih lengkap mengenai penyakit asma dan factor-
faktor yang dapat mengakibatkan kekambuhan berdasarkan kegiatan dan
rutinitas pasien, perkiraan perjalanan penyakitnya, pencegahan dan
pengobatannya lebih lanjut.
- Menghindari faktor-faktor pencetus kambuhnya penyakit yang diderita
dengan menjaga lingkungan rumah terutama mengenai debu, polutan, dan
allergen yang potensial timbul. Orang tua rutin menjaga kebersihan
rumahnya dan mengatur sirkulasi udara serta cahaya yang cukup di dalam
rumah.
- Orang tua disarankan membawa pasien rutin kontrol di RS atau di dokter
spesialis sampai asma yang diderita terkontrol sepenuhnya.
- Orang tua diberikan edukasi agar selalu menyediakan dan membawa obat-
obatan yang diperlukan untuk mengatasi jika terjadi serangan.
- Jika serangan memberat orang tua harus secepatnya membawa anak ke
rumah sakit dan dapat diatasi secepatnya oleh dokter sehingga mengurangi
morbiditas pasien.
2.11 Komplikasi
Asma dapat sangat membatasi kemampuan untuk melakukan aktivitas
normal sehari-hari, termasuk olahraga dan aktivitas luar ruangan. Meskipun
asma adalah penyakit yang dapat diobati, beberapa pengobatan tersebut
memiliki efek samping. Misalnya, inhaler dapat menyebabkan suara serak,
dan kortikosteroid yang dihirup dapat meningkatkan risiko infeksi jamur.
Steroid oral meningkatkan kemungkinan terjadinya sindrom Cushing,
termasuk penambahan berat badan dan disfungsi metabolisme. Namun,
asma yang tidak terkontrol dengan baik dapat menyebabkan remodeling
saluran napas dan obstruksi kronis, meningkatkan risiko apnea tidur
obstruktif, pneumonia, atau refluks gastroesofageal (Jenna M Lizo, Sara C.
2022).
30
`
2.12 Prognosis
Meskipun asma tidak dapat disembuhkan, penyakit ini dapat
dikendalikan dengan penanganan yang tepat. Asma umumnya akan dimulai
sebelum usia sekolah pada anak-anak. Asma anak usia dini dan asma berat
meningkatkan risiko gejala obstruktif kronik. Meskipun banyak pasien
memerlukan tindak lanjut medis dan pengobatan jangka panjang, asma tetap
merupakan penyakit yang dapat diobati, dan beberapa pasien mengalami
perbaikan atau resolusi gejala yang signifikan seiring bertambahnya usia.
31
`
BAB III
KESIMPULAN
32
`
DAFTAR PUSTAKA
33