LAPORAN KASUS 3
SEORANG ANAK DENGAN SUSPEK THALASEMIA
Pembimbing :
Disusun oleh :
Stantley
030.12.261
IDENTITAS PASIEN
Nama :M Jenis Kelamin : Laki- laki
Umur : 1 Tahun 10 Bulan Suku Bangsa : Jawa
No.RM : 00.34.61.12 Agama : Islam
Pendidikan : SD Anak ke- :2
Alamat : Telogosari
Orang Tua / Wali
Profil Ayah Ibu
Nama Tn. W Ny. N
Umur 42 tahun 32 tahun
Alamat Telogosari Telogosari
Pekerjaan Pegawai swasta Ibu rumah tangga
Pendidikan terakhir S1 SD
Suku Jawa Jawa
Agama Islam Islam
Hubungan dengan orang tua : Pasien merupakan anak kandung
I. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu dan ayah kandung pasien
Lokasi : Ruang Bima kamar 3.1
Tanggal/Waktu : 23 Oktober 2017 16.30 WIB
Tanggal masuk : 20 Oktober 2017, pukul 20.30 WIB (IGD)
Keluhan utama : Demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit
Keluhan tambahan : Sakit badan, badan lemas, pucat, pusing, tidak bertenaga
A. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD KRMT wongsonegoro tanggal 20 Oktober 2017 malam
dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam menurut keluaga
pasien (ayah dan ibu pasien) dan pasien tinggi, walau tidak diketahui berapa tepat suhunya
karena tidak menggunakan termometer. Panas pelan – pelan tinggi mulai dari siang sampai
malam hari. Panas naik turun dan tidak ada waktu tertentu. Keluhan panas tinggi juga disertai
dengan sakit badan yang terasa lemas dan badan pucat. Pasien mengeluh juga pusing saat
datang ke rumah sakit. Pasien tampak tidak bertenaga untuk melakukan aktivitas. Keluhan
mual muntah disangkal, BAB dan BAK dalam batas normal, tidak ada tanda perdarahan seperti
mimasan dan gusi berdarah. Keluarga pasien kemudian membawa pasien untuk berobat ke
Puskesmas tanggal 19 Oktober 2017. Oleh puskesmas disarankan untuk berobat ke RSUD dan
dirujuk ke RSUD dan hanya diberi keterangan bahwa pasien harus mendapat penanganan lebih
lanjut.
Pasien sebelumnya belum pernah mengalami hal serupa sehingga harus masuk ke RS
untuk menjalani pengobatan. Riwayat penyakit pasien menurut keluarga pasien tidak ada yang
serius dan belum pernah menjalani pengobatan hingga harus ke rumah sakit dan hanya berobat
menggunakan obat-obat yang dibeli sendiri bila pasien sakit. Keluarga pasien tidak ada yang
mengalami hal serupa baik kakek nenek, orang tua, maupun saudara kandung pasien. Dalam
riwayat keluarga pasien juga tidak memiliki riwayat “penyakit transfusi”.
B. Riwayat Kehamilan/Kelahiran
C. Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi pertama : Umur 6 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Psikomotor :
Tengkurap : Umur 4 bulan (Normal: 3-5 bulan)
Duduk : Umur 6/7 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : Umur 11 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : Umur 12 bulan (Normal: 12-18 bulan)
Mengucapkan kata : Umur 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan: Tidak terdapat keterlambatan
dalam pertumbuhan dan perkembangan pasien.
D. Riwayat Imunisasi
Ayah dan Ibu pasien tidak ingat imunisasi pasien secara jelas. Ayah dan Ibu pasien
hanya mengingat pasien pernah di imunisasi polio usia 3 bulan dan demam tinggi setelah
diberikan imunisasi tersebut.
Kesimpulan riwayat imunisasi: Imunisasi pasien tidak lengkap
Kesimpulan pengobatan: Pasien belum pernah berobat dan pasien dirujuk dari puskesmas ke
RSUD untuk penanganan lebih lanjut mengenai kondisi yang dialami pasien
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Kesan gizi : Gizi Kurang
Keadaan lain : pucat , tidak ikterik , tidak sesak , tidak sianosis
Data antropometri
Berat badan : 8.5 kg
Tinggi badan : 78 cm
Status Gizi (dengan menggunakan kurva CDC):
BB/U =8.5/12,5 x 100% = 63%
TB/U = 78/91 x 100% = 85%
BB/TB = 8.5/11.5 x 100 % = 75 %
Kesan Gizi : Pasien termasuk dalam gizi kurang
Tanda vital
Nadi : 123x/menit reguler, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri
Nafas : 24x/menit
Suhu : 36,8º C
Kepala : Normosefali
Rambut : Rambut hitam-cokelat, lurus, lebat, distribusi merata, dan tidak mudah
dicabut.
Wajah : Wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka, ataupun jaringan parut.
Facies cooley (-)
Mata : Ditemukan konjuntiva anemis, oedem palpebra (-)
Telinga : Normotia, liang telinga lapang, tidak ada nyeri tekan
Hidung : Bentuk simetris, tidak ada nafas cuping dan deviasi septum
Bibir : Mukosa berwarna merah muda, tidak tampak sianosis, tampak pucat (+)
Mulut : Tidak tampak Trismus, oral hygiene baik, tidak ada halitosis, mukosa gigi
berwarna merah muda,
Lidah : Normoglosia, mukosa berwarna merah muda, tidak hiperemis
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, tidak hiperemis, arcus faring tidak hiperemis,.
Leher : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak edema dan massa, tidak teraba
pembesaran tiroid maupun kelenjar getah bening.
Thoraks :
Jantung
Auskultasi : BJ I & BJ II regular, tidak terdengar murmur dan gallop
Paru-paru
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris , gerak dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak
tampak pernapasan cepat dan dalam, tidak tampak retraksi intercostal,
retraksi subcostal dan retraksi suprasternal
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan benjolan, gerak napas simetris kanan dan kiri
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler dikedua lapang paru, tidak didapatkan ronkhi,
wheezing
Abdomen :
Inspeksi : Warna kulit sawo matang, bentuk cembung, tampak distensi , tidak
didapatkan ruam, tidak didapatkan kulit keriput, umbilikus normal, gerak
dinding perut saat pernapasan simetris, tidak terlihat gerak peristaltik
Auskultasi : Bising usus 5x/menit
Perkusi : Timpani seluruh lapang perut
Palpasi : Supel, tidak didapatkan nyeri tekan, turgor kulit kembali cepat, hepar teraba
membesar 2 hari di bawah arcus costae dan lien teraba membesar
shuffner 3
Genitalia : Jenis kelamin: laki- laki
Kelenjar getah bening :
Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar
Ekstremitas :
Inspeksi : Simetris, tampak kurus, tidak terdapat kelainan pada bentuk tulang, posisi
tangan dan kaki, serta sikap badan, tidak sianosis, tidak tampak edema
Palpasi : Akral hangat pada keempat ekstremitas, capillary refill time< 2 detik, tidak
pitting edema
Kulit : Warna sawo matang merata, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak lembab, tidak
terdapat efloresensi yang bermakna
III. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD KRMT wongsonegoro tanggal 20 Oktober 2017 malam
dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam menurut keluaga
pasien (ayah dan ibu pasien) dan pasien tinggi, walau tidak diketahui berapa tepat suhunya
karena tidak menggunakan termometer. Panas pelan – pelan tinggi mulai dari siang sampai
malam hari. Panas naik turun dan tidak ada waktu tertentu. Keluhan panas tinggi juga disertai
dengan sakit badan yang terasa lemas dan badan pucat. Pasien mengeluh juga pusing saat
datang ke rumah sakit. Pasien tampak tidak bertenaga untuk melakukan aktivitas. Keluhan
mual muntah disangkal, BAB dan BAK dalam batas normal, tidak ada tanda perdarahan seperti
mimasan dan gusi berdarah.
Pasien lahir spontan dirumah dibantu oleh bidan cukup bulan dengan berat lahir 2650
gram dan dinyatakan sehat. Pasien memiliki seorang kakak usia +/- 20 tahun-an sehat dan
sudah menikah Pasien tidak memiliki keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan.
Pasien mendapatkan ASI eksklusif, kualitas dan kuantitas makanan cukup. Imunisasi pasien
tidak lengkap dan keluarga hanya mengetahui pasien pernah diimunisasi Polio usia 3 bulan.
Mata pencaharian ayah pasien adalah nelayan, tinggal di lingkungan padat penduduk
Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang, compos mentis, status gizi : gizi
kurang menurut CDC BB/TB: 8.5/11.5 : 75%. .Nadi: 123x/menit (reguler, kuat, isi cukup,
ekual kanan dan kiri), Nafas: 20x/menit, Suhu: 36,8º C. Didapatkan konjungtiva anemis,
tidak didapatkan sklera ikterik. Hidung: tidak ada napas cuping hidung.KGB dan Tiroid: Tidak
teraba membesar Thoraks: Paru-paru: gerak dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak ada
retraksi, sonor di kedua lapang paru, suara nafas vesikular, tidak terdengar rhonki dan
wheezing. Jantung: BJ I & BJ II regular, tidak terdengar murmur dan gallop. Abdomen: Supel,
bentuk cembung tidak tampak distensi, bising usus 5x/menit, hepar teraba membesar 2
hari dibawah arcus costae dan lien teraba membesar shuffner 3.Ekstremitas: Akral hangat
pada keempat ekstremitas, capillary refill time < 2 detik, tidak didapatkan pitting oedem.
V. DIAGNOSIS BANDING
Suspek Thalasemia
Thalassemia Beta Major
Thalasemia Alfa (HbH Disease)
Anemia Defisiensi Besi
VII. TATALAKSANA
a. TERAPI ( SUPORTIF –SIMPTOMATIS-KAUSATIF)
- Transfusi Packed Red Cell (PRC) leucodepleted 1x 150 cc
- Asam folat 2x1 mg/hari
- Paracetamol 1x250mg P.r.n
- Furosemide 15 mg Pre-Transfusi
Diet
- Makanan tinggi kalori, protein, vitamin A, C, D, E
b. Edukasi
- Cuci tangan 6 langkah
- Pencegahan terhadap infeksi
c.Monitoring
- Kadar Hb, Ferritin Serum
- Evaluasi keadaan umum, tanda vital setiap 6 jam
- Cek urine output tiap 6 jam
- Pemantauan Hb, Leukosit – reaksi transfusi
d.Edukasi pada orangtua :
- Memberi informasi tentang penyakit yang diderita pasien dan kemungkinan komplikasi
yang dapat terjadi
e.Pemantauan rutin
- Sebelum transfusi darah : darah perifer lengkap, fungsi hati
- Setiap 3 bulan: pertumbungan (berat badan, tinggi badan)
- Setiap 6 bulan: feritin
- Setiap tahun: Pertumbuhan dan perkembangan, status besi, fungsi jantung, fungsi
endokin, visual, pendengaran, serologi virus)
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : ad malam
IX. FOLLOW UP
PEMERIKSAAN TANGGAL
21 Oktober 2017 22 Oktober 2017 23 Oktober 2017 24 Oktober 2017
Kepala
Normocephali (+) (+) (+) (+)
Facies Cooley (-) (-) (-) (-)
CA +/+ SI -/- (+) (+) (+) CA -/-
Leher
KGB Tiroid dbn (+) (+) (+) (+)
Paru
(SNV+/+ Rh-/-wh-/-) (+) (+) (+) (+)
Jantung
BJ I II Reg M(-)G(-) (+) (+) (+) (+)
Abdomen
BU+ NT- (+) (+) (+) (+)
Splenomegali (+) (+) (+) (+)
Schuffner 3
Hepatomegali 2 Jari (+) (+) (+) (+)
Bawah pusat
Ekstremitas
AH + OE- (+) (+) (+) (+)
Laboratorium :
Hb : 10,8-15,6g/dl 7.3 g/dl Ro thorax : dalam batas 8.5 g/dl
Ht: 33%-45% 26,3% normal 33,3%
MCV : 69fL-93fL Normal USG : tidak ada kelainan pada Normal
MCH : 22pg-34pg Normal organ intraabdomen Normal
RDW-CV : 12,2%- 36,2%
15,3%
A Suspek Thalasemia Suspek Thalasemia Suspek Thalasemia Suspek Thalasemia
P -IV 2A ½ N - IV 2A ½ N 3cc/kg/jam + - IV 2A ½ N 3cc/kg/jam + Nacl - IV 2A ½ N 3cc/kg/jam +
3cc/kg/jam + Nacl 3% Nacl 3% 5 meq 3% 5 meq Nacl 3% 5 meq
5 meq - inj ceftriaxone 2 x 300 mg - inj ceftriaxone 2 x 300 mg - inj ceftriaxone 2 x 300 mg
- inj ceftriaxone 2 x - - ambroxol syr - - ambroxol syr - - ambroxol syr
300 mg -Paracetamol 3x200mg p.r.n -Paracetamol 3x200mg p.r.n -Paracetamol 3x200mg p.r.n
-Paracetamol
3x200mg p.r.n
-Transfusi PRC 150 cc
-Furosemide 15 mg
pre transfusi
BAB I
PENDAHULUAN
2. Thalasemia Beta
Thalasemia beta terjadi jika terdapat mutasi pada satu atau dua rantai globin beta yang ada.
Thalasemia beta terdiri dari :
a. Beta Thalasemia Trait. Thalasemia jenis ini memiliki satu gen normal dan satu gen yang
bermutasi. Penderita mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah yang
mengecil (mikrositer).
b. Thalasemia Intermedia. Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa produksi
sedikit rantai beta globin. Penderita mengalami anemia yang derajatnya tergantung dari derajat
mutasi gen yang terjadi. 10
c. Thalasemia Mayor. Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat
memproduksi rantai beta globin. Gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa
anemia yang berat. Penderita thalasemia mayor tidak dapat membentuk hemoglobin yang
cukup sehingga hampir tidak ada oksigen yang dapat disalurkan ke seluruh tubuh, yang lama
kelamaan akan menyebabkan kekurangan O2, gagal jantung kongestif, maupun kematian.
Penderita thalasemia mayor memerlukan transfusi darah yang rutin dan perawatan medis demi
kelangsungan hidupnya.
2.4 Patofisiologi
Mutasi pada β-Thalassemia meliputi delegi gen globin, mutasi daerah promotor, penghentian
mutasi dan mutasi lainnya. Terdapat relatif sedikit mutasi pada α-Thalassemia. Penyebab
utama adalah terdapatnya ketidakseimbangan rantai globin. Pada sumsum tulang mutasi
thalasemia mengganggu pematangan sel darah merah, sehingga tidak efektifnya eritropoiesis
akibat hiperaktif sumsum tulang, terdapat pula sedikit Retikulosit dan anemia berat. Pada β-
thalasemia terdapat kelebihan rantai globin α-yang relatif terhadap β- dan γ-globin; tetramers-
globin α (α4) terbentuk, dan ini berinteraksi dengan membran eritrosit sehingga
memperpendek hidup eritrosit, yang mengarah ke anemia dan meningkatkan produksi
erythroid. Rantai globin γ-diproduksi dalam jumlah yang normal, sehingga menyebabkan
peningkatan Hb F (γ2 α2). Rantai δ-globin juga diproduksi dalam jumlah normal, Hb A2
meningkat (α2 δ2) di β-Thalassemia. Pada α-talasemia terdapat lebih sedikit-globin rantai α
dan β-berlebihan dan rantai γ-globin. Kelebihan rantai ini membentuk hb Bart (γ4) dalam
kehidupan janin dan Hb H (β4) setelah lahir. Tetramers abnormal ini tidak mematikan tetapi
mengakibatkan hemolisis extravascular.
Thalasemia –α
Seperti telah disebutkan diatas terdapat 2 gen α pada tiap haploid kromosom, sehingga dapat
di duga terjadi 4 macam kelainan pada thalasemia- α. Kelainan dapat terjadi pada 1 atau 2 gen
pada satu kromosom atau beberapa gen pada seorang individu sehat. Penelitian akhir akhir ini
menunjukkan bahwa pada kelainan α- thalasemia-1 tidak terbentuk rantai- α sama sekali,
sedangkan α – thalasemia- 2 masih ada sedikit pembentukan rantai- α tersebut. Atas dasar
tersebut, α-thalasemia-1 dan α-thalasemia-2 sekarang disebut α 0 - dan α-+- thalasemia. 4
Disamping kelainan pada pembentukan rantai α ini terdapat pula kelainan struktural pada rantai
α. Yang paling banyak di temukan ialah Hb constant spring. Pada Hb constant spring terdapat
rantai α dengan 172 asam amino, berarti 31 asam amino lebih panjang daripada rantai α biasa.
Kombinasi heterozigot antara α 0 - thalasemia dengan α-+- thalasemia atau α 0 - thalasemia
dengan Hb constant spring akan menimbulkan penyakit HbH. Pada thalasemia α akan terjadi
gejala klinis bila terdapat kombinasi gen α 0 - thalasemia dengan gen- - lainnya. 4
Homozigot α _+_ thalasemia hanya menimbulkan anemia yang sangan ringan dengan
hipokromia eritrosit. Bentuk homozigot Hb constant spring juga tidak menimbulkan gejala
yang nyata, hanya anemia ringan dengan kadang kadang disertai spleenomegali ringan. 4 Pada
fetus kekurangan rantai –α menyebabkan rantai-δ yang berlebihan sehingga akan terbentuk
tetramer δ 4 (Hb Bart’s) sedangkan pada anak besar atau dewasa, kekurangan rantai- α ini
menyebabkan rantai– β yang berlebihan hingga akan terbentuk tetramer β 4 (HbH). Jadi adanya
nya Hb bart’s dan HbH pada elektroforesis merupakan petunjuk terhadap adanya thalasemia
α. Yang sulit ialah mengenal bentuk heterozigot α- thalasemia. Bentuk heterozigot α 0 -
thalasemia memberikan gambaran darah tepi serupa dengan bentuk heterozigot thalasemia
seperti mikrositosis dan peninggian resistensi osmotik. 8 Pada Hidrops fetalis, biasanya bayi
telah mati pada usia kehamilan 28-40 minggu atau lahir hidup untuk beberapa jam kemudian
meninggal. Bayi akan tampak anemia dengan kadar Hb 6-8 g%, sediaan hapusan darah tepi
memperlihatkan hipokromia dengan tanda tanda anisositosis, poikilositosis, banyak normoblas
dan retikulositosis. Pada pemeriksaan eritroporesis darah, akan ditemukan Hb bart’s sebanyak
kira kira 80%. Tidak ditemukan HbF Maupun HbA. 4 Pada penyakit HbH, biasanya ditemukan
anemia dengan pembesaran limpa. Anemia biasa nya tidak membutuhkan tranfusi darah.
Mudah terjadi serangan hemolisis akut pada serangan infeksi berat. Kadar Hb biasanya 7-10
g%. Sediaan darah tepi biasanya menunjukkan tanda tanda hipokromia. Terdapat pula
retikulositosis (5-10%) dan ditemukan inclusion bodies, pada sediaan hapus darah tepi yang di
inkubasi dengan biru brilian kresil. Pada elektroforesis ditemukan adanya HbA, H, A2 dan
sedikit Hb Bart’s. HbH jumlanya sekitar 5-40%, kadang kadang kurang atau lebih dari variasi
itu. Pada pemeriksaan sintesis rantai globulin (in vitro) dari retikulosis terdapat ketidak
seimbangan antara pembentukan rantai- α / β yaitu antara 0,5 sampai 0,25. Dalam keadaan
normal rasio α / β ialah 1
Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya diperlukan
perhatian dan pemantauan tumbuh kembang penderita.
Anemia kronis dan kelebihan zat besi dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung (gagal
jantung), hepar (gagal hepar), gangguan endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid) dan fraktur
patologis
2.8 Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang berulang
ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di timbun
dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini
menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur
akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia
dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung. 4
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa terlebih dahulu
terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan jantung.
Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rudolph. C. D, Rudolph A. M, Hostetter M. K, Lister G and Siegel N. J. (2002). Rudolph’s
Pediatric’s. part 19 blood and blood-forming tissues. 19.4.7 Thallasemia. 21st Edition.
McGraw-hill company: North America
2. Hassan R dan Alatas H. (2002). Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan anak. bagian 19
Hematologi hal. 419-450 ,Bagian ilmu kesehatan anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia : Jakarta
3. Ganong W. F. (2003). Buku ajar Fisiologi kedokteran. bab 27 sirkulasi cairan tubuh hal.
513-515 Edisi 20. EGC : Jakarta
4. Guyton A. C dan Hall J. E. (1997). Buku ajar Fisiologi kedokteran. Bab 32 sel sel darah
merah, anemia dan polisitemia hal. 534-536 Edisi 9. EGC. Jakarta
5. Modell B and Darlison M. (2008). Global Epidemiology of hemoglobin disorders and
derived service indicators. Bulletin of the World Health Organization, volume 86, number
6. http://www.who.int/bulletin/volumes/86/6/06- 036673/en/
6. Behrman R.E, Kliegman R.M and jenson H.B. (2004). Nelson textbook of pediatrics’.
Part 20 disease of the blood chapter 454 hemoglobin disorder 454.9 thallasemia syndrome.
17th edition.USA
7. Hastings C. (2002). the children’s hospital Oakland hematology/oncology handbook.
chapter 4 thallasemia. Mosby. United States of America
8. Hay W.W, Hayward A.R, Levin M..J and Sandheimer J.M. (2003). Current pediatric
diagnosis and treatment. Part 27 hematologic disorder, congenital hemolytic anemias
hemoglobinopaties. 16th edition. Lange medical books/McGrawhill. North America
9. .Herdata,Heru Noviat.(2008). Thalasemia,
http://ebookfkunsyiah.wordpress.com/category/hematoonkologi/thalassemia/
10. Rachmilewitz E and Rund D. (2005) thalassemia. The new England journal medicine :
Jerusalem. http://content.nejm.org/cgi/reprint/353/11/1135.pdf