Anda di halaman 1dari 30

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. ABCP
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir / Usia : 03 Agustus 2015/ 3 tahun 0 bulan
Berat badan lahir : 2900 gram
Partus : Sectio Caesarea
Agama : Protestan
Kebangsaan : Indonesia
Suku Bangsa : Minahasa
Anak ke :2
Masuk Rumah Sakit : 15 Agustus 2018 Pukul 14.36 WITA

II. ANAMNESIS
(Dilakukan aloanamnesis terhadap orangtua pasien pada tanggal 30 Agustus 2018 jam
14.00 WITA di ruang perawatan sub-bagian hemato-onkologi).
 Keluhan utama : Bengkak pada wajah
 Keluhan tambahan : Muntah

2.1 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang ke poliklinik Estella diantar oleh kedua orang tua dengan keluhan utama
bengkak pada sisi kiri wajah dan telah didiagnosis sebagai rabdomiosarkoma dan
direncanakan untuk dilakukan kemoterapi. Awalnya, bengkak pada sisi kiri wajah muncul
sejak 3 bulan SMRS. Sebelum muncul bengkak, pasien mengeluhkan adanya nyeri gigi,
yang setelah diperiksa ditemukan adanya massa dengan ukuran sebesar bola golf, lama-
kelamaan membesar hingga diameter +/- 7cm dengan disertai nyeri. Nyeri terutama

1
dirasakan saat ditekan. Demam, batuk-beringus, mual-muntah disangkal oleh pasien.
Penurunan nafsu makan dan berat badan juga dikeluhkan pasien.

Dari anamnesis didapatkan, pada awalnya pasien 2 bulan lalu (Juni 2018) datang
berobat ke RSUP Prof Kandou dengan keluhan utama terdapat benjol serta bengkak pada
sisi kiri wajah. Bengkak awalnya muncul terlebih dahulu sekitar 1 bulan SMRS. Bengkak
pada wajah muncul bersamaan dengan gigi yang baru tumbuh, lama-kelamaan bengkak
makin membesar dan pasien mengeluh nyeri. Nyeri terutama dirasakan apabila ditekan.
Bengkak kemudian tampak sebagai benjolan yang timbul dari bagian rongga mulut pasien.
Orang tua pasien juga mengatakan bahwa teraba benjolan-benjolan kecil pada daerah leher
pasien. Pasien juga dikeluhkan muntah sejak 2 hari SMRS dengan frekuensi 4 kali perhari.
Volume muntah pasien sekitar ¼ - ½ gelas air kemasan, berisi cairan dan sisa makanan.
Riwayat mimisan, muntah darah serta BAB berwarna hitam disangkal oleh orang tua
pasien. Riwayat batuk pilek disangkal, riwayat demam juga disangkal oleh orang tua
pasien. BAB dan BAK pasien tidak ada keluhan. Selama sakit, orang tua pasien
mengatakan pasien mengeluhkan nafsu makan menurun dan pasien tampak lesu.

2.2 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


 Morbili (-)
 Varisela (-)
 Pertusis (-)
 Diare (-)
 Cacing (-)
 Batuk/pilek (+)
 Lain-lain: Penderita telah didiagnosis dengan Rabdomiosarkoma sejak bulan Juni
2018

2.3 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit maupun gejala yang sama seperti
pasien.

2
SILSILAH KELUARGA

IDENTITAS ORANG TUA


Nama Ibu : JT
Usia : 34 tahun
Perkawinan :I
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Nama Ayah : RP
Usia : 34 tahun
Perkawinan :I
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Tateli Jaga Satu
No. Telp : 082187048060

2.4 RIWAYAT PRIBADI ATAU SOSIAL PENDERITA


a. Riwayat Kehamilan
Penderita merupakan anak kedua dari kehamilan yang kedua. Ibu pasien melakukan
pemeriksaan antenatal di RS Pancaran Kasih dan dokter spesialis kandungan sebanyak
9 kali. Ibu penderita mendapatkan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) sebanyak 2 kali.
Selama mengandung, ibu pasien mengaku sehat, tidak mengonsumsi obat-obatan

3
maupun merokok. Riwayat terpapar radiasi, bensin dan cat selama hamil juga
disangkal.

b. Riwayat Persalinan
Penderita lahir cukup bulan secara section cesarean di RS. Pancaran Kasih Manado
dengan ditolong oleh dokter spesialis kandungan. Penderita lahir dengan berat badan
2900 gram dan panjang badan tidak diketahui, waktu lahir penderita langsung
menangis.

c. Riwayat Pasca Lahir


Bayi tidak pernah tampak kuning atau kebiruan. Bayi dapat menetek dengan baik.
Setelah lahir penderita dirawat gabung dengan ibu dan dinyatakan sehat oleh dokter.

d. Riwayat Pemberian Makanan


Pasien diberikan ASI dari lahir sampai usia 6 bulan. Disamping ASI, pasien juga
diberikan PASI berupa susu formula dari pasien umur 6 bulan sampai usia 10 bulan.
Pasien diberikan bubur susu dari pasien umur 6 bulan sampai 8 bulan, bubur saring
sejak pasien berumur 8 bulan sampai 10 bulan. Saat pasien memasuki usia 10 bulan
sampai usia 11 bulan, pasien diberikan bubur halus yang dimasak sendiri. Sejak usia
11 bulan sampai sekarang, pasien diberikan nasi lembek yang dicampurkan lauk berupa
daging dan ikan.

e. Riwayat Tumbuh Kembang


Perkembangan pasien:
Menurut orangtua, pasien sudah bisa membalik saat umur 4 bulan, tengkurap umur
5 bulan, bisa duduk umur 8 bulan, bisa merangkak umur 12 bulan dan sudah bisa berdiri
saat umur 13 bulan sampai bisa berjalan saat pasien berumur 13 bulan. Pasien sudah
bisa merespon lingkungan dengan cara tertawa kepada orang lain sejak usia 3 bulan,
hingga bisa memanggil papa dan mama saat pasien berumur 10 bulan. Orangtua
mengatakan bahwa pasien bertumbuh dan berkembang seperti usia teman sebayanya.

4
f. Riwayat Imunisasi
Penderita mendapat vaksinasi BCG pada lengan kanan satu kali, polio 4 kali, DPT
sebanyak 4 kali, HiB 4 kali, hepatitis B 3 kali dan campak 2 kali.

2.5 KEADAAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA, TERMASUK LINGKUNGAN/


TEMPAT TINGGAL
Sosial Ekonomi
Ayah penderita bekerja sebagai wiraswasta dan ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Biaya pengobatan ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kelas
III.

Lingkungan
Penderita tinggal di rumah permanen, beratap seng, berdinding beton, dan berlantai
tegel. Terdapat 2 buah kamar yang dihuni oleh 4 orang, terdiri dari 2 dewasa dan 2
anak-anak. Kamar mandi terletak didalam rumah. Sumber air minum dari air kemasan.
Sumber penerangan listrik dari PLN. Penanganan sampah dengan cara dibuang ke
tempat sampah.

III. DATA DAN KONDISI PENDERITA SAAT DIJADIKAN KASUS PANJANG


Pemeriksaan dilakukan di ruang perawatan anak bagian hemato-onkologi pada tanggal
30 Agustus 2018 jam 14.00 WITA.
Keluhan :
Bengkak pada wajah sisi kiri (+), nyeri tekan (+), demam (-), batuk dan pilek (-),
perdarahan hidung dan gusi (-), asupan oral menurun, BAK dan BAB tidak ada
keluhan.
Keadaan umum :
Tampak sakit, kesadaran compos mentis

Status Antropometri:
Berat Badan : 11 kg
Tinggi Badan : 87 cm
BSA : 0,51

5
Status Gizi:
Laki-laki 3 tahun, BB 11 kg, TB 87 cm. Menurut kurva WHO anak laki-laki 2 to 5
years:
 Weight for Height

Status gizi = gizi baik (SD 2 sampai -2)


Tanda vital: Tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 110x/m (reguler, isi cukup, kuat angkat),
laju pernafasan 32x/menit (reguler), suhu badan 36,9oC.
Kulit: Warna sawo matang, tanda perdarahan (-), effloresensi (-), jaringan parut
tidak ada, pigmentasi (-), bercak-bercak kebiruan (-) di daerah kaki, edema
(-), kulit berkeriput (-), ikterik (-)

Kepala dan Leher


Kepala: Rambut hitam, tidak mudah dicabut, tidak terdapat hematoma.
Status lokalis: Terdapat benjolan pada rongga mulut sebelah kiri, berdiameter 7cm, tidak
bergerak, batas tidak tegas, konsistensi teraba kenyal tidak berdarah,
berwarna merah dan terdapat nyeri tekan.

6
Mata: OD: Edema palpebra (-), konjugtiva anemis (-), sklera ikterik (-), lensa
jernih (+), pupil bulat (+), refleks kornea (+), refleks cahaya (+),
eksoftalmus (-), ptosis (-)
OS: Edema palpebra (-), konjugtiva anemis (-), sklera ikterik (-), lensa
jernih (+), pupil bulat (+), refleks kornea (+), refleks cahaya (+),
eksoftalmus (-), ptosis (+)
Hidung: Bentuk normal, sekret (-/-), deviasi septum (-), pernafasan cuping hidung
(-)
Telinga: Bentuk normal, sekret (-/-), serumen (-/-) minimal
Mulut: Sianosis (-), mukosa basah, atrofi papil lidah (-), caries dentis (-), ulkus (-)
Tenggorokan: Tonsil T1 – T1, hiperemis (-), hiperemis faring (-)
Leher: Trakea letak tengah, pembesaran kelenjar getah bening colli (-)
Dada: Bentuk simetris, retraksi (-)

Jantung
Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi: Ictus cordis tidak teraba
Perkusi: batas kiri jantung pada linea midclavicularis kiri, batas kanan jantung pada
linea parasternalis kanan, batas atas setinggi sela iga III kiri.
Auskultasi: frekuensi detak jantung 110x/menit, reguler, bising tambahan tidak ada

Paru
Inspeksi: Pergerakan dinding dada simetris, retraksi tidak ada
Palpasi Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi: Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi: Suara pernapasan bronkovesikuler kanan = kiri, ronki tidak ada, wheezing
tidak ada.

Abdomen
Inspeksi: datar
Palpasi: lemas, nyeri tekan (-)

7
Hepar: tidak teraba pembesaran
Lien: tidak teraba pembesaran
Auskultasi: bising usus dalam batas normal
Perkusi: timpani, ascites (-)

Tulang belakang: deformitas tidak ada

Alat kelamin: laki-laki, normal

Anggota gerak: akral hangat, deformitas tidak ada, edema tidak ada, paresis tidak
ada, CRT <2 detik, sianosis tidak ada

Otot: tonus otot normal di keempat ekstremitas

Refleks: refleks fisiologis normal, refleks patologis tidak ada

Sensorik: kesan normal

Motorik:
5 5
5 5

Pemeriksaan Nervus Kranialis:


N.I = tidak ada gangguan penciuman
N.II = ada gangguan penurunan tajam penglihatan pada mata
sebelah kiri pasien, refleks cahaya +/+, refleks kornea +/-
N.III, IV, VI = ada kelainan pada gerakan bola mata
N.V = tidak ada kelainan
N.VII = ada kelainan pada wajah pasien antara kanan dan kiri tidak
simetris, serta ptosis pada mata kiri (+).
N.VIII = tidak ada gangguan pendengaran

8
N.IX = tidak ada kelainan
N.X = tidak ada kelainan
N.XI = tidak ada kelainan
N.XII = tidak ada kelainan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium RSUP Prof Kandou tanggal 18/08/2018
Parameter Hasil Parameter Hasil

Leukosit 8,7 10^3/uL Eosinofil 0%

Eritrosit 4.43 10^6 Basofil 0%

Hemoglobin 11,8 g/dL Netrofil batang 22%

Hematokrit 35,3 % Netrofil Segmen 58%

Trombosit 396 10^3/uL Limfosit 12%

MCH 26,7 pg Monosit 8%

MCHC 33.5 g/dL Chlorida 102,1 mEq/L

MCV 79,6 fL Natrium 140 mEq/L

Kalium 4,84 mEq/L

Pemeriksaan MRI kepala dengan kontras (19/06/2018)


Hasil pemeriksaan MRI kepala dengan kontras:
Tampak massa berbatas kurang tegas tepi lobulated pada maksilaris kiri yang meluas ke
cavum nasi kiri, meluas ke sinus ethmoidalis kiri, meluas ke sinus sphenoidalis, os zygoma kiri,
pterygoid plate kiri, meluas ke intracranial-parasella kiri, meluas ke cavum orbita kiri dan
mendesak globe ke anterior (ukuran +/- 4,9x5,6x6,6cm). Pada pemberian kontras tampak
penyangatan.
Tampak mastoiditis bilateral
 Midline shift: -

9
 Basal ganglia, thalamus: normal
 Kapsula interna: normal
 Midbrain, pons, medulla: normal
 Cerebellum: normal
 Ventrikel: normal
 Sulci dan sisterna basalis: di luar lesi normal
 Sinus-sinus vena dural: normal
 Arteri intracranial: normal
 CV junction: normal
Kesan: sugestif malignant mass + mastoiditis bilateral.

Pemeriksaan Hapusan darah tepi (21/06/2018)


Hasil pemeriksaan hapusan darah tepi di lab RSUP Prof Kandou:
Eritrosit: eritrosit normositik, eritrosit polokromasia (-), sel pensil (-), ovalosit (-),
sel target (-), acanthosit (-), stamatosit (-), tear drop cell (-), burr cell (-), fragmented (-),
rouleux formation (-), normoblast (-), malaria (-)
Leukosit: jumlah cukup, dengan peningkatan dari sel neutrophil segment,
vakuolisasi (-), hipersegmentasi (-), granulasi toksik (+), giant stab (-), aurer rod (-),
limfosit plasma biru (-), limfosit atipik (+), blast (-), eosinofil 5% (1-5), basofil 0% (0-1),
netrofil batang 3% (2-8), netrofil segmen 48% (22-46), limfosit 36% (37-73), monosit 8%
(2-11).
Trombosit: jumlah meningkat, giant trombosit (-), agregasi trombosit (-),
megakroblast (-)
Resume: eritrosit normositik normokrom, leukosit dengan shift to the right, granulasi
toksik (+). Limfosit atipik (+), trombositosis.
Kesan leukositosis dengan tanda-tanda inflamasi atau infeksi, trombositosis.

Pemeriksaan FNAB (26/06/2018)


Hasil pemeriksaan FNAB di lab PA RSUP Prof Kandou:
 Makroskopis: FNAB tumor regio facialis sinistra ukuran 5x4cm, sejak kurang lebih 1 bulan
lalu.

10
 Mikroskopik: Hapusan tumor facialis terdiri dari sel-sel bentuk bulat lebih dari 1-2 kali sel
limfosit dengan inti kromatin kasar, sedikit pleomorfik, ada juga sel-sel limfosit matur.
Latar belakang sel darah merah.
 Kesimpulan: Round cell tumor sangat mengarah malignansi yang jenisnya sukar
ditentukan.

Pemeriksaan Histopatologi (20/07/2018)


Hasil pemeriksaan histopatologi lab PA malalayang:
 Makroskopis: diterima sepotong jaringan ukuran panjang 2 cm diameter 0,2cm. Proses
semua.
 Mikroskopis: Sediaan telah dipotong seri. Tampak potongan jaringan tumor dengan sel-sel
bentuk bulat lebih besar dari limfosit matur. Sel-sel tersebar difus dan monoton. Kromatin
inti granuler kasar.
 Kesimpulan: suatu keganasan sulit ditentukan secara pasti jenisnya. Gambaran yang
ada sangat cenderung pada satu maltoma.

Setelah dievaluasi lagi sediaan pada tanggal 20 agustus 2018 didapatkan: malignant
tumor dengan dd neuroendocrine carcinoma, sinonasal undifferentiated carcinoma,
sinonasal neuroblastoma, sinonasal embryonal rhabdomyosarcoma.

V. RESUME MASUK
Penderita anak laki-laki usia 3 tahun dengan berat badan 11 Kg, tinggi badan 87cm,
MRS: 15 Agustus 2018 dengan diantar oleh keluarganya ke poliklinik Estella dengan
keluhan utama bengkak pada wajah sisi kiri dan telah didiagnosis sebelumnya dengan
rhabdomyosarcoma dan direncanakan untuk dilakukan kemoterapi.
Dari anamnesis didapatkan, pada awalnya pasien 2 bulan lalu (Juni 2018) datang
berobat ke RSUP Prof Kandou dengan keluhan utama terdapat benjol serta bengkak pada
sisi kiri wajah. Bengkak awalnya muncul terlebih dahulu sekitar 1 bulan SMRS. Bengkak
pada wajah muncul bersamaan dengan gigi yang baru tumbuh, lama-kelamaan bengkak
makin membesar dan pasien mengeluh nyeri. Nyeri terutama dirasakan apabila ditekan.

11
Bengkak kemudian tampak sebagai benjolan yang timbul dari bagian rongga mulut pasien.
Orang tua pasien juga mengatakan bahwa teraba benjolan-benjolan kecil pada daerah leher
pasien.
Selain keluhan utama yaitu benjolan, pasien juga dikeluhkan muntah sejak 2 hari
SMRS dengan frekuensi 4 kali perhari. Volume muntah pasien sekitar ¼ - ½ gelas air
kemasan, berisi cairan dan sisa makanan. Riwayat mimisan, muntah darah serta BAB
berwarna hitam disangkal oleh orang tua pasien. Riwayat batuk pilek disangkal, riwayat
demam juga disangkal oleh orang tua pasien. BAB dan BAK pasien tidak ada keluhan.
Selama sakit, orang tua pasien mengatakan pasien mengeluhkan nafsu makan menurun dan
pasien tampak lesu.
Pada pemeriksaan fisik saat penderita dijadikan laporan kasus panjang tanggal 30
Agustus 2018, didapatkan berat badan 11 kg dengan tinggi badan 87 cm. keadaan umum
tampak sakit dan kesadaran compos mentis. Status gizi menurut kurva WHO anak laki-laki
2 to 5 years: Weight for Height penderita digolongkan pada gizi baik (SD 2 sampai -2).
Tanda vital didapatkan tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 110x/m (reguler, isi cukup, kuat
angkat), laju pernafasan 32x/menit (reguler), suhu badan 36,9oC (aksila). Pada
pemeriksaan kepala dan leher didapatkan konjungtiva tidak anemis dan sklera tidak ikterik.
Status lokalis terdapat benjolan pada rongga mulut sebelah kiri, berukuran 7cm, tidak
bergerak berbatas tidak tegas, konsistensi teraba kenyal tidak berdarah, benjolan berwarna
merah, nyeri saat ditekan. Pemeriksaan abdomen tampak cembung, lemas dengan bising
usus normal. Hepar tidak teraba pembesaran, suhu sama dengan suhu bagian tubuh
disekitarnya. Lien tidak ada pembesaran. Pada ekstremitas tidak sianosis, teraba hangat
dengan capillary refill time (CRT) < 2 detik. Pada pemeriksaan nervus kranial didapatkan
ada kelainan pada nervus II, refkejs cahaya nata kiri terganggu, nervus III, IV, VI ada
kelainan pada bola mata, eksoftalmus dan ptosis, pada nervus VII terjadi kelainan pada
wajah pasien antara kanan dan kiri tidak simetris.
Hasil laboratorium pada saat masuk rumah sakit tanggal 18 agustus 2018 didapakan
leukosit (/uL) 8,7 x 103/uL, eritrosit 4,43 106 /uL, hemoglobin (g/dl) 11,8 g/dL, hematokrit
(%) 35,3%, trombosit (/uL) 396 x 103/uL, MCH 26,7pg, MCHC 33,5g/dL, MCV.79,6 Fl.
Dari pemeriksaan hitung jenis leukosit didapatkan eosinofil 0%, basofil 0%, netrofil batang

12
22%, netrofil segmen 58%, limfosit 12% dan monosit 8%. Pemeriksaan eletrolit
didapatkan natrium 140 mEq/L, kalium 4,84 mEq/L dan klorida 102,1 mEq/L.
Hasil pemeriksaan diagnostik patologi anatomi 13 juli 2018 lokasi jaringan yang
diambil buccal sinistra, mikroskopik: diterima sepotong jaringan putih ukuran panjang 2
cm ukuran diameter 0,2 cm. Makroskopik sediaan telah dipotong seri. Tampak potongan
jaringan tumor dengan sel-sel bentuk bulat lebih besar dari limfosit matur. Sel-sel tersebar
difus dan monoton. Kromatin inti granuler kasar dengan kesimpulan satu keganasan sulit
ditentukan secara pasti jenisnya. Gambaran yang ada sangat cenderung pada suatu
maltoma.
Setelah dilakukan evaluasi kembali sediaan pada tanggal 20 Agustus 2018
didapatkan: malignant tumor dengan dd neuroendocrine carcninoma, sinonasal
undifferentiated carcinoma, sinonasal neuroblastoma, sinonasal embryonal
rhabdomyosarcoma.

VI. DIAGNOSIS
Rabdomiosarkoma tipe embrional (C49.0)

VII. PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
 Paracetamol 120mg 3x1 cth per oral
 Ondansentron 2x2mg intravena
 Vincristine 0,75 gram intravena
 Doxorubicin 0,5 gram intravena
 Cyclophosphamide 0,6 gram intravena

13
FOLLOW UP

23 Agustus 2018 (pengamatan hari pertama)


S Bengkak pada wajah sebelah kiri (+), demam (-)
O Keadaan umum: Tampak sakit Kesadaran: Compos mentis
TD: 90/60 mmHg N: 114x/menit R: 24 x/menit S: 36,4oC SpO2: 98%
TB: 87cm BB: 11Kg
R. Bucal: terdapat benjolan pada rongga mulut sebelah kiri, berdiameter 7cm, tidak
bergerak, berbatas tidak tegas, konsistensi teraba kenyal dan tidak berdarah,
benjolan berwarna merah dan nyeri saat ditekan.
Kepala: Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada.
Leher: Pembesaran KGB Colli tidak ada
Thoraks: Simetris, retraksi tidak ada
Cor: Bising tidak ada
Pulmo: Suara paru bronkovesikuler, Rhonki tidak ada , Wheezing tidak ada
Abdomen: Cembung, lemas, bising usus normal
Hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 3 detik
Genitalia: jenis kelamin laki-laki, normal
A Rabdomiosarkoma tipe embryonal (C49.0)
P Medikamentosa:
 Paracetamol 120mg 3x1 cth per oral (k/p)
 Pro vincristine
 Vincristine 0,75gr
Pemantauan: Tanda-tanda vital

14
FOLLOW UP

24 Agustus 2018 (pengamatan hari kedua)


S Bengkak pada wajah sebelah kiri (+), demam (-)
O Keadaan umum: Tampak sakit Kesadaran: Compos mentis
TD: 90/60 mmHg N: 104x/menit R: 24 x/menit S: 36,4oC SpO2: 98%
TB: 87cm BB: 11Kg
R. Bucal: terdapat benjolan pada rongga mulut sebelah kiri, berdiameter 7cm, tidak
bergerak, berbatas tidak tegas, konsistensi teraba kenyal dan tidak berdarah,
benjolan berwarna merah dan nyeri saat ditekan.
Kepala: Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada.
Leher: Pembesaran KGB Colli tidak ada
Thoraks: Simetris, retraksi tidak ada
Cor: Bising tidak ada
Pulmo: Suara paru bronkovesikuler, Rhonki tidak ada , Wheezing tidak ada
Abdomen: Cembung, lemas, bising usus normal
Hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 3 detik
Genitalia: jenis kelamin laki-laki, normal
A Rabdomiosarkoma tipe embryonal (C49.0)
P Medikamentosa:
 Paracetamol 120mg 3x1 cth per oral (k/p)
 Post vincristine
Pemantauan: Tanda-tanda vital, reaksi kemoterapi.

15
FOLLOW UP

25 Agustus 2018 (pengamatan hari ketiga)


S Bengkak pada wajah sebelah kiri (+), demam (+), muntah 2x
O Keadaan umum: Tampak sakit Kesadaran: Compos mentis
TD: 90/60 mmHg N: 119x/menit R: 26x/menit S: 36,9oC SpO2: 97%
TB: 87cm BB: 11Kg
R. Bucal: terdapat benjolan pada rongga mulut sebelah kiri, berdiameter 7cm, tidak
bergerak, berbatas tidak tegas, konsistensi teraba kenyal dan tidak berdarah,
benjolan berwarna merah dan nyeri saat ditekan.
Kepala: Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada.
Leher: Pembesaran KGB Colli tidak ada
Thoraks: Simetris, retraksi tidak ada
Cor: Bising tidak ada
Pulmo: Suara paru bronkovesikuler, Rhonki tidak ada , Wheezing tidak ada
Abdomen: Cembung, lemas, bising usus normal
Hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 3 detik
Genitalia: jenis kelamin laki-laki, normal
A Rabdomiosarkoma tipe embryonal (C49.0)
P Medikamentosa:
 Paracetamol 120mg 3x1 cth per oral (k/p)
 Ondansentron 2x2mg intravena
Pemantauan: Tanda-tanda vital, reaksi kemoterapi

16
FOLLOW UP

26 Agustus 2018 (pengamatan hari keempat)


S Bengkak pada wajah sebelah kiri (+), demam (+), muntah 1x
O Keadaan umum: Tampak sakit Kesadaran: Compos mentis
TD: 90/60 mmHg N: 102x/menit R: 24 x/menit S: 37oC SpO2: 98%
TB: 87cm BB: 11Kg
R. Bucal: terdapat benjolan pada rongga mulut sebelah kiri, berdiameter 7cm, tidak
bergerak, berbatas tidak tegas, konsistensi teraba kenyal dan tidak berdarah,
benjolan berwarna merah dan nyeri saat ditekan.
Kepala: Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada.
Leher: Pembesaran KGB Colli tidak ada
Thoraks: Simetris, retraksi tidak ada
Cor: Bising tidak ada
Pulmo: Suara paru bronkovesikuler, Rhonki tidak ada , Wheezing tidak ada
Abdomen: Cembung, lemas, bising usus normal
Hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 3 detik
Genitalia: jenis kelamin laki-laki, normal
A Rabdomiosarkoma tipe embryonal (C49.0)
P Medikamentosa:
 Paracetamol 120mg 3x1 cth per oral (k/p)
 Ondansentron 2x2mg intravena
Pemantauan: Tanda-tanda vital, reaksi kemoterapi

17
FOLLOW UP

27 Agustus 2018 (pengamatan hari kelima)


S Bengkak pada wajah sebelah kiri (+), demam (+), muntah 1x
O Keadaan umum: Tampak sakit Kesadaran: Compos mentis
TD: 90/60 mmHg N: 107x/menit R: 24 x/menit S: 36,7oC SpO2: 99%
TB: 87cm BB: 11Kg
R. Bucal: terdapat benjolan pada rongga mulut sebelah kiri, berdiameter 7cm, tidak
bergerak, berbatas tidak tegas, konsistensi teraba kenyal dan tidak berdarah,
benjolan berwarna merah dan nyeri saat ditekan.
Kepala: Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada.
Leher: Pembesaran KGB Colli tidak ada
Thoraks: Simetris, retraksi tidak ada
Cor: Bising tidak ada
Pulmo: Suara paru bronkovesikuler, Rhonki tidak ada , Wheezing tidak ada
Abdomen: Cembung, lemas, bising usus normal
Hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 3 detik
Genitalia: jenis kelamin laki-laki, normal
A Rabdomiosarkoma tipe embryonal (C49.0)
P Medikamentosa:
 Paracetamol 120mg 3x1 cth per oral (k/p)
 Ondansentron 2x2mg intravena
Pemantauan: Tanda-tanda vital, reaksi kemoterapi.

VIII. PROGNOSIS
 Ad vitam : dubia ad malam
 Ad functionam : dubia ad malam
 Ad sanationam : dubia ad malam

18
BAB II

PEMBAHASAN

Rabdomiosarkoma berasal dari bahasa yunani, (rhabdo yang artinya bentuk lurik,
dan myo yang artinya otot). Rabdomiosarkoma merupakan suatu tumor ganas yang aslinya
berasal dari jaringan lunak (soft tissue) tubuh, termasuk disini adalah jaringan otot, tendon,
dan connective tissue. Pustaka lain juga mengatakan bahwa Rabdomiosarkoma ialah
kanker jaringan lunak yang paling sering pada anak dengan derajat keganasan tinggi dan
diperkirakan timbul dari sel-sel mesenkimal primitif yang kemudian hari menjadi otot
lurik, dapat dijumpai dimana saja dalam tubuh, termasuk di tempat yang tidak biasanya
terdapat otot lurik.1-4

Rabdomiosarkoma merupakan keganasan pada anak dengan presentase sekitar 5%


dari keseluruhan keganasan pada anak dan 20% dari bentuk keganasan di jaringan lunak
yang terjadi pada anak. Usia rata-rata anak yang mengalami rabdomiosarkoma yaitu anak
usia dibawah 15 tahun, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 5:3. Terdapat dua
puncak angka kejadian, yang pertama diantara 2-5 tahun dan yang kedua pada masa remaja
(15-19 tahun).5

Penyebab pasti rabdomiosarkoma pada anak masih belum diketahui. Dari data
epidemiologi, ada indikasi bahwa faktor genetic tampaknya mempunyai peranan penting
pada penyebab. Perkembangan bidang biomolekuler telah menunjukkan indikasi kelainan
kromosom pada berbagai jenis keganasan jaringan lunak. Pada rabdomiosarkoma
translokasi (2;13) (q35;q14) merupakan keadaan yang selalu dapat ditemukan pada subtype
alveolar. Pada subtype embrional sampai saat ini tidak ditemukan kelainan kariotipik,
namun demikian masih dapat ditemukan hilangnya heterogenosit konstitusional (loss of
constitutional heterozygosity) pada kromosom 11 p 15.5-8

Pada kasus ini, penderita berjenis kelamin laki-laki dan usia 3 tahun. Sesuai
kepustakaan, anak laki-laki dengan usia dibawah 15 tahun merupakan kelompok yang lebih
banyak terserang rabdomiosarkoma. Umur dari pasien yaitu 3 tahun juga merupakan
kelompok umur yang paling sering menderita rabdomiosarkoma.

19
Penentuan histiotipe spesifik perlu untuk terapi dan prognosis. Ada empat tipe
subhistologi yang telah diketahui. Tipe embrional menyebabkan sekitar 60% dari semua
kasus dan mempunyai prognosis sedang. Tipe botrioid, merupakan suatu varian bentuk
embrional dimana sel tumor dan stroma yang membengkak menonjol ke dalam rongga
badan seperti sekelompok buah anggur, menyebabkan 6% kasus dan paling sering tampak
di vagina, uterus, kandung kemih, nasofaring dan telinga tengah. Tumor alveolar
menyebabkan kira-kira 15%, ditandai dengan translokasi kromosom t(2;13). Sel tumor
cenderung tumbuh dalam inti (core) yang sering mempunyai ruang mirip celah yang
menyerupai alveoli. Tumor alveolar paling sering terjadi pada tubuh dan anggota gerak dan
mempunyai prognosis yang paling buruk. Tipe pleomorfik (bentuk dewasa) jarang pada
anakanak (1% kasus). Kira-kira 20% penderita diperkirakan mempunyai sarkoma tidak
berdiferensiasi.7-9

 Tipe pleomorfik (sangat jarang) terjadi pada pasien-pasien di atas 45 tahun yang
lainnya tiga dalam 90% kasus terjadi sebelum usia 20 tahun. Varian pleomorfik
mempunyai sel-sel tumor atipik yang besar, beberapa memperlihatkan sitoplasma
yang benyak dengan corakan berlurik yang khas bagi diferensiasi otot rangka.
 Varian-varian lain pada dasarnya adalah tumor-tumor kecil sel biru primitif,
berdiferensiasi buruk yang mempunyai diferensiasi otot rangka fokal
(rabdomiosarkoma dengan sitoplasma eusinofilik dan corakan lurik).
 Embrional rabdomiosarkoma merupakan jenis yang paling sering ditemukan pada
anak, kira-kira 60% dari semua kasus rabdomiosarkoma. Tumor biasa muncul
dimana saja, tetapi paling sering pada genitourinarius, kepala atau leher. Pada
pemeriksaan histologi jenis ini mempunyai variabilitas histologi yang tinggi,
dimana menggambarkan beberapa tingkatan dari morfogenesis otot skeletal.
Merupakan neoplasma dengan diferensiasi tinggi yang terdiri dari rabdomioblas
dengan sitoplasma eosinofilik. Desmin dan aktin yang terdapat pada otot digunakan
untuk mendiagnosis rabdomiosarkoma.

20
Gambar 1. Imunohistokimia pada alveolar dan embrional rabdomiosarkoma.10

Berdasarkan pemeriksaan histologik maka dapat ditentukan derajat keganasannya


(grading):

G1: well differentiated (baik), G2: moderately differentiated (sedang) dan G3:
poorly differentiated (buruk).

Pada kasus ini, ditemukan pasien menderita rabdomiosarkoma tipe embrional, yaitu
tipe yang paling sering menyerang anak-anak. Lokasi tersering munculnya RMS tipe
embrional yaitu kepala, leher dan traktus genitourinarius, pada kasus ditemukan tumor
terdapat pada daerah kepala, yaitu pada region buccalis.

21
Walaupun merupakan tumor yang paling sering dijumpai pada anak-anak, etiologi
dari rabdomiosarkoma tidak diketahui. Rabdomiosarkoma diduga timbul dari mesenkim
embrional yang sama dengan otot serat lintang. Atas dasar gambaran mikroskopik cahaya,
rabdomiosarkoma termasuk kelompok sel “tumor sel bulat kecil”, yang meliputi sarkoma
Ewing, neuroblastoma, tumor neuroektodermal primitf dan limfoma non Hodgkin.
Diagnosis pasti adalah histopatologi atau perlu ditambah pemeriksaan imunohistokimia
dengan menggunakan elektron untuk membedakan gambaran khas.10

Anamnesis mengenai perjalanan penyakit termasuk riwayat adanya kecenderungan


kanker dalam keluarga (L1-Fraumenn), tumor ini jarang memberikan keluhan bila
ukurannya kecil, jenis tumor ini adalah tumor “lunak” tanpa rasa sakit. Penderita mengeluh
bila tumor telah membesar dan memberikan tanda-tanda penekanan jaringan sekitar rumor
seperti neuralgia, paralisis, iskemia, sedangkan penekanan pada system digestif akan
mengakibatkan gejala obstruksi.8,9

Pemeriksaan fisik yang teliti untuk menentukan letak dan ukuran tumor dan
kelenjar getah bening regional. Bisa juga ditemukan adanya proptosis mata, polyposis
(telinga, hidung, vagina), hidung selalu berdarah, gangguan saraf otak, rangsang meningen
positif, sesak nafas, retensi urine, anemia, dan perdarahan. Tumor superfisial akan mudah
teraba dan terdeteksi awal, sedangkan tumor profundal bisa jadi membesar sebelum
menimbulkan gejala.11,12

Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan termasuk darah lengkap, faal hati dan
ginjal, elektrolit serum, kalsium dan bila mungkin kadar magnesium, asam urat dan fungsi
pembekuan. Aspirasi sumsum tulang juga diperlukan untuk dugaan RMS parameningeal.13

Untuk menentukan grading, maka diperlukan biopsy dari jaringan tumor. Tumor
>3 cm dilakukan biopsy insisi dan pada tumor <3cm dapat dilakukan biopsi eksisional.12

Prosedur diagnostik ditentukan terutama oleh area yang terlibat. Dengan gejala dan
tanda di daerah kepala dan leher, radiografi harus dilakukan untuk mencari bukti massa
tumor dan untuk petunjuk erosi tulang. Computerized Tomography (CT) harus dikerjakan
untuk mengenali perluasan intrakranial dan dapat juga memperlihatkan keterlibatan tulang
pada dasar tengkorak yang sulit divisualisasikan secara radiografis. Untuk tumor di perut
dan pelvis, pemeriksaan USG dan CT dengan media kontras oral dan intravena dapat

22
membantu menentukan batas massa tumor. Sistouretrogram bermanfaat untuk tumor di
kandung kemih. Scan radionuklida dan survey metastasis tulang menyeluruh sebaiknya
dikerjakan sebelum pembedahan defenitif. Radiografi dada dan CT harus dilakukan, dan
sumsum tulang (aspirasi serta biopsi jarum) harus diperiksa. Elemen paling penting pada
tindakan diagnostik adalah pemeriksaan jaringan tumor. Pada kasus ini telah dilakukan
pemeriksaan radiologi berupa MRI dengan kontras pada tanggal 19 juni dengan kesan
sugestif malignant mass + mastoiditis bilateral.9,10

Dalam mendiagnosis sebuah rabdomiosarkoma, diagnosis pasti dapat ditegakkan


dengan menggunakan pemeriksaan histopatologi. Pemeriksaan ini dapat membedakan 4
tipe RMS, yaitu alveolar, embrional, pleimorfik dan undifferentiated.

Pada pemeriksaan mikroskopis dari alveolar rabdomiosarkoma tampak


kelompokan sel-sel yang dibatasi oleh septa-septa jaringan ikat fibrous yang tebal yang
mempunyai gambaran seperti alveolar pada paru yang ireguler. Sel-sel yang terletak pada
bagian sentral cenderung tersusun lebih renggang dan mengalami diskohesi. Pada tumor
ini juga terdapat bagian yang solid yang tidak berbentuk alveolar yang terdiri dari sel-sel
tumor yang padat.

Dari anamnesis ditemukan bengkak awalnya muncul sekitar 1 bulan SMRS.


Bengkak pada wajah muncul bersamaan dengan gigi yang baru tumbuh sehingga awalnya
orang tua pasien mengira bengkak disebabkan oleh gigi yang baru tumbuh. Lama-
kelamaan bengkak makin membesar dan pasien mengeluh nyeri. Nyeri terutama jika
ditekan. Gejala-gejala tersebut sesuai dengan kepustakaan yang mengatakan bahwa
keluhan yang sering pada penderita RMS adalah massa yang nyeri maupun tidak nyeri.

Pada kasus ini telah dilakukan pemeriksaan histopatologi dengan hasil lokasi
jaringan yang diambil dari buccal sinistra, secara mikroskopik tampak jaringan putih
ukuran panjang 2 cm dan diameter 0,2 cm. Secara makroskopik tampak sediaan telah
dipotong seri. Tampak potongan jaringan tumor dengan sel-sel bentuk bulat lebih besar
dari limfosit matur. Sel-sel tersebar difus dan monoton. Kromatin inti granuler kasar
dengan kesimpulan suatu keganasan sulit ditentukan secara pasti jenisnya. Gambaran yang
ada sangat cenderung pada suatu maltoma.

23
Setelah dilakukan evaluasi ulang pada sediaan tanggal 20 agustus 2018 didapatkan
kesan yaitu malignant tumor dengan dd neuroendocrine carcinoma, sinonasal
undifferentiated carcinoma, sinonasal neuroblastoma, sinonasal embryonal
rhabdomyosarcoma.

Gejala dari RMS tergantung pada tempat tumor primer, dari mulai tanpa gejala
sampai pada proptosis mata, poliposis (tumor) di daerah telinga, hidung, atau vagina atau
hidung selalu berdarah. Tumor didaerah kepala dan leher dapat menyerupai parotitis atau
menyebabkan disfungsi neurologis akibat pendesakan tumor ke dalam otak, tumor di
daerah penis dapat menyebabkan gangguan kencing atau retensi urin. Lesi perifer lebih
dini setelah itu susunan saraf pusat, kelenjar regional, tulang, jaringan lunak dan sumsum
tulang.8,11-13

Perluasan luas ke dalam kranium dapat menyebabkan paralisis saraf cranial, buta
dan tanda peningkatan tekanan intrakranial dengan sakit kepala dan muntah. Bila tumor
timbul di wajah atau di leher dapat timbul pembengkakan yang progresif dengan gejala
neurologis setelah perluasan regional. Tumor primer di orbita biasanya didiagnosis pada
awal perjalanan karena disertai proptosis, edema periorbital, ptosis, perubahan ketajaman
penglihatan dan nyeri lokal. Bila tumor ini timbul di telinga tengah, gejala awal paling
sering adalah nyeri, kehilangan pendengaran, otore kronis atau massa di telinga, perluasan
tumor menimbulkan paralisis saraf cranial dan tanda dari massa intrakranial pada sisi yang
terkena. Croupy cough yang tidak mau reda dan stridor progresif dapat menyertai
rabdomiosarkoma laring.8,10-12

Pada kasus didapatkan gejala klinis terdapat massa pada bagian kiri wajah sehingga
mengakibatkan proptosis pada mata dan edema periorbital, selain itu juga terdapat nyeri
tekan pada massa. Terdapat juga gangguan pada nervus kranialis terutama nervus VII.

24
Staging rabdomiosarkoma

Tabel 1. Sarcoma jaringan halus – Staging TNM dari rabdomiosarkoma.14

Stage Lokasi Invasi ke jaringan Ukuran N M


sekitar tumor

I Mata, kepala, leher, traktus T1 atau T2 a atau b N0 / N1 / Nx M0


genitourinarius

II Kandung kemih / prostat, T1 atau T2 a N0 / Nx M0


jalur parameningeal kranialis

III Kandung kemih / prostat, T1 atau T2 ab N1 N0 / N1 / M0


jalur parameningeal kranialis Nx

IV Lokasi manapun T1 atau T2 a atau b N0 / N1 M1

T = Tumor N = Nodul regional M= Metastasis

T1 = tidak ada invasi ke N0 = tidak ada nodul Tidak ada metastase jauh
jaringan sekitar

T2 = ada invasi atau fiksasi ke N1 = terdapat nodul Terdapat metastase jauh


jaringan sekitar

A = diameter < 5 cm Nx = status nodul tidak M1 ditambah sitology CSF


diketahui yang positif
B = diameter > 5 cm

Staging tumor dengan menggunakan sistem staging oleh American Joint Committee on
Cancer staging system yaitu dengan berdasarkan pada ukuran tumor (T), kedalaman, nodul (N)
dan adanya metastase (M), serta grading secara histologis (G). Tumor dengan nekrosis diatas 15%
dan tingkat mitosis diatas 5-10 per high power field

Penatalaksanaan

 Tumor primer

25
 Tumor yang resektabel: dilakukan pembedahan radikal pada tumor yang resektabel
dengan syarat: tumor dapat diangkat semua dan batas sayatan bebas sel tumor
ganas.

Terdapat 2 macam prosedur pembedahan yaitu:

 Eksisi luas local: untuk G1 dan tumor masih terlokalisir


 Eksisi luas radikal : untuk G3 dan tumor sudah menyebar regional/KGB

Apabila pengangkatan tumor lengkap baik makroskopik maupun mikroskopik.


Radioterapi tidak diperlukan, radioterapi diberikan bila terdapat sisa tumor atau metastasis
setelah operasi dan berkisar antara 6000-6500 cGY, tergantung pada umur dan letak tumor.
Biasanya dapat diberikan pada daerah tumor (local control) pada 90% kasus, tetapi dengan
efek samping yang cukup berat. Penambahan kemoterapi pada radioterapi dan operasi
secara dramatis telah meningkatkan kesintasan sejak 20 tahun terakhir. Kemoterapi dapat
diberikan sebagai adjuvant maupun non-adjuvan. Kombinasi vinkristin dan daktinomisin
biasanya cukup baik untuk tumor dengan prognosis baik.8

 Tumor yang rekuren (kambuh) Pembedahan yang tidak adekuat dan manipulasi tumor
pada saat pembedahan merupakan penyebab timbulnya rekuren local. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan adalah :
 Evaluasi kembali derajat keganasan dengan melakukan biopsi insisional.
 Nilai kembali ekstensi tumor dalam mempertimbangkan reeksisi tumor untuk tujuan
kuratif.

Untuk prognosis menengah umumnya dipakai kombinasi vinkristin, daktinomisin


dan siklofosfamid. Beberapa pusat pengobatan mengganti siklofosfamid dengan ifosfamid.
Pasien yang kambuh dapat dicoba dengan kombinasi ifosfamid dan etoposid. Ada pula
yang menambahkan doksorubisin pada kombinasi VAC, namun penambahan ini tidak
mempengaruhi kesintasan secara bermakna pada stadium III dan IV. Pasien dengan tumor
parameningeal mempunyai resiko tinggi untuk keterlibatan susunan saraf pusat (SSP).
Untuk ini perlu dipertimbangkan pemberian kemoterapi, intratekal sebagai profilaksis.8

Pada kasus ini, pasien telah menjalani regimen kemoterapi sesuai dengan protocol
The Soft Tissue Sarcoma Committee of The Children’s Oncology Group (COG) dengan

26
vincristine, dactinomycin, cyclophosphamide dan mesna. Pasien belum dioperasi maupun
diradioterapi dikarenakan dalam proses kemoterapi belum ditemukan tanda-tanda
metastase.

Selain kemoterapi, pilihan terapi lainnya untuk pasien dengan kanker adalah
radioterapi. Radioterapi menggunakan radiasi berenergi tinggi untuk membunuh sel
kanker. Radioterapi dapat digunakan pada sel kanker yang tertinggal setelah dilakukan
tindakan operasi. Radioterapi biasanya dilakukan 6-12 minggu setelah kemoterapi. Efek
samping dari radioterapi diantaranya dapat mengakibatkan luka bakar ringan hingga
sedang pada kulit. jika radioterapi pada daerah perut, pasien dapat merasakan mual,
muntah, dan diare. Sindrom nervus cranialis dapat timbul ketika terjadi metastasis pada
tulang dasar tengkorak sehingga dapat mengakibatkan keluhan nyeri pada bagian wajah,
kelemahan, kehilangan rangsang sensorikm perubahan suara maupun disfagia.

Setelah pasien menjalani terapi lain baik operasi, radioterapi, maupun kemoterapi,
pasien juga dapat menjalani rehabilitasi medis. Rehabilitasi medis terutama bertujuan
untuk mengoptimalkan fungsi atau mengurangi efek samping dari terapi lain. Untuk pasien
post-operasi, rehabilitasi pada pasien RMS bertujuan untuk memaksimalkan range of
motion (ROM), kekuatan otot dan fungsinya. Selain secara fisiologis, intervensi secara
psikologis dapat dilakukan dengan menjelaskan mengenai kemungkinan akibat dari
operasi yang berhubungan dengan kemampuan fungsi di kemudian hari. Pasien juga dapat
mengalami depresi dan anxietas berhubungan dengan keadaannya, oleh sebab itu maka
dibutuhkan pendekatan secara psikologis. Terutama apabila terjadi metastasis dari tumor
sehingga dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya depresi dan distress.15,16

Prognosis pada pasien dengan RMS tergantung dari ukuran tumor, lokasi tumor,
kedalaman tumor, derajat keganasan, sel nekrosis, serta gambaran histologis. Pasien
dengan ukuran tumor lebih kecil dari 5cm memiliki prognosis yang lebih baik daripada
tumor dengan ukuran yang lebih besar. Ada atau tidaknya metastasis juga mempengaruhi
prognosis, dimana terdapat adanya metastasis dapat memperburuk prognosis untuk pasien.

Untuk mencapai angka ketahanan hidup (survival rate) yang tinggi diperlukan
kerjasama yang erat dengan disiplin lain, diagnosis klinis yang tepat, strategi pengobatan

27
yang tepat, dimana masalah ini tergantung dari: evaluasi patologi anatomi pasca bedah,
evaluasi derajat keganasan, perlu/tidaknya terapi adjuvant (kemoterapi atau radioterapi).

Pada kasus ini, prognosis ad vitam dari pasien adalah dubia ad malam dikarenakan
ukuran dari tumor yang lebih dari < 5cm dan telah adanya tanda-tanda dari penekanan
nervus kranialis, prognosis ad sanationam dari pasien juga dubia ad malam oleh karena
mata kiri pasien telah mengalami gangguan fungsi akibat penekanan nervus kranialis oleh
benjolan, dan prognosis ad sanationam adalah dubia ad malam oleh karena belum ada
perubahan meski telah dilakukan kemoterapi..

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Wexler LH, Crist WM, Helman LJ. Rhabdomyosarcoma and the undifferentiated
sarcomas. Dalam Pizzo PA and Poplack DG, penyunting. Principle and practice of
pediatric oncology. Edisi ke-4. Philadelphia: Lippicot Williams & Wilkins; 2002 h. 939-
63.
2. Bisogno G & Bergeron C. Soft tissue sarcoma. dalam Voute PA, Barret A, penyunting.
Cancer in children, clinical management. Edisi ke-5. New York: Oxford University Press;
2005 h. 68-77.
3. McDowell HP. Update on childhood rhabdomyosarcoma. Arch dis childhood. 2003; 88:
354-7.
4. Andrea S & Jayant R. Rhabdomyosarcoma. Indian J Pediatr 2004; 71(4): 331-7.
5. Bhurgri Y, Bhurgri A, Puri A, et al. Rhabdomyosarcoma in Karachi 1998-2202. Research
communication. Asian pasific j cancer prev 2004;5: 284-90.
6. Crist W, Anderson J, Meza J, Fryer C, Raney R, Ruymann F, et al. Intergroup
rhabdomyosarcoma studi iv: result for patients with nonmetastatic disease. J clin oncol.
2001, 19: 3091-102.
7. Shouman T, El-kest I, Zaza K, Ezzat M, William H, Ezzat I. Rhabdomyosarcoma in
childhood: A retrospective analysis of 190 patients treated at a single institution. J Egypt
nat cancer inst 2005; 17(2): 67-75.
8. Djajadiman Gatot, dkk. Buku ajar Hematologi – Onkologi Anak. IDAI; Jakarta; 2005.
9. A.D.A.M. Medical Encyclopedia. Rhabdomyosarcoma. March 23, 2014. Available from:
http://www.ncbi.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002402/
10. Leonard H, Wexler MD. Rhabdomyosarcoma. Available from :
http://sarcomahelp.org/rhabdomyosarcoma.html
11. Cripe T Timothy. Pediatric Rhabdomyosarcoma. June 16, 2014. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/988803-overview

29
12. Robbins, Cotran, Kumar. Dasar Patologi Penyakit. Jakarta: EGC; 2007. Pg; 761-2.
13. Steenman M, Westerveld A, Mannens M. Genetics of Beckwith-Wiedemann syndrome-
associated tumors: common genetic pathways. Gene Chromosome Cancer. 2000; 28:1–13.
14. Lanzkowsky P, Lipton J, Fish J. Lanzkowsky’s Manual of Pediatric Hematology and
Oncology. Edisi ke-6. 2016; Pg; 512-3
15. Rankin J, Robb K, Murtagh N, Cooper J, Lewis S. 2008. Rehabilitation in cancer care.
United Kingdom: Wiley-Black Well, pg: 171-9
16. Drake AF, Lee SC, Kelley DJ, Talavera F. 2014: Rhabdomyosarcoma . Medscape.
Emedicine.medscape.com/article/873546-overview. Diakses 19 mei 2015.

30

Anda mungkin juga menyukai