APPENDICITIS ACUTE
Disusun oleh :
Nadia Annisa Ratu, S.Ked
Pembimbing :
dr. Delidios Arimbi, Sp.B
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi......................................................................................................
2.2 Fisiologi.....................................................................................................
2.3 Definisi.......................................................................................................
2.4 Etiologi.......................................................................................................
2.5 Patofisiologi................................................................................................
2.6 Manifestasi Klinis.......................................................................................
2.7 Pemeriksaan Penunjang..............................................................................
2.8 Score Appendicitis......................................................................................
2.9 Diagnosis Banding......................................................................................
2.10 Penatalaksanaan........................................................................................
2.11 Komplikasi................................................................................................
2.12 Prognosis...................................................................................................
BAB III LAPORAN KASUS...................................................................................
BAB IV ANALISA KASUS.....................................................................................
BAB V PENTUP.......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
DAFTAR GAMBAR
APPENDICITIS AKUT
2.1 ANATOMI
Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch
membentuk produk immunoglobulin, berbentuk tabung, panjangnya kira-kira
10 cm (kisaran 3-15 cm) dengan diameter 0,5-1 cm, dan berpangkal di
caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.3
Appendiks terletak di kuadran kanan bawah abdomen, tepatnya di
ileocaecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (taenia libera, taenia
colica, dan taenia omentum). Dari topografi anatomi, letak pangkal appendiks
berada pada titik McBurney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS
kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.3
Appendix vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum)
yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.
Mesenteriolum berisi a.apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya
terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan
lemak yang mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki
limfonodi kecil.3
Struktur appendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu
mukosa, submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan
sirkuler) dan serosa. Appendiks mungkin tidak terlihat karena adanya
membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari
bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan appendiks.
Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat kendor dan jaringan elastik
membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara mukosa dan
submukosa terdapat lympho nodes. Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar
epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn. Dinding
dalam sama dan berhubungan dengan caecum (inner circular layer). Dinding
luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli
pada pertemuan caecum dan appendiks. Taenia anterior digunakan sebagai
pegangan untuk mencari appendiks.3
Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi
minggu ke-8 yaitu bagian ujung dari protuberans caecum. Pada saat antenatal
dan postnatal, pertumbuhan dari caecum yang berlebih akan menjadi
appendiks, yang akan berpindah dari medial menuju katup ileosekal.3
Pada bayi, appendiks berbentuk kerucut , lebar pada pangkalnya dan
menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya
insiden appendicitis pada usia itu.3
Pada 65% kasus, appendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan appendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada
panjang mesoappendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, appendiks
terletak retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di belakang
kolonasendens, atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis appendicitis
ditentukan oleh letak appendiks.3
Jenis-jenis Posisi Appendiks :
1. Promontorik : ujung appendiks menunjuk ke arah promontorium
sacri.
2. Retrocolic : appendiks berada di belakang kolon ascenden dan
biasanya retroperitoneal.
3. Antecaecal : appendiks berada di depan caecum.
4. Paracaecal : appendiks terletak horizontal di belakang caecum.
5. Pelvic Descenden : appendiks menggantung ke arah pelvis minor.
6. Retrocaecal : intraperitonal atau retroperitoneal; appendiks berputar
ke atas ke belakang caecum.3
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.appendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis
bermula di sekitar umbilikus. Pendarahan appendiks berasal dari a.
appendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini
tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, appendiks akan
mengalami gangren.3
Secara histologis, appendiks mempunyai basis struktur yang sama
seperti usus besar. Glandula mukosanya terpisahkan dari vaskular submukosa
oleh mukosa maskularis. Bagian luar dari submukosa adalah dinding otot
yang utama. Appendiks terbungkus oleh tunika serosa yang terdiri atas
vaskularisasi pembuluh darah besar dan bergabung menjadi satu di
mesoapendiks. Jika appendiks terletak di retroperitoneal, maka appendiks
tidak terbungkus oleh tunika serosa.4
Histologis : 4
- Tunika Mukosa : memiliki kriptus tetapi tidak memiliki villus.
- Tunika Submukosa : banyak folikel lymphoid.
- Tunika Muskularis : stratum circulare sebelah dalam dan stratum
longitudinale (gabungan tiga taenia coli) sebelah
luar.
- Tunika Serosa : bila letaknya intraperitoneal asalnya dari
peritoneum viscerale.
2.2 FISIOLOGI
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir di muara
appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis. Imunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang
terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah IgA.
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh
karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.5
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada appendiks sekitar 2
minggu setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap
saat dewasa dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun,
tidak ada jaringan lymphoid lagi di appendiks dan terjadi penghancuran
lumen appendiks komplit.5
2.3 DEFINISI
Appendicitis merupakan peradangan pada appendix vermiformis.
Peradangan akut appendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.6
2.4 ETIOLOGI
Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix
sehingga terjadi kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi
infeksi. Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab
obstruksi yang paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar
20% anak dengan appendicitis. Penyebab lain dari obstruksi appendiks
meliputi:6
1. Hiperplasia folikel lymphoid
2. Carcinoid atau tumor lainnya
3. Kadang parasit
Penyebab lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi
mukosa appendix oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang
dapat diisolasi pada pasien appendicitis yaitu:6
Tabel 1. Bakteri penyebab appendicitis6
Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob
Escherichia coli Bacteroides fragilis
Viridans streptococci Peptostreptococcus micros
Pseudomonas aeruginosa Bilophila species
Enterococcus Lactobacillus species
2.5 PATOFISIOLOGI
Appendicitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.7
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian
proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa
appendiks yang distensi. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan.7
Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen. Kapasitas lumen appendiks normal hanya sekitar 0,1 ml.
Jika sekresi sekitar 0,5 ml dapat meningkatkan tekanan intralumen sekitar 60
cmH2O. Manusia merupakan salah satu dari sedikit yang dapat
mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi
gangren atau terjadi perforasi.7
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan appendiks
mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan
invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan appendiks bertambah
(edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah
intramural (dinding appendiks). Pada saat inilah terjadi appendicitis akut
fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat
terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien
karena ditentukan banyak faktor.7
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan appendicitis supuratif akut.7
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan appendicitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi appendicitis
perforasi.7
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrate appendicularis. Peradangan appendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang.7
Infiltrat appendikularis merupakan tahap patologi appendicitis yang
dimulai di mukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding appendiks dalam
waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan
membatasi proses radang dengan menutup appendiks dengan omentum, usus
halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periappendikular. Di dalamnya
dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi.
Jika tidak terbentuk abses, appendicitis akan sembuh dan massa
periappendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri
secara lambat.7
Dalam pathogenesis appendicitis akut urutan kejadiannya adalah :7
1. Obstruksi lumen menyebabkan sekresi mukus dan cairan yang
menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal.
2. Ketika tekanan intraluminal meningkat, tekanan dalam mukosa
venula dan limfatik meningkat, aliran darah dan limfe terhambat
karena tekanan meningkat pada dinding appendiceal.
3. Ketika tekanan kapiler meningkat, terjadi iskemia mukosa
inflamasi dan ulserasi kemudian bakteri tumbuh pesat di dalam
lumen dan bakteri menyerang mukosa dan submukosa sehingga
terjadi inflamasi transmural, edema, vascular stasis, dan nekrosis
dari muscular. Perforasi mungkin dapat terjadi.
Pada perjalanan penyakitnya, penyakit appendicitis akut dapat berubah
menjadi :7
1. Phlegmon 2-3 hari perforasi, 3-5 hari peritonitis difusa sepsis.
Phlegmon ialah proses penahanan dalam jaringan ikat longgar.
Pada orang dewasa, terjadi karena keterlambatan dalam
menegakkan diagnosa, sedangkan pada anak kecil disebabkan
appendiks kecil dan kurang komunikatif.
2. Mikroperforasi massa / infiltrate periappendiks.
Mikroperforasi adalah suatu peradangan oleh omentum dan
jaringan sekitarnya. Tubuh melokalisir perforasi oleh karena daya
tahan tubuh meningkat (dengan pemberian antibiotik).
Jika peradangan tidak sempurna, dapat terjadi penyebaran pus
dari ruangan omentum.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding appendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan
pembuluh darah.7
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding appendiks,
omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti
vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses
peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi
perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah
selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam
cavum abdominalis, oleh karena itu penderita harus benar-benar istirahat.7
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di
perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan
dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.7
b. Tanda Klinis
Appendiks umumnya terletak di sekitar McBurney, namun perlu
diingat bahwa letak anatomis appendiks sebenarnya dapat pada semua
titik, 360o mengelilingi pangkal caecum. Appendisitis letak retrocaecal
dapat diketahui dari adanya nyeri di antara costa 12 dan spina iliaca
posterior superior. Appendicitis letak pelvis dapat menyebabkan nyeri
rektal. 6,7
Secara teori, peradangan akut appendiks dapat dicurigai dengan
adanya nyeri pada pemeriksaan rektum (rectal toucher). Namun
pemeriksaan ini tidak spesifik untuk appendicitis jika tanda-tanda
appendicitis lain telah positif. 6,7
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik : 6
Rovsing’s Sign
Penekanan pada abdomen kuadran kiri bawah akan menimbulkan
nyeri di abdomen kuadran kanan bawah. Hal ini disebabkan oleh
karena iritasi dari peritoneum. Disebut juga nyeri tekan kontralateral.
Sering positif pada appendicitis namun tidak spesifik.
2.10 PENATALAKSANAAN
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat appendiks menjadi
dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus di dekatnya. Mula-mula,
massa yang terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan-
bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan
secara klinis. Jika peradangan pada appendiks tidak dapat mengatasi
rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum,
massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera
menjadi abses yang jelas batasnya. 10
Bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, akan dilakukan
tindakan operasi untuk membuang appendiks yang mungkin gangren dari
dalam massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan
bilamana karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular,
sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan
abses yang dapat mudah didrainase. 10
Massa appendiks terjadi bila terjadi appendicitis gangrenosa atau
mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus
halus. Pada massa periappendikular yang dindingannya belum sempurna,
dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi
diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa
periappendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk
mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak,
dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa
dengan massa periapendikular yang terpancang dengan pendindingan
sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil
diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah
tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal,
penderita boleh pulang dan appendectomy elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan
kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil
mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses appendiks. Hal ini
ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan
teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.10
Massa appendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya
dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena
dikhawatirkan akan terjadi abses appendiks dan peritonitis umum.
Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat
penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan pada appendicitis
sederhana tanpa perforasi. 10
Pada periappendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut,
tindakan bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih
banyak, lebih-lebih bila massa appendiks telah terbentuk lebih dari satu
minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam
perawatan terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum. 10
2.11 KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik
berupa perforasi bebas maupun perforasi pada appendiks yang telah
mengalami pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan
appendiks, sekum, dan lekuk usus halus.10
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu
peritonitis generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :10
Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen
menyeluruh.
Suhu tubuh naik tinggi sekali.
Nadi semakin cepat.
Defance muscular yang menyeluruh.
Perut distended.
Bising usus berkurang.
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :
1. Pelvic abscess
2. Subphrenic abscess
3. Intra peritoneal abses lokal
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk ke
rongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.10
2.12 PROGNOSIS
Dengan diagnosis yang akurat dan tatalaksana pembedahan, dapat
menurunkan tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini. Keterlambatan
diagnosis akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas terutama bila telah
terjadi komplikasi. Serangan berulang juga dapat terjadi bila appendiks
tidak diangkat.10
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 ANAMNESIS
Pemeriksaan dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis di
Instalasi Rawat Darurat RSUD Kota Dumai.
a. Identitas
Nama : An. FS
Umur : 9 tahun
Pendidikan : Sekolah Dasar
Alamat : Gang Merlin, Bagan Besar.
Tanggal lahir : 31/05/2010
Agama : Islam
No.RM : 45.33.97
b. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari SMRS.
f. Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan makan pedas dan rendah serat. Minum ± 2
liter air mineral setiap hari.
- Suhu : 37,6˚ C
Status Generalis
Pemeriksaan Hasil
Kepala Normocephali, rambut hitam,
Mata Konjungtiva anemis -/-, refleks cahaya langsung +/+,
refleks cahaya tidak langsung +/+, sclera ikterik -/-
Telinga Normotia, liang telinga lapang +/+, membran timpani
intak +/+
Hidung Deformitas -, sekret -, mukosa hiperemis -
Mulut & tenggorokan Bibir tidak kering, oral hygiene cukup, tonsil tenang
T1/T1, hiperemis -
Leher KGB tidak teraba membesar
Toraks Normochest
Jantung S1S2 reguler, murmur -, gallop -
Paru Suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen Bentuk simetris, bising usus + normal,
shifting dullnes (-), undulasi (-), nyeri tekan (+), Hepar
tidak teraba membesar, Lien tidak teraba membesar
Ekstremitas Akral hangat +, CRT <2”, oedem -
Pemeriksaan Hasil
Inspeksi Bentuk simetris, tampak lemas lembut,
massa (-)
Auskultasi Bising usus (+) normal
Perkusi Tidak dilakukan karena pasien mengeluh kesakitan
Palpasi Nyeri tekan (+) terutama regio kanan bawah
(Mc Burney sign +). Nyeri lepas regio kanan
bawah (+), Rovsing sign (+), Blumberg sign (+),
defans muscular (+)
Psoas sign Positif
Obturator sign Positif
Rectal toucher Tidak dilakukan
3.6 PENATALAKSANAAN
Instalasi rawat darurat RSUD Kota Dumai
- IVFD Ringer Laktat 16 tetes / menit
- Inj. Ranitidine 25 mg/12 jam
- Inj. Ceftriaxone 750 mg/12 jam
- Inj. Keterolac 10 mg/12 jam
- Konsul dokter spesialis bedah Appendectomy cito pukul 13.45 Wib
Laporan Pembedahan
Dilakukan pembedahan oleh dr. Delidios Arimbi, Sp.B pada tanggal
18 februari pukul 13.45 Wib di ruang OK RSUD Kota Dumai.
Tindakan Operasi :
1. Pasien terlentang dengan anastesi general.
2. Dilakukan tindakan asepsis dan antiseptik pada lapang operasi.
3. Dilakukan insisi Mc Burney lapis demi lapis secara tajam.
4. Dilakukan eksplorasi tampak daerah operasi : ditemukan
appendix letak antecaecal, panjang kurang lebih 5 cm, diameter
kurang lebih 0,4 cm, hiperemis, tidak tampak adanya fekalit.
5. Dilakukan appendectomy.
6. Dilakukan perawatan luka operasi.
7. Luka operasi ditutup lapis demi lapis.
8. Operasi selesai.
9. Diagnosis pasca pembedahan : Appendicitis Akut.
3.6 PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad functionam : Ad malam
Ad sanationam : Ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Skor yang
Penilaian Skor Ajuan
Didapat
Gejala -Nyeri beralih 1 1
-Anoreksia 1 1
-Mual / muntah 1 1
Tanda -Nyeri perut kanan bawah 2 2
(Mc Burney point)
-Nyeri lepas 1 1
-Kenaikkan temperature 1 1
(> 37.5 oC)
Laboratoriu -Leukositosis (> 10.000/ul) 2 2
m -Neutrofil bergeser ke kiri 1 1
(> 72%)
Total Skor 10 10
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Ferri FF, 2014 .Acute appendicitis. Dalam: Ferri Fed. Ferri’s Clinical
Advisor 2014, 1sted. Philadelphia: Mosby, pp: 107-8.
2. Minkes RK. Pediatric appendicitis. Medscape reference.
http://emedicine.medscape.com/article/926795. Updated April 25, 2013.
(Accessed: Februari 23th, 2020).
3. Omar Faiz and David Moffat, 2006, Anatomy at a Glance, Surabaya:
Erlangga, pp139.
4. Eroschenko VP, 2010. Atlas histologi Difiore dengan korelasi
fungsional,edisi 11. EGC : Jakarta
5. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology 11th Ed.
Philadelphia: Saunders. 2006.
6. Craig S. Appendicitis. Department of Emergency Medicine, University of
North Carolina at Chapel Hill School of Medicine. Update: Jan 19th 2017.
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview
(Accessed: Februari 23th, 2020).
7. Petroianum A, Villar Barroso TV, 2016, Pathophysiology of Acute
Appendicitis, JSM Gastroenterol Hepatol 4(3): 1062
8. Jade .R, Muddebihal. U, N. Naveen, 2016, Modified Alvarado Score and
its Application in the Diagnosis of Acute Appendicitis, international
Journal of Conteporary Medical Research, Vol. 3, Issue 5.
9. Bhatt M. Prospective validation of the pediatric appendicitis score in a
Canadian pediatric emergency department. Montreal. Thesis, McGill
University. 2008
10. Paya, Kurosh, 2008, Appendicitis in book: pediatric surgery diagnosis and
management, edition: 1 st /edne/2008, Chapter:54, Publish: Jaypee
Brothers Medical Publish LTD, pp. 596-617.