Anda di halaman 1dari 26

“ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS”

OLEH :

KELOMPOK II

MILDA DJAFAR 2121006


SEPTIA MALIKI 2121005
HELSIANA WATI DEROSARI 2121002
NUR MUTMAINNAH P. ALI 2121012

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
GEMA INSAN AKADEMIK
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah pada Mata Kuliah KEPERAWATAN DEWASA SISTEM
ENDOKRIN,PENCERNAAN,PERKEMIHAN DAN IMUNOLOGI yang terkhusus
pada materi “ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS”.

Salawat dan salam tidak lupa penulis kirimkan kepada baginda Rasulullah
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan menuju
zaman yang serba modern ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan seperti saat
sekarang ini. Penulis menyadari tidak ada manusia yang sempurna. Penyusunan
makalah ini masih banyak kekurangan serta masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu, diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan. Akhir kata, penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan
makalah ini.

Makassar,1 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .....................................................................................................


Daftar Isi ................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................
A. Latar Belakang ......................................................................................
B. Rumusan Masalah ................................................................................
C. Tujuan ...................................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI .....................................................................................


A. Konsep Dasar Medis Apendisitis...........................................................
1.1 Definisi ..........................................................................................
1.2 Etiologi ..........................................................................................
1.3 Klasifikasi .....................................................................................
1.4 Patofisiologi ..................................................................................
1.5 Manifestasi Klinik .........................................................................
1.6 Pemeriksaan Diagnostik ..............................................................
1.7 Penatalaksanaan Medis ...............................................................
1.8 Komplikasi ....................................................................................
1.9 Patoflowdiagram ..........................................................................
B. Asuhan Keperawatan ...........................................................................
2.1 Pengkajian ....................................................................................
2.2 Analisa Data Dan Diagnosa Keperawatan ..................................
2.3 Intervensi ......................................................................................
2.4 Dicharga Planning ........................................................................

BAB III PENUTUP .................................................................................................


A Kesimpulan ...........................................................................................
B Saran ....................................................................................................
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apendisitis merupakan penyakit yang sangat sering sekali dijumpai di Rs maupun.Di
indonesia angka yang menderita apendisitis dan apendektomi sangat besar sekali
dibandingkan dengan jumlah yang menderita penyakit yang lainnya.Dari itulah penulis
ingin membahas seputar apendisitis dan asuhan keperawatan pada klien dengan pre dan
post apendektomi.
Di indonesia,apendisitis paling sering ditemukan pada usia 20 sampai 40
tahun.Penyakit ini jarang ditemukan pada usia yang sangat muda atau orang
tua,dikarenakan bentuk anatomis apendiks yang berbeda pada usia tersebut.
Apendiks disebut juga umbai cacing,istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat
awam adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah sekum.Organ yang tidak
diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan.Peradangan akut
apendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya (De Jong 2004).
Apendik adalah struktur kecil.berbentuk seperti tabung yang berkait menempel pada
bagian awal pada sekum.Lumenya sempit pada bagian dan melebar bagian
distal.Apendik terletak di kuadran kanan bawah abdomen.Apendik tidak diketahui
fungsinya,sehingga operasi pengangkatan apendik tidak menyebabkan gangguan fungsi
pencernaan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan apendisitis?
2. Bagaimana etiologi dan klasifikasi apendisistis?
3. Apa patofisiologi apendisitis?
4. Bagaimana manifestasi klinik apendisitis?
5. Apa pemeriksaan diagnostik apendisitis?
6. Apa penatalaksanaan medis apendisitis?
7. Apa komplikasi dari apendisitis?
8. Apa patoflowdiagram apendisitis?
9. Bagaimana pengkajian dari apendisitis?
10. Bagaimana analisa data dan diagnosa keperawatan dari apendisitis?
11. Bagaimana intervensi dari apendisitis?
12. Bagaimana discharga planning dari apendisitis?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari apendisitis
2. Dapat mengetahui etiologi dan klasifikasi apendisistis
3. Dapat mengetahui patofisiologi apendisitis
4. Dapat mengetahui manifestasi klinik apendisitis
5. Dapat mengetahui pemeriksaan diagnostik apendisitis
6. Dapat mengetahui penatalaksanaan medis apendisitis
7. Dapat mengetahui komplikasi dari apendisitis
8. Dapat mengetahui patoflowdiagram apendisitis
9. Dapat mengetahui pengkajian dari apendisitis
10. Dapat mengetahui analisa data dan diagnosa keperawatan dari apendisitis
11. Dapat mengetahui intervensi dari apendisitis
12. Dapat mengetahui discharga planning dari apendisitis
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR MEDIS APENDISITIS


1.1 Definisi
a. Appendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini menyerang semua
umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia 10 sampai 30 tahun dan merupakan penyebab paling umum inflamasi
akut pada kuadran bawah kanan dan merupakan penyebab paling umum untuk
bedah abdomen darurat (Smeltzer & Bare, 2013).
b. Appendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada
sekum tepat dibawah katup ileocecal (Brunner dan Sudarth, 2015 hal 1097)
c. Appendicitis adalah peradangan dari appendiks veriformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. (Arif Mansjoer dek 2016 hal 307).
d. Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing Dalam kasus
ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat,
angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika
umbai cacing yang terinfeksi hancur (Anonim Apendisitis, 2017)

1.2 Etiologi
Appendicitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor-
faktor prediposisi yang menyertai. Factor tersering yang muncul adalah obtruksi
lumen
1. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada
masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk appendiks
5. Appendik yang terlalu panjang
6. Messo appendiks yang pendek
7. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
8. Kelainan katup di pangkal appendiks.

1.3 Klasifikasi
Klasifikasi Apendisitis ada 2:
a. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu
setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu
sudah bertumpuk nanah.
b. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah
sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yain appendiks
miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

1.4 Patofisiologi
Appendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan
oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan pengamatan
epidemiologi bahwa appendisitis berhubungan dengan asupan serat dalam makanan
yang rendah (Burkitt, 2017).
Pada stadium awal dari appendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa.
Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan muskular dan
serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa
dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan, seperti usus atau
dinding abdomen, menyebabkan peritonitis lokal (Burkitt, 2017).
Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam
lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai apendiks
menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi nekrosis atau
gangren. Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke rongga peritoneal. Jika
perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan terjadi (Burkitt,
2017).
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau
tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau benda asing.
Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal menimbulkan nyeri abdomen
atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam
kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhunya apendiks yang terinflamasi berisi pus.

1.5 Manifestasi Klinik


a. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
b. Mual, muntah
c. Anoreksia, malaise
d. Nyeri lepas lokal pada titik Mc. Burney
e. Spasme otot
f. Konstipasi, diare

Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese


ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: Nyeri
mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke
perut kanan bawah Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas (karena kuman yang
menetap di dinding usus). Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan.
penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.

Tanda dan gejala:


1. Anoreksia biasanya tanda pertama
2. Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian
menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal) Retrosekal/nyeri
punggung/pinggang Postekal nyeri terbuka.
3. Diare. Muntah, demam derajat rendah. kecuali ada perforasi

1.6 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik pada appendicitis berupa pemeriksaan laboratorium
darah dan pencitraan.
a. Appendicogram
Appendicogram menggunakan BaSO4 (barium sulfat) yang diencerkan
dengan air menjadi suspensi barium dan dimasukkan secara oral atau
melalui anus (barium enema). Hasil dari pemeriksaan ini dapat
menggambarkan kelainan pada apendiks, termasuk adanya sumbatan pada
pangkal apendiks.
b. Laboratorium Darah
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada pasien adalah
hitung jenis leukosit, presentasi neutrophil, dan C-Reactive Protein (CRP).
Peningkatan leukosit dengan atau tanpa shift to the left dapat ditemukan,
namun hampir sepertiga pasien dengan appendicitis memiliki kadar
leukosit yang normal.
Adanya peningkatan pada pemeriksaan leukosit dan CRP berkolerasi dengan
peningkatan kemungkinan appendicitis komplikata. Jumlah leukosit 10.000 sel/mm3
dihubungkan dengan appendicitis akut, jumlah leukosit di atas 17.000 sel/mm3
dikaitkan dengan appendicitis komplikata, termasuk appendicitis perforasi dan
gangren.
c. Ultrasonografi Abdomen
Pada kondisi sehat apendiks tidak dapat terlihat pada USG. Bila
terdapat appendicitis, tampak struktur tubular berukuran 7-9 mm yang
tidak hilang dengan penekanan. Namun bila apendiks tidak nampak,
diagnosis appendicitis tidak dapat dikonfirmasi atau dieksklusi.
USG sangat dipengaruhi oleh keterampilan operator yang melakukan
pemeriksaan. Secara umum, sensitivitas pemeriksaan USG untuk
appendicitis sebesar 86% dan spesifisitas 81%.

d. CT Scan Abdomen
CT Scan tidak rutin dilakukan karena paparan radiasi yang lebih tinggi
dan meningkatkan beban biaya pada pasien. CT Scan abdomen memiliki
akurasi di atas 95% untuk mendiagnosis appendicitis. Kriteria appendicitis
pada CT Scan adalah apendiks yang memiliki ukuran diameter lebih dari 6
mm, penebalan dinding apendiks lebih dari 2 mm, dan adanya
appendikolith yang dapat ditemukan pada 25% pasien.
e. MRI Abdomen
MRI abdomen sangat jarang diperlukan untuk mendiagnosis
appendicitis. Pemeriksaan ini dapat dipertimbangkan jika nyeri perut yang
mengarah ke appendicitis dialami oleh wanita hamil.

1.7 Penatalaksanaan Medis


Tidak ada penatalaksanaan appendicitis, sampai pembedahan dapat di lakukan
Cairan intra vena dan antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi pengangkatan
appendics dalam 24 jam sampai 48 jam awitan manifestasi Pembedahan dapat
dilakukan melalui insisi kecil laparoskop. Bila operasi dilakukan pada waktunya laju
mortalitas kurang dari 0.5%. Penundaan selalu menyebabkan ruptur organ dan
akhimya peritonitis. Pembedahan sering ditunda namin karena dianggap sulit dibuat
dan klien sering mencari bantuan medis tapi lambat Bila terjadi perforasi klien
memerlukan antibiotik dan drainase.

1.8 Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendisitis.Adapun jenis
komplikasi menurut (Sulekale, 2016) adalah :
a. Abses
Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mulamula berupa flegmon
dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi apabila
appendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum. Operasi
appendektomi untuk kondisi abses apendiks dapat dilakukan secara dini
(appendektomi dini) maupun tertunda (appendektomi interval). Appendektomi
dini merupakan appendektomi yang dilakukan segera atau beberapa hari setelah
kedatangan klien di rumah sakit. Sedangkan appendektomi interval merupakan
appendektomi yang dilakukan setelah terapi konservatif awal, berupa pemberian
antibiotika intravena selama beberapa minggu.
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak
awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.Perforasi dapat diketahui
praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36
jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5° C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh
perut, dan leukositosis terutama Polymorphonuclear (PMN). Perforasi baik
berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan terjadinya
peritonitis. Perforasi memerlukan pertolongan medis segera untuk membatasi
pergerakan lebih lanjut atau kebocoran dari isi lambung ke rongga perut.
Mengatasi peritonitis dapat dilakukan oprasi untuk memperbaiki perforasi,
mengatasi sumber infeksi, atau dalam beberapa kasus mengangkat bagian dari
organ yang terpengaruh .
c. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum dapat menyebabkan timbulnya peritonitis umum.
Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan
hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi,
dan oliguria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah,
nyeri abdomen, demam, dan leukositosis. Penderita peritonitis akan disarankan
untuk menjalani rawat inap di rumah sakit.
Beberapa penanganan bagi penderita peritonitis adalah :
1) Pemberian obat-obatan. Penderita akan diberikan antibiotik suntik atau obat
antijamur bila dicurigai penyebabnya adalah infeksi jamur, untuk mengobati serta
mencegah infeksi menyebar ke seluruh tubuh. Jangka waktu pengobatan akan
disesuaikan dengan tingkat keparahan yang dialami klien.
2) Pembedahan. Tindakan pembedahan dilakukan untuk membuang jaringan
yang terinfeksi atau menutup robekan yang terjadi pada organ dalam

1. Perforasi dengan pembentukan abses


2. Peritonitis generalisata
3. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.
1.9 Patoflowdiagram
B. ASUHAN KEPERAWATN
2.1 Pengkajian
AB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Apendisitis merupakan penyakit yang sangat sering sekali dijumpai di
RS di
mana pun. Di Indonesia angka yang menderita apendisitis dan
apendektomi sangat besar
sekali dibandingkan dengan jumlah yang menderita penyakit yang lainnya.
Dari itulah
penulis ingin membahas seputar apendisitis dan asuhan keperawatan pada
klien dengan
pre dan post apendektomi.
AB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Apendisitis merupakan penyakit yang sangat sering sekali dijumpai di
RS di
mana pun. Di Indonesia angka yang menderita apendisitis dan
apendektomi sangat besar
sekali dibandingkan dengan jumlah yang menderita penyakit yang lainnya.
Dari itulah
penulis ingin membahas seputar apendisitis dan asuhan keperawatan pada
klien dengan
pre dan post apendektomi.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Apendisitis merupakan penyakit yang sangat sering sekali dijumpai di
RS di
mana pun. Di Indonesia angka yang menderita apendisitis dan
apendektomi sangat besar
sekali dibandingkan dengan jumlah yang menderita penyakit yang lainnya.
Dari itulah
penulis ingin membahas seputar apendisitis dan asuhan keperawatan pada
klien dengan
pre dan post apendektomi.
Di Indonesia, apendisitis paling sering ditemukan pada usia 20
sampai 40 tahun.
Penyakit ini jarang ditemukan pada usia yang sangat muda atau orang tua,
dikarenakan bentuk
anatomis apendiks yang berbeda pada usia tersebut.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Apendisitis merupakan penyakit yang sangat sering sekali dijumpai di
RS di
mana pun. Di Indonesia angka yang menderita apendisitis dan
apendektomi sangat besar
sekali dibandingkan dengan jumlah yang menderita penyakit yang lainnya.
Dari itulah
penulis ingin membahas seputar apendisitis dan asuhan keperawatan pada
klien dengan
pre dan post apendektomi.
Di Indonesia, apendisitis paling sering ditemukan pada usia 20
sampai 40 tahun.
Penyakit ini jarang ditemukan pada usia yang sangat muda atau orang tua,
dikarenakan bentuk
anatomis apendiks yang berbeda pada usia tersebut.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Apendisitis merupakan penyakit yang sangat sering sekali dijumpai di
RS di
mana pun. Di Indonesia angka yang menderita apendisitis dan
apendektomi sangat besar
sekali dibandingkan dengan jumlah yang menderita penyakit yang lainnya.
Dari itulah
penulis ingin membahas seputar apendisitis dan asuhan keperawatan pada
klien dengan
pre dan post apendektomi.
Di Indonesia, apendisitis paling sering ditemukan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Apendisitis merupakan penyakit yang sangat sering sekali dijumpai di
RS di
mana pun. Di Indonesia angka yang menderita apendisitis dan
apendektomi sangat besar
sekali dibandingkan dengan jumlah yang menderita penyakit yang lainnya.
Dari itulah
penulis ingin membahas seputar apendisitis dan asuhan keperawatan pada
klien dengan
pre dan post apendektomi.
Di Indonesia, apendisitis paling sering ditemukan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Apendisitis merupakan penyakit yang sangat sering sekali dijumpai di
RS di
mana pun. Di Indonesia angka yang menderita apendisitis dan
apendektomi sangat besar
sekali dibandingkan dengan jumlah yang menderita penyakit yang lainnya.
Dari itulah
penulis ingin membahas seputar apendisitis dan asuhan keperawatan pada
klien dengan
pre dan post apendektomi.
Di Indonesia, apendisitis paling sering ditemukan
bBBBBTRJEDJYVKJHLBJL
a. Data Demografi
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang menembus
kebelakang sampai pada punggung dan mengalami demam tinggi
3) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang sama.
c. Pemeriksaan Fisik ROS (review of system)
1) Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai,
konjungtiva anemis.
2) Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema, TD
>110/70mmHg; hipertermi.
3) Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada
tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak
terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing, stridor.
4) Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda
adanya infeksi dan pendarahan.
5) Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit
pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancer.
6) Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena proses
perjalanan penyakit.
7) Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat.
8) Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai dengan distensi
abdomen.
d. Pola fungsi kesehatan menurut Gordon.
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan
kebiasaan olahraga (lama frekwensinya), karena dapat mempengaruhi lamanya
penyembuhan luka.
2) Pola nutrisi dan metabolism.
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat
pembatasan intake makanan atau minuman sampai peristaltik usus kembali
normal.
3) Pola Eliminasi.
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi kandung
kemih, rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur akan
mempengaruhi pola eliminasi urine. Pola eliminasi alvi akan mengalami
gangguan yang sifatnya sementara karena pengaruh anastesi sehingga terjadi
penurunan fungsi.
4) Pola aktifitas.
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa
nyeri, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya
setelah pembedahan
5) Pola sensorik dan kognitif.
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta pendengaran,
kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu
dan tempat.
6) Pola Tidur dan Istirahat.
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga
dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien
7) Pola Persepsi dan konsep diri.
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak
segala kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami kecemasan tentang keadaan
dirinya sehingga penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
8) Pola hubungan.
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan
peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat. penderita mengalami
emosi yang tidak stabil.
9) Pemeriksaan diagnostic.
a) Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut.
b) Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi sekum, kelainan
non spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan abnormal atau
untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.
c) Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan
leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
d) Pemeriksaan Laboratorium.
(2) Darah : Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 µ/ml.
(3) Urine : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit.

2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial (PPNI, 2017).
Berdasarkan pada semua data pengkajian diagnosa keperawatan utama yang
dapat muncul pada kl appendicitis, antara lain :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (inflamasi


appendicitis).(D.0077)
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik(Prosedur oprasi).
(D.0077)
c. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (Infeksi pada
appendicitis). (D.0130)
d. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara
aktif (muntah). (D.0034)
e. Resiko hipovolemia ditandai dengan efek agen farmakologis (D.0034)
f. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0080)
g. Resiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur infasive (D.0142).

2.3 Intervensi Keperawatan


Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah perumusan
tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien
berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan klien
dapat diatasi (Nurarif, A. H., & Kusuma, 2017)

No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
dengan agen pencedera keperawatan diharapkan (I.08238).
fisiologi (inflamasi tingkat nyeri (L.08066) Observasi :
appendicitis).(D.0077) dapat menurun dengan 1.1 Identifikasi lokasi ,
Kriteria Hasil : karakteristik, durasi,
1. Keluhan nyeri menurun. frekuensi, kulaitas nyeri,
2. Meringis menurun skala nyeri, intensitas
3. Sikap protektif menurun. nyeri
4. Gelisah menurun 1.2 Identifikasi respon
nyeri non verbal.
1.3 Identivikasi factor
yang memperberat dan
memperingan nyeri.

Terapeutik :
1.4 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
1.5 Fasilitasi istirahat
dan tidur.
1.6 Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri.

Edukasi :
1.7 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
1.8 Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri .

Kolaborasi :
1.9 Kolaborasi
pemberian analgetik jika
perlu
2. Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermia
dengan proses penyakit keperawatan diharapkan (I.15506).
(Infeksi pada appendicitis). termoregulasi (L.14134) Observasi :
(D.0130) membaik dengan 2.1 Identifikasi
Kriteria Hasil : penyebab hipertermia.
1. Menggigil menurun. 2.2 Monitor suhu tubuh.
2. Takikardi menurun. 2.3 Monitor haluaran
3. Suhu tubuh membaik. urine.
4. Suhu kulit membaik.
Terapeutik :
2.4 Sediakan lingkungan
yang dingin.
2.5 Longgarkan atau
lepaskan pakaian.
2.6 Berikan cairan oral

Edukasi :
2.7 Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi :
2.8 Kolaborasi
pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika
perlu
3. Risiko Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen
berhubungan dengan keperawatan Status cairan hypovolemia (I.03116).
kehilangan cairan secara (L.0328) membaik dengan
aktif (muntah). (D.0034) Observasi :
Kriteria Hasil : 3.1 Periksa tanda dan
1. Kekuatan nadi gejala hipovolemia.
meningkat. 3.2 Monitor intake dan
2. Membrane mukosa output cairan.
lembap.
3. Frekuensi nadi Terapeutik :
membaik. 3.3 Berikan asupan
4. Tekanan darah cairan oral
membaik.
5. Turgor kulit Edukasi :
membaik 3.4 Anjurkan
memperbanyak asupan
cairan oral.
3.5 Anjurkan
menghindari perubahan
posisi mendadak.

Kolaborasi :
3.6 Kolaborasi peberian
cairan IV.
4. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas
dengan kurang terpapar keperawatan tingkat ansietas (I.09314).
informasi (D.0080) (L.01006) menurun dengan
Observasi :
Kriteria Hasil : 4.1 Identivikasi saat
1. Verbalisasi kebingungan tingkat ansietas berubah.
menurun. 4.2 Monitor tanda tanda
2. Verbalisasi khawatir ansietas verbal non
akibat menurun. verbal.
3. Prilaku gelisah menurun. 4.3 Temani klien untuk
4. Prilaku tegang menurun. mengurangi kecemasan
jika perlu.
4.4 Dengarkan dengan
penuh perhatian.
4.5 Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan.
4.6 Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami.
4.7 Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
klien, jika perlu.
4.8 Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi.
4.9 Latih teknik
relaksasi.
4.10 Kolaborasi
pemberian obat
antiansietas jika perlu.

2.4 Dicharga Planning

Penyedia Anda akan memberi Anda daftar obat-obatan Anda ketika Anda
meninggalkan rumah sakit.
Ketahui obat-obatan Anda. Ketahui seperti apa bentuknya, berapa banyak yang harus
Anda minum setiap kali, seberapa sering Anda harus meminumnya, dan mengapa Anda
meminumnya masing-masing.
Minumlah obat-obatan Anda persis seperti yang diperintahkan oleh penyedia Anda.
Bawalah daftar obat-obatan Anda di dompet atau tas Anda. Sertakan obat dan suplemen
tanpa resep apa pun dalam daftar.
Bicaralah dengan penyedia Anda sebelum Anda menggunakan obat-obatan lain, termasuk
obat-obatan tanpa resep.

Penyedia Anda mungkin meresepkan obat untuk:


 Obati rasa sakit
Mengobati atau mencegah infeksi Obati atau cegah efek samping, seperti mual
atau sembelit, dari pengobatan lain.Lembutkan feses dan kurangi mengejan saat
buang air besar.Jika Anda pernah menjalani operasi, untuk merawat luka operasi
Anda:
 Jaga kebersihan luka operasi Anda.
Jika Anda disuruh mengganti balutan pada luka operasi Anda, cucilah tangan
Anda sebelum mengganti balutan dan setelah membuang balutan.Ikuti pantangan
aktivitas, seperti tidak mengemudi atau mengoperasikan mesin, seperti yang
direkomendasikan oleh penyedia layanan kesehatan atau apoteker Anda, terutama
jika Anda mengonsumsi obat pereda nyeri atau pelemas otot.Minumlah cukup
cairan untuk menjaga warna urine tetap kuning muda, kecuali jika Anda diminta
untuk membatasi cairan.
 Jaga kesehatanmu.
Cobalah untuk tidur setidaknya 7 hingga 9 jam setiap malam. Makan makanan
yang sehat dan cobalah untuk menjaga berat badan yang sehat. Jika Anda
merokok, cobalah untuk berhenti. Jika Anda ingin minum alkohol, tanyakan
kepada penyedia layanan kesehatan Anda berapa banyak yang aman untuk Anda
minum. Pelajari cara mengelola stres. Berolahraga sesuai dengan instruksi
penyedia layanan kesehatan Anda.Ikuti instruksi penyedia Anda untuk janji tindak
lanjut.Bicarakan dengan penyedia Anda tentang pertanyaan atau masalah yang
Anda miliki.Hubungi penyedia layanan kesehatan,jika Anda memiliki yang baru
atau memburuk: Nyeri, kemerahan, atau bengkak di kaki atau lengan

Tanda-tanda infeksi di sekitar luka operasi Anda. Ini termasuk:


 Area di sekitar luka lebih merah atau nyeri
 Area luka sangat hangat saat disentuh
 Anda memiliki darah, nanah, atau cairan lain yang keluar dari area luka
 Anda mengalami demam lebih tinggi dari 101,5° F (38,6° C)
 Anda menggigil atau nyeri otot
 Nyeri yang tidak terkontrol dengan baik dengan obat
 Anda Muntah
 Perubahan kebiasaan buang air besar, seperti nyeri, lendir, diare, sembelit, atau
masalah usus lainnya
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karenastruktur yang
terpuntir, apendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan
multiplikasi. Penyebab dari apendisitis adalah adanyaobstruksi pada lumen apendikial
oleh apendikolit, hiperplasia folikellimfoid submukosa, fekalit, atau parasit. Gejala
apendisitis adalah nyeriviseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus dengan
keluhan mual danmuntah. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah.
Nyerikemudian dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga disebutnyeri
somatik. Komplikasi apendisitis adalah perforasi, peritonitis, absesapendiks.

B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi mahasiswa dan dapat menambah pengetahuan tentang Apendisitis. Semoga kita
juga dapat mencegah terjadinya apendisitis,dengan cara diet tinggi serat.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/7622698/Askep_APP
https://hhma.org/healthadvisor/ac-appendicitis-dc/
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/1053/1/KTI%20ERWIN%20HIDAYAT.pdf
http://ecampus.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/2941/1/Belzasar
%20Sitompul.pdf
http://ecampus.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/2941/1/Belzasar
%20Sitompul.pdf
Brodsky, J. (2013). Appendicitis. Retrieved 10/29/14 from
http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/appendicitis/.

Goldman,L. and Schafer, A. (2012). Inflammatory and Anatomic Diseases of the


Intestine, Peritoneum, Mesentery, and Omentum. Goldman’s Cecil Medicine
(24th ed), 144, 921-928. Philadelphia: Elsevier Saunders. Retrieved from
http://www.clinicalkey.com.

Townsend, C, Beauchamp, R, Evers, B, & Mattox, K. (2012). Sabiston textbook of


surgery [19th ed.]. Retrieved from http://www.mdconsult.com/.

Anda mungkin juga menyukai