Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KMB 1

APENDIKTOMI

OLEH
APRIANA HIJRIATUN HASANAH (P07120317003)
FITRI ROHMAYANI (P07120317008)
I PUTU INDRAWAN ADINATA (P07120317013)
MERY SYAKILA (P07120317018)
NI NYOMAN INDAH SARI (P07120317024)
RIA ELVIANA SUKMA DEWI (P07120317029)
VIVIN SEPTA KIHANTARI (P07120317033)

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN MATARAM
PROGRAM STUDI D.IV KEPERAWATAN MATARAM
TAHUN AKADEMIK 2018/ 2019

0
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur hanya milik Allah SWT, Karena berkat rahmat, karunia
serta hidayah-Nya Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Apendiktomi”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah 1 (KMB 1). Makalah ini tidak mungkin terwujud
tanpa bantuan dari beberapa pihak yang ikhlas bersedia meluangkan waktunya
untuk membantu kami. Maka pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : Ibu Dra.Sugijati,S. Kep.Nes.MMKes
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Semoga Makalah ini dapat berguna bagi banyak orang, pihak-pihak yang
telah membantu dan kepada siapa saja yang ingin memanfaatkannya sebagai
referensi keilmuanya. Amiin..

Mataram ,13 September 2018

Penulis

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. 1
DAFTAR ISI ................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.....................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH................................................................... 5
C. TUJUAN........................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN …………………………………………………… 6
B. ETIOLOGI ……………………………………………………….. 6
C. PATOFISIOLOGI……………………………………………….. 7
D. MANIFESTASI KLINIS………………………………………… 9
E. KOMPLIKASI ………………………………………………….. 10
F. PEMERIKSAAN ………………………………………………… 12
G. PENATALAKSANAAN ………………………………………… 13
H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ……………………….. 17

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN................................................................................ 23
B. SARAN ........................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................24

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan


menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu
besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kuadran kanan
bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya.
Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering
terjadi. Walaupun apendisitis dapat terjadi pada setiap usia, namun paling
sering terjadi pada remaja dan dewasa muda (Price, Sylvia Anderson,
2006).
Appendiks adalah ujung seperti jari-jari yang kecil panjangnya
kira-kira 10 cm (4 inchi), melekat pada sekum tepat di bawah katup
ileosekal (Smeltzer, Suzanne, C., 2001).
Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih
sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer,
2000).
Apendektomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks
dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. (Smeltzer
Suzanne, C., 2001).
Apendisitis (umbai cacing) atau usus buntu adalah organ yang
tidak di ketahui fungsinya, apendiks merupakan organ berbentuk tabung,
panjang kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm) dan berpangkal di sekum
(Sjamsyuhidajat, 2004).
Dari beberapa definisi maka dapat disimpulkan bahwa apendiksitis
adalah suatu radang yang terjadi pada apendiks, yang terletak pada

3
kuadran bawah kanan dari rongga abdomen, dan bagian inferior dari
sekum.
Apendisitis akut adalah akut abdomen yang memerlukan
pembedahan segera. Menurut data yang diperoleh dari Ruang Cendana I
Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto Jakarta diperoleh data
bahwa dari bulan Agustus 2009 sampai dengan Januari 2010,
menunjukkan jumlah pasien yang dirawat 429 kasus. 86 diantaranya
adalah kasus apendiksitis. Dari perbandingan diatas terdapat 20,05 %
kasus apendiks yang ada di ruang Cendana I dan menempati urutan kelima
setelah DHF.
Peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks) ini, apabila hal ini tidak mendapatkan tindakan, dapat
mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu
bisa pecah dan terjadi perforasi atau menginfeksi organ abdomen lainnya
(peritonitis) yang dapat menyebabkan kematian akibat syok sepsis.
Peran perawat dalam memberi askep pada klien post appendictomy
yaitu melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Upaya
promotif meliputi pemberian pendidikan kesehatan tentang penyakit
apendisitis, upaya preventif yaitu mencegah infeksi pada luka post op
dengan cara perawatan luka dengan teknik aseptik dan antiseptik, upaya
kuratif meliputi pemberian pengobatan dan menganjurkan klien untuk
mematuhi terapi, serta upaya rehabilitatif meliputi perawatan luka di
rumah dan menganjurkan klien meneruskan terapi yang telah diberikan.
Teknik aseptik dan antiseptik, upaya kuratif meliputi pemberian
pengobatan dan menganjurkan klien untuk mematuhi terapi, serta upaya
rehabilitatif meliputi perawatan luka di rumah dan menganjurkan klien
meneruskan terapi yang telah diberikan.

4
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk
mengetahui bagaimana memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan post appendiktomi dengan pendekatan proses keperawatan

B. Rumusan Masalah
 Apa defenisi dari apendiktomi ?
 Apa etiologi dari apendiktomi ?
 Bagaimana patofisiologi apendiktomi ?
 Apa manifestasi klinis apendiktomi ?
 Bagaimana Pemeriksaan Penunjang ?
 Apa saja penatalaksanaan medis dari apendiktomi ?
 Menjelaskan Komplikasi apendiktomi
 Bagaimana asuhan keperawatan pada penyakit apendiktomi
C. Tujuan
Untuk mengetahui pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, pemeriksaan fisik, penatalaksanaan dan asuhan keperawatan pada
penyakit apendiktomi

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Apendektomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks
dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. (Smeltzer
Suzanne, C., 2001).
Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer,2000).

Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti


kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum.
Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh
feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa
menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).
Apendiksitis merupakan penyakit prototip yang berlanjut melalui
peradangan, obstruksi dan iskemia di dalam jangka waktu bervariasi
(Sabiston, 1995).
Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut
pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum
untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).

B. ETIOLOGI

Menurut Syamsyuhidayat, 2004 :


 Fekalit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat.
 Tumor apendiks.
 Cacing ascaris.
 Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica.
 Hiperplasia jaringan limfe.

6
Menurut Mansjoer , 2000 :
 Hiperflasia folikel limfoid.
 Fekalit.
 Benda asing.
 Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.
 Neoplasma.

Menurut Markum, 1996 :


 Fekolit
 Parasit
 Hiperplasia limfoid
 Stenosis fibrosis akibat radang sebelumnya
 Tumor karsinoid

C. PATOFISIOLOGI

Menurut Mansjoer, 2000:


Apendiksitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen
apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur
karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Feses
yang terperangkap dalam lumen apendiks akan menyebabkan obstruksi
dan akan mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang
akhirnya sebagai kausa sumbatan.
Obstruksi yang terjadi tersebut menyebabkan mukus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus semakin
banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan tersebut
akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis
bakteri, dan ulserasi mukus. Pada saat ini terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Sumbatan menyebabkan nyeri

7
sekitar umbilicus dan epigastrium, nausea, muntah. invasi kuman E Coli
dan spesibakteroides dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisan
muskularisa, dan akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah peritonitis
lokal kanan bawah.Suhu tubuh mulai naik.Bila sekresi mukus terus
berlanjut, tekanan akan terus meningkat.
Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah,
dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di area kanan
bawah. Keadaan ini yang kemudian disebut dengan apendisitis supuratif
akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark diding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh pecah, akan
menyebabkan apendisitis perforasi.
Bila proses tersebut berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa
lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut
akan menyebabkan abses atau bahkan menghilang.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan demikian ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah.
Tahapan Peradangan Apendisitis
1. Apendisitis akuta (sederhana, tanpa perforasi)
2. Apendisitis akuta perforate ( termasuk apendisitis
gangrenosa, karena dinding apendiks sebenarnya sudah
terjadi mikroperforasi

8
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Menurut Betz, Cecily, 2000 :
 Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan
bawah
 Anoreksia
 Mual
 Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak
yang lebih besar).
 Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada
peritonotis.
 Nyeri lepas.
 Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
 Konstipasi.
 Diare.
 Disuria.
 Iritabilitas.
 Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4
sampai 6 jam setelah munculnya gejala pertama.
2. Manifestasi klinis menurut Mansjoer, 2000 :

Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah


umbilicus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah.
Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang
akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga
keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi.
Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi
diare, mual, dan muntah.
Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan
abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri

9
abdomen bawah akan semakin progresif, dan denghan pemeriksaan
seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal.
Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu
menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga
muncul. Bila tanda Rovsing, psoas, dan obturatorpositif, akan
semakin meyakinkan diagnosa klinis.
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang
terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan
bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut
sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah.
Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke
perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini,
penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini
dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai
37,8-38,8° Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di
semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya
tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu
terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat.
Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.

E. KOMPLIKASI
1. Menurut Hartman, dikutip dari Nelson, 1994 :
 Perforasi.
 Peritonitis.
 Infeksi luka.
 Abses intra abdomen.
 Obstruksi intestinum.

10
2. Menurut Mansjoer, 2000 :
Apendiksitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan,
tetapi peyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai
kecenderungan menjadi progresif dan mengalami perforasi. Karena
perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk
dilakukan dalam masa tersebut.
Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot
dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum
atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, leukositosis
semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau
pembentukan abses telah terjadi sejak klien pertam akali datang,
diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti.
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah
operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai
penunjang : tirah baring dalam posisi fowler medium, pemasangan
NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian penenang,
pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan dengan pemberian
antibiotik yang sesuai dengan kultur, transfusi utnuk mengatasi
anemia, dan penanganan syok septik secara intensif, bila ada.
Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan
bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina.
Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin,
gentamisin, metronidazol, atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses
akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakaukan 6-12
minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus segera
dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum
atau vagina dengan fruktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.

11
Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi
merupakan komplikasi yang letal. Hal ini harus dicurigai bila
ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali, dan ikterus setelah
terjadi perforasi apendiks. Pada keadaan ini diindikasikan pemberian
antibiotik kombinasi dengan drainase. Komplikasi lain yang terjadi
ialah abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal lain. Obstruksi
intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.
F. PEMERIKSAAN

Pemeriksaan menurut Betz(2002), Catzel(1995), Hartman(1994),


antara lain :
1. Anamnesa

Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4


hal yang penting adalah :

 Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang


beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan
bawah.
 Muntah oleh karena nyeri viseral.
 Panas (karena kuman yang menetap di dinding
usus).
 Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu
makan, penderita nampak sakit, menghindarkan
pergerakan, di perut terasa nyeri.
2. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi pada foto tidak dapat menolong


untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila
terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran

12
sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena
adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). pada
keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam
diafragma.
3. Laboratorium

Pemeriksaan darah : lekosit ringan umumnya pada


apendisitis sederhana lebih dari 13000/mm3 umumnya pada
apendisitis perforasi. Tidak adanya lekositosis tidak
menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis: terdapat pergeseran ke
kiri. Pemeriksaan urin : sediment dapat normal atau terdapat
lekosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang
meradang menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan
laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis
untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang
menyerang.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi
lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak
normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan
apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada
infeksi pada ginjal.

G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 :


1. Sebelum operasi
 Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
 Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
 Rehidrasi

13
 Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan
secara intravena.
 Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti
menggigil, largaktil untuk membuka pembuluh – pembuluh
darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.
 Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
2. Operasi
 Apendiktomi.
 Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi
bebas,maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan
antibiotika.
 Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya
mungkin mengecil,atau abses mungkin memerlukan
drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi
dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6
minggu sampai 3 bulan.
3. Pasca operasi
 Observasi TTV.
 Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga
aspirasi cairan lambung dapat dicegah.
 Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
 Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi
gangguan, selama pasien dipuasakan.
 Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi,
puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
 Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan
menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan
saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.

14
 Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk
tegak di tempat tidur selama 2×30 menit.
 Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar
kamar.
 Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan
pulang.

Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang


yang masih aktif yang ditandai dengan :
 Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih
tinggi
 Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah
masih jelas terdapat tanda-tanda peritonitis
 Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung
jenis terdapat pergeseran ke kiri.

Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera


setelah klien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi
abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan
pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat
penyulit infeksi luka lebih tiggi daripada pembedahan pada
apendisitis sederhana tanpa perforasi.
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang
yang telah mereda ditandai dengan :
 Umumnya klien berusia 5 tahun atau lebih.
 Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit,
suhu tubuh tidak tinggi lagi.
 Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda
peritonitis dan hanya teraba massa dengan jelas dan nyeri
tekan ringan.

15
 Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.

Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan


pemberian antibiotik dan istirahat di tempat tidur. Tindakan
bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan lebih
banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih
dari satu minggu sejak serangan sakit perut.Pembedahan
dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan
atau tanpa peritonitis umum.

16
H. ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN APENDIKTOMI
1. Pengkajian
Pengkajian menurut Wong (2003), Doenges (1999), Catzel (1995),
Betz (2002), antara lain :
a. Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya
mengenai :
 Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di
sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah.
Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin
beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau
di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu
lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus,
dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang
lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien
mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
 Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan
dengan masalah. kesehatan klien sekarang
ditanyakan kepada orang tua.
 Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
 Kebiasaan eliminasi.
b. Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit
ringan/sedang/berat.
 Sirkulasi : Takikardia.
 Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
 Aktivitas/istirahat : Malaise.

17
 Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare
kadang-kadang.
 Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas,
kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
 Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar
epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat
dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat
karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam.
Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi
ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
 Demam lebih dari 380C.
 Data psikologis klien nampak gelisah.
 Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
 Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba
benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah
prolitotomi.
 Berat badan sebagai indicator untuk menentukan
pemberian obat.
c. Pemeriksaan Penunjang
 Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah.
Gambaran perselubungan mungkin terlihat “ileal
atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan
cairan udara di sekum atau ileum).
 Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan
apendisitis infiltrat.
 Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi
pada ginjal.
 Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.

18
 Pada enema barium apendiks tidak terisi.
 Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks
nonperforasi, abses apendiks.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada anak dengan kasus apendiksitis
berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan menurut NANDA (2006)
antara lain :
 Pre Operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.
 Post Operasi
a) Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan.
b) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
asupan cairan yang tidak adekuat.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi menurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention
Classsification (NIC), dan hasil yang diharapkan menurut Johnson
(2000) Nursing Outcome Classification ( NOC) , antara lain :
 Pre Operasi
I. Dx I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan : Nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
 Nyeri berkurang
 Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
 Kegelisahan atau keteganganotot
 Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.

19
 Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk
mencapai kenyamanan.

Intervensi
 Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi
lokasi, keparahan, factor presipitasinya.
 Observasi ketidaknyamanan non verbal.
 Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir
dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya
dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan
yang tidak terburu-buru.
 Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap ketidaknyamanan.
 Anjurkan pasien untuk istirahat.
 Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
 Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
II. Dx II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan nutrisi pasien adekuat.
Kriteria Hasil :
 Mempertahankan berat badan.
 Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
 Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
 Turgor kulit baik.

Intervensi
 Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi.
 Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.

20
 Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi
dan bagaimana memenuhinya.
 Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan
muntah.
 pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.

 Post Operasi
i. Dx. I. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
 Nyeri berkurang
 Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
 Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
 Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk
mencapai kenyamanan.

Intervensi
 Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi
lokasi, keparahan.
 Observasi ketidaknyamanan non verbal
 Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir
dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa
nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi,
berikan perawatan yang tidak terburu-buru.
 Kendalikan factor lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan.

21
 Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan
tenkik relaksai saat nyeri.
 Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
 Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
ii. Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan
dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan keseimbangan cairan pasien normal dan dapat
mempertahankan hidrasi yang adekuat.
Kriteria Hasil :
 Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan
BB, BJ urine normal, HT normal.
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit,
membran mukosa lembab.
 Tidak ada rasa haus yang berlebihan.

Intervensi
 Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
 Monitor vital sign dan status hidrasi.
 Monitor status nutrisi
 Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin
dan waktu pembekuan.
 Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
 Atur kemungkinan transfusi darah.

22
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Apendiks penyebab utama inflamasi akut pada kuadran kanan
bawah kanan dari rongga abdomen adalah paling umum untuk abdomen
darurat. Kira-kira 7 % dari populasi akan mengalami apendiksitis pada
waktu yang bersamaan dalam hidup mereka. Pria lebih sering dipengaruhi
dari pada wanita dan remaja lebih sering pada orang dewasa. Meskipun ini
dapat terjadi pada usia berapapun, apendiksitis paling sering terjadi antara
usia 19-30 tahun.

B. SARAN
Semoga dengan penulisan makalah ini dapat menjadikan pegangan
tehnik asuhan keperawatan atau pada kasus Apendisitis dengan pre
operatif maupun post operatif.
Agar dapat menambah pengetahuan tentang kemajuan teghnologi
pada asuahan keperawatan secara umum dan khusus, terutama pada
jenjang pendidikan keperawatan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta:
EGC
Catzel, Pincus.1995. Kapita Selekta Pediatri. Jakarta: EGC.
Dongoes. Marilyn. E.dkk 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencana Pendokumentasian Perawatan Klien. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Johnson, Marion,dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis,
Missouri: Mosby Yearbook,Inc.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta:


EGC
____, 2007, apendisitis, terdapat pada:www. harnawatiarjwordpress.com diakses
tanggal 1 Juni 2008.

24

Anda mungkin juga menyukai