Anda di halaman 1dari 17

PAPER

APENDISITIS AKUT

Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)


Ilmu Bedah
Di Rumah Sakit Haji Medan
Sumatera Utara

Disusun Oleh :
Bella Sabila Dananda (20360065)
Beta Gustilawati (20360066)

Pembimbing :
dr. Tarmizi, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR SMF ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
SUMATERA UTARA
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas paper ini guna memenuhi persyaratan kapaniteraan klinik senior di bagian
ilmu Bedah Rumah Sakit Haji Medan dengan judul “Apendisitis Akut”
Shalawat dan salam tetap terlafatkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa kita ke zaman yang
penuh ilmu pengetahuan, beliau adalah figur yang senantiasa menjadi contoh suri
tauladan yang baik bagi penulis untuk menuju ridho Allah SWT.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
dosen pembimbing KKS dibagian ilmu Bedah.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Paper masih terdapat banyak
kekurangan baik dalam cara penulisan maupun penyajian materi. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sehingga
bermanfaat dalam penulisan Paper selanjutnya. Semoga Paper ini bermanfaat
bagi pembaca dan terutama bagi penulis.

Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Medan, Agustus 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KataPengantar……………………………………………………………….. ii
Daftar Isi …………………………………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………….. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………. 3
2.1. Definisi ………………………………………………………………. 3
2.2. Anatomi ….…………………………………………………………… 3
2.3. Fisiologi ……………………………………………………………… 4
2.4. Epidemiologi ………………………………………………………… 5
2.5. Etiologi ………………………………………………………………. 5
2.6. Patogenesis …………………………………………………………… 6
2.7. Manifestasi Klinis ……………………………………………………. 7
2.8. Diagnosis ……… ………………..…………………………………… 7
2.9. Pemeriksaan Penunjang …….……………………………………… 9
2.10 Komplikasi ……...
…………………………………………………….. 10
2.11 Penatalaksanaan ……………………………………………………….. 10
2.12 Prognosis ……………………………………………………………… 12
BAB III PENUTUP ……………………………………………………… 13
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Apendiks diartikan sebagai bagian tambahan, aksesori atau bagian


tersendiri yang melekat ke struktur utama dan sering kali digunakan untuk
merujuk pada apendiks vermiformis. Apendisitis merupakan peradangan pada
apendiks vermiformis, yaitu divertikulum pada caecum yang menyerupai cacing,
panjangnya bervariasi mulai dari 7 sampai 15 cm, dan berdiameter sekitar 1 cm.
Batasan apendisitis akut adalah apendisitis dengan onset akut yang memerlukan
intervensi bedah, ditandai dengan nyeri di abdomen kuadran bawah dengan nyeri
tekan lokal dan nyeri alih, spasme otot yang ada di atasnya, dan hiperestesia kulit.
Menurut WHO (World Health Organization), insidensi apendisitis di Asia
pada tahun 2004 adalah 4.8% penduduk dari total populasi. Apendisitis
merupakan penyakit urutan keempat terbanyak di Indonesia pada tahun 2006.
Jumlah pasien rawat inap karena penyakit apendiks pada tahun tersebut 28.949
pasien, berada di urutan keempat setelah dispepsia, duodenitis, dan penyakit
sistem cerna lainnya . Pada rawat jalan, kasus penyakit apendiks menduduki
urutan kelima(34.386 pasien rawat jalan) , setelah penyakit pencernaan lain,
dispepsia, gasuitis dan duodenitis (Depkes, 2008) . Jumlah kasus apendisitis di
Jawa Tengah tahun 2009 dilaporkan sebanyak 5.980 dan 177 diantaranya
menyebabkan kematian. Jumlah penderita apendisitis tertinggi ada di Kota
Semarang, yakni 970 orang.
Appendicitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering
ditemukan pada anak-anak dan remaja. Terdapat sekitar 250.000 kasus
appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi
pada anak usia 6-10 tahun. Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia,
meskipun tidak umum pada anak sebelum usia sekolah. Apendisitis akut
merupakan masalah kegawat daruratan abdominal yang paling umum terjadi
(Humes, 2006) . Ditandai dengan adanya perasaan tidak nyaman pada daerah
periumbilikus , diikuti dengan anoreksia , mual dan muntah yang disertai dengan
nyeri tekan kuadran kanan bawah juga rasa pegal dalam atau nyeri pada kuadran

1
kanan bawah (Robbins, 2007) . Penyakit ini terjadi karena proses obstruksi di
lumen apendiks. penyebab yang tersering adalah akibat hiperplasia jaringan
limfoid, fekalit, tumor dan cacing askaris (Sjamsuhidajat, 2010) . Bila apendisitis
akut tidak segera ditatalaksana maka akan menimbulkan komplikasi yang
membahayakan yaitu perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi
peritonitis atau abses (Papandria dkk, 2013). Berdasarkan penelitian Papandria
pada tahun 2013 sebanyak 683.590 pasien yang menderita apendisitis, 30,3 %
mengalami perforasi. Tindakan penatalaksanaan yang paling tepat pada kasus
apendisitis adalah apendektomi. Sekitar 30.000 orang menjalani apendektomi
setiap tahun di Amerika Serikat (R,David, 2015). Salah satu upaya untuk
mengurangi angka kesakitan dan angka kematian dengan cara meningkatkan
kualitas dan kuantitas pelayanan medis yaitu membuat diagnosis yang tepat
(Oman dkk, 2014) . Penegakan diagnosis apendisitis akut didasarkan pada
anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Terdapat sistem
penilaian yang dapat membantu dalam mendiagnosis apendisitis akut yaitu skor
Alvarado. Skor Alvarado terdiri dari 3 gejala , 3 tanda dan 2 hasil laboratorium.
Apabila didapatkan nilai skor 7-10 maka di diagnosis meingalami apendisitis
akut. Selain itu, pemeriksaan yang memperhatikan perubahan histopatologi yang
terjadi pada struktur jaringan apendiks, dapat meningkatkan akurasi diagnosis dari
suatu apendisitis akut, yang tidak hanya berdampak bagi penatalaksanaan yang
lebih baik tetapi juga bagi komplikasi yang dapat terjadi, serta tingkat morbiditas
dan mortalitasnya (Hellen , 2005).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Apendiks diartikan sebagai bagian tambahan, aksesori atau bagian
tersendiri yang melekat ke struktur utama dan sering kali digunakan untuk
merujuk pada apendiks vermiformis. Apendisitis merupakan peradangan pada
apendiks vermiformis, yaitu divertikulum pada caecum yang menyerupai cacing,
panjangnya bervariasi mulai dari 7 sampai 15 cm, dan berdiameter sekitar 1 cm.
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing.
Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan
bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya
(Sjamsuhidajat, 2010)Batasan apendisitis akut adalah apendisitis dengan onset
akut yang memerlukan intervensi bedah, ditandai dengan nyeri di abdomen
kuadran bawah dengan nyeri tekan lokal dan nyeri alih, spasme otot yang ada di
atasnya, dan hiperestesia kulit.

2.2. Anatomi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10cm
(kisaran 3-15cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya.
Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendicitis pada usia itu.
Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan
apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantungnya . Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu
di belakang caecum, di belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon

3
ascendens. Gejala klinis appendicitis ditentukan oleh letak apendiks. Persarafan
parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterica superior
dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X.
Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis bermula di sekitar umbilicus5.
Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi
apendiks akan mengalami gangren.

2.3. Fisiologi
Apendiks menghasilkan lender 1-2ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran
lender di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis appendicitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid
tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.
Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jkumlah jaringan limf disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan di seluruh tubuh.

4
2.4 Epidemiologi
Insiden apendisitis akut di negara maju Iebih tinggi dari pada negara
berkembang. Rata-rata 6-9% populasi di dunia menderita apendisitis dalam
hidupnya. Survei menunjukkan bahwa sekitar 10 % orang di Amerika Serikat dan
negara Barat menderita apendisitis dalam suatu saat (Robbins, 2007) .
Menurut WHO (World Health Organization), insidensi apendisitis di Asia
pada tahun 2004 adalah 4.8% penduduk dari total populasi. Apendisitis
merupakan penyakit urutan keempat terbanyak di Indonesia pada tahun 2006.
Jumlah pasien rawat inap karena penyakit apendiks pada tahun tersebut 28.949
pasien, berada di urutan keempat setelah dispepsia, duodenitis, dan penyakit
sistem cerna lainnya . Pada rawat jalan, kasus penyakit apendiks menduduki
urutan kelima(34.386 pasien rawat jalan) , setelah penyakit pencernaan lain,
dispepsia, gasuitis dan duodenitis (Depkes, 2008) . Jumlah kasus apendisitis di
Jawa Tengah tahun 2009 dilaporkan sebanyak 5.980 dan 177 diantaranya
menyebabkan kematian. Jumlah penderita apendisitis tertinggi ada di Kota
Semarang, yakni 970 orang

2.5 Etiologi
Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix
sehingga terjadi kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi.
Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang
paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar 20% anak dengan
appendicitis. Penyebab lain dari obstruksi appendiks meliputi: Hiperplasia folikel
lymphoid Carcinoid atau tumor lainnya Benda asing (pin, biji-bijian) Kadang
parasit 1 Penyebab lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi
mukosa appendix oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat
diisolasi pada pasien appendicitis yaitu7 : Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob
Escherichia coli Viridans streptococci Pseudomonas aeruginosa Enterococcus

5
Bacteroides fragilis Peptostreptococcus micros Bilophila species Lactobacillus
species.

2.6 Patogenesis
Patologi apendisitis berawal dari mukosa dan kemudian melibatkan seluruh
lapisan dinding apendiks vermiformis dalam waktu 24-48 jam pertama. Jaringan
mukosa pada apendiks vermiformis menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya.
Terjadinya obstruksi lumen menyebabkan sekresi mukus dan cairan, akibatnya
terjadi peningkatan tekanan luminal sebesar 60 cm H2O, yang seharusnya hanya
berkapasitas 0,1-0,2 mL.
Bakteri dalam lumen apendiks vermiformis berkembang dan menginvasi
dinding apendiks vermiformis sejalan dengan terjadinya pembesaran vena dan
kemudian terganggunya arteri akibat tekanan intraluminal yang tinggi. Ketika
tekanan kapiler melampaui batas, terjadi iskemi mukosa, inflamasi dan ulserasi.
Pada akhirnya, pertumbuhan bakteri yang berlebihan di dalam lumen dan invasi
bakteri ke dalam mukosa dan submukosa menyebabkan peradangan transmural,
edema, stasis pembuluh darah, dan nekrosis muskularis yang dinamakan
apendisitis kataralis. Jika proses ini terus berlangsung, menyebabkan edema dan
kongesti pembuluh darah yang semakin parah dan membentuk abses di dinding
apendiks vermiformis serta cairan purulen, proses ini dinamakan apendisitis
flegmonosa. Kemudian terjadi gangren atau kematian jaringan yang disebut
apendisitis gangrenosa. Jika dinding apendiks vermiformis yang terjadi gangren
pecah, tandanya apendisitis berada dalam keadaan perforasi.
Untuk membatasi proses radang ini tubuh juga melakukan upaya pertahanan
dengan menutup apendiks vermiformis dengan omentum, usus halus, atau
adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal
dengan istilah infiltrat apendiks. Pada anak-anak dengan omentum yang lebih
pendek, apendiks vermiformis yang lebih panjang, dan dinding apendiks
vermiformis yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang, dapat
memudahkan terjadinya apendisitis perforasi. Sedangkan pada orang tua,

6
apendisitis perforasi mudah terjadi karena adanya gangguan pembuluh darah.
Apendiks vermiformis yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi
membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah.
Sehingga suatu saat, organ ini dapat mengalami peradangan akut lagi dan
dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.

2.7 Manisfestasi Klinis


Manifestasi Klinis Menurut Wijaya AN dan Putri (2013), gejala-gejala
permulaan pada apendisitis yaitu nyeri atau perasaan tidak enak sekitar umbilikus
diikuti anoreksia, nausea dan muntah, ini berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari.
Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke nyeri pindah ke kanan bawah dan
menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc. Burney, nyeri
rangsangan peritoneum tidak langsung, nyeri pada kuadran kanan bawah saat
kuadran kiri bawah ditekan, nyeri pada kuadran kanan bawah bila peritoneum
bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk, dan mengedan, nafsu makan
menurun, demam yang tidak terlalu tinggi, biasanya terdapat konstipasi, tetapi
kadang-kadang terjadi diare.

2.8 Diagnosis
Diagnosis Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut.
Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada
seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut.
Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi nervus vagus. Obstipasi karena
penderita takut untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul
komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-
38,5 C tetapi jika suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi perforasi
(Departemen Bedah UGM, 2010). Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi
di dapat penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang
sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan
bawah terlihat pada apendikuler abses (Departemen Bedah UGM, 2010). Pada

7
palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi
dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai
dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri.

2.8.1 Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah adalah :


1. Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan
kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci
diagnosis.
2. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri
lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan
secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan
dan dalam di titik Mc. Burney.
3. Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal.
4. Rovsing sign (+) adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila
dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan
oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang
berlawanan.
5. Psoas sign (+) terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
peradangan yang terjadi pada apendiks.
6. Obturator sign (+) adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal
tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium
(Departemen Bedah UGM, 2010).
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok pada auskultasi akan terdapat
peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu
dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis
maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur
(Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12 (Departemen Bedah
UGM, 2010).

8
Apendisitis dapat didiagnosis menggunakan skor alvarado yang dapat dilihat
pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Gambaran klinis apendisitis akut berdasarkan skor alvorado


Tabel Skor Alvarado Skor
Gejala Klinis 1
Nyeri Perut yang berpindah ke kanan bawah 1
Napsu makan menurun 1
Mual dan muntah
Tanda Klinis
Nyeri lepas Mc.Burney 1
Nyeri tekan pada titik Mc.Burney 2
Demam (Suhu >37,2 C) 1
Pemeriksaan Lab
Leukostosis (Leukosit >10.000/ml) 2
Shift to the left ( Neutrofil >75%) 1
TOTAL 10

Interpretasi:
Skor 7-10 = apendisitis akut,
Skor 5-6 = curiga apendisitis akut,
Skor l-4 = bukan apendisitis akut.
Pembagian ini berdasarkan studi dari McKay (2007).

2.9 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hitung jenis leukosit dengan hasil leukositosis.
b. Pemeriksaan urin dengan hasil sedimen dapat normal atau terdapat
leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang
menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan leukosit meningkat
sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap
mikroorganisme yang menyerang. Pada apendisitis akut dan perforasi akan
terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak

9
normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis
infiltrat. Urin rutin penting untuk melihat apakah terdapat infeksi pada
ginjal.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Apendikogram Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian
kontras BaS04 serbuk halus yang diencerkan dengan perbandingan 1:3
secara peroral dan diminum sebelum pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam
untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk dewasa, hasil apendikogram dibaca
oleh dokter spesialis radiologi.
b. Ultrasonografi (USG) USG dapat membantu mendeteksi adanya
kantong nanah. Abses subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati,
pneumonia basal, atau efusi pleura (Penfold, 2008).

2.10 Komplikasi
1. Appendicular infiltrat: Infiltrat / massa yang terbentuk akibat mikro atau
makro perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh
omentum, usus halus atau usus besar.
2. Appendicular abscess: Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro
perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh
omentum, usus halus, atau usus besar.
3. Perforasi
4. Peritonitis
5. Syok septik
6. Mesenterial pyemia dengan Abscess Hepar
7. Gangguan peristaltik
8. Ileus

2.11 Tatalaksana
Untuk pasien yang dicurigai Appendicitis : Puasakan dan Berikan analgetik
dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala dan Penelitian
menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan menyamarkan gejala saat

10
pemeriksaan fisik. Dan Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia
reproduksi. Dan Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang
membutuhkan Laparotomy Perawatan appendicitis tanpa operasi dan Penelitian
menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk Appendicitis
acuta bagi mereka yang sulit mendapat intervensi operasi (misalnya untuk pekerja
di laut lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko tinggi untuk dilakukan
operasi Rujuk ke dokter spesialis bedah. Antibiotika preoperative dan Pemberian
antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi post opersi.
dan Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative dan
anaerob dan Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah. dan
Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya
digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau
Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri yang
terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus,
Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides.
Teknik operasi Appendectomy 2,,5
A. Open Appendectomy
1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
2. Dibuat sayatan kulit: Horizontal Oblique
3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:
a. Pararectal/ Paramedian Sayatan pada vaginae tendinae M. rectus
abdominis lalu otot disisihkan ke medial. Fascia diklem sampai saat
penutupan vagina M. rectus abdominis karena fascia ada 2 supaya jangan
tertinggal pada waktu penjahitan karena bila terjahit hanya satu lapis bisa
terjadi hernia cicatricalis. 2 lapis M.rectus abd. sayatan
b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting Sayatan berubah-ubah
sesuai serabut otot. Lokasi insisi yang sering digunakan pada
Appendectomy
B. Laparoscopic Appendectomy Pertama kali dilakukan pada tahun 1983.
Laparoscopic dapat dipakai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan
nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopic kemungkinan

11
sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian
bawah. Membedakan penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta sangat
mudah dengan menggunakan laparoskop.

2.12 Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam (Permenkes, 2014) . Kebanyakan pasien
setelah operasi apendektomi sembuh spontan tanpa penyulit, namun komplikasi
dapat terjadi apabila tidak ditatalaksana segera (Papandria dkk, 2013).

12
BAB III
KESIMPULAN

Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks vermiformis, yaitu


divertikulum pada caecum yang menyerupai cacing, panjangnya bervariasi mulai
dari 7 sampai 15 cm, dan berdiameter sekitar 1 cm. Batasan apendisitis akut
adalah apendisitis dengan onset akut yang memerlukan intervensi bedah, ditandai
dengan nyeri di abdomen kuadran bawah dengan nyeri tekan lokal dan nyeri alih,
spasme otot yang ada di atasnya, dan hiperestesia kulit. Gejala-gejala permulaan
pada apendisitis acute yaitu nyeri atau perasaan tidak enak sekitar umbilikus
diikuti anoreksia, nausea dan muntah, ini berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari.
Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang
paling penting dalam mendiagnosis appendicitis. Prognosis pada umumnya
bonam, bila ditatalaksana dengan benar.

13
DAFTAR PUSTAKA

1.

14

Anda mungkin juga menyukai