Anda di halaman 1dari 41

TINJAUAN PUSTAKA ORTHOPAEDI

SHOULDER IMPINGEMENT SYNDROME

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti


Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah
RSUD Panembahan Senopati Bantul

Diajukan kepada :
dr. Leonardus Hartoko Budi Riantoro, Sp.OT (K)

Disusun oleh :
Firdous Nurrohman – 20204010022
Indira Rifqi Amalia – 20204010077

KSM ILMU BEDAH


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
2021
HALAMAN PENGESAHAN

SHOULDER IMPINGEMENT SYNDROME

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti


Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah
RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh :
Firdous Nurrohman – 20204010022
Indira Rifqi Amalia - 20204010077

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal :


Juli 2021

Oleh :
Dokter Pembimbing

dr. Leonardus Hartoko Budi Riantoro, Sp.OT (K)

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan
karunia yang telah senantiasa dilimpahkan oleh-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas Tinjauan Pustaka Orthopaedi yang berjudul “Shoulder
Impingement Syndrome” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian akhir di
bagian Ilmu Bedah, dan juga untuk memberikan informasi kepada masyarakat.
Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa tugas Tinjauan Pustaka ini
sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala hormat dan
kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi penelitian ke depannya.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya
kepada:
1. Allah SWT yang senantiasa telah memberikan nikmat tak terhingga kepada
penulis sehingga bisa menyelesaikan tugas Presentasi Kasus ini.
2. dr. Leonardus Hartoko Budi Riantoro, Sp.OT (K) selaku dokter pembimbing
dalam menyelesaikan tugas Tinjauan Pustaka ini.
3. Teman-teman koass seperjuangan di RSUD Panembahan Senopati Bantul.
Akhir kata dari penulis. Penulis sangat berharap semoga Allah SWT pahala
yang setimpal atas segala kebaikan apapun yang penulis dapatkan dari pihak-
pihak di atas. Aamiin Aamiin Aamiin Yaa Rabbal ‘Aalamiin. Penulis juga sangat
berharap semoga tugas Presentasi Kasus ini bisa bermanfaat bagi para pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Bantul, 8 Juni 2021


Penulis

Tim Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER..............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I – PENDAHULUAN....................................................................................1
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................3
A. Definisi..........................................................................................................3
B. Epidemiologi.................................................................................................3
C. Anatomi.........................................................................................................4
D. Etiologi..........................................................................................................7
E. Faktor Resiko................................................................................................9
F. Klasifikasi.....................................................................................................9
1. Subacromial Impingement..................................................................10
2. Internal Impingement..........................................................................12
3. Subcoracoid Impingement..................................................................13
G. Penegakan Diagnosis..................................................................................14
1. Anamnesis...........................................................................................14
2. Pemeriksaan Fisik...............................................................................15
3. Pemeriksaan Penunjang......................................................................20
H. Tatalaksana..................................................................................................27
1. Konservatif..........................................................................................27
2. Operasi................................................................................................29
I. Komplikasi..................................................................................................30
1. Rotator Cuff Disease...........................................................................30
2. Adhesive Capsulitis / Frozen Shoulder...............................................31
J. Prognosis.....................................................................................................32
BAB III – KESIMPULAN...................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................36

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Shoulder Impingement Syndrome adalah suatu kejadian / fenomena dimana


terjadi siklus gesekan (rubbing) pada rotator cuff di antara tulang humerus dengan
tulang acromion. Gesekan tersebut akan memicu terjadinya swelling pada rotator
cuff, sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan jalan rotator cuff.
Penyempitan tersebut akan memicu terjadinya penjempitan (impinge) pada rotator
cuff, sehingga menyebabkan terjaidinya iritasi, inflamasi, dan nyeri.
Shoulder Impingement Syndrome merupakan kejadian / fenomena shoulder
pain tersering. Kejadian ini ditemukan pada sekitar 50% pasien yang datang
dengan keluhan shoulder pain.
Shoulder pain merupakan indikasi / keluhan tersering yang menyebabkan
pasien datang ke pelayanan primer atau ke klinik Orthopaedi di seluruh dunia.
Terhitung sekitar 7 – 34% pasien datang dengan keluhan shoulder pain, dan
terdeteksi bahwa Shoulder Impingement Syndrome termasuk di dalamnya.
Shoulder Impingement Syndrome ditemukan pertama kali pada tahun 1852,
dan diketahui bahwa kejadian ini merupakan penyebab tersering dari pasien-
pasien dengan keluhan shoulder pain. Terhitung sekitar 44 – 65% pasien dengan
keluhan shoulder pain mengalami Shoulder Impingement Syndrome. Di Inggris,
terhitung sekitar 20 – 50% pasien dengan keluhan shoulder pain datang ke dokter
umum, sekitar 25% dari pasien tersebut terdiagnosis mengalami Shoulder
Impingement Syndrome. Tidak hanya shoulder pain biasa, tapi juga ditemukan
kejadian kronik ataupun relapse, dengan sekitar 54% pasien dilaporkan bergejala
persisten dengan waktu lebih dari 3 tahun.
Di Indonesia sendiri belum memiliki data nasional prevalensi shoulder pain
dan etiologinya. Pada kelompok tani di Bantul didapatkan keluhan nyeri otot
terbanyak terletak di bahu (81%). Studi prevalensi lain di Gianyar, Bali,
didapatkan shoulder pain sebagai keluhan nyeri muskuloskeletal kedua terbanyak

1
2

(61,5%) setelah punggung bawah (84,6%) pada pekerja pabrik bata merah. Bila
diperhatikan, kelompok profesi di atas dalam pekerjaannya banyak menggunakan
sendi bahu yang merupakan faktor risiko Shoulder Impingement Syndrome.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Shoulder Impingement Syndrome adalah suatu kejadian / fenomena dimana
terjadi siklus gesekan (rubbing) pada rotator cuff di antara tulang humerus dengan
tulang acromion. Gesekan tersebut akan memicu terjadinya swelling pada rotator
cuff, sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan jalan rotator cuff.
Penyempitan tersebut akan memicu terjadinya penjempitan (impinge) pada
rotator cuff, sehingga menyebabkan terjadinya iritasi, inflamasi, dan nyeri.
Shoulder Impingement Syndrome merupakan kejadian / fenomena shoulder
pain tersering. Kejadian ini ditemukan pada sekitar 50% pasien yang datang
dengan keluhan shoulder pain.

B. Epidemiologi
Shoulder pain merupakan indikasi / keluhan tersering yang menyebabkan
pasien datang ke pelayanan primer atau ke klinik Orthopaedi di seluruh dunia.
Terhitung sekitar 7 – 34% pasien datang dengan keluhan shoulder pain, dan
terdeteksi bahwa Shoulder Impingement Syndrome termasuk di dalamnya.
Shoulder Impingement Syndrome ditemukan pertama kali pada tahun 1852,
dan diketahui bahwa kejadian ini merupakan penyebab tersering dari pasien-
pasien dengan keluhan shoulder pain. Terhitung sekitar 44 – 65% pasien dengan
keluhan shoulder pain mengalami Shoulder Impingement Syndrome. Di Inggris,
terhitung sekitar 20 – 50% pasien dengan keluhan shoulder pain datang ke dokter
umum, sekitar 25% dari pasien tersebut terdiagnosis mengalami Shoulder
Impingement Syndrome. Tidak hanya shoulder pain biasa, tapi juga ditemukan
kejadian kronik ataupun relapse, dengan sekitar 54% pasien dilaporkan bergejala
persisten dengan waktu lebih dari 3 tahun.

3
4

Di Indonesia sendiri belum memiliki data nasional prevalensi shoulder pain


dan etiologinya. Pada kelompok tani di Bantul didapatkan keluhan nyeri otot
terbanyak terletak di bahu (81%). Studi prevalensi lain di Gianyar, Bali,
didapatkan shoulder pain sebagai keluhan nyeri muskuloskeletal kedua terbanyak
(61,5%) setelah punggung bawah (84,6%) pada pekerja pabrik bata merah. Bila
diperhatikan, kelompok profesi di atas dalam pekerjaannya banyak menggunakan
sendi bahu yang merupakan faktor risiko Shoulder Impingement Syndrome.

C. Anatomi

Anatomi Tulang Bahu

Perlu diketahui bahwa bahu disusun oleh 3 tulang besar, yaitu tulang
klavikula, tulang skapula, dan tulang humerus proksimal. Tulang skapula
memiliki dua leher yang letaknya berhadapan, yaitu acromion di posterior, dan
coracoid di anterior. Tulang acromion ini yang akan bersambungan dengan tulang
klavikula. Tulang skapula juga memiliki bagian lain, yaitu kavitas glenoid,
dimana kavitas ini yang menjadi tempat untuk melekat / menempelnya tulang
humerus proksimal, yaitu di bagian kepala humerus (head of humerus).
5

Anatomi Tulang Bahu dari Hasil X-Ray


6
7

Anatomi Sendi, Otot, dan Tendon pada Tulang Bahu

Pada tulang-tulang penyusun bahu yang sudah dijelaskan di atas, melekat


berbagai otot dan tendon. Yang pelu diperhatikan pada bagian yang terlibat
dengan Shoulder Impingement Syndrome adalah rotator cuff. Rotator cuff
merupakan kelompok dari empat otot yang berada di bagian bahu dimana
bertanggungjawab terhadap pergerakan dan stabilisasi di bahu. Empat otot
tersebut adalah otot supraspinatus, otot infraspinatus, otot subscapularis, dan otot
teres minor yang dimana melekat di tulang humerus pada bagian tuberositas
mayor. Pada bagian acromion dan klavikula dihubungkan oleh sendi
acromioklavikular (AC joint), sedangkan bagian acromion dan coracoid
dihubungkan oleh ligamen coracoacromial (CA ligament), serta bagian coracoid
dan klavikula dihubungkan oleh ligamen coracoklavikular (CC ligament) yang
terbagi menjadi dua yaitu ligamen trapezoid (trapezoid ligament) dan ligamen
conoid (conoid ligament).

D. Etiologi
Perlu diingat bahwa berdasarkan anatomi, rotator cuff terletak di bawah
acromion, yang merupakan leher posterior dari tulang skapula. Shoulder
Impingement Syndrome terjadi apabila tendon rotator cuff tersebut terjepit oleh
acromion, dimana paling sering terjepit antara acromion dengan kepala humerus
(head of humerus). Penyebab yang mungkin dari fenomena penjepitan itu adalah:
 Tendon mengalami bengkak / swelling. Hal ini bisa terjadi karena aktivitas
berlebihan yang berulang pada bahu, perlukaan, atau berkaitan dengan usia.
Hal ini memicu tendon untuk terjadi inflamasi sehingga bengkak, dan
mempersempit ruang antara bawah acromion dengan atas kepala humerus
(head of humeri).
8

 Bursa supraspinatus mengalami iritasi dan inflamasi. Bursa adalah suatu


bantalan sendi berupa kantong berisi cairan yang terletak di antara tendon
dengan acromion, dimana berfungsi sebagai pelicin antara otot dan tendon
dengan tulang. Inflamasi pada bursa bisa disebabkan juga karena perlukaan
atau penggunaan berlebih pada bahu.
 Bentuk tulang acromion yang abnormal. Hal ini bisa disebabkan karena
memang bawaan sejak lahir atau usia yang semakin lanjut sehingga
menyebabkan terjadinya bone spurs (pertumbuhan tulang baru yang
abnormal) di acromion. Bigliani membagi tiga klasifikasi bentuk acromion
berdasarkan morfologinya, yaitu:
 Kelas I  Flat Acromion
 Kelas II  Curved Acromion
 Kelas III  Hooked Acromion

Bentuk Acromion

Klasifikasi bentuk acromion menurut Bigliani ini dihubungkan dengan


kejadian komplikasi Rotator Cuff Tear, yaitu pada kelas I kemungkinannya
sebesar 5%, kelas II sebesar 25%, dan kelas III yang paling tinggi yaitu
sebesar 75%.
9

E. Faktor Resiko
Penyebab-penyebab terjadinya Shoulder Impingement Syndrome telah
disebutkan di atas, dan penyebab-penyebab tersebut berhubungan dengan faktor-
faktor resiko yang memicu. Faktor resiko tersebut adalah:
 Orang-orang dengan aktivitas yang berlebih atau berat. Orang dengan
aktivitas yang dimaksud paling sering berhubungan dengan atlet olahraga
dimana membutuh banyak gerakan overhead (gerakan di atas kepala) seperti
berenang, baseball, voli, dan tenis. Selain atlet olahraga, juga sering pada
orang-orang seperti pelukis, hairdresser, tukang kayu.
 Orang-orang dengan usia lanjut. Hal ini berhubungan usia-usia yang rentan
mengalami degenerasi seperti kelemahan otot dan juga kejadian bone spur
yang memicu terjadinya inflamasi dan penjepitan rotator cuff.
 Orang-orang yang mengalami perlukaan baik dengan mekanisme tumpuan
tangan telentang atau secara langsung ke bahu.
Telah diketahui juga bahwa terdapat faktor-faktor predisposisi yang dapat
memicu resiko terjadinya Shoulder Impingement Syndrome selain membawa
beban berat, yaitu seperti infeksi, merokok, dan antibiotik fluoroquinolone.
Namun, faktor merokok dan antibiotik tersebut masih belum diketahui hubungan
pastinya.

F. Klasifikasi
Shoulder Impingement Syndrome dapat dikategorikan / diklasifikasikan
berdasarkan lokasi dan juga penyebab yang mendasari. Berdasarkan lokasinya,
Shoulder Impingement Syndrome dapat dibagi menjadi:
 External Impingement atau biasa disebut dengan Subacromial Impingement.
Jenis ini terjadi karena hasil dari fenomena penjepitan dari jaringan lunak di
subacromial space.
 Internal Impingement. Jenis ini terjadi karena hasil dari fenomena penjepitan
dari rotator cuff tendon di antara kepala humerus (head of humerus) dengan
glenoid rim.
Sedangkan berdasarkan penyebab yang mendasari, dapat dibagi menjadi:
10

 Primary Impingement, yang ditandai dengan adanya penyempitan pada


subacromial space. Sebagai contoh karena ditemukan adanya abnormalitas
bentuk acromion berupa hooked acromion atau bisa juga karena swelling
pada jaringan lunak.
 Secondary Impingement, yang ditandai dengan bentuk anatomi yang normal
namun ada tanda penjempitan saat dilakukan gerakan pada bahu, hal ini
terjadi karena adanya kelemahan pada rotator cuff. Selain itu, diketahui hal
ini juga bisa disebabkan karena adanya kelemahan pada otot trapezius dan
otot serratus anterior, yang menyebabkan adanya keterbatasan saat rotasi
eksternal dan abduksi ekstremitas atas.
Neer juga melakukan pengkategorian / pengklasifikasian Shoulder
Impingement Syndrome berdasarkan tingkat keparahannya menjadi tiga stadium.
Pengklasifikasian tersebut yaitu:
 Stadium I  ditandai dengan adanya edema, hemorrhage, atau keduanya
yang dikarenakan mekanisme aktivitas berlebih.
 Stadium II  ditandai dengan adanya fibrosis dan perubahan tendon secara
irreversible.
 Stadium III  ditandai dengan adanya ruptur / putusnya tendon.
Berdasarkan pembagian klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan oleh Neer,
dapat diketahui bahwa semakin tinggi stadiumnya maka fenomena tersebut
semakin parah.
1. Subacromial Impingement
Subacromial Impingement merupakan jenis fenomena yang paling sering
terjadi pada pasien dengan Shoulder Impingement Syndrome. Fenomena ini
sering disebut juga sebagai External Impingement. Fenomena ini terjadi
karena hasil dari penjepitan otot rotator cuff oleh struktur-struktur di bagian
superior yaitu AC joint, acromion, dan CA ligament yang dimana
menyebabkan terjadinya inflamasi dan juga bursitis.
11

Gambaran Penjepitan pada Subacromial Impingement

Beberapa literatur menyebutkan bahwa kejadian ini terjadi bisa karena


dua hal:
 Kompresi ekstrinsik  melibatkan AC joint, acromion, dan CA ligament.
 Degenerasi intrinsik  melibatkan supraspinatus yang mengalami erosi,
menyebabkan terjadinya kelemahan dan ketidakseimbangan kepala
humerus (head of humerus) di kavitas glenoid, sehingga terjadilah
penyempitan pada subacromial space.
Selain dua hal di atas, diketahui juga bahwa fenomena ini juga
berhubungan erat dengan bentuk anatomi tulang acromion sebagai
penyebabnya. Biasanya faktor ini berhubungan dengan bentuk hooked
acromion. Selain itu juga biasa berhubungan dengan kelainan pada jaringan
lunak sekitar seperti terjadinya inflamasi pada subacromial bursa sehingga
menyebabkan penyempitan subacromial space.
12

Perlu diketahui juga bahwa Subacromial Impingement dapat berujung


pada beberapa kelainan seperti rotator cuff tendinopathy, partial atau full
thickness rotator cuff tear, calcific tendinitis, dan subacromial bursitis.
2. Internal Impingement
Internal Impingement merupakan suatu fenomena yang terjadi karena
adanya proses penjepitan pada rotator cuff bagian bawah / sisi artikular oleh
glenoid posterosuperior. Fenomena ini biasa terjadi pada orang-orang yang
merupakan atlet olahraga dengan gerakan overhead yang melibatkan gerakan
melempar.

Fase Gerakan Melempar pada Atlet Pelempar

Pada atlet-atlet olahraga pelempar dikenal terdapat lima fase dalam


melakukan gerakan, fenomena Internal Impingement terjadi pada fase late
cocking dan early acceleration. Hal ini dikarenakan pada saat fase gerakan
tersebut, atlet akan melakukan gerakan abduksi maksimum dan rotasi
eksternal bahu, dimana gerakan tersebut akan menyebabkan kepala humerus
(head of humerus) menjepit tendon supraspinatus bagian sisi bawah ke arah
glenoid.
13

Gambaran Penjepitan pada Internal Impingement

Internal Impingement akan menunjukkan adanya gambaran perlukaan


dan tightness pada bagian kapsul posterior dari bahu. Biasanya pasien akan
merasakan diffuse pain pada bagian bahu posterior, dan mengarah pada GIRD
(Glenohumeral Internal Rotation Deficit), yaitu penurunan kemampuan rotasi
internal dan peningkatan kemampuan rotasi eksternal.
3. Subcoracoid Impingement
Subcoracoid Impingement merupakan suatu fenomena yang terjadi
karena adanya proses penjepitan pada tendon subskapularis di antara tulang
coracoid dengan tulang humerus tuberositas minor, yang bisa memicu
terjadinya nyeri bahu anterior, dan bisa berujung pada ruptur / putus tendon
subskapularis. Fenomena ini jarang terjadi, dan biasanya terjadi pada pasien
dengan tulang coracoid yang panjang / berlebihan atau pada pasien paska
operasi yang menyebabkan terjadinya posterior capsular tightening.
14

Gambaran Penjepitan pada Subcoracoid Impingement

G. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu tahapan menggali riwayat penyakit pasien,
dimana dapat menunjang sebesar 60% untuk menegakkan suatu diagnosis.
Ada beberapa poin dari tiap jenis Shoulder Impingement Syndrome yang akan
menjadi khas dalam anamnesis, namun secara umum anamnesis yang dapat
dilakukan adalah menanyakan:
 Umur pasien. Shoulder Impingement Syndrome bisa terjadi pada semua
kelompok umur, namun biasanya paling sering pada orang-orang tua.
Pada orang muda biasanya terjadi pada kelompok atlet.
 Karakter nyeri. Pada Shoulder Impingement Syndrome, yang menjadi
khas karakter nyerinya adalah:
 Onset. Pada pasien-pasien ini, onset yang dirasakan biasanya kronik.
 Faktor yang memperingan / memperberat. Pada pasien-pasien
Shoulder Impingement Syndrome, dengan aktivitas overhead justru
akan memperberat gejala.
 Pekerjaan / aktivitas. Pasien-pasien Shoulder Impingement Syndrome
biasanya adalah pasien-pasien dengan aktivitas yang banyak melibatkan
gerakan overhead. Banyak juga terjadi pada orang-orang atlet olahraga.
15

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa secara khusus


anamnesis di tiap jenis Shoulder Impingement Syndrome memiliki khas
tertentu.
a. Subacromial Impingement
 Biasanya insidious onset.
 Memberat dengan aktivitas overhead, dan lifting objects away from
body.
 Night pain (nyeri memberat saat malam hari). Ini juga menjadi
indikasi kemungkinan terjadinya rotator cuff tear, dan kemungkinan
besar terapi konservatif akan gagal.
b. Internal Impingement
 Pasien biasanya adalah atlet olahraga yang melibatkan gerakan
melempar seperti baseball, dan lain-lain.
 Nyerinya bersifat diffuse di bagian posterior bahu.
 Nyeri akan memberat saat pasien melakukan gerakan melempar
(maksimum abduksi dan eksternal rotasi), yaitu pada fase late
cocking dan early acceleration.
c. Subcoracoid Impingement
 Nyeri bahu biasanya di bagian anterior.
 Nyeri akan memberat saat pasien melakukan gerakan fleksi, adduksi,
dan internal rotasi.
 Kadang terjadi pada pasien paska operasi yang menyebabkan
terjadinya posterior capsular tightness.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik juga memiliki peranan penting dalam menunjang
penegakkan diagnosis setelah melakukan anamnesis. Pada tiap jenis Shoulder
Impingement Syndrome juga memiliki khas masing-masing pada pemeriksaan
fisik.
Umumnya, pemeriksaan fisik pada Shoulder Impingement Syndrome
normal pada saat melakukan pemeriksaan inspeksi untuk look, dan palpasi
16

untuk feel. Hasil pemeriksaan move untuk menilai ROM bisa bervariasi dari
tiap jenis Shoulder Impingement Syndrome.
a. Subacromial Impingement
Pada Subacromial Impingement, umumnya pemeriksaan kekuatannya
normal. Ada beberapa pemeriksaan khusus untuk menunjang diagnosis
Subacromial Impingement, yaitu:
1) Neer Impingement Sign
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melakukan forward fleksi
tangan secara pasif sebesar > 90º. Hasil positif apabila pasien
merasakan nyeri.

Neer Impingement Sign

2) Neer Impingement Test


Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengkonfirmasi bahwa jika benar
kemungkinan besar terjadi Subacromial Impingement. Pemeriksaan
ini dilakukan dengan melakukan injeksi analgesik paska dilakukan
Neer Impingement Sign. Hasil positif jika nyeri mereda setelah
dilakukan injeksi.
3) Hawkin-Kennedy Test
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melakukan forward fleksi
tangan secara pasif sebesar 90º, kemudian melakukan internal rotasi.
Hasil positif apabila pasien merasakan nyeri.
17

Hawkin-Kennedy Test

4) Jobe Test
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melakukan forward fleksi
tangan secara pasif sebesar 90º, kemudian melakukan internal rotasi
secara maksimal, lalu melakukan penekanan tangan ke arah bawah.
Hasil positif apabila pasien merasakan nyeri.

Jobe Test

b. Internal Impingement
Pada Internal Impingement, bisa ditemukan adanya hasil pemeriksaan
fisik seperti:
 Look  kadang ditemukan adanya gambaran retroversi pada
proksimal humerus.
 Feel  ditemukan nyeri saat palpasi di bagian infraspinatus.
18

 Move  ditemukan gambaran GIRD (Glenohumeral Internal


Rotation Deficit), yaitu kehilangan > 20º internal rotasi jika
dibandingkan secara kontralateral, dan peningkatan eksternal rotasi.
Ada beberapa pemeriksaan khusus untuk menunjang diagnosis Internal
Impingement, yaitu:
1) Apprehension Test
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melakukan abduksi tangan
secara pasif sebesar 90º, kemudian melakukan eksternal rotasi secara
berhati-hati. Hasil positif apabila ditemukan ada perubahan ekspresi
pasien / pasien merasa nyeri.

Apprehension Test

2) Whipple Test
Pemeriksaan ini untuk melihat apakah kemungkinan sudah terjadi
supraspinatus tear. Pemeriksaan dilakukan dengan cara melakukan
forward fleksi tangan yang sakit secara pasif sebesar 90º hingga di
depan bahu kontralateral, kemudian melakukan penekanan tangan ke
arah bawah. Hasil positif apabila pasien merasa nyeri.
19

Whipple Test

c. Subcoracoid Impingement
Pada Subcoracoid Impingement, umumnya pemeriksaan fisik yang
ditemukan adalah adanya tenderness di bagian anterior coracoid.
Pemeriksaan khusus untuk menunjang diagnosis Subcoracoid
Impingement dikenal dengan istilah Coracoid Impingement Test.
Pemeriksaan ini dilakukan hampir sama dengan Hawkin-Kennedy Test,
namun yang membedakan adalah pada pemeriksaan ini adduksi tangan
yang dilakukan sebesar 120 – 130º, lalu dilakukan internal rotasi. Hasil
positif jika terdapat gambaran clicking and pain.

Coracoid Impingement Test


20

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan setelah anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Tujuan dilakukannya pemeriksaan penunjang adalah untuk menunjang
diagnosis penyakit pasien melalui bantuan alat. Namun perlu diingat bahwa
pemeriksaan penunjang tidak menjadi keputusan ditegakkannya diagnosis.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan kombinasi hasil temuan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dengan mengingat anamnesis
sebagai presentase terbesar penegakkan diagnosis sebesar 60%.
Seperti halnya anamnesis, dan pemeriksaan fisik, pada pemeriksaan
penunjang tiap jenis Shoulder Impingement Syndrome memiliki khas masing-
masing.
a. Subacromial Impingement
1) Radiologi Foto Polos
a) True AP View
Pengambilan foto ini diambil boleh dalam keadaan pasien
berdiri, duduk, ataupun berbaring. Pengambilan foto diambil
dari anterior bahu dengan membentuk sudut 45º dan film
diletakkan di posterior bahu.

Cara Pengambilan Foto Polos True AP View


21

Foto Polos dengan True AP View digunakan untuk melihat AHD


(Acrohumeral Distance) atau jarak antara acromion dengan
humerus. Normalnya jarak acromion dan humerus sekitar 7 – 14
mm. Pada pasien Subacromial Impingement, AHD akan kurang
dari 7 mm.

AHD pada Foto Polos True AP View

b) Scapular Y View
Pengambilan foto ini diambil secara posterior oblique.
Gambaran pengambilan foto akan dilampirkan di bawah ini.

Cara Pengambilan Foto Polos Scapular Y

Foto Polos dengan Scapular Y View digunakan untuk melihat


gambaran bone spurring pada acromion, dimana biasa terjadi
pada pasien Subacromial Impingement.
22

Bone Spurs pada Foto Polos Scapular Y View

c) Supraspinatus Outlet View


Pengambilan foto ini diambil dari posterior bahu secara 10º
caudal tilt dan film diletakkan di anterior bahu.

Cara Pengambilan Foto Polos Supraspinatus Outlet View

Foto Polos dengan Supraspinatus Outlet View digunakan


untuk melihat gambaran morfologi acromion. Pada pasien
Subacromial Impingement, seringnya ditemukan gambaran
acromion tipe Hooked, dan sering berkaitan juga dengan
rotator cuff pathology.
23

Gambaran Morfologi Acromion

2) MRI
MRI merupakan modalitas pilihan lain imaging sebagai pemeriksaan
penunjang untuk Subacromial Impingement. MRI pada kasus ini
biasanya digunakan apabila pasien sudah menjalankan terapi
konservatif selama 6 bulan sebelumnya namun tidak menunjukkan
adanya perbaikan. MRI digunakan untuk melihat adanya kaitan
dengan rotator cuff pathology.

Gambaran Subacromial Impingement pada MRI


24

b. Internal Impingement
1) Radiologi Foto Polos / CT-Scan
Pemeriksaan Foto Polos ataupun CT-Scan digunakan untuk melihat
kemungkinan adanya kelainan pada tulang – tulang bahu. Yang jadi
khas kasus ini pada pemeriksaan Foto Polos / CT-Scan adalah
ditemukan gambaran Bennett lesion. Bennett lession adalah
gambaran mineralisasi / eksostosis (pertumbuhan tulang baru jinak
di atas tulang normal) pada glenoid posterior inferior. Biasanya
gambaran ditemukan saat pengambilan foto pada posisi AP view /
axillary view.

Bennett Lesion pada Internal Impingement

2) MR Arthrography
Pemeriksaan MR Arthrography pada Internal Impingement bertujuan
untuk melihat adanya gambaran PASTA lesion dan SLAP lesion.
PASTA (Partial Articular surface Supraspinatus Tendon Avulsion)
lesion adalah suatu kejadian putusnya secara parsial tendon
supraspinatus pada bagian sisi artikular. SLAP (Superior Labrum
tear Anterior to Posterior of the biceps root) lesion adalah suatu
kejadian putusnya labrum glenoid pada bagian atas.
25

PASTA Lesion pada MR Arthrography

SLAP Tear pada MR Arthrography

c. Subcoracoid Impingement
1) Radiologi Foto Polos / CT-Scan
Pemeriksaan Foto Polos ataupun CT-Scan pada kasus Subcoracoid
Impingement digunakan untuk melihat jarak antara coracoid dengan
humerus (coracohumeral distance). Pengambilan foto dilakukan
dengan posisi tangan pasien yang diperiksa ditempelkan /
disebrangkan ke dada pasien. Normalnya, coracohumeral distance
sebesar 8.7 mm pada posisi adduksi, sedangkan pada posisi fleksi
sebesar 6.7 mm. Pada kasus ini, akan ditemukan coracohumeral
distance sebesar < 6 mm.
26

Gambaran Coracohumeral Distance pada CT-Scan

2) MRI
MRI juga merupakan modalitas pilihan lain imaging sebagai
pemeriksaan penunjang untuk Subcoracoid Impingement. MRI
digunakan untuk melihat adanya kaitan dengan rotator cuff
pathology. Hasil temuan MRI pada kasus ini berupa dua hal, yaitu:
 Increased signal in subscapularis
27

 Increased signal in lesser tuberosity

H. Tatalaksana
1. Konservatif
Pasien-pasien yang datang dengan keluhan shoulder pain dan terbukti
mengalami Shoulder Impingement Syndrome perlu diedukasi untuk diberikan
terapi konservatif terlebih dahulu sebagai terapi lini pertama. Terapi
konservatif meliputi physical therapy, konsumsi obat NSAID, dan injeksi
subacromial. Beberapa literatur menyebutkan bisa juga dengan melakukan
kompresi dengan es.
Physical therapy diketahui memberikan hasil yang cukup baik pada
beberapa penelitian. Terapi ini difokuskan pada penguatan rotator cuff
terutama pada otot supraspinatus, infraspinatus, trapezius, dan serratus
anterior. Terapi ini juga berfokus untuk mencegah terjadinya scapular
dyskinesia. Telah diketahui juga bahwa terapi ini bila dikombinasikan dengan
terapi konservatif lainnya akan memberikan hasil yang sangat baik jika
dibandingkan dengan terapi sendirian. Beberapa jenis latihan terapi fisik bisa
dilakukan.
28

Gambaran Physical Therapy

Beberapa pendekatan terapi konservatif dengan injeksi sudah ada, namun


yang paling sering dilakukan adalah pendekatan posterior subacromial karena
tidak membutuhkan ketelitian yang tinggi dan lebih mudah. Alat dan bahan
yang sering digunakan adalah jarum suntik yang diisi dengan lidocaine dan
kortikosteroid. Teknik yang perlu dilakukan selama melakukan injeksi
kortikosteroid dengan pendekatan subacromial adalah:
a. Tanyakan pasien memiliki alergi atau tidak.
b. Palpasi acromion. Tentukan batas-batasnya (terutama batas lateral dan
sudut posterolateral).
c. Tindakan aseptik di bagian sudut-sudut acromion.
d. Tahan jari pada acromion, tusukan jarum di bawah acromion dengan
sedikit miring ke arah atas. Aspirasi untuk memastikan itu bukan
pembuluh darah, lalu injeksikan sekitar 5 ml kortikosteroid secara
perlahan.
e. Tutup luka injeksi.
29

Akan lebih baik jika proses injeksi dilakukan dengan bantuan USG
(ultrasound-guided injection).

Beberapa Pendekatan Injeksi Kortikosteroid

Pengobatan dengan NSAID bisa dilakukan, obat yang biasa diberikan


adalah Ibuprofen, dan harus dengan resep dokter. Beberapa literatur
menyebutkan bahwa dengan kompresi es juga bisa menjadi terapi konservatif
Shoulder Impingement Syndrome, bisa dilakukan dengan sekantung es
dengan kompresi selama 20 – 30 menit sekitar sekali atau dua kali sehari
untuk menekan proses inflamasi.
2. Operasi
Tindakan operasi dilakukan apabila dengan terapi konservatif tidak
memberikan adanya perbaikan selama kurun waktu 4 – 6 bulan. Teknik
operasi yang biasa dilakukan adalah subacromial decompression dan
acromioplasty dengan melepas beberapa bagian dari acromion atau melepas
subacromial bursa dengan tujuan memberikan ruang lebih luas untuk rotator
cuffnya. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa ternyata tindakan
operatif tidak lebih efektif jika dibandingkan dengan terapi konservatif.
Biasanya hasil tidak terlalu bagus pada workers’ compensation claims dan
pada orang dengan kecemasan dan depresi.
30

I. Komplikasi
Dikarenakan penyebab yang mendasari dari Shoulder Impingement
Syndrome, komplikasi bisa berkembang menjadi kerusakan secara struktural di
subacromial space, perubahan biomekanik, atau menghindari penggunaan yang
berujung pada atrofi. Patologi yang mungkin berpotensial muncul menjadi
komplikasi dari Shoulder Impingement Syndrome adalah:
1. Rotator Cuff Disease
Rotator Cuff Disease ini merupakan kelanjutan dari Impingement
Syndrome dan akan berprogresi menjadi partial tear, full thickness tear, dan
massive tear, yang berujung menjadi Rotator Cuff Tear Arthropathy.
Rotator Cuff Tear berhubungan dengan Chronic Impingement Syndrome
yang biasanya dimulai dari permukaan bursa atau tendon itu sendiri. Apabila
ruptur / putusnya rotator cuff ini berada di sisi yang dekat dengan bursa akan
menghasilkan prognosis yang lebih buruk.
31

Gambaran Rotator Cuff Tear

2. Adhesive Capsulitis / Frozen Shoulder


Frozen Shoulder merupakan suatu kelainan yang ditandai dengan nyeri
progresif dan stiffness pada bahu yang seringnya secara spontan membaik
setelah sekitar 18 bulan. Hingga saat ini, penyebab masalah ini masih belum
diketahui, namun diketahui ini cukup berhubungan dengan diabetes,
Dupuytren’s Disease, hiperlipidemia, hipertiroid, cardiac disease, dan
hemiplegia.
Frozen Shoulder biasanya terjadi pada pasien-pasien dengan umur 40 –
60 tahun, biasanya dengan riwayat trauma yang diikuti dengan nyeri di
bagian lengan dan bahu. Nyeri akan terus bertambah secara gradual hingga
bisa mengganggu tidur. Setelah beberapa bulan nyeri akan mulai berkurang,
namun masalah lain akan muncul berupa stiffness, diikuti setelah sekitar 6 –
12 bulan nyeri akan menghilang. Beberapa lama kemudian pergerakan pun
bisa mulai kembali, namun mungkin tidak akan normal seperti sebelumnya
dan nyeri bisa jadi masih ada.
32

Gambaran Frozen Shoulder

J. Prognosis
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa apabila terdapat pasien datang
dengan keluhan shoulder pain dan terbukti mengalami Shoulder Impingement
Syndrome maka edukasi untuk diberikan terapi konservatif terlebih dahulu.
Apabila pasien telah melakukan terapi konservatif yang diberikan seperti physical
terapi, NSAID, injeksi kortikosteroid maka bisa memberikan perbaikan bahu
sekitar beberapa minggu hingga beberapa bulan. Sekitar 60% yang melakukan
terapi konservatif dilaporkan menghasilkan hasil yang memuaskan sekitar dua
tahun. Jika pasien mengeluhkan dengan terapi konservatif tidak membaik, maka
bisa dipertimbangkan terapi operatif.
BAB III

KESIMPULAN

Shoulder Impingement Syndrome adalah suatu kejadian / fenomena dimana


terjadi siklus gesekan (rubbing) pada rotator cuff di antara tulang humerus dengan
tulang acromion. Gesekan tersebut akan memicu terjadinya swelling pada rotator
cuff, sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan jalan rotator cuff.
Penyempitan tersebut akan memicu terjadinya penjempitan (impinge) pada rotator
cuff, sehingga menyebabkan terjadinya iritasi, inflamasi, dan nyeri.
Shoulder pain merupakan indikasi / keluhan tersering yang menyebabkan
pasien datang ke pelayanan primer atau ke klinik Orthopaedi di seluruh dunia.
Terhitung sekitar 7 – 34% pasien datang dengan keluhan shoulder pain, dan
terdeteksi bahwa Shoulder Impingement Syndrome termasuk di dalamnya.
Di Indonesia sendiri belum memiliki data nasional prevalensi shoulder pain
dan etiologinya. Pada kelompok tani di Bantul didapatkan keluhan nyeri otot
terbanyak terletak di bahu (81%). Studi prevalensi lain di Gianyar, Bali,
didapatkan shoulder pain sebagai keluhan nyeri muskuloskeletal kedua terbanyak
(61,5%) setelah punggung bawah (84,6%) pada pekerja pabrik bata merah. Bila
diperhatikan, kelompok profesi di atas dalam pekerjaannya banyak menggunakan
sendi bahu yang merupakan faktor risiko Shoulder Impingement Syndrome.
Berdasarkan anatominya, Shoulder Impingement Syndrome melibatkan
beberapa tulang dan otot / tendon. Tulang yang dilibatkan adalah kepala humerus
(head of humerus), klavikula, scapula, acromion, dan coracoid. Otot / tendon yang
terlibat adalah rotator cuff yang merupakan kumpulan dari empat otot besar di
bagian bahu yaitu otot supraspinatus, otot infraspinatus, otot teres minor, dan otot
subscapularis. Antara tulang dengan otot / tendon dibatasi oleh bursa yang
menjadi bantalan sendi pada bagian tersebut. Semuanya berperan / terlibat dalam
Shoulder Impingement Syndrome.

33
34

Shoulder Impingement Syndrome bisa disebabkan oleh terjadinya inflamasi


pada tendon ataupun pada bursanya, ataupun bisa disebabkan karena morfologi
abnormal pada tulang acromion. Kasus ini biasanya sangat erat kaitannya dengan
tulang acromion tipe Hooked. Adapun faktor resiko yang dapat memicu terjadinya
Shoulder Impingement Syndrome yaitu orang-orang dengan aktivitas berlebih
terutama melibatkan gerakan overhead seperti atlet olahraga, orang-orang yang
sudah usia lanjut karena berhubungan dengan proses degenerasi, dan orang-orang
yang mengalami perlukaan.
Shoulder Impingement Syndrome dibagi menjadi beberapa klasifikasi
berdasarkan lokasi, penyebab, dan tingkat keparahan. Berdasarkan lokasinya
terbagi menjadi dua yaitu External Impingement, dan Internal Impingement.
Berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi dua yaitu Primary Impingement, dan
Secondary Impingement. Berdasarkan tingkat keparahannya terbagi menjadi tiga
stadium dimana yang paling parah terdapat pada stadium 3. Pada kenyataannya di
lapangan, terdapat tiga jenis Shoulder Impingement Syndrome yang paling sering
ditemui yaitu Subacromial (External) Impingement, Internal Impingement, dan
Subcoracoid Impingement. Subacromial (External) Impingement merupakan
kasus Shoulder Impingement Syndrome yang paling banyak ditemukan jika
dibandingkan dengan jenis lain.
Penegakkan diagnosis harus melalui tiga tahap pemeriksaan yaitu anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Masing-masing tiga jenis
Shoulder Impingement Syndrome memiliki karakteristik masing-masing dalam
tiga tahap penegakkan diagnosis tersebut. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan
look, feel, dan move serta pemeriksaan-pemeriksaan khusus (special test).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan semua terkait dengan imaging seperti
Foto Polos, CT-Scan, dan MRI.
Tatalaksana pada Shoulder Impingement Syndrome meliputi tatalaksana
konservatif dan tatalaksana operasi. Tatalaksana konservatif merupakan
tatalaksana lini pertama yang meliputi physical therapy, konsumsi obat NSAID,
dan injeksi analgesik. Tatalaksana operasi dilaksanakan apabila dengan
tatalaksana konservatif tidak memberikan hasil yang baik selama 4 – 6 bulan.
35

Komplikasi dari Shoulder Impingement Syndrome terbagi menjadi dua, yaitu


Rotator Cuff Disase, dan Adhesive Capsulitis (Frozen Shoulder). Rotator Cuff
Disease berhubungan dengan putusnya tendon rotator cuff yang bisa bersifat
parsial hingga putus seluruhnya. Adhesive Capsulitis (Frozen Shoulder)
berhubungan dengan kekakuan / stiffness pada bahu.
Prognosis Shoulder Impingement Syndrome terbilang cukup baik. Sekitar
60% yang melakukan terapi konservatif dilaporkan menghasilkan hasil yang
memuaskan sekitar dua tahun. Jika pasien mengeluhkan dengan terapi konservatif
tidak membaik, maka bisa dipertimbangkan terapi operatif.
DAFTAR PUSTAKA

Bain, Gregory I., Eiji Itoi, Giovanni Di Giacomo, and Hiroyuki Sugaya, eds.
2015. Normal and Pathological Anatomy of the Shoulder. Berlin,
Heidelberg: Springer Berlin Heidelberg. https://doi.org/10.1007/978-3-
662-45719-1.
Creech, Julie A., and Sabrina Silver. 2021. “Shoulder Impingement Syndrome.”
In StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554518/.
“Internal Impingement - Shoulder & Elbow - Orthobullets.” n.d. Accessed July
13, 2021. https://www.orthobullets.com/shoulder-and-
elbow/3054/internal-impingement.
Miller, Mark D, and Stephen R Thompson. n.d. “Miller’s Review of
Orthopaedics,” 2392.
nabil ebraheim. n.d. Coracoid, Conoid, Coronoid - Everything You Need To
Know - Dr. Nabil Ebraheim. Accessed July 13, 2021a.
https://www.youtube.com/watch?v=cCxRcqCtikw&t=168s.
———. n.d. Internal Impingement of the Shoulder- Everything You Need To
Know - Dr. Nabil Ebraheim. Accessed July 13, 2021b.
https://www.youtube.com/watch?v=UzeGuzJJGlo&t=91s.
———. n.d. Shoulder Impingement Syndrome - Everything You Need To Know -
Dr. Nabil Ebraheim. Accessed July 13, 2021c.
https://www.youtube.com/watch?v=o3bIGZijKzY&t=363s.
______. n.d. Shoulder Impingement Syndrome Handout. in The Portland Clinic
Journal. Sports Injury Medicine Department.
Orthopedic Tutor. n.d. Shoulder Impingement - Subcoracoid Impingement.
Accessed July 13, 2021. https://www.youtube.com/watch?
v=f3KmREkp7yk&t=339s.
Santausa, Febrian Mulya. 2018. “Injeksi Steroid sebagai Tatalaksana Awal Nyeri
pada Shoulder Impingement Syndrome: Laporan Kasus Berbasis Bukti” 45
(5): 4.
Solomon, David Warwick, and Selvadurai Nayagam. 2010. “Apley’s System of
Orthopaedics and Fracture Ninth Edition,” 993.
“Subacromial Impingement - Shoulder & Elbow - Orthobullets.” n.d. Accessed
July 13, 2021. https://www.orthobullets.com/shoulder-and-
elbow/3041/subacromial-impingement.

36
37

“Subcoracoid Impingement - Shoulder & Elbow - Orthobullets.” n.d. Accessed


July 13, 2021. https://www.orthobullets.com/shoulder-and-
elbow/3040/subcoracoid-impingement.
Thompson, Jon C., and Frank H. Netter. 2010. Netter’s Concise Orthopaedic
Anatomy. 2nd ed. Philadelphia, PA: Saunders Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai