Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
Chronic Venous Disease (CVD) atau dikenal sebagai penyakit vena kronis
adalah didefinisikan sebagai kelainan morfologis dan fungsional dari sistem vena
dalam jangka panjang. Prevalensi CVD pada populasi orang dewasa dilaporkan
setinggi 60%, terutama yang mempengaruhi penduduk di negara berkembang.1
Laporan klinis CVD berdasarkan klasifikasi CEAP memungkinkan nilai
prevalensi pada masing-masing derajat klinis serta hubungan dengan jenis
kelamin, usia, obesitas, dan faktor risiko lainnya. Prevalensi CVD berbeda sesuai
dengan faktor-faktor risiko. Studi epidemiologi terbaru melaporkan telangiektasis,
juga dikenal sebagai spider veins (C1) telah mempengaruhi hingga 80% dari
populasi. Varicose vein atau varises (C2) juga sangat umum, dengan variabel
kejadian dilaporkan mulai dari 20% hingga 64%. Tahap yang lebih berat dari
penyakit vena, CVI (C3-C6), tampaknya mempengaruhi sekitar 5% dari populasi,
dengan prevalensi tahap akhir CVI (active and healed venous ulcers, C5-C6)
diperkirakan 1-2 %.1,2
Meskipun pemahaman lengkap tentang patofisiologi CVDsulit dipahami,
hipertensi vena kronis dianggap sebagai penyebab utama dari perubahan
pembuluh vena dan terjadinya ulserasi.Pemahaman yang baik tentang proses
penyakit dan presentasi klinis adalah halpenting dalam penilaian dan pengelolaan
pasien dengan CVD.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI VENA1,3


Vena merupakan pembuluh yang mengalirkan darah dari sistemik kembali
ke jantung (atrium dextra), kecuali v.pulmonalis yang berasal dari paru menuju
atrium sinistra. Semua vena-vena sistemik akan bermuara pada vena cava superior
dan vena cava inferior.
2.1.1 Vena kepala
Vena yang ada di kepala seperti v.emisaria dan v.fasialis sebagian akan
bermuara pada v.jugularis interna, sebagian lagi pada v.jugularis eksterna.
Nantinya v.jugularis eksterna akan bermuara pada v.subclavia, di mana
v.subclavia akan beranastomosis dengan v.jugularis interna membentuk
v.brachiocephalica. Terdapat dua v.brachiocephalica, masing-masing dextra dan
sinistra. Keduanya akan menyatu sebagai v.cava superior.
2.1.2 Vena ekstremitas atas
Vena-vena yang ada di tangan, seperti v.intercapitular, v.digiti palmaris dan
v.metacarpal dorsalis akan bermuara pada v.cephalica dan v.basilica di lengan
bawah. Dari distal ke proksimal, kedua vena ini akan mengalami percabangan dan
penyatuan membentuk v.mediana cephalica, v.mediana basilica, v.mediana cubiti,
v.mediana profunda dan v. mediana antebrachii sebelum mencapai regio cubiti.
Setelah regio cubiti, vena-vena tersebut kembali membentuk v.cephalica dan
v.basilica. V.basilica akan bersatu dengan v.brachialis (yang merupakan pertemuan
v.radialis dan v.ulnaris) membentuk v.aksilaris di mana nantinya v.cephalica juga
akan menyatu dengannya (v.aksilaris). V.aksilaris akan terus berjalan menuju
jantung sebagai v.subclavia lalu beranastomosis dengan v.jugularis interna dan
eksterna (dari kepala) membentuk v.brachiocephalica untuk selanjutnya masuk ke
atrium dextra sebagai vena cava superior.

Gambar 1. Vena ekstremitas atas

2.1.3 Vena Superfisialis Ekstremitas Bawah


Sistem superfisialis terdiri dari vena safena magna dan vena safena parva.
Keduanya memiliki arti klinis yang sangat penting karena memiliki predisposisi
terjadinya varises yang membutuhkan pembedahan.
- V. Safena magna keluar dari ujung medial jaringan v.dorsalis pedis. Vena
ini berjalan di sebelah anterior maleolus medialis, sepanjang aspek
anteromedial betis (bersama dengan nervus safenus), pindah ke posterior
selebar tangan di belakang 5ystem5 pada lutut dan kemudian berjalan ke
depan dan menaiki bagian anteromedial paha. Pembuluh ini menembus
fasia kribriformis dan mengalir ke v.femoralis pada hiatus safenus. Bagian
terminal v.safena magna biasanya mendapat percabangan superfisialis dari
genitalia eksterna dan dinding bawah abdomen. Dalam pembedahan, hal
ini 5yst membantu membedakan v.safena dari femoralis karena satu-

satunya vena yang mengalir ke v.femoralis adalah v.safena. Cabangcabang femoralis anteromedial dan posterolateral (lateral aksesorius), dari
aspek medial dan lateral paha, kadang-kadang juga mengalir ke v.safena
magna di bawah hiatus safenus.
V. safena magna berhubungan dengan 5ystem vena profunda di beberapa
tempat melalui vena perforantes. Hubungan ini biasanya terjadi di atas dan
di bawah maleolus medialis, di area gaiter, di 5ystem pertengahan betis, di
bawah lutut, dan satu hubungan panjang pada paha bawah. Katup-katup
pada perforator mengarah ke dalam sehingga darah mengalir dari 5ystem
superfisialis ke 5ystem profunda dari mana kemudian darah dipompa
keatas dibantu oleh kontraksi otot betis. Akibatnya 5ystem profunda
memiliki tekanan yang lebih tinggi daripada superfisialis, sehingga bila
katup perforator mengalami kerusakan, tekanan yang meningkat
diteruskan ke 5ystem superfisialis sehingga terjadi varises pada 5ystem
ini.
-

V. safena parva keluar dari ujung lateral jaringan v.dorsalis pedis. Vena ini
melewati bagian belakang maleolus lateralis dan di atas bagian belakang
betis kemudian menembus fasia profunda pada berbagai posisi untuk
mengalir ke v.poplitea.

2.1.4 Vena Profunda Ekstremitas Bawah


Vena-vena profunda pada betis adalah v.komitans dari arteri tibialis
anterior dan posterior yang melanjutkan sebagai v.poplitea dan v.femoralis. Vena
profunda ini membentuk jaringan luas dalam kompartemen posterior betis pleksus
soleal dimana darah dibantu mengalir ke atas melawan gaya gravitasi oleh otot
saat olahraga.

Gambar 2. Vena Ekstremitas Bawah

2.1.5 Vena Profunda Ekstremitas Bawah


Vena-vena profunda pada betis adalah v.komitans dari arteri tibialis
anterior dan posterior yang melanjutkan sebagai v.poplitea dan v.femoralis. Vena
Universitas Sumatera Utara 6 profunda ini membentuk jaringan luas dalam
kompartemen posterior betis pleksus soleal dimana darah dibantu mengalir ke atas
melawan gaya gravitasi oleh otot saat olahraga (Faiz dan Moffat, 2004).
2.1.6 Pendarahan vena organ-organ visera
Vena-vena yang keluar dari organ visera, seperti v.hepatica (organ
lambung, pankreas, usus halus dan kolon) , v.suprarenal, v.renalis (ginjal),
v.lumbar dan v.testicular akan bermuara ke v.cava inferior.
Dibandingkan dengan arteri,dinding vena lebih tipis dan mudah
terdistensi. Kira-kira 70 % volume darah terkandung dalam sirkuit vena dengan
tekanan yang relatif rendah. Sirkuit vena yang bevolume tinggi dan bertekanan
rendah ini berfungsi sebagai sirkuit kapasistensi, berbeda dengan sirkuit arteri
yang bertekanan tinggi dan bervolume rendah. Kapasitas dan volume sirkuit vena

merupakan faktor penting curah jantung karena volume darah yang diejeksi oleh
jantung bergantung pada aliran balik vena.
Sistem vena pada ekstremitas bawah terbagi menjadi 3 subsistensi : (1)
subsistem vena superficial, (2) subsistem vena profunda dan (3) subsistem
penghubung (saling berhubungan). Vena superficial terletak di jaringan subkutan
anggota gerak dan menerima aliran vena dari pembuluh-pembuluh darah yang
lebih kecil di dalam kulit, jaringan subkutan dan kaki. Sistem superficial terdiri
dari vena safena magna dan vena safena parva. Vena safena magna adalah vena
terpanjang di tubuh; berjalan dari maleolus di mata kaki, naik ke bagian medial
betis dan paha, bermuara ke vena femoralis tepat dibawah selangkangan. Titik
persambungan antara kedua vena tersebut, persambungan safena, merupakan
patokan anatomi yang penting. Vena safena magna mengalirkan darah dari bagian
antero-medial betis dan paha. Vena safena parva berjalan di sepanjang sisi lateral
dari mata kaki melalui betis menuju ke lutut, mendapatkan darah dari bagian
postero-lateral betis dan mengalirkan darah ke vena poplitea. Titik pertemuan
antara vena safena dan poplitea disebut sebagai persambungan safeno-poplitea.
Diantara vena safena magna dan parva ini terdapat banyak anastomosis :
anastomosis ini merupakan rute aliran kolateral yang memiliki potensi penting,
bila terjadi obstruksi vena.
Sistem vena profunda membawa sebagian besar darah vena dari ektremitas
bawah dan terletak didalam kompartemen otot. Vena-vena profunda menerima
aliran dari venula-venula kecil dan pembuluh darah intramuskular. Sistem vena
profunda cenderung berjalan paralel dengan pembuluh arteri anggota gerak
bawah, dan diberi nama yang sama dengan arteri tersebut. Sebagai akibtanya,
yang termasuk dalam sistem vena ini adalah vena tibialis anterior dan posterior,
vena peroneus, vena poplitea, vena femoralis, vena femoralis profunda, dan
pembuluh pembuluh darah betis yang tidak diberi nama. Vena iliaka juga
termasuk dalam sistem vena profunda ekstremitas bawah karena aliran vena dari
anggota gerak ke vena kava bergantung pada patensi dan integritas pembuluhpembuluh ini. Vena iliaka komunis kiri melewati bawah arteria iliaka komunis
pada jalurnya menuju vena kava,sehingga vena tersebut berpotensi tertekan arteri.

Jumlah persilangan ini memiliki perbandingan 2:1 dalam menyebabkan trombosis


vena profunda kiri daripada yang kanan.
Subsistem vena-vena profunda dan superfisialis dihubungkan oleh saluransaluran pembuluh darah yang disebut vena penghubung. Vena-vena penghubung
menyusun subsistem penghubung ektremitas bawah. Aliran biasanya di pirau dari
vena superfisialis ke vena profunda dan selanjutnya ke vana kava inferior.
Katup-katup semilunaris satu arah menyebar ke seluruh sistem vena
ektremitas bawah .Katup-katup vena ini adalah lipatan tunika intima yang terdiri
dari endotel dan kolagen. Katup-katup vena ini mencegah terjadinya aliran balik
dan mengarahkan aliran ke proksimal mulai dari ekstremitas bawah ke vana kava,
dan dari sistem superfisial ke sistem profunda melalui penghubung. Kemampuan
katup-katup ini untuk menjalankan fungsinya sangat penting sebab aliran darah
dari ektremitas ke jantung berjalan melawan grafitasi.
Fisiologi aliran vena yang melawan kekuatan grafitasi ini melibatkan
berbagai faktor yang dikenal sebagai pompa vena. Pompa vena terdiri dari
komponen perifer dan sentral. Pompa vena perifer bergantung pada kompresi
saluran vena selama kontraksi otot. Kontraksi otot mendorong aliran untuk maju
di dalam sistem vena profunda: katup-katup vena mencegah aliran retrograde atau
refluks darah selama relaksasi otot. Selain itu, sinus-sinus vena yang kecil tidak
berkatup atau venula yang terletak dalam otot soleus dan gastrocnemius berfungsi
sebagai penampung darah dan mengosongkan darahnya ke vena-vena profunda
selama kontraksi otot. Kontribusi saluran intramuskular ini sangat penting untuk
aliran balik vena. Kekuatan-kekuatan sentral yang mendorong aliran balik vena
adalah pengurangan tekanan intratoraks sewaktu inspirasi dan penurunan tekanan
atrium kanan dan partikel kanan setelah ejeksi ventrikel.
2.2 Histologi Struktur Pembuluh Darah secara umum
Tunica intima. merupakan lapisan yang kontak langsung dengan darah. Lapisan
ini dibentuk terutama oleh sel endothel.

Tunica media. Lapisan yang berada diantara tunika media dan adventitia, disebut
juga lapisan media. Lapisan ini terutama dibentuk oleh sel otot polos dan and
jaringan elastik.
Tunica adventitia. Merupakan Lapisan yang paling luar yang tersusun oleh
jaringan ikat.

Gambar 3. Histologi pembuluh darah

Sistem vena. Mempunyai dinding yang tipis dan sedikit jaringan otot. Lapisan
sebelah dalam (intima) lebih kuat daripada yang terbentuk di arteri, sedangkan
lapisan media dan adventisia seakan-akan bergabung menjadi satu dan terdiri atas
jaringan ikat dengan tercampur sedikit jaringan elastik. Kita harus ingat, bahwa
pembuluh vena diberi nama sistem arteri, kecuali vena kava dan vena jugularis.
Susunan struktur sistem vena, menggambarkan tekanan aliran darah yang rendah
didalamnya dan volume yang besar, pembuluh vena lebih besar dari arteri
pasangannya dan mempunyai dinding yang tipis. Lapisan media mempunyai
sedikit sekali lapisan otot polos.
2.3 Chronic Venous Disease
2.3.1 DEFINISI
Chronic Venous Disease (CVD) atau penyakit vena kronis didefinisikan
sebagai abnormalitas fungsi sistem vena akibat inkompetensi katup vena dengan

atau tanpa disertai obstruksi aliran vena, yang mempengaruhi sistem vena
superfisial, sistem vena profunda, atau keduanya. CVD dapat pula diartikan
sebagai kondisi medis yang ditandai dengan nyeri dan pembengkakan pada
tungkai akibat kerusakan pada katup vena dan gumpalan darah yang
menyebabkan darah terakumulasi dalam vena. Penyakit ini biasanya mengenai
pembuluh darah vena tungkai. Vena ini membawa darah dari tungkai menuju
jantung. Vena yang normal memiliki serangkaian katup yang membuka dan
menutup untuk mengalirkan darah dari vena di permukaan ke vena yang lebih
dalam. Jika katup vena gagal bekerja dengan baik, darah bisa mengalir balik di
vena tungkai. Darah balik tersebut dapat meningkatkan tekanan di pembuluh
darah vena. Varises tungkai adalah yang paling banyak ditemukan.3,4
2.3.2

ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Setiap masalah yang meningkatkan tekanan vena di kaki dapat

meregangkan vena itu sendiri. Hal tersebut dapat merusak katup, meningkatkan
tekanan vena yang lebih tinggi dan fungsi pembuluh darah memburuk, dan
akhirnya dapat menjadi penyakit vena kronis.3,4
Penyebab penyakit vena kronik termasuk:
a. Tekanan darah tinggi di pembuluh darah kaki, karena duduk atau berdiri
b.
c.
d.
e.

dengan waktu yang lama.


Kurang olahraga.
Merokok.
Trombosis vena dalam (bekuan darah divena dalam,di betis atau paha).
Flebitis (Pembengkakan dan peradangan vena superfisialisdi kaki)3,4
Tekanan vena tersebut dapat meningkatkarena beberapa penyebab, antara

lain:
a. Bekuan didalam vena
Bekuan akanmenghambat aliran darah melalui vena dan menyebabkan
tekanan meningkat. Seringkali ini menyebabkan kerusakan permanen vena
atau katupnya, bahkan setelah gumpalan tersebut hilang.
b. Cedera atau pembedahan tungkai
Cedera atau pembedahan yang menghambat aliran darah vena dapat
meningkatkan tekanannya.
c. Kelebihan berat badan atau berat badan meningkat
9

Penambahan berat badan akibat kehamilan atau obesitas dapat meningkatkan


tekanan vena tungkai, dan merusak vena dan katupnya.
d. Berdiri atau duduk terlalu lama
Berdiri atau duduk untuk waktu yang lama tanpa berjalan dapat menurunkan
aliran darah keluar dari tungkai dan menyebabkan peningkatan tekanan vena
dan menggumpalkan darah. Itu karena otot-otot di kaki berperan penting
dalam sirkulasi darah, bertindak sebagai pompa untuk mengalirkan darah dari
tungkai kembali ke jantung.3,4
2.3.3

EPIDEMIOLOGI
Varises tungkai lebih sering terjadi pada wanita daripada pria, hal ini

sering dikaitkan dengan kehamilan dan faktor hormonal. Jantet G menyatakan


bahwa insiden varises tungkai pertahun pada wanita 2,6% dan pada pria 1,9%.
Insiden meningkat dengan bertambahnya usia dan puncaknya pada usia 30-40
tahun. Basuki dkk.pada penelitiannya mendapatkan 1226 penderita varises
tungkai pada periode 1984-1989 dan penderita terbanyak usia 20-40 tahun
sedangkan perbandingan wanita dan pria 9,95:1.3,4
Terdapat beberapa faktor intrinsik maupun ekstristik yang berpengaruh
terhadap peningkatan insiden varises tungkai. Sadick NS pada penelitiannya
mendapatkan 84% kasus dengan predisposisi genetik, kehamilan 30%, paparan
sinar ultraviolet 10% dan riwayat tromboplebitis 0.4%.3,4
2.3.4

KLASIFIKASI
Dalam diskusi tahunan yang diselenggarakan oleh American Venous

Forum (AFV) pada Februari 1994, dihasilkan suatu klasifikasi CVD atau penyakit
vena kronis dan sistem skorkeparahan CVD. Klasifikasi berdasarkan clinical
manifestations (C), etiologic factors (E), anatomic distribution of disease (A), dan
the underlying pathophysiologic findings (P), dinamakan CEAP. Adapun stadium
CVD secara klinismenurut klasifikasi CEAPantara lain:2
Clinical Classification(C)
C0:No visible or palpable signs of venous disease
10

C1:Telangectasia or reticular veins


C2:Varicose veins
C3:Oedema
C4a:Hyperpigmentation or eczema
C4b:Lipodermatosclerosis or atrophie blanche
C5:Healed venous ulcer
C6:Active venous ulcer
S:Symptomatic, including ache, pain, tightness, skin irritation, heaviness, muscle
cramps
A:Asymptomatic
Etiological Classification(E)
Ec:Congenital Ep: primary (undeterminate cause)
Es:Secondary (e.g. post thrombotic)
En:No venous cause identified
Anatomical Classification(A)
As:Superficial veins
Ap:Perforator veins
Ad:Deep veins
An:No venous location identified
Pathophysiological Classification(P)
Pr:Reflux
Po:Obstruction
Pr,o: Reflux and obstruction
Pn:No venous pathophysiologyidentifiable
2.3.5

PATOFISIOLOGI
Varikoses vena merupakan manifestasi klinis yang paling sering dijumpai

pada penyakit vena kronis. Ini disebabkan oleh daya elastisitas yang abnormal
pada jaringan ikat dinding vena serta katupnya. Varises primer terjadi akibat

11

dilatasi vena tanpa thrombosis sebelumnya, sedangkan varises sekunder


disebabkan kerusakan katup setelah deep vein trombosis (DVT) dan rekanalisasi
yang kemudian menyebabkan vena dalam dan vena perforantes menjadi
inkompeten. Akibatnya adalah drainase yang berkurang serta hipertensi vena yang
meninggi tekanan transmural pada pembuluh darah akhir kapiler, dengan akibat
kerusakan kapiler kulit, eksudasi cairan, edema dan malnutrisi jaringan yang pada
gilirannya mudah mengundang inflamasi, infeksi, thrombosis dan nekrosis
jaringan.3,5
2.3.6

GEJALA
Penyakit vena kronis dapat menyebabkan vena membesar tanpa disertai

nyeri, iritasi kulit, ruam kulit, perubahan warna kulit, gatal-gatal, bengkak, dan
ulkus kulit. Tungkai mungkin terasa berat, lemas, atau pegal, biasanya dirasakan
pada sore atau malam hari atau setelah berdiri terlalu lama.3,6
2.3.6.1 Dilatasi Vena
Gambaran penyakit vena yang paling sering adalah dilatasi vena.
Vena tersebut mungkin tampak tipis dan berwarna biru, sering disebut
sebagai spider veins(Gambar 1) atau vena lebih lebar dan berkelok yang
disebut varises (vena yang menonjol di permukaan) (Gambar 2).2,5

Gambar 4. Telangiektasis pada tungkai bawah(Courtesy of Patrick CA, MD)

12

Gambar 5. Varises vena berat (Courtesy of Patrick C Alguire, MD)

2.3.6.2 Edema
Penyakit vena kronis yang terlah lama diderita dapat menyebabkan
pembengkakan (edema) di pergelangan dan bagian bawahkaki. Kadangkadang pembengkakan ini hanya terjadi pada sore atau malam hari;
bahkan ada yang terjadi sepanjang waktu. Pembengkakan hampir selalu
menurun dengan tungkai yang ditinggikan, sehingga mungkin berkurang
di pagi hari.
Area tepat di atas tulang pergelangan kaki sering menjadi tempat
pertama yang terlihatbengkak. Namun, bengkak dapat disebabkan oleh
kondisi selain penyakit vena kronis, sehingga masalah ini harus dievaluasi
untuk menentukan penyebabnya.3,6
2.3.6.3 Perubahan Kulit (Pigmentasi)
Darah yang mengendap dan meningkatkan tekanan vena dapat
menyebabkan kulit menjadi merah, dan selama beberapa bulan hingga
tahun, kulit dapat menjadi coklat kemerahan. Seringkali, perubahan kulit
yang awalnya terlihat di sekitar pergelangan kaki, tetapi sering terjadi di
atas tulang tibia dan pada kaki.3,6
Darah yang mengendap di kaki sering menyebabkan kulit menjadi
iritasi dan inflamasi. Hal ini dapat menyebabkan kemerahan, gatal,
kekeringan, keluar cairan, luka akibat garukan, dan kulit yang menebal
atau scabbing. Beberapa orang bahkan dapat mengalami nyeri kulit yang
13

berwarna merah atau coklat, dan mengeras, seperti bekas luka. Ini
biasanya terjadi setelah bertahun-tahun mengalami penyakit vena tetapi
dapat juga terjadi secara tiba-tiba.3,6

Gambar 6. Pigmentasi (Courtesy of Bergan JJ et al, CVD, NEJM)

2.3.6.4 Ulkus Vena


Luka yang terbuka dan tidak sembuh yang disebabkan oleh
penyakit vena kronis disebut ulkus vena tungkai kronis atau ulkus stasis
vena. Biasanya terjadi dibawah pergelangan kaki bagian dalam, tetapi
dapat juga terjadi pada pergelangan kaki bagian luar dan di daerah tulang
tibia. Ulkus vena dapat juga terjadi di lutut dan jarang terjadi di kaki atau
jari-jari kaki. Ulkus vena yang terjadi pada tungkai atas sering akibat
cedera, atau trauma seperti garukan berulang. Lebih dari satu ulkus dapat
terjadi pada suatu waktu.3,6
Ulkus vena sering dimulai dengan luka kecil tapi dapat meluas dan
menjadi cukup besar. Ulkus vena biasanya menimbulkan sensasi tidak
nyaman, nyeri tekan, dangkal, tampak merah di bagian bawahnya, dan
mungkin mengeluarkan sedikit hingga banyak cairan.3,6
Ulkus vena dapat memakan waktu yang lama (bulan atau bahkan
bertahun-tahun) untuk disembuhkan. Penyembuhannya bertahap dan bekas
luka yang dihasilkan biasanya merah atau merah muda mengkilap dengan
tanda putih yang berbeda. Ulkus vena dapat terjadi berulang bahkan
setelah sembuh.3,6

14

Gambar 7. Ulserasi aktif (Courtesy of Bergan JJ et al, CVD, NEJM)

2.3.7

DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit vena kronis ditegakkan melalui anamnesis mengenai

gejala, seperti adanya varises, bengkak di tungkai, perubahan kulit, atau ulkus
kulit dan memeriksa tanda-tanda.3,4,6
Perlu juga melakukan pemeriksaan tambahan, seperti:
a. Duplex ultrasound jenis prosedur USG dilakukan untuk menilai pembuluh
darah, aliran darah serta struktur vena-vena kaki.
b. Venogram menggunakan X-ray dan intavena (IV) pewarna kontras untuk
memvisualisasikan pembuluh darah. Pewarna kontras menyebabkan pembuluh
darah muncul suram pada citra X-Ray, yang memungkinkan dokter untuk
memvisualisasikan pembuluh darah yang sedang dievaluasi.3,4,6
2.3.8

TATALAKSANA UMUM
Pengobatan penyakit vena kronis difokuskan untuk mengurangi gejala,

seperti bengkak, masalah kulit, dan mencegah atau mengobati ulkus.3,4,6


2.3.8.1 Elevasi Tungkai
Mengangkat tungkai lebih tinggi dari jantung selama 30 menit
sebanyak tiga atau empat kali per hari dapat mengurangi pembengkakan
dan meningkatkan aliran darah di vena. Peningkatan aliran darah dapat
mempercepat penyembuhan ulkus vena. Namun, cara tersebut mungkin
tidak praktis bagi sebagian orang untuk mengangkat tungkai beberapa kali
per hari. Cara ini sebenarnya penting karena dapat memperbaiki aliran

15

darah dari tungkai.Elevasi tungkai mungkin satu-satunya terapi yang


diperlukan untuk penyakit vena kronis ringan, tetapi perawatan tambahan
biasanya diperlukan pada kasus yang lebih berat.3,4,6
2.3.8.2 Latihan
Latihan kaki dan pergelangan kaki direkomendasikan untuk
mengurangi gejala. Menggerakkan kaki arah bawah dan atas (pergerakan
dari pergelangan kaki) beberapa kali sepanjang hari dapat membantu aliran
darah dari tungkai kembali ke jantung. Ini mungkin sangat membantu bagi
orang-orang yang duduk atau berdiri dalam waktu yang lama. Berjalan
merupakan latihan yang baik untuk otot betis. Orang dengan penyakit vena
kronis yang berjalan kurang dari 10 menit sehari memiliki risiko lebih
besar untuk mengalami ulkus vena daripada mereka yang lebih aktif secara
fisik.3,4,6
2.3.8.3 Terapi Kompresi
Kebanyakan ahli menganggap terapi kompresi menjadi pengobatan
yang penting untuk penyakit vena kronis. Stoking kompresi
direkomendasikan untuk kebanyakan orang dengan penyakit vena kronis.
Orang dengan gejala yang lebih berat, seperti ulkus vena, sering
memerlukan pengobatan dengan perban kompresi.3,4,6
2.3.8.4 Stoking Kompresi
Stoking kompresi secara sempurna mengkompresi kaki, dan dapat
meningkatkan aliran darah vena dengan mencegah aliran balik darah.
Stoking kompresi yang efektif menghasilkan tekanan yang besar di
pergelangan kaki dan secara bertahap mengurangi tekanan tungkai atas.
Stoking ini tersedia dengan berbagai tingkat kompresi.Stoking dengan
kompresi kecil dapat dibeli di apotek dan toko peralatan bedah tanpa
resep.3,4,6

16

Gambar 8. Cara menggunakan stoking kompresi

Orang dengan penyakit yang sedang hingga berat, banyak terdapat


di tungkainya, dan orang-orang dengan ulkus vena biasanya membutuhkan
stoking dengan resep dokter. Penyedia layanan kesehatan dapat melakukan
pengukuran stoking, atau mungkin menulis resep untuk stoking yang dapat
dibeli di toko peralatan bedah atau toko khusus di mana terdapat staf
terlatih yang dapat mengambilkan stoking yang diperlukan.3,4,6
2.3.8.5 Pompa Kompresi Pneumatik Intermiten
Stoking kompresi yang standar mungkin kurang efektif atau sulit
digunakan jika kelebihan berat badan atau pembengkakan yang cukup
besar. Cara alternatifnya adalah penggunaan pompa kompresi pneumatik
intermiten.Perangkat ini terdiri dari lengan plastik fleksibel yang
mengelilingi tungkai bawah. Ruang udara lapisan lengan plastik ini secara
berkala mengembang, memberikan kompresi pada tungkai, dan kemudian
mengempis. Cara ini umumnya digunakan dalam beberapa jam per
hari.Mirip dengan stokingkompresi, pompa ini mungkin sedikit
memberikan rasa sakit bagi sebagian orang, terutama pada penggunaan
awal.3,4,6
2.3.8.6 Perban Kompresi
Orang dengan gejala berat, seperti ulkus, mungkin perlu diobati
dengan perban kompresi. Perban kompresi dipasang pada tungkai oleh

17

perawat atau dokter yang berpengalaman. Obat-obatan topikal dapat


diberikan pada kulit, dan jika terdapat ulkus, sebaiknya ditutupi dahulu
dengan perban khusus sebelum perban kompresi dipasang.3,4,6
Perban biasanya diganti sekali atau dua kali seminggu dan harus
dalam kondisi kering. Sebuah plastik dapat dilapiskan di atas perban
kompresi untuk menjaganya tetap kering saat mandi. Jika Anda memiliki
perban kompresi dalam kondisi basah, segera hubungi dokter untuk
diganti.3,4,6
2.3.8.7 Perban Penutup
Ulkus dapat ditutupi dengan perban khusus sebelum memasang
stoking kompresi atau perban kompresi. Perban penting untuk membantu
penyembuhan ulkus. Perban berfungsi untuk menyerap cairan dan
mengalir keluar dari luka, mengurangi rasa sakit, mengurangi bau,
mengangkat sel-sel mati, dan membantu pertumbuhan sel-sel kulit
baru.Ada beberapa jenis bahan perban yang dapat digunakan untuk ulkus
vena. Jenis dan frekuensi pemakaian perban bergantung kepada ukuran
ulkus, jumlah cairan, dan faktor lainnya.3,4,6
2.3.8.8 Medikamentosa
Berbagai obat telah digunakan untuk penyakit vena kronis dan
ulkus vena, antara lain:
a. Aspirin (300-325 mg/hari) dapat mempercepat penyembuhan luka.
b. Antibiotik hanya digunakan bila ada infeksi. Antibiotik topikal jarang
diperlukan dan dapat menyebabkan reaksi alergi yang memperberat
kondisi.
c. Hidroksietilrutosid adalah resep obat yang tersedia di Eropa yang
dapat mengurangi volume cairan, pembengkakan, dan gejala lainnya di
tungkai.
d. Iritasi kulit yang disebabkan penyakit vena kronis (dermatitis stasis),
biasanya akan lebih baik dengan penggunaan pelembab. Kadangkadang, krim atau salep steroid dapat membantu pada kondisi yang
disertai dengan rasa gatal atau peradangan.

18

e. Krim dan salep lainnya, produk anti-gatal, dan lotion yang wangi harus
dihindari karena ada risiko terjadinya dermatitis kontak terhadap
produk tersebut.3,4,6
2.3.9

TATALAKSANA OPERATIF

2.3.9.1 Ablasi Vena


Ablasi vena adalah tatalaksana yang dirancang untuk
menghancurkan vena superfisial yang memiliki fungsi katup yang
abnormal. Cara ini biasanya dilakukan pada orang-orang dengan kondisi
yang tidak respon terhadap terapi umum yang telah dijelaskan
sebelumnya.3,7
Vena dihancurkan melalui salah satu dari tiga cara berikut:
a. Skleroterapi
Prosedur ini dilakukan dengan menyuntikkan zat kimia ke dalam vena
yang mengalami kelainan sehingga menyebabkan kolaps dengan
sendirinya. Vena tersebut tetap berada di tempatnya, tetapi tidak
mengalirkan darah lagi. Skleroterapi dapat dilakukan di tempat praktek
dokter yang memiliki fasilitas anestesi lokal.
b. Ablasi dengan radiofrekuensi atau laser
Prosedur ini dilakukan dengan memasukkan kawat khusus ke dalam
vena yang mengalami kelainan. Kawat ini akan memanaskan vena dan
melengketkannya dari dalam (Gambar 4). Vena tetap pada tempatnya,
tetapi tidak lagi mengalirkan darah. Prosedur ini tidak perlu tindakan
operasi dan dapat dilakukan dengan sedikit anestesi. Tindakan ini
dapat dilakukan di tempat praktek dokter.

19

Gambar 9. Ablasi vena dengan radiofrekuensi

c. Ligasi atau pemotongan vena


Prosedur ini memerlukan tindakan operasi untuk mengikat atau
memotong vena yang mengalami kelainan. Pasien yang memerlukan
tindakan ini harus dirawat di rumah sakit atau di pusat operasi. Vena
dipotong melalui sayatan-sayatan kecil.3,7
2.3.9.2 Transplan Vena
Mencangkokkan pembuluh darah sehat dari bagian tubuh yang lain
dan mengganti vena yang sakit dengan yang sehat.3,7
2.3.9.3 Subfascial Endoscopic Perforator Surgery
Prosedur invasive minimal dilakukan dengan endoskopi. Vena
perforator (vena ditemukan di daerah betis) yang dipotong dan diikat. Hal
ini memungkinkan darah mengalir ke pembuluh darah yang sehat dan
meningkatkan penyembuhan ulkus.3,7

2.3.10 KOMPLIKASI
Lima sampai tujuh persen kasus mengalami cedera pada nervus cutaneus,
keadaan ini sering bersifat sementara namun dapat bersifat permanen. Inform
konsen mengenai komplikasi ini diperlukan sebelum dilakukan tindakan terapi.
NHSLA melaporkan komplikasi akibat cedera pada saraf pada 12 pasien dengan

20

drop foot setelah dilakukan ligasi safeno-popliteal. Komplikasi berupa terjepitnya


vena dan arteri femoral juga tidak dapat untuk dihindari.3,4,6
Hematom dan infeksi pada luka relatif sering terjadi (hingga 10 %), dan
terjadi gangguan dalam aktivitas dan bekerja sehari-hari. Thromboembolisme
berpotensi terjadi pada pembedahan varises vena, tetapi belum ada bukti yang
menujukkan risiko ini meningkat bila dilakukan pembedahan. Sebagian besar ahli
bedah vaskuler melakukan profilaksisi agar tidak terjadi komplikasi
thomboemboli ini.3,4,6
2.3.11 PENCEGAHAN
Menghindari duduk dan berdiri terlalu lama, jika memungkinkan, istirahat
yang sering ketika berdiri lama. Upaya penting untuk mencegah penyakit vena
kronis dengan menekuk kaki ketika duduk dan istirahat atau tidur dengan kaki
diatas jantung. Latihan menggerakan tungkai dan memperbaiki tonus otot
membantu sirkulasi darah didalam vena. Mengurangi berat badan juga dapat
membantu sirkulasi darah vena.3,4,6
2.3.12 PROGNOSIS
Prognosis kesembuhan ulkus dan inflamasi cukup bagus tanpa
adanya penyakit penyerta yang mengganggu kesembuhan. Mayoritas pasien tanpa
komplikasi memberikan respon yang baik terhadap pengobatan rawat jalan.
Perubahan permanen meliputi hemosiderosis dan fibrosis yang terjadi sebelum
inisiasi terapi. Kehilangan fungsikatup bersifat ireversibel. Tidak adanya support
kutaneus berkelanjutan dalamjangka panjang dalam bentuk penutup inelastis atau
stocking elastis, dapat memperburuk cedera pada kulit dan jaringan lunak.3,4,6

BAB III
KESIMPULAN

21

Penyakit vena kronis adalah penyakit yang mengenai vena tungkai.


Normalnya, pembuluh darah di tungkai membawa darah kembali ke jantung. Pada
orang dengan penyakit vena kronis, venanya tidak bekerja dengan baik. Hal ini
dapat menyebabkan darah terhambat di tungkai bawah dan kaki. Orang dengan
penyakit vena kronis sering mengeluhkan kaki mereka terasa berat, lemas, atau
pegal. Keluhan tersebut umumnya dirasakan pada sore atau malam hari atau
setelah berdiri untuk waktu yang lama. Kaki dan pergelangan kaki juga dapat
menjadi bengkak. Orang yang mengalami penyakit vena kronis ini dapat menjadi
berat seperti adanya infeksi kulit, perubahan warna kulit, ruam, atau luka yang
tidak sembuh-sembuh. Luka ini disebut ulkus dan sulit untuk diobati, terkadang
memerlukan waktu berbulan-bulan atau tahun untuk penyembuhan, terutama
tanpa pengobatandan evaluasi yang tepat.
Tujuan pengobatan adalah untuk memperbaiki keadaan, mengurangi
pembengkakan, dan mencegah infeksi kulit dan ulkus. Pengobatan untuk bengkak
termasuk menopang kaki bila memungkinkan, memakai stoking kompresi pada
mata kaki dan kaki bagian bawah, melakukan latihan kaki dan pergelangan kaki,
dan latihan berjalan. Pengobatan untuk ulkus kulit termasuk perban khusus dan
antibiotik jika terdapat infeksi. Beberapa orang perlu perban kompresi untuk
membantu menyembuhkan ulkus. Ulkus tungkai dapat disebabkan oleh masalah
lain selain penyakit vena kronis, sehingga evaluasi oleh spesialis pembuluh darah
atau luka merupakan langkah penting sebelum memulai pengobatan untuk
memastikan bahwa diagnosa tepat telah dibuat. Salep antibiotik atau salep yang
dioleskan pada kulit, krim anti-gatal, dan lotion yang wangi tidak dianjurkan
karena produk tersebut dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit. Ablasi vena
(skleroterapi, ablasi vema dengan radiofrekuensi atau laser, atau pembedahan)
merupakan pilihan bagi pasien yang tidak respon terhadap pengobatan awal.

22

DAFTAR PUSTAKA
1. Wittens C,Davies AH,Bkgaard N, Broholm R, Cavezzi A,Chastanet S,et al.
Management of Chronic Venous Disease Clinical Practice Guidelines of the
European Society for Vascular Surgery (ESVS). European Journal of
Vascular Endovascular Surgery, 2015, 49:678-737.
2. Eklof B, Rutherford RB, Bergan JJ, Carpentier PH, Glovicski P, Kistner RL,
et al.Revision of the CEAPclassification for chronic venous disorders:
consensus statement. J Vasc Sur 2004;40:1248-52
3. Patrick CA, Barbara MM, John FE, Josep LM. Patient information: Chronic
venous disease (beyond the basics). 2011.
4. Wim DJ, Sjamsuhidajat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Ketiga. Jakarta: EGC.
2011; hal: 432-497.
5. Price S, Lorraine W and Wilson A. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit. Edisi keenam. Volume pertama. Jakarta; EGC. 2006; hal: 674-683.
6. Reksoprodjo dkk. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Aksara. 2010; hal:
270-302.
7. Jusi dan Djang. Dasar-dasar ilmu bedah vaskuler. Edisi kelima. Jakarta:
FKUI. 2010; hal: 85, 204-255.

23

Anda mungkin juga menyukai