PENDAHULUAN
Chronic Venous Disease (CVD) atau dikenal sebagai penyakit vena kronis
adalah didefinisikan sebagai kelainan morfologis dan fungsional dari sistem vena
dalam jangka panjang. Prevalensi CVD pada populasi orang dewasa dilaporkan
setinggi 60%, terutama yang mempengaruhi penduduk di negara berkembang.1
Laporan klinis CVD berdasarkan klasifikasi CEAP memungkinkan nilai
prevalensi pada masing-masing derajat klinis serta hubungan dengan jenis
kelamin, usia, obesitas, dan faktor risiko lainnya. Prevalensi CVD berbeda sesuai
dengan faktor-faktor risiko. Studi epidemiologi terbaru melaporkan telangiektasis,
juga dikenal sebagai spider veins (C1) telah mempengaruhi hingga 80% dari
populasi. Varicose vein atau varises (C2) juga sangat umum, dengan variabel
kejadian dilaporkan mulai dari 20% hingga 64%. Tahap yang lebih berat dari
penyakit vena, CVI (C3-C6), tampaknya mempengaruhi sekitar 5% dari populasi,
dengan prevalensi tahap akhir CVI (active and healed venous ulcers, C5-C6)
diperkirakan 1-2 %.1,2
Meskipun pemahaman lengkap tentang patofisiologi CVDsulit dipahami,
hipertensi vena kronis dianggap sebagai penyebab utama dari perubahan
pembuluh vena dan terjadinya ulserasi.Pemahaman yang baik tentang proses
penyakit dan presentasi klinis adalah halpenting dalam penilaian dan pengelolaan
pasien dengan CVD.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
satunya vena yang mengalir ke v.femoralis adalah v.safena. Cabangcabang femoralis anteromedial dan posterolateral (lateral aksesorius), dari
aspek medial dan lateral paha, kadang-kadang juga mengalir ke v.safena
magna di bawah hiatus safenus.
V. safena magna berhubungan dengan 5ystem vena profunda di beberapa
tempat melalui vena perforantes. Hubungan ini biasanya terjadi di atas dan
di bawah maleolus medialis, di area gaiter, di 5ystem pertengahan betis, di
bawah lutut, dan satu hubungan panjang pada paha bawah. Katup-katup
pada perforator mengarah ke dalam sehingga darah mengalir dari 5ystem
superfisialis ke 5ystem profunda dari mana kemudian darah dipompa
keatas dibantu oleh kontraksi otot betis. Akibatnya 5ystem profunda
memiliki tekanan yang lebih tinggi daripada superfisialis, sehingga bila
katup perforator mengalami kerusakan, tekanan yang meningkat
diteruskan ke 5ystem superfisialis sehingga terjadi varises pada 5ystem
ini.
-
V. safena parva keluar dari ujung lateral jaringan v.dorsalis pedis. Vena ini
melewati bagian belakang maleolus lateralis dan di atas bagian belakang
betis kemudian menembus fasia profunda pada berbagai posisi untuk
mengalir ke v.poplitea.
merupakan faktor penting curah jantung karena volume darah yang diejeksi oleh
jantung bergantung pada aliran balik vena.
Sistem vena pada ekstremitas bawah terbagi menjadi 3 subsistensi : (1)
subsistem vena superficial, (2) subsistem vena profunda dan (3) subsistem
penghubung (saling berhubungan). Vena superficial terletak di jaringan subkutan
anggota gerak dan menerima aliran vena dari pembuluh-pembuluh darah yang
lebih kecil di dalam kulit, jaringan subkutan dan kaki. Sistem superficial terdiri
dari vena safena magna dan vena safena parva. Vena safena magna adalah vena
terpanjang di tubuh; berjalan dari maleolus di mata kaki, naik ke bagian medial
betis dan paha, bermuara ke vena femoralis tepat dibawah selangkangan. Titik
persambungan antara kedua vena tersebut, persambungan safena, merupakan
patokan anatomi yang penting. Vena safena magna mengalirkan darah dari bagian
antero-medial betis dan paha. Vena safena parva berjalan di sepanjang sisi lateral
dari mata kaki melalui betis menuju ke lutut, mendapatkan darah dari bagian
postero-lateral betis dan mengalirkan darah ke vena poplitea. Titik pertemuan
antara vena safena dan poplitea disebut sebagai persambungan safeno-poplitea.
Diantara vena safena magna dan parva ini terdapat banyak anastomosis :
anastomosis ini merupakan rute aliran kolateral yang memiliki potensi penting,
bila terjadi obstruksi vena.
Sistem vena profunda membawa sebagian besar darah vena dari ektremitas
bawah dan terletak didalam kompartemen otot. Vena-vena profunda menerima
aliran dari venula-venula kecil dan pembuluh darah intramuskular. Sistem vena
profunda cenderung berjalan paralel dengan pembuluh arteri anggota gerak
bawah, dan diberi nama yang sama dengan arteri tersebut. Sebagai akibtanya,
yang termasuk dalam sistem vena ini adalah vena tibialis anterior dan posterior,
vena peroneus, vena poplitea, vena femoralis, vena femoralis profunda, dan
pembuluh pembuluh darah betis yang tidak diberi nama. Vena iliaka juga
termasuk dalam sistem vena profunda ekstremitas bawah karena aliran vena dari
anggota gerak ke vena kava bergantung pada patensi dan integritas pembuluhpembuluh ini. Vena iliaka komunis kiri melewati bawah arteria iliaka komunis
pada jalurnya menuju vena kava,sehingga vena tersebut berpotensi tertekan arteri.
Tunica media. Lapisan yang berada diantara tunika media dan adventitia, disebut
juga lapisan media. Lapisan ini terutama dibentuk oleh sel otot polos dan and
jaringan elastik.
Tunica adventitia. Merupakan Lapisan yang paling luar yang tersusun oleh
jaringan ikat.
Sistem vena. Mempunyai dinding yang tipis dan sedikit jaringan otot. Lapisan
sebelah dalam (intima) lebih kuat daripada yang terbentuk di arteri, sedangkan
lapisan media dan adventisia seakan-akan bergabung menjadi satu dan terdiri atas
jaringan ikat dengan tercampur sedikit jaringan elastik. Kita harus ingat, bahwa
pembuluh vena diberi nama sistem arteri, kecuali vena kava dan vena jugularis.
Susunan struktur sistem vena, menggambarkan tekanan aliran darah yang rendah
didalamnya dan volume yang besar, pembuluh vena lebih besar dari arteri
pasangannya dan mempunyai dinding yang tipis. Lapisan media mempunyai
sedikit sekali lapisan otot polos.
2.3 Chronic Venous Disease
2.3.1 DEFINISI
Chronic Venous Disease (CVD) atau penyakit vena kronis didefinisikan
sebagai abnormalitas fungsi sistem vena akibat inkompetensi katup vena dengan
atau tanpa disertai obstruksi aliran vena, yang mempengaruhi sistem vena
superfisial, sistem vena profunda, atau keduanya. CVD dapat pula diartikan
sebagai kondisi medis yang ditandai dengan nyeri dan pembengkakan pada
tungkai akibat kerusakan pada katup vena dan gumpalan darah yang
menyebabkan darah terakumulasi dalam vena. Penyakit ini biasanya mengenai
pembuluh darah vena tungkai. Vena ini membawa darah dari tungkai menuju
jantung. Vena yang normal memiliki serangkaian katup yang membuka dan
menutup untuk mengalirkan darah dari vena di permukaan ke vena yang lebih
dalam. Jika katup vena gagal bekerja dengan baik, darah bisa mengalir balik di
vena tungkai. Darah balik tersebut dapat meningkatkan tekanan di pembuluh
darah vena. Varises tungkai adalah yang paling banyak ditemukan.3,4
2.3.2
meregangkan vena itu sendiri. Hal tersebut dapat merusak katup, meningkatkan
tekanan vena yang lebih tinggi dan fungsi pembuluh darah memburuk, dan
akhirnya dapat menjadi penyakit vena kronis.3,4
Penyebab penyakit vena kronik termasuk:
a. Tekanan darah tinggi di pembuluh darah kaki, karena duduk atau berdiri
b.
c.
d.
e.
lain:
a. Bekuan didalam vena
Bekuan akanmenghambat aliran darah melalui vena dan menyebabkan
tekanan meningkat. Seringkali ini menyebabkan kerusakan permanen vena
atau katupnya, bahkan setelah gumpalan tersebut hilang.
b. Cedera atau pembedahan tungkai
Cedera atau pembedahan yang menghambat aliran darah vena dapat
meningkatkan tekanannya.
c. Kelebihan berat badan atau berat badan meningkat
9
EPIDEMIOLOGI
Varises tungkai lebih sering terjadi pada wanita daripada pria, hal ini
KLASIFIKASI
Dalam diskusi tahunan yang diselenggarakan oleh American Venous
Forum (AFV) pada Februari 1994, dihasilkan suatu klasifikasi CVD atau penyakit
vena kronis dan sistem skorkeparahan CVD. Klasifikasi berdasarkan clinical
manifestations (C), etiologic factors (E), anatomic distribution of disease (A), dan
the underlying pathophysiologic findings (P), dinamakan CEAP. Adapun stadium
CVD secara klinismenurut klasifikasi CEAPantara lain:2
Clinical Classification(C)
C0:No visible or palpable signs of venous disease
10
PATOFISIOLOGI
Varikoses vena merupakan manifestasi klinis yang paling sering dijumpai
pada penyakit vena kronis. Ini disebabkan oleh daya elastisitas yang abnormal
pada jaringan ikat dinding vena serta katupnya. Varises primer terjadi akibat
11
GEJALA
Penyakit vena kronis dapat menyebabkan vena membesar tanpa disertai
nyeri, iritasi kulit, ruam kulit, perubahan warna kulit, gatal-gatal, bengkak, dan
ulkus kulit. Tungkai mungkin terasa berat, lemas, atau pegal, biasanya dirasakan
pada sore atau malam hari atau setelah berdiri terlalu lama.3,6
2.3.6.1 Dilatasi Vena
Gambaran penyakit vena yang paling sering adalah dilatasi vena.
Vena tersebut mungkin tampak tipis dan berwarna biru, sering disebut
sebagai spider veins(Gambar 1) atau vena lebih lebar dan berkelok yang
disebut varises (vena yang menonjol di permukaan) (Gambar 2).2,5
12
2.3.6.2 Edema
Penyakit vena kronis yang terlah lama diderita dapat menyebabkan
pembengkakan (edema) di pergelangan dan bagian bawahkaki. Kadangkadang pembengkakan ini hanya terjadi pada sore atau malam hari;
bahkan ada yang terjadi sepanjang waktu. Pembengkakan hampir selalu
menurun dengan tungkai yang ditinggikan, sehingga mungkin berkurang
di pagi hari.
Area tepat di atas tulang pergelangan kaki sering menjadi tempat
pertama yang terlihatbengkak. Namun, bengkak dapat disebabkan oleh
kondisi selain penyakit vena kronis, sehingga masalah ini harus dievaluasi
untuk menentukan penyebabnya.3,6
2.3.6.3 Perubahan Kulit (Pigmentasi)
Darah yang mengendap dan meningkatkan tekanan vena dapat
menyebabkan kulit menjadi merah, dan selama beberapa bulan hingga
tahun, kulit dapat menjadi coklat kemerahan. Seringkali, perubahan kulit
yang awalnya terlihat di sekitar pergelangan kaki, tetapi sering terjadi di
atas tulang tibia dan pada kaki.3,6
Darah yang mengendap di kaki sering menyebabkan kulit menjadi
iritasi dan inflamasi. Hal ini dapat menyebabkan kemerahan, gatal,
kekeringan, keluar cairan, luka akibat garukan, dan kulit yang menebal
atau scabbing. Beberapa orang bahkan dapat mengalami nyeri kulit yang
13
berwarna merah atau coklat, dan mengeras, seperti bekas luka. Ini
biasanya terjadi setelah bertahun-tahun mengalami penyakit vena tetapi
dapat juga terjadi secara tiba-tiba.3,6
14
2.3.7
DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit vena kronis ditegakkan melalui anamnesis mengenai
gejala, seperti adanya varises, bengkak di tungkai, perubahan kulit, atau ulkus
kulit dan memeriksa tanda-tanda.3,4,6
Perlu juga melakukan pemeriksaan tambahan, seperti:
a. Duplex ultrasound jenis prosedur USG dilakukan untuk menilai pembuluh
darah, aliran darah serta struktur vena-vena kaki.
b. Venogram menggunakan X-ray dan intavena (IV) pewarna kontras untuk
memvisualisasikan pembuluh darah. Pewarna kontras menyebabkan pembuluh
darah muncul suram pada citra X-Ray, yang memungkinkan dokter untuk
memvisualisasikan pembuluh darah yang sedang dievaluasi.3,4,6
2.3.8
TATALAKSANA UMUM
Pengobatan penyakit vena kronis difokuskan untuk mengurangi gejala,
15
16
17
18
e. Krim dan salep lainnya, produk anti-gatal, dan lotion yang wangi harus
dihindari karena ada risiko terjadinya dermatitis kontak terhadap
produk tersebut.3,4,6
2.3.9
TATALAKSANA OPERATIF
19
2.3.10 KOMPLIKASI
Lima sampai tujuh persen kasus mengalami cedera pada nervus cutaneus,
keadaan ini sering bersifat sementara namun dapat bersifat permanen. Inform
konsen mengenai komplikasi ini diperlukan sebelum dilakukan tindakan terapi.
NHSLA melaporkan komplikasi akibat cedera pada saraf pada 12 pasien dengan
20
BAB III
KESIMPULAN
21
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Wittens C,Davies AH,Bkgaard N, Broholm R, Cavezzi A,Chastanet S,et al.
Management of Chronic Venous Disease Clinical Practice Guidelines of the
European Society for Vascular Surgery (ESVS). European Journal of
Vascular Endovascular Surgery, 2015, 49:678-737.
2. Eklof B, Rutherford RB, Bergan JJ, Carpentier PH, Glovicski P, Kistner RL,
et al.Revision of the CEAPclassification for chronic venous disorders:
consensus statement. J Vasc Sur 2004;40:1248-52
3. Patrick CA, Barbara MM, John FE, Josep LM. Patient information: Chronic
venous disease (beyond the basics). 2011.
4. Wim DJ, Sjamsuhidajat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Ketiga. Jakarta: EGC.
2011; hal: 432-497.
5. Price S, Lorraine W and Wilson A. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit. Edisi keenam. Volume pertama. Jakarta; EGC. 2006; hal: 674-683.
6. Reksoprodjo dkk. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Aksara. 2010; hal:
270-302.
7. Jusi dan Djang. Dasar-dasar ilmu bedah vaskuler. Edisi kelima. Jakarta:
FKUI. 2010; hal: 85, 204-255.
23