Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker adalah salah satu penyakit yang banyak menimbulkan

kesengsaraan dan kematian pada manusia. Di negara-negara barat, kanker

merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit-penyakit

kardiovaskular . Diperkirakan, kematian akibat kanker di dunia mencapai 4,3 juta

per tahun dan 2,3 juta di antaranya ditemukan di negara berkembang. Di

Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru untuk setiap 100.000

penduduk per tahunnya. Prevalensi penderita kanker meningkat dari tahun ke

tahun akibat peningkatan angka harapan hidup, sosial ekonomi, serta perubahan

pola penyakit.1

Kanker payudara adalah kanker paling umum kedua dan merupakan

kanker yang paling sering menyerang wanita dengan perkiraan 1.67 juta kasus

kanker baru yang didiagnosis pada tahun 2012 (25% dari semua kanker). Kasus

kanker payudara lebih banyak terjadi di daerah berkembang (883.000 kasus)

dibanding dengan daerah yang lebih maju (794.000 kasus). Kanker payudara

merupakan salah satu jenis jenis kanker yang mempunyai prevalensi cukup tinggi.

Kanker payudara dapat terjadi pada pria maupun wanita, akan tetapi prevalensi

pada wanita lebih tinggi. Berdasarkan International Agency for Research on

Cancer tahun 2012 diketahui bahwa kanker payudara merupakan penyakit kanker

dengan persentase kasus baru (setelah dikontrol oleh umur) tertinggi, yaitu

sebesar 43,3%, dan persentase kematian (setelah dikontrol oleh umur) akibat

kanker payudara sebesar 12,9%. Berdasarkan Data Riset Kesehatan Indonesia

tahun 2013 prevalensi kanker payudara di Indonesia tertinggi kedua setelah

1
kanker serviks yaitu 0,5‰ (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI,

2016).2

Gejala permulaan kanker payudara sering tidak disadari atau dirasakan

dengan jelas oleh penderita sehingga banyak penderita yang berobat dalam

keadaan lanjut. Hal inilah yang menyebabkan tingginya angka kematian kanker

tersebut. Padahal, pada stadium dini kematian akibat kanker masih dapat dicegah.

Apabila penyakit kanker payudara ditemukan dalam stadium dini, angka harapan

hidupnya (life expectancy) tinggi, berkisar antara 85 - 95%. Namun, kenyataannya

bahwa 70-90% penderita datang ke rumah sakit setelah penyakit parah, yaitu

setelah masuk dalam stadium lanjut.1,2

Pengobatan pada penderita kanker memerlukan teknologi canggih,

ketrampilan, dan pengalaman yang luas. Perlu peningkatan upaya pelayanan

kesehatan, khususnya di RS karena jumlah yang sakit terus-menerus meningkat,

terlebih menyangkut golongan umur produktif. Informasi tentang faktor-faktor

ketahanan hidup memberikan manfaat yang besar. Bukan hanya untuk

peningkatan penanganan penderita kanker payudara, tapi juga untuk memberikan

informasi yang cukup kepada masyarakat tentang kanker payudara dan

perkembangan serta prognosis penyakit tersebut di masa mendatang.1,2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi

Payudara wanita dewasa berlokasi dalam fascia superficial dari dinding

depan dada. Dasar dari payudara terbentang dari iga kedua di sebelah atas sampai

2
iga keenam atau ketujuh di sebelah bawah, dan dari sternum batas medialnya

sampai ke garis midaksilrasis sebagai batas lateralnya. Duapertiga dasar tersebut

terletak di depan M.pectoralis major dan sebagian M.serratus anterior. Sebagian

kecil terletak di atas M.obliqus externus.3

Gambar 2.1 Topografi aksila (Anterior view)

Setiap payudara terdiri dari 15 sampai 20 lobus, beberapa lebih besar

daripada yang lainnya, berada dalam fascia superficial, dimana dihubungkan

secara bebas dengan fascia sebelah dalam. Lobus-lobus ini beserta duktusnya

adalah kesatuan dalam anatomi, bukan kesatuan dalam bedah.

Gambar 2.2 Potongan sagital mammae dan dinding dada sebelah depan

3
Antara fascia superficial dan yang sebelah dalam terdapat ruang

retromammary (submammary) yang mana kaya akan limfatik. Lobus-lobus

parenkim beserta duktusnya tersusun secara radial berkenaan dengan posisi dari

papilla mammae, sehingga duktus berjalan sentral menuju papilla seperti jari-jari

roda berakhir secara terpisah di puncak dari papilla. Segmen dari duktus dalam

papilla merupakan bagian duktus yang tersempit. Oleh karena itu, sekresi atau

pergantian sel-sel cenderung untuk terkumpul dalam bagian duktus yang berada

dalam papilla, mengakibatkan ekspansi yang jelas dari duktus dimana ketika

berdilatasi akibat isinya dinamakan lactiferous sinuse.3

Ligamentum suspensori Cooper membentuk jalinan yang kuat, pita

jaringan ikat berbentuk ireguler menghubungkan dermis dengan lapisan dalam

dari fascia superfisial, melewati lobus-lobus parenkim dan menempel ke elemen

parenkim dan duktus. Kadang-kadang, fascia superfisial terfiksasi ke kulit,

sehingga tidak mungkin dilakukan total mastectomy subkutan yang ideal. Dengan

adanya invasi keganasan, sebagian dari ligamentum Cooper akan mengalami

kontraksi, menghasilkan retraksi dan fiksasi atau lesung dari kulit yang khas. Ini

berbeda dengan penampilan kulit yang kasar dan ireguler yang disebut peau

d'orange, dimana pada peau d'orange perlekatan subdermal dari folikel-folikel

rambut dan kulit yang bengkak menghasilkan gambaran cekungan dari kulit.3

Mammae diperdarahi dari 2 sumber, yaitu A. thoracica interna, cabang dari

A. axillaries, dan A. intercostal. Vena aksilaris, vena thoracica interna, dan vena

intercostals 3-5 mengalirkan darah dari kelenjar mamma. Vena-vena ini mengikuti

arterinya.3

4
Gambar 2.3 A. Pada 18% individu, payudara diperdarahi oleh arteri
internal thoracic, axillary, dan intercostals. B. Pada 30%, kontribusi dari
A.aksilaris tidak berarti. C. Pada 50%, A.intercostal hanya sedikit
kontribusinya.

Gambar 2.4 Diagram potongan frontal mammae kanan menunjukkan jalur


drainase vena. A. Drainase medial melalui internal thoracic vein ke jantung
kanan. B. Drainage posterior ke vertebral veins. C. Drainase lateral ke
intercostal, superior epigastric veins, dan hati. D. Darinase superior lateral
superior melalui vena aksilaris ke jantung kanan.

Kelenjar getah bening dari regio

mammae terdapat dalam kelompok

inkonstan yang bervariasi. Seringnya

pembagian menurut Haagensen.

5
Gambar 2.5 Kelenjar getah
bening aksila
dan
payudara

menurutklasifikasi dari Haagensen (kiri). Aliran limfatik


mammae (kanan).
Klasifikasi utama Haagensen adalah axillary dan internal thoracic (mammary).3,4

1. Drainase Aksilaris (35.3 nodes).

 Group 1: External mammary nodes (1.7 nodes), juga dikenal sebagai

anterior pectoral nodes. Ini terletak sepanjang batas lateral dari M.

pectoralis minor, di bawah M. pectoralis major, sepanjang sisi medial dari

aksila mengikuti aliran lateral thoracic artery pada dinding dada, mulai

dari iga 2-6.


 Group 2: Scapular nodes (5.8 nodes). Terletak di atas pembuluh-pembuluh

darah subsakapular
 Group 3: Central nodes (12.1 nodes). Merupakan kelompok kelenjar getah

bening yang terbesar; merupakan KGB yang paling mudah dipalpasi di

aksila karena ukurannya yang besar. Ketika KGB ini membesar, dapat

menekan intercostobrachial nerve, cabang kutaneus lateral dari second

atau third thoracic nerve, dapat timbul nyeri.


 Group 4: Interpectoral nodes (Rotter's nodes) (1.4 nodes). Terletak antara

otot pektoralis mayor dan minor, sering terdapat tunggal. Merupakan

kelompok KGB terkecil dari KGB aksila dan tidak dapat ditemukan

walaupun M. pectoralis major diangkat.

6
 Group 5: Axillary vein nodes (10.7 nodes). Merupakan kelompok KGB

terbesar kedua di aksila. Terletak di permukaan ventral dan kaudal dari

bagian lateral vena aksilaris.


 Group 6: Subclavicular nodes (3.5 nodes). Terletak pada permukaan

ventral dan kaudal dari bagian medial vena aksilaris.

2. Drainase Internal Thoracic (Mammary) (8.5 Nodes)

Pembuluh-pembuluh limfatik timbul dari tepi medial mammae pada fascia

pectoralis. KGB ini juga menerima trunkus limfatikus dari kulit mammae

kontralateral, hati, diafragma, rectus sheath, bagian atas rectus abdominis. KGB

sekitar 4-5 setiap sisinya, kecil, dan biasanya dalam lemak dan jaringan ikat dari

ruang interkosta. Saluran ini bermuara ke ductus thoracicus atau ductus limfatikus

dextra. \

Dalam staging, bila ditemukan metastasis ke KGB supraclavicular, cervical,

atau contralateral internal mammary dianggap telah mengadakan metastasis jauh

(M1). Yang termasuk KGB regional :3,4

1.KGB aksila (ipsilateral) : interpectoral (Rotter's) nodes dan KGB sepanjang

vena aksilaris dan bagian-bagiannya yang dapat dibagi ke dalam beberapa tingkat:

a. Level I (low axilla): KGB lateral dari tepi lateral M pectoralis minor

b. Level II (midaxilla): KGB antara tepi medial dan lateral M pectoralis minor

dan KGB interpectoral (Rotter's)

c. Level III (apical axillary): KGB medial dari tepi medial M pectoralis minor

termasuk subclavicular, infraclavicular, or apical

Catatan : KGB intramammary disandikan sebagai KGB aksila.

2.Internal mammary (ipsilateral): KGB di ruang intercosta sepanjang tepi sternum


dalam fascia endothoracica.

7
Gambar 2.6 Kelompok kelenjar getah bening aksila.
Mammae dipersarafi oleh nervus intercosta 2-6, dengan cabang-cabangnya

melewati permukaan kelenjar. 2 cabang mammae dari nervus kutaneus lateral

keempat juga mempersarafi papilla mammae.

Gambar 2.7 Saraf-saraf perifer penting yang ditemukan selama mastectomy


2.2 Definisi

Kanker payudara (Carcinoma mammaee) dalam bahasa inggrisnya disebut

breast cancer merupakan kanker pada jaringan payudara. Kanker payudara sering

didefinisikan sebagai suatu penyakit neoplasma yang ganas yang berasal dari

parenchym yaitu keganasan yang berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar dan

8
jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kulit payudara. Penyakit ini oleh

World Health Organization (WHO) dimasukkan ke dalam International

Classification of Diseases (ICD) dengan kode nomor 17.3

2.3 Epidemiologi
Jenis kanker yang banyak diderita dan ditakuti oleh perempuan adalah

kanker payudara. Pada umumnya kanker payudara menyerang kaum wanita,

kemungkinan menyerang kaum laki-laki sangat kecil yaitu 1 : 1000. Berdasarkan

estimasi Globocan, International Agency for Research on Cancer (IARC) tahun

2012, Kanker payudara adalah kanker dengan presentase kasus baru tertinggi

(43,3%) dan presentase kematian tertinggi (12,9%) pada perempuan di dunia.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi kanker payudara

di Indonesia mencapai 0,5 per 1000 perempuan. Demikian pula di Bali, kini

jumlah kasusnya meningkat dan menempati urutan kedua terbanyak setelah

kanker serviks dan cenderung bergeser ke arah yang lebih muda.2


Hasil penelitian Hartarningsih dan Sudarsa (2012) di Rumah Sakit Umum

Pusat Sanglah Denpasar, menunjukkan presentase penderita kanker payudara

stadium lanjut pada wanita usia muda (<40 tahun) tahun 2002-2012 sebesar

79,5% (158 orang) dan bila dilihat dari keseluruhan kelompok umur terbanyak

yaitu 40-50 tahun sebsar 45,2% (396 orang).1,2


2.4 Etiologi (Faktor Resiko)

Etiologi pasti dari kanker payudara masih belum jelas. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa wanita dengan faktor risiko tertentu lebih sering untuk

berkembang menjadi kanker payudara dibandingkan yang tidak memiliki

beberapa faktor risiko tersebut. Beberapa faktor risiko tersebut :5,6

a) Umur

9
Kemungkinan untuk menjadi kanker payudara semakin meningkat seiring

bertambahnya umur seorang wanita. Angka kejadian kanker payudara rata-rata

pada wanita usia 45 tahun ke atas. Kanker dapat didiagnosis pada wanita

premenopause atau sebelum usia 35 tahun, tetapi kankernya cenderung lebih

agresif, derajat tumor yang lebih tinggi, dan stadiumnya lebih lanjut, sehingga

survival rates-nya lebih rendah.


b) Riwayat kanker payudara
Wanita dengan riwayat pernah mempunyai kanker pada satu payudara

mempunyai risiko untuk berkembang menjadi kanker pada payudara yang

lainnya.
c) Riwayat Keluarga
Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi pada wanita yang ibunya atau

saudara perempuan kandungnya memiliki kanker payudara. Risiko lebih

tinggi jika anggota keluarganya menderita kanker payudara sebelum usia 40

tahun.
d) Perubahan payudara tertentu
Beberapa wanita mempunyai sel-sel dari jaringan payudaranya yang

terlihat abnormal pada pemeriksaan mikroskopik. Risiko kanker akan

meningkat bila memiliki tipe-tipe sel abnormal tertentu, seperti atypical

hyperplasia dan lobular carcinoma in situ (LCIS).


e) Perubahan Genetik
Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko terjadinya

kanker payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen lainnya.

BRCA1 and BRCA2 termasuk tumor supresor gen. Secara umum, gen BRCA-

1 beruhubungan dengan invasive ductal carcinoma, poorly differentiated, dan

tidak mempunyai reseptor hormon. Sedangkan BRCA-2 berhubungan dengan

invasive ductal carcinoma yang lebih well differentiated dan mengekspresikan

reseptor hormon. Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan

10
mempunyai risiko kanker payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang

abnormal cenderung untuk berkembang menjadi kanker payudara pada usia

yang lebih dini.


f) Riwayat reproduksi dan menstruasi
Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko

untuk berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya paparan

justru memberikan efek protektif. Beberapa faktor yang meningkatkan jumlah

siklus menstruasi seperti menarche dini (sebelum usia 13 tahun), nuliparitas,

dan menopause yang terlambat (di atas 55 tahun) berhubungan juga dengan

peningkatan risiko kanker. Diferensiasi akhir dari epitel payudara yang terjadi

pada akhir kehamilan akan memberi efek protektif, sehingga semakin tua

umur seorang wanita melahirkan anak pertamanya, risiko kanker meningkat.

Wanita yang mendapatkan menopausal hormone therapy memakai estrogen,

atau mengkonsumsi estrogen ditambah progestin setelah menopause juga

meningkatkan risiko kanker.


g) Ras
Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih,

dibandingkan wanita Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih tinggi

pada wanita yang tinggal di daerah industrialisasi.


h) Wanita yang mendapat terapi radiasi pada daerah dada
Wanita yang mendapat terapi radiasi di daerah dada (termasuk payudara)

sebelum usia 30 tahun, risiko untuk berkembangnya kanker payudara akan

meningkat di kemudian hari.


i) Kepadatan jaringan payudara
Jaringan payudara dapat padat ataupun berlemak. Wanita yang

pemeriksaan mammogramnya menunjukkan jaringan payudara yang lebih

padat, risiko untuk menjadi kanker payudaranya meningkat.


j) Overweight atau Obese setelah menopause

11
Kemungkinan untuk mendapatkan kanker payudara setelah menopause

meningkat pada wanita yang overweight atau obese, karena sumber estrogen

utama pada wanita postmenopause berasal dari konversi androstenedione

menjadi estrone yang berasal dari jaringan lemak, dengan kata lain obesitas

berhubungan dengan peningkatan paparan estrogen jangka panjang.


k) Kurangnya aktivitas fisik
Wanita yang aktivitas fisik sepanjang hidupnya kurang, risiko untuk

menjadi kanker payudara meningkat. Dengan aktivitas fisik akan membantu

mengurangi peningkatan berat badan dan obesitas.


l) Diet

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita yang sering minum

alkohol mempunyai risiko kanker payudara yang lebih besar. Karena alkohol

akan meningkatkan kadar estriol serum. Sering mengkonsumsi banyak makan

berlemak dalam jangka panjang akan meningkatkan kadar estrogen serum,

sehingga akan meningkatkan risiko kanker.


2.5 Patofisiologi
Carsinoma mammae berasal dari jaringan epitel dan paling sering terjadi

pada sistem duktal, mula - mula terjadi hiperplasia sel - sel dengan perkembangan

sel-sel atipik. Sel - sel ini akan berlanjut menjadi carsinoma insitu dan menginvasi

stroma. Carsinoma membutuhkan waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sel tunggal

sampai menjadi massa yang cukup besar untuk dapat diraba ( kira – kira

berdiameter 1 cm). Pada ukuran itu kira – kira seperempat dari carsinoma

mammae telah bermetastasis. Carsinoma mammae bermetastasis dengan

penyebaran langsung ke jaringan sekitarnya dan juga melalui saluran limfe dan

aliran darah.6
2.6 Klasifikasi

1. Non invasive carcinoma

12
a) Ductal carcinoma in situ

Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk

pada sel kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum

menyebar. Saluran menjadi tersumbat dan membesar seiring

bertambahnya sel kanker di dalamnya. Kalsium cenderung terkumpul

dalam saluran yang tersumbat dan terlihat dalam mamografi sebagai

kalsifikasi terkluster atau tak beraturan (clustered or irregular

calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro (microcalcifications) pada

hasil mammogram seorang wanita tanpa gejala kanker.6

DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya

massa yang secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada

mammografi. DCIS dapat menjadi kanker invasif dengan potensi

penyebaran ke seluruh tubuh.5,6

13
A B

Gambar 2.8 Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar
keluar dari ductus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B)

b) Lobular carcinoma in situ

Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang

digolongkan sebagai tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari

kelenjar yang memproduksi air susu, tetapi tidak berkembang

melewati dinding lobulus. Mengacu pada National Cancer Institute,

Amerika Serikat, seorang wanita dengan LCIS memiliki peluang 25%

munculnya kanker invasive (lobular atau lebih umum sebagai

infiltrating ductal carcinoma) sepanjang hidupnya.5,6

Gambar 2.9 Lobular carcinoma in situ

2. Invasive carcinoma

I. Paget’s disease dari papilla mammae

Paget’s disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada

tahun 1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla

mammae, dapat berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease

14
biasanya berhubungan dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan

mungkin berhubungan dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan

menunjukkan suatu populasi sel yang identik (gambaran atau perubahan

pagetoid). Patognomonis dari kanker ini adalah terdapatnya sel besar pucat

dan bervakuola (Paget's cells) dalam deretan epitel. Terapi pembedahan untuk

Paget's disease meliputi lumpectomy, mastectomy, atau modified radical

mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan adanya kanker invasif.6

II. Invasive ductal carcinoma

a. Adenocarcinoma with productive

Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan pada

60% kasus kanker ini mengadakan metastasis (baik mikro maupun

makroskopik) ke KGB aksila. Kanker ini biasanya terdapat pada

wanita perimenopause or postmenopause dekade kelima sampai

keenam, sebagai massa soliter dan keras. Batasnya kurang tegas dan

pada potongan meilntang, tampak permukaannya membentuk

konfigurasi bintang di bagian tengah dengan garis berwarna putih

kapur atau kuning menyebar ke sekeliling jaringan payudara. Sel-sel

kanker sering berkumpul dalam kelompok kecil, dengan gambaran

histologi yang bervariasi.5,6

b. Medullary carcinoma (4%)

Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara,

berkisar 4% dari seluruh kanker payudara yang invasif dan merupakan

kanker payudara herediter yang berhubungan dengan BRCA-1.

Peningkatan ukuran yang cepat dapat terjadi sekunder terhadap

15
nekrosis dan perdarahan. 20% kasus ditemukan bilateral. Karakterisitik

mikroskopik dari medullary carcinoma berupa (1) infiltrat

limforetikular yang padat terutama terdiri dari sel limfosit dan plasma;

(2) inti pleomorfik besar yang berdiferensiasi buruk dan mitosis aktif;

(3) pola pertumbuhan seperti rantai, dengan minimal atau tidak ada

diferensiasi duktus atau alveolar. Sekitar 50% kanker ini berhubungan

dengan DCIS dengan karakteristik terdapatnya kanker perifer, dan

kurang dari 10% menunjukkan reseptor hormon. Wanita dengan

kanker ini mempunyai 5-year survival rate yang lebih baik

dibandingkan NST atau invasive lobular carcinoma.5

c. Mucinous (colloid) carcinoma (2%)

Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe khusus

lain dari kanker payudara, sekitar 2% dari semua kanker payudara

yang invasif, biasanya muncul sebagai massa tumor yang besar dan

ditemukan pada wanita yang lebih tua. Karena komponen musinnya,

sel-sel kanker ini dapat tidak terlihat pada pemeriksaan mikroskopik.5

d. Papillary carcinoma (2%)

Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker payudara

sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya

ditemukan pada wanita dekade ketujuh dan sering menyerang wanita

non kulit putih. Ukurannya kecil dan jarang mencapai diameter 3 cm.5

e. Tubular carcinoma (2%)

Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker

payudara sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif.

16
Biasanya ditemukan pada wanita perimenopause dan pada periode

awal menopause. Long-term survival mendekati 100%.5

III. Invasive lobular carcinoma (10%)

Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara.

Gambaran histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli

tidak jelas, dan sedikit sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi

adanya musin dalam sitoplasma, yang dapat menggantikan inti (signet-ring

cell carcinoma). Seringnya multifokal, multisentrik, dan bilateral. Karena

pertumbuhannya yang tersembunyi sehingga sulit untuk dideteksi.5,6

IV. Kanker yang jarang (adenoid cystic, squamous cell, apocrine)

2.7 Stadium 7

Tabel 2.1 TNM Staging System untuk Breast Cancer

Tumor Primer (T)


TX Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak ada bukti terdapat tumor primer
Tis Carcinoma in situ
Tis(DCIS) Ductal carcinoma in situ
Tis(LCIS) Lobular carcinoma in situ
Tis(Paget's) Paget's disease dari papilla mammae tanpa tumor (Catatan :
Paget's disease yang berhubungan dengan tumor diklasifikasikan
menurut ukuran tumor)
T1 Tumor ≤ 2 cm
T1mic Microinvasion ≤ 0.1
T1a Tumor > 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm
T1b Tumor > 0.5 cm tetapi tidak lebih d
T1cri 1 cm Tumor > 1 cm tetapi tidak lebih dari 2 cm

T2 Tumor > 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm

17
T3 Tumor > 5 cm
T4 Tumor ukuran berapapun dengan perluasan langsung ke dinding
dada atau kulit, seperti yang diuraikan dibawah ini :
T4a Perluasan ke dinding dada, tidak melibatkan otot pectoralis
T4b Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit [ayudara, atau
ada nodul satelit terbatas di kulit payudara yang sama
T4c Kriteria T4a dan T4b
T4d Inflammatory carcinoma
Kelenjar Getah Bening—Klinis (N)
NX KGB regional tidak dapat dinilai (misalnya sebelumnya telah
diangkat)
N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional
N1 Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral tetapi dapat digerakkan
N2 Metastasis KGB aksilla ipsilateral tetapi tidak dapat digerakkan
atau terfiksasi, atau tampak secara klinis ke KGB internal
mammary ipsilateral tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat
metastasis ke KGB aksilla ipsilateral
N2a Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral dengan KGB saling melekat
atau melekat ke struktur lain sekitarnya.
N2b Metastasis hanya tampak secara klinis ke KGB internal mammary
ipsilateral dan tidak terbukti secara klinis terdapat metastasis ke
KGB aksilla ipsilateral
N3 Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa
keterlibatan KGB aksilla, atau secara klinis ke KGB internal
mammary ipsilateral tetapi secara klinis terbukti terdapat
metastasis ke KGB aksilla ipsilateral; atau metastasis ke KGB
supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB
infraklavikula atau aksilla ipsilateral
N3a Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral
N3b Metastasis ke KGB internal mammary dan aksilla
N3c Metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral
Kelenjar Getah Bening Regional—Patologia anatomi (pN)
pNX KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat atau
tidak dilakukan pemeriksaan patologi)

18
pN0b Secara histologis tidak terdapat metastasis ke KGB, tidak ada
pemeriksaan tambahan untuk isolated tumor cells (Catatan :
Isolated tumor cells (ITC) diartikan sebagai sekelompok tumor
kecil yang tidak lebih dari 0.2 mm, biasanya dideteksi hanya
dengan immunohistochemical (IHC) atau metode molekuler
pN0(i–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (-)
pN0(i+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (+),
IHC cluster tidak lebih dari 0.2 mm
pN0(mol–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis,
pemeriksaan molekuler (-) (RT-PCR)
pN0(mol+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis,
pemeriksaan molekuler (+) (RT-PCR)
pN1 Metastasis ke 1-3 KGB aksila, dan atau KGB internal mammary
terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB,
secara klinis tidak tampak
pN1mi Micrometastasis (> 0.2 mm, < 2.0 mm)
pN1a Metastasis ke 1-3 KGB aksila
pN1b Metastasis ke KGB internal mammary terdeteksi secara
mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak
tampak
pN1c Metastasis ke 1-3 KGB aksila dan ke KGB internal mammary
terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB,
secara klinis tidak tampak (jika berhubungan dengan >3 (+) KGB
aksila, KGB internal mammary diklasifikasikan sebagai pN3b)
pN2 Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke KGB
internal mammary tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat
metastasis ke KGB aksilla
pN2a Metastasis ke 4-9 KGB aksila (sedikitnya 1 tumor > 2 mm)
pN2b tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara
klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla
pN3 Metastasis ke 10 KGB aksila, atau KGB infraklavikula, atau
secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1
atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB

19
aksilla tetapi secara klinis microscopic metastasis (-) ke KGB
internal mammary; atau ke KGB supraklavikular ipsilateral

pN3a Metastasis ke ≥10 KGB aksila (minimal 1 tumor > 2 mm), atau
metastasis ke KGB infraklavikula
pN3b Secara klinis metastasis ke KGB internal mammary ipsilateral dan
terdapat 1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis
ke KGB aksilla dan dalam KGB internal mammary dengan
kelainan mikroskopis yang terdeteksi melalui diseksi KGB
sentinel, tidak tampak secara klinis
pN3c Metastasis ke KGB supraklavikular ipsilateral
Metastasis Jauh (M)
MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh
Tampak secara klinis didefinisikan bahwa dapat dideteksi melalui alat pencitraan
atau dengan pemeriksaan klinis atau kelainan patologis terlihat jelas.
Tidak tampak secara klinis berarti tidak terlihat melalui alat pencitraan (kecuali
dengan lymphoscintigraphy) atau dengan pemeriksaan klinis.
Klasifikasi berdasarkan diseksi KGB aksila dengan atau tanpa diseksi sentinel dari
KGB. Klasifikasi semata-mata berdasarkan diseksi sentinel KGB tanpa diseksi
KGB aksila yang selanjutnya direncanakan untuk "sentinel node", seperti pN-(l+)
(sn).
RT-PCR = reverse transcriptase polymerase chain reaction.
SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer:
AJCC Cancer Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, pp 227–228.

TNM Stage Groupings


Stage 0 Tis N0 M0
Stage I T1a N0 M0
Stage IIA T0 N1 M0
T1a N1 M0

20
T2 N0 M0
Stage IIB T2 N1 M0
T3 N0 M0
Stage IIIA T0 N2 M0
T1a N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
Stage IIIB T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0
Stage IIIC Any T N3 M0
Stage IV Any T Any N M1

2.8 Diagnosis7,8,9
1. Anamnesis7,8
a) Keluhan di payudara atau ketiak dan riwayat penyakitnya :
- Benjolan
- Kecepatan tumbuh
- Rasa sakit
- Nipple discharge
- Nipple retraksi dan sejak kapan
- Krusta pada areola
- Kelainan kulit: dimpling, peau d’orange, ulserasi, venektasi
- Perubahan warna kulit
- Benjolan ketiak
- Edema lengan
b) Keluhan ditempat lain berhubungan dengan metastasis :8
- Nyeri tulang (vertebra, femur)
- Rasa penuh di ulu hati
- Batuk, sesak
- Sakit kepala hebat, kejan dll
c) Faktor-faktor risiko4,7,8
- Usia penderita
- Usia melahirkan anak pertama
- Punya anak atau tidak
- Riwayat menyusui
- Riwayat menstruasi
 menstruasi pertama pada usia berapa
 keteraturan siklus menstruasi
 menopause pada usia berapa
- Riwayat pemakaian obat hormonal

21
- Riwayat keluarga sehubungan dengan kanker payudara atau kanker

lain.
- Riwayat pernah operasi tumor payudara atau tumor ginekologik
- Riwayat radiasi dinding dada

2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Inspeksi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah

terdapat edema (peau d’orange), retraksi kulit atau puting susu, dan

eritema.8
b. palpasi
Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk

palpasi kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap

massa yang teraba atau suatu lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya,

ukurannya, konsistensinya, bentuk, mobilitas atau fiksasinya.9

Gambar 2.10

Pemeriksaan Payudara
3. Pemeriksaan

Radiodiagnostik
1.

Mammografi
Mammografi merupakan pemeriksaan yang paling dapat

diandalkan untuk mendeteksi kanker payudara sebelum benjolan atau

massa dapat dipalpasi. Karsinoma yang tumbuh lambat dapat

diidentifikasi dengan mammografi setidaknya 2 tahun sebelum

mencapai ukuran yang dapat dideteksi melalui palpasi.6


Mammografi dapat digunakan baik sebagai skrining maupun

diagnostik. Mammografi mempunyai 2 jenis gambaran, yaitu

22
kraniokaudal (CC) dan oblik mediolateral (MLO). Radiologis yang

berpengalaman dapat mendeteksi karsinoma payudara dengan tingkat

false-positive sebesar 10% dan false-negative sebesar 7%. Gambaran

mammografi yang spesifik untuk karsinoma mammae antara lain

massa padat dengan atau tanpa gambaran seperti bintang (stellate),

penebalan asimetris jaringan mammae dan kumpulan

mikrokalsifikasi. Gambaran mikrokalsifikasi ini merupakan tanda

penting karsinoma pada wanita muda, yang mungkin merupakan satu-

satunya kelainan mammografi yang ada. Mammografi lebih akurat

daripada pemeriksaan klinis untuk deteksi karsinoma mammae

stadium awal, dengan tingkat akurasi sebesar 90%. Protokol saat ini

berdasarkan National Cancer Center Network (NCCN) menyarankan

bahwa setiap wanita diatas 20 tahun harus dilakukan pemeriksaan

payudara setiap 3 tahun. Pada usia di atas 40 tahun, pemeriksaan

payudara dilakukan setiap tahun disertai dengan pemeriksaan

mammografi. Protokol Peraboi disebutkan bahwa wanita diatas 35

tahun – 50 tahun pemeriksaan mammografi setiap 2 tahun sedangkan

pada wanita diatas 50 tahun setiap 1 tahun.7,8


2. Ultrasonografi (USG)
Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting

untuk membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan,

baik digunakan untuk menentukan massa yang kistik atau massa yang

padat. Pada pemeriksaan dengan USG, kista mammae mempunyai

gambaran dengan batas yang tegas dengan batas yang halus dan

daerah bebas echo di bagian tengahnya. Massa payudara jinak

23
biasanya menunjukkan kontur yang halus, berbentuk oval atau bulat,

echo yang lemah di bagian sentral dengan batas yang tegas.

Karsinoma mammae disertai dengan dinding yang tidak beraturan,

tetapi dapat juga berbatas tegas dengan peningkatan akustik. USG

juga digunakan untuk mengarahkan fine-needle aspiration biopsy

(FNAB), core-needle biopsy dan lokalisasi jarum pada lesi payudara.

USG merupakan pemeriksaan yang praktis dan sangat dapat diterima

oleh pasien tetapi tidak dapat mendeteksi lesi dengan diameter ≤ 1

cm.7
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan

pada mammografi, lesi payudara lain dapat dideteksi. Akan tetapi,

jika pada pemeriksaan klinis dan mammografi tidak didapat kelainan,

maka kemungkinan untuk mendiagnosis karsinoma mammae sangat

kecil.
MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya

digunakan untuk skrining. Sebagai contoh, MRI berguna dalam

membedakan karsinoma mammae yang rekuren atau jaringan parut.

MRI juga bermanfaat dalam memeriksa mammae kontralateral pada

wanita dengan karsinoma payudara, menentukan penyebaran dari

karsinoma terutama karsinoma lobuler atau menentukan respon

terhadap kemoterapi neoadjuvan.7,9


4. Biopsi
Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan

pemeriksaan sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah

daripada biopsi eksisional dengan resiko yang rendah. Teknik ini

memerlukan patologis yang ahli dalam diagnosis sitologi dari

24
karsinoma mammae dan juga dalam masalah pengambilan sampel,

karena lesi yang dalam mungkin terlewatkan. Insidensi false-positive

dalam diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat false-

negative sebesar 10%. Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak

akan menghiraukan massa dominan yang mencurigakan jika hasil

sitologi FNA adalah negatif, kecuali secara klinis, pencitraan dan

pemeriksaan sitologi semuanya menunjukkan hasil negatif.


Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau

inti jaringan dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam membuat

large-core needle biopsy dari massa yang dapat dipalpasi menjadi

mudah dilakukan di klinik dan cost-effective dengan anestesi lokal.8


Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum

memutuskan tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang paling

dapat dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika hasilnya

positif, memberikan hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang

rendah, tetapi ketika hasilnya negatif maka harus dilanjutkan dengan

open biopsy. Open biopsy dapat berupa biopsy insisional atau biopsi

eksisional. Pada biopsi insisional mengambil sebagian massa

payudara yang dicurigai, dilakukan bila tidak tersedianya core-needle

biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan gambaran DCIS saja

atau klinis curiga suatu inflammatory carcinoma tetapi tidak tersedia

core-needle biopsy. Pada biopsi eksisional, seluruh massa payudara

diambil.8,9
5. Biomarker
Biomarker karsinoma mammae terdiri dari beberapa jenis.

Biomarker sebagai salah satu faktor yang meningkatkan resiko

25
karsinoma mammae. Biomarker ini mewakili gangguan biologik pada

jaringan yang terjadi antara inisiasi dan perkembangan karsinoma.

Biomarker ini digunakan sebagai hasil akhir dalam penelitian

kemopreventif jangka pendek dan termasuk perubahan histologis,

indeks dari proliferasi dan gangguan genetik yang mengarah pada

karsinoma.9
Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma

mammae antara lain (1) petanda proliferasi seperti proliferating cell

nuclear antigen (PNCA), BrUdr dan Ki-67; (2) petanda apoptosis

seperti bcl-2 dan rasio bax:bcl-2; (3) petanda angiogenesis seperti

vascular endothelial growth factor (VEGF) dan indeks angiogenesis;

(4) growth factors dan growth factor receptors seperti human

epidermal growth receptor (HER)-2/neu dan epidermal growth factor

receptor (EGFr) dan (5) p53.9


2.9 Penatalaksanaan
Terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif. Terapi kuratif dianjurkan untuk

stadium I, II, dan III. Pasien dengan tumor lokal lanjut (T3,T4) dan bahkan

inflammatory carcinoma mungkin dapat disembuhkan dengan terapi

multimodalitas, tetapi kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi paliatif diberikan

pada pasien dengan stadium IV dan untuk pasien dengan metastasis jauh atau

untuk karsinoma lokal yang tidak dapat direseksi.9


Modalitas terapinya yaitu :
 Operasi
 Radiasi
 Kemoterapi
 Hormonal terapi
 Molecular targeting therapy (biology therapy)
A. Operasi :
1) BCS (Breast Conserving Surgery)

26
Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi

tumor primer hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi dan

pemeriksaan status KGB (kelenjar getah bening) aksilla. Reseksi tumor

payudara primer disebut juga sebagai reseksi segmental, lumpectomy,

mastektomi partial dan tylectomy. Tindakan konservatif, saat ini

merupakan terapi standar untuk wanita dengan karsinoma mammae invasif

stadium I atau II. Wanita dengan DCIS hanya memerlukan reseksi tumor

primer dan radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy dilakukan, insisi

dengan garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex dibuat pada

kulit diatas karsinoma mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan

diliputi oleh jaringan mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm dari tepi

yang bebas dari jaringan tumor.9,10


Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksilla

ipsilateral untuk penentuan stadium dan mengetahui penyebaran regional.

Saat ini, sentinel node biopsy merupakan prosedur staging yang dipilih

pada aksilla yang tidak ditemukan adanya pembesaran KGB. Ketika

sentinel node biopsy menunjukkan hasil negatif, diseksi KGB akilla tidak

dilakukan.10
2) Simpel mastektomi
Pengangkatan kel. Mammae + nipple-areola complex + fascia

pectoralis superficialis tanpa pengangkatan KGB.9


3) Radikal mastektomi modifikasi
Modified radical mastectomy mempertahankan baik M. pectoralis

mayor dan M. pectoralis minor, dengan pengangkatan KGB aksilla level I

dan II tetapi tidak level III. Modifikasi Patey mengangkat M. pectoralis

minor dan diseksi KGB axilla level III. Batasan anatomis pada Modified

radical mastectomy adalah batas anterior M. latissimus dorsi pada bagian

27
lateral, garis tengah sternum pada bagian medial, bagian inferiornya 2-3

cm dari lipatan infra-mammae dan bagian superiornya m. subcalvia.9,10


Seroma dibawah kulit dan di aksilla merupakan komplikasi tersering

dari mastektomi dan diseksi KGB aksilla, sekitar 30% dari semua kasus.

Pemasangan closed-system suction drainage mengurangi insidensi dari

komplikasi ini. Kateter dipertahankan hingga cairan drainage kurang dari

30 ml/hari. Infeksi luka jarang terjadi setelah mastektomi dan kebanyakan

terjadi sekunder terhadap nekrosis skin-flap. Pendarahan sedang dan hebat

jarang terjadi setelah mastektomi dan sebaiknya dilakukan eksplorasi dini

luka untuk mengontrol pendarahan dan memasang ulang closed-system

suction drainage. Insidensi lymphedema fungsional setelah modified

radical mastectomy sekitar 10%. Diseksi KGB aksilla ekstensif, terapi

radiasi, adanya KGB patologis dan obesitas merupakan faktor-faktor

predisposisi.9
4) Radikal mastektomi
Pengangkatan kel mammae +mm. Pectoralis +KGB axilla.9
B. Radiasi
Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae.

Untuk wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan

diberikan untuk mengurangi resiko rekurensi lokal, juga dilakukan untuk

stadium I, IIa, atau IIb setelah lumpectomy. Radiasi juga diberikan pada kasus

resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi. Pada karsinoma mammae lanjut

(Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko rekurensi dan metastasis yang tinggi

maka setelah tindakan pembedahan dilanjutkan dengan terapi radiasi adjuvan.


C. Kemoterapi :
Harus kombinasi dan kombinasi yang dipakai yaitu :
 CMF
 CAF, CEF
 Taxane + Doxorubicin
 Capecetabin

28
 Kemoterapi adjuvan
Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada

karsinoma mammae tanpa pembesaran KGB dengan tumor berukuran

kurang dari 0,5 cm dan tidak dianjurkan. Jika ukuran tumor 0,6 sampai

1 cm tanpa pembesaran KGB dan dengan resiko rekurensi tinggi maka

kemoterapi dapat diberikan. Faktor prognostik yang tidak

menguntungkan termasuk invasi pembuluh darah atau limfe, tingkat

kelainan histologis yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan status

reseptor hormonal yang negatif sehingga direkomendasikan untuk

diberikan kemoterapi adjuvan.Contoh regimen kemoterapi yang

digunakan antara lain siklofosfamid, doxorubisin, 5-fluorourasil dan

methotrexate.9,10
Untuk wanita dengan karsinoma mammae yang reseptor

hormonalnya negatif dan lebih besar dari 1 cm, kemoterapi adjuvan

cocok untuk diberikan. Rekomendasi pengobatan saat ini, berdasarkan

NSABP B-15, untuk stadium IIIa yang operabel adalah modified

radical mastectomy diikuti kemoterapi adjuvan dengan doxorubisin

diikuti terapi radiasi.10


 Kemoterapi Neoadjuvan
Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang

diberikan sebelum dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan

apabila tumor terlalu besar untuk dilakukan lumpectomy. Rekomendasi

saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut adalah kemoterapi

neoadjuvan dengan regimen adriamycin diikuti mastektomi atau

lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla bila diperlukan, diikuti

kemoterapi adjuvan, dilanjutkan dengan terapi radiasi. Untuk Stadium

29
IIIa inoperabel dan IIIb, kemoterapi neoadjuvan digunakan untuk

menurunkan beban atau ukuran tumor tersebut, sehingga

memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical mastectomy, diikuti

dengan kemoterapi dan radioterapi.9,10


D. Hormonal
- Ablative : bilateral ovarektomi
- Additive : Tamoxifen
- Optional :
 Aromatase inhibitor
 GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone), dsb.
Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik

berupa reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron.

Reseptor hormon ini ditemukan pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan

lobular invasif yang masih berdiferensiasi baik. Setelah berikatan dengan

reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen menghambat pengambilan

estrogen pada jaringan payudara. Respon klinis terhadap anti-estrogen

sekitar 60% pada wanita dengan karsinoma mammae dengan reseptor

hormon yang positif, tetapi lebih rendah yaitu sekitar 10% pada reseptor

hormonal yang negatif. Kelebihan tamoxifen dari kemoterapi adalah tidak

adanya toksisitas yang berat. Nyeri tulang, hot flushes, mual, muntah dan

retensi cairan dapat terjadi pada pengunaan tamoxifen. Resiko jangka

panjang pengunaan tamoxifen adalah karsinoma endometrium. Terapi

dengan tamoxifen dihentikan setelah 5 tahun. Beberapa ahli onkologi

merekomendasikan tamoxifen untuk ditambahkan pada terapi neoadjuvan

pada karsinoma mammae stadium lanjut terutama pada reseptor hormonal

yang positif. Untuk semua wanita dengan karsinoma mammae stadium IV,

anti-estrogen (tamoxifen), dipilih sebagai terapi awal.10

2.10 Terapi Berdasarkan Stadium10

30
1. Kanker payudara stadium 0 (TIS / T0, N0M0)
Terapi definitif pada T0 bergantung pada pemeriksaan histopatologi.

Lokasi didasarkan pada hasil pemeriksaan radiologi.

Dilakukan : - BCS
- Mastektomi simple

Indikasi BCS :
o T 3 cm.
o Pasien menginginkan mempertahankan payudaranya.
Syarat BCS :
o Keinginan penderita setelah dilakukan informed consent.
o Penderita dapat melakukan kontrol rutin setelah pengobatan.
o Tumor tidak terletak sentral.
o Perbandingan ukuran tumor dan volume payudara cukup baik

untuk kosmetik pasca BCS.


o Mamografi tidak memperlihatkan mikrokalsifikasi/tanda

keganasan lain yang difus (luas).


o Tumor tidak multipel.
o Belum pernah terapi radiasi di dada.
o Tidak menderita penyakit LE atau penyakit kolagen.
o Terdapat sarana radioterapi yang memadai.

2. Kanker payudara stadium dini / operabel (stadium I dan II)


Dilakukan tindakan operasi :
- Breast Conserving Therapy (BCT) (harus memenuhi persyaratan

tertentu)
- Radikal mastectomi
- Radikal mastectomi modifikasi
- Terapi adjuvan :
o Dibedakan pada keadaan : Node (-) atau Node (+)

o Pemberiannya tergantung dari :


- Node (+)/(-)
- ER / PR
- Usia pre menopause atau post menopause
o Dapat berupa :
- Radiasi
- Kemoterapi
- Hormonal terapi

31
Tabel 2.2 Adjuvant therapi pada NODE NEGATIVE (KGB histopatologi
negatif)

Menopausal Status Hormonal Receptor High Risk

Premenopause ER (+) / PR (+) Kh + Tam / Ov


ER (-) / PR (-) Kh
Post menopause ER (+) / PR (+) Tam + Khemo
ER (-) / PR (-) Kh
Old Age ER (+) / PR (+) Tam + Khemo
ER (-) / PR (-) Kh

Tabel 2.3 Adjuvant therapi pada NODE POSITIVE (KGB histopatologi


positif)
Menopausal Status Hormonal Receptor High Risk
Premenopausal ER (+) / PR (+) Kh + Tam / Ov
ER (-) and PR (-) Kh
Post menopausal ER (+) / PR (+) Kh + Tam
ER (-) and/ PR (-) Kh
Old Age ER (+) / PR (+) Tam + Khemo
ER (-) and PR (-) Kh

- Kemoterapi adjuvant bila :


o Grade III
o Usia muda
o Emboli lymphatic dan vascular
o KGB > 3

Khemoterapi : Kombinasi CAF (CEF), CMF, AC


Khemoterapi adjuvant : 6 siklus
Khemoterapi paliatif : 12 siklus
Khemoterapi neoadjuvant : 3 siklus pra terapi primer + 3 siklus pasca

terapi primer
- Kombinasi CAF
Dosis C : Cyclophosfamide 500 mg/m2 hari 1
2
A : Adriamycin = Doxorubin 50 mg/m hari 1
F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 hari 1
Interval : 3 minggu
- Kombinasi CEF
Dosis C : Cyclophospamide 500 mg/ m2 hari 1
E : Epirubicin 50 mg/m2 hari 1
F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/ m2 hari 1
Interval : 3 minggu
- Kombinasi CMF
Dosis C : Cyclophospamide 100 mg/m2 hari 1 s/d 14

32
M : Metotrexate 40 mg/m2 IV hari 1 & 8
F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 IV hari 1 & 8
Interval : 4 minggu
- Kombinasi AC
Dosis A : Adriamicin
C : Cyclophospamide
- Optional :
 Kombinasi Taxan + Doxorubicin
 Capecitabine
 Gemcitabine

- Radiasi bila :
o Setelah tindakan operasi terbatas (BCT)
o Tepi sayatan dekat / tidak bebas tumor
o Tumor sentral / medial
o KGB (+) >3 atau dengan ekstensi ekstrakapsuler

Acuan pemberian radiasi sbb :

- Pada dasarnya diberikan radiasi lokoregional (payudara dan aksila

beserta supraklavikula, kecuali :


- Pada keadaan T < = T2 bila cN = 0 dan pN , maka tidak

dilakukan radiasi pada KGB aksila supraklavikula.


- Pada keadaan tumor dimedial/sentral diberikan tambahan

radiasi pada mamaria interna.


- Dosis lokoregional profilaksis adalah 50Gy,booster dilakukan sbb :
- Pada potensial terjadi residif ditambahkan 10Gy (misalnya tepi
sayatan dekat tumor atau post BCS)
- Pada terdapat masa tumor atau residu post op (mikroskopik
atau makroskopik) maka diberikan boster dengan dosis

20Gy kecuali pada aksila 15 Gy


- Hormonal terapi :
Macam terapi hormonal
1. Additive : pemberian tamoxifen
2. Ablative : bilateral oophorectomi (ovarektomi bilateral)
Dasar pemberian : 1.Pemeriksaan Reseptor ER + PR + ;
ER + PR – ;
ER - PR +
2. Status hormonal
Additive : Apabila ER - PR +
ER + PR – (menopause tanpa pemeriksaan ER & PR)
ER - PR +
Ablasi : Apabila
 Tanpa pemeriksaan reseptor

33
 Premenopause
 Menopause 1-5 tahun dengan efek estrogen (+)
 Perjalanan penyakit slow growing & intermediated growing

3. Kanker payudara locally advanced (lokal lanjut)


A. Operabel (III A)
o Mastektomi simpel + radiasi dengan kemoterapi adjuvant

dengan/tanpa hormonal, dengan/tanpa terapi target


o Mastektomi radikal modifikasi + radiasi dengan kemoterapi

adjuvant, dengan/tanpa hormonal, dengan/ tanpa terapi target


o Kemoradiasi preoperasi dilanjutkan dengan atau tanpa BCT atau

mastektomi simple, dengan/tanpa hormonal, dengan/tanpa terapi

target
B. Inoperabel (III B)
o Radiasi preoperasi dengan/tanpa operasi + kemoterapi + hormonal

terapi
o Kemoterapi preoperasi/neoadjuvan dengan/tanpa operasi +

kemoterapi + radiasi + terapi hormonal + dengan/tanpa terapi

target
o Kemoradiasi preoperasi/neoadjuvan dengan/tanpa operasi dengan/

tanpa radiasi adjuvan dengan/ kemoterapi + dengan/ tanpa terapi

target
4. Kanker payudara stadium lanjut
Prinsip :
o Sifat terapi paliatif
o Terapi sistemik merupakan terapi primer (kemoterapi dan terapi

hormonal)
o Terapi lokoregional (radiasi dan bedah) apabila diperlukan.
2.11 Prognosis9,10
Prognosis kanker payudara dapat ditentukan berdasarkan beberapa faktor

yaitu:

a. Stadium klinik
Tabel 2.4 Prognosis kanker payudara berdasarkan stadium klinik

Stadium Klinik 5 tahun (%)

34
0 100%
I 100%
IIA 92%
IIB 81%
IIIA 67%
IIIB 54%
IIIC 34%
IV 20%

b. Keterlibatan histologik KGB aksila


Tabel 2.5 Prognosis kanker payudara berdasarkan keterlibatan histologik

KGB aksila

KGB aksila 5 tahun (%) 10 tahun (%)

Tidak ada 80 65
1-3 KGB 65 40
> 3 KGB 30 15
c. Ukuran tumor

Tabel 2.6 Prognosis kanker payudara berdasarkan ukuran tumor

Ukuran tumor (cm) 10 tahun (%)


<1 80
3-4 55
5-7,5 45

d.Histologi
Kanker yang poor differentiated, metaplasia dan grade tinggi

mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan kanker yang well

differentiated.10
e. Reseptor hormon
Pasien dengan kanker yang bersifat ER positif mempunyai waktu

survival yang lebih lama dibandingkan pasien dengan kanker yang bersifat

ER negatif.10

2.12 Rehabilitasi9,10
- Pra operatif
- Latihan pernafasan
- Latihan batuk efektif
- Pasca operatif

35
Hari 1-2 : - Latihan lingkup gerak sendi untuk siku pergelangan tangan

dan jari lengan daerah yang dioperasi.


- Untuk sisi sehat latihan lingkup gerak sendi lengan secara

penuh.
- Untuk lengan atas bagian operasi latihan esometrik.
- Latihan relaksasi otot leher dan toraks.
- Aktif mobilisasi.
Hari 3-5 : - Latihan lingkup gerak sendi untuk bahu sisi operasi (bertahap).
- Latihan relaksasi.
- Aktif dalam sehari-hari dimana sisi operasi tidak dibebani.
Hari 6 dan seterusnya :
- Bebas gerakan.
- Edukasi untuk mempertahankan lingkup gerak sendi dan usaha

untuk mencegah/menghilangkan timbulnya lymphedema.


2.13 Follow Up10
Sebagian besar rekurensi (>50%) biasanya terjadi dalam 2 tahun sesudah

pembedahan, tetapi rekurensi bisa terjadi sampai dengan 20 tahun pasca

bedah. Follow up ditunjukan untuk menemukan rekuransi dini. Beberapa

senter di Indonesia menganjurkan interval kontrol sebagai berikut:

1. Tahun 1 dan 2 : kontrol setiap 2 bulan.


2. Tahun 3 s/d 5 : kontrol setiap 3 bulan
3. Tahun > 5 : kontrol setiap 6 bulan

atau

1. 6 bulan pertama : kontrol setiap 1 bulan


2. 6 bulan s/d 3 tahun : kontrol setiap 3 bulan
3. > 3 tahun s/d 5 tahun : kontrol setiap 6 bulan
4. > 5 tahun : kontrol setiap tahun

Pemeriksaan meliputi:
- SADARI setiap bulan
- Pemeriksaan fisik oleh dokter tiap kali kontrol
- Pemeriksaan imaging:

 Mamografi setiap 6 bulan selama 3 tahun pertama, kontralateral

tiap tahun atau bila ada indikasi


 Thorax foto setiap 6 bulan selama 3 tahun pertama
 USG abdomen/liver setiap 6 bulan selama 3 tahun pertama atau

36
bila ada indikasi
 Lab/marker tiap 2-3 bulan
 Bone scan setiap 2 tahum atau jika ada indikasi.

BAB III
KESIMPULAN

Ca mammae atau carsinoma mammae adalah tumor ganas yang tumbuh di

dalam jaringan payudara. Kanker bisa mulai tumbuh di dalam kelenjar payudara,

saluran payudara, jaringan lemak maupun jaringan ikat pada payudara. Kanker

payudara adalah keganasan yang berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar dan

jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kulit payudara.

Kanker payudara adalah kanker paling umum kedua dan merupakan kanker

yang paling sering menyerang wanita. Kasus kanker payudara lebih banyak terjadi

di daerah berkembang dibanding dengan daerah yang lebih maju . Kanker

payudara merupakan salah satu jenis jenis kanker yang mempunyai prevalensi

37
cukup tinggi. Kanker payudara dapat terjadi pada pria maupun wanita, akan tetapi

prevalensi pada wanita lebih tinggi.

Penegakan diagnosis ca mammae berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis biasanya dijumpai adanya benjolan

pada payudara. Pada pemeriksaan fisik diikuti dengan terabanya adanya massa di

payudara. Untuk mengetahui apakah sel jinak/ganas dilakukan biopsi ( FNAB ).

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan seperti USG, Mammografi.

Penatalaksanaan ca mammae dilakukan dengan operasi, radiasi, kemoterapi,

terapi hormon dan ditatalaksana sesuai dengan stadiumnya. Operasi yang

dilakukan seperti BSC (Breast Conserving Surgery), simple mastektomi, redikal

mestektomi atau modified radical mastektomi.

Deteksi dini sangat penting untuk mengetahui penyakit lebih dini sehingga

memudahkan untuk penanganannya dan menurunkan angka mortalitas. Hal yang

harus rutin dilakukan yaitu dengan melakukan SADARI setiap bulan atau imaging

(mamografi) untuk wanita berusia >40th.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Moningkey, Shirley Ivonne, 2000. Epidemiologi Kanker Payudara.

Medika; Januari 2000. Jakarta.


2. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2005. Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan. Jakarta.


3. Profil Kesehatan Indonesia. Pusat Data Kesehatan. Jakarta, 2012
4. De jong, Syamsuhadi. Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2010.
5. Kumpulan Naskah Ilmiah Muktamar Nasional VI Perhimpunan Ahli

Bedah Onkologi Indonesia. Semarang.2008


6. Vaidya, M.P, and Shukla, H.S. A textbook of Breast Cancer. Vikas

Publishing House PVT LTD.


7. Tjindarbumi, 2006. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya,

Dalam: Deteksi Dini Kanker. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta
8. American Joint Committee on Cancer: AJCC Cancer Staging Manual, 6th

ed. New York: Springer, 2002, pp 227–228.


9. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Penatalaksanaan

Kanker Payudara, 2007


10. Manuaba, T.B, 2010, Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid Protokol

PERABOI 2010.

39

Anda mungkin juga menyukai