CORPUS ALIENUM
Disusun Oleh:
ARIS
113116008
B. Klasifikasi
Benda asing yang berasal dari luar tubuh disebut benda asing eksogen
sedangkan yang berasal dari dalam tubuh disebut benda asing endogen. Benda
asing eksogen biasanya masuk melalui hidung atau mulut.
Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair atau gas. Benda asing
eksogen padat dapat berupa zat organik seperti kacang-kacangan dan tulang,
ataupun zat anorganik seperti paku, jarum, peniti, batu dan lain sebagainya. Benda
asing eksogen cair dapat berupa benda cair yang bersifat iritatif, yaitu cairan
dengan pH 7,4.
Benda asing endogen dapat berupa secret kental, darah atau bekuan darah,
nanah, krusta, cairan amnion, atau mekonium yang dapat masuk ke dalam saluran
nafas bayi pada saat persalinan.
C. Faktor-Faktor Predisposisi
1. Faktor individual; umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial, tempat
tinggal.
2. Kegagalan mekanisme proteksi yang normal, antara lain; keadaan tidur,
kesadaran menurun, alkoholisme dan epilepsi.
3. Faktor fisik; kelainan dan penyakit neurologik.
4. Proses menelan yang belum sempurna pada anak.
5. Faktor dental, medical dan surgical, misalnya tindakan bedah, ekstraksi gigi,
belum tumbuhnya gigi molar pada anak usia kurang dari 4 tahun.
6. Faktor kejiwaan, antara lain, emosi, gangguan psikis.
7. Ukuran, bentuk dan sifat benda asing.
8. Faktor kecerobohan, antara lain; meletakkan benda asing di mulut, persiapan
makanan yang kurang baik, makan atau minum tergesa-gesa, makan sambil
bermain, memberikan kacang atau permen pada anak yang gigi molarnya
belum tumbuh.
D. Jenis Sumbatan
By pass valve obstruction atau partial bronchial obstruction atau obstruksi
bentuk katup terbuka.
Pada bentuk ini udara pernapasan masih dapat keluar masuk pada saat
inspirasi dan ekspirasi meskipun tidak adekuat.
Inspiratory check valve obstruction atau obstruksi bentuk katup pengatur
inspirasi.
Karena udara tidak dapat masuk pada saat inspirasi, tetapi dapat keluar pada
saat ekspirasi, maka udara di bagian distal sumbatan akan habis, sehingga paru
akan kolaps atau atelektasis.
Expiratory check valve obstruction atau obstruksi bentuk katup pengatur
ekspirasi.
Kebalikan dari bentuk yang kedua, pada bentuk ini udara dapat masuk pada
saat inspirasi, tetapi tidak dapat keluar pada saat ekspirasi. Sehingga di bagian
distal sumbatan akan mengalami emfisema.
Stop valve obstruction atau obstruksi bentuk katup tertutup.
Pada obstruksi bentuk ini benda asing menutup seluruh lumen saluran
respiratorik, baik pada saat inspirasi maupun pada saat ekspirasi, sehingga
seluruh udara paru di bagian distal sumbatan akan mengalami absorpsi dan
dalam waktu 24 jam akan mengalami kolaps atau atelektasis.
PATHWAY CORPUS ALINEUM JALAN NAFAS (TERSEDAK)
- Tersedak makanan
- Muntahan
- Adanya bekun darah
- Sekret yang kental
ANSIETAS
- Epiglotitis
KEMATIAN MENDADAK - Karsinoma laring
Abnormalitas ventilasi-perfusi
Pernafasan Peningkatan
menjadi cepat dan aliran ventrikel
kanan Menempel dan merusak
dangkal endothelium mikrovaskuler paru
Terbentuknya
Hipertensi pulmonal (tekanan
alveolar dead space
dara meningkat di arteri Permeabilitas kapiler meningkat
pulmonal)
Respon inflamasi
F. Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus benda asing di saluran napas dapat dilakukan pemeriksaan
radiologis dan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis. Benda asing
yang bersifat radioopak dapat dibuat rongent foto segera setelah kejadian, benda
asing radiolusen dibuatkan rongent foto setelah 24 jam kejadian, karena sebelum
24 jam kejadian belum menunjukkan gambaran radiologis yang berarti. Biasanya
setelah 24 jam baru tampak tanda-tanda atelektasis atau emfisema.
Video fluoroskopi merupakan cara terbaik untuk melihat saluran napas
secara keseluruhan, dapat mengevaluasi pada saat ekspirasi dan inspirasi dan
adanya obstruksi parsial. Pemeriksaan laboratorium darah diperlukan untuk
mengetahui adanya gangguan keseimbangan asam basa, serta tanda-tanda infeksi
saluran napas
G. Penatalaksanaan
Persiapan ekstraksi benda asing harus dilakukan sebaik-baiknya dengan
tenaga medis/operator, kesiapan alat yang lengkap. Besar dan bentuk benda asing
harus diketahui dan mengusahakan duplikat benda asing serta cunam yang sesuai
benda asing yang akan dikeluarkan. Benda asing yang tajam harus dilindungi
dengan memasukkan benda tersebut ke dalam lumen bronkoskop. Bila benda
asing tidak dapat masuk ke lumen alat maka benda asing kita tarik secara
bersamaan dengan bronkoskop.
Di Instalasi Gawat Darurat, terapi suportif awal termasuk pemberian
oksigen, monitor jantung dan pulse oxymetri dan pemasangan IV dapat dilakukan.
Bronkoskopi merupakan terapi pilihan untuk kasus aspirasi. Pemberian steroid
dan antibiotik preoperatif dapat mengurangi komplikasi seperti edema saluran
napas dan infeksi. Metilprednisolon 2 mg/kg IV dan antibiotik spektrum luas yang
cukup mencakup Streptokokus hemolitik dan Staphylococcus aureus dapat
dipertimbangkan sebelum tindakan bronkoskopi.
Bronkoskopi
Prinsip penanganan benda asing di saluran napas adalah mengeluarkan
benda asing tersebut dengan segera dalam kondisi paling maksimal dan trauma
paling minimal. Penentuan cara pengambilan benda asing dipengaruhi oleh faktor
misalnya umur penderita, keadaan umum, lokasi dan jenis benda asing, tajam atau
tidaknya benda asing dan lamanya benda asing berada di saluran napas.
Sebenarnya tidak ada kontraindikasi absolut untuk tindakan bronkoskopi, selama
hal itu merupakan tindakan untuk menyelamatkan nyawa (life saving). Pada
keadaan tertentu dimana telah terjadi komplikasi radang saluran napas akut,
tindakan dapat ditunda sementara dilakukan pengobatan medikamentosa untuk
mengatasi infeksi. Pada aspirasi benda asing organik yang dalam waktu singkat
dapat menyebabkan sumbatan total, maka harus segera dilakukan bronkoskopi,
bahkan jika perlu tanpa anestesi umum.
Benda asing di bronkus dapat dikeluarkan dengan bronkoskopi kaku maupun
bronkoskopi serat optik. Pada bayi dan anak-anak sebaiknya digunakan
bronkoskopi kaku untuk mempertahankan jalan napas dan pemberian oksigen
yang adekuat, karena diameter jalan napas pada bayi dan anak-anak sempit. Pada
orang dewasa dapat dipergunakan bronkoskop kaku atau serat optik, tergantung
kasus yang dihadapi. Ukuran alat yang dipakai juga menentukan keberhasilan
tindakan. Keterampilan operator dalam bidang endoskopi juga berperan dalam
penentuan pelaksanaan tindakan bronkoskopi.
Bronkoskop kaku mempunyai keuntungan antara lain ukurannya lebih besar
variasi cunam lebih banyak, mempunyai kemampuan untuk mengekstraksi benda
asing tajam dan kemampuan untuk dilakukan ventilasi yang adekuat. Selain
keuntungan di atas, penggunaan bronkoskop kaku juga mempunyai kendala yaitu
tidak bisa untuk mengambil benda asing di distal, dapat menyebabkan patahnya
gigi geligi, edema subglotik, trauma mukosa, perforasi bronkus dan perdarahan.
Pada pemakaian teleskop maupun cunam penting diperhatikan bahwa ruang untuk
pernapasan menjadi sangat berkurang, sehingga lama penggunaan alat-alat ini
harus dibatasi sesingkat mungkin. Bronkoskop serat optik dapat digunakan untuk
orang dewasa dengan benda asing kecil yang terletak di distal, penderita dengan
ventilasi mekanik, trauma kepala, trauma servikal dan rahang.
Beberapa faktor penyulit mungkin dijumpai dan dapat menimbulkan
kegagalan bronkoskopi antara lain adalah faktor penderita, saat dan waktu
melakukan bronkoskopi, alat, cara mengeluarkan benda asing, kemampuan tenaga
medis dan para medis, dan jenis anestesia. Sering bronkoskopi pada bayi dan anak
kecil terdapat beberapa kesulitan yang jarang dijumpai pada orang dewasa, karena
lapisan submukosa yang longgar di daerah subglotik menyebabkan lebih mudah
terjadi edema akibat trauma. Keadaan umum anak cepat menurun, dan cepat
terjadi dehidrasi dan renjatan. Demam menyebabkan perubahan metabolisme,
termasuk pemakaian oksigen dan metabolisme jaringan, vasokontriksi umum dan
perfusi jaringan terganggu. Adanya benda asing di saluran napas akan
mengganggu proses respirasi, sehingga benda asing tersebut harus segera
dikeluarkan.
Pemberian kortikosteroid dan bronkodilator dapat mengurangi edema laring
dan bronkospasme pascatindakan bronkoskopi. Pada penderita dengan keadaaan
sakit berat, maka sambil menunggu tindakan keadaan umum dapat diperbaiki
terlebih dahulu, misalnya: rehidrasi, memperbaiki gangguan keseimbangan asam
basa, dan pemberian antibiotika. Keterlambatan diagnosis dapat terjadi akibat
kurangnya pengetahuan dan kewaspadaan penderita maupun orang tua mengenai
riwayat tersedak sehingga menimbulkan keterlambatan penanganan.
Kesulitan mengeluarkan benda asing saluran napas meningkat sebanding
dengan lama kejadian sejak aspirasi benda asing. Pada benda asing yang telah
lama berada di dalam saluran napas atau benda asing organik, maka mukosa yang
menjadi edema dapat menutupi benda asing dan lumen bronkus, selain itu bila
telah terjadi pembentukkan jaringan granulasi dan striktur maka benda asing
menjadi susah terlihat.
Cara lain untuk mengeluarkan benda asing yang menyumbat laring secara
total ialah dengan cara perasat dari Heimlich (Heimlich maneuver), dapat
dilakukan pada anak maupun dewasa. Menurut teori Heimlich, benda asing yang
masuk ke dalam laring ialah pada saat inspirasi. Dengan demikian paru penuh
dengan udara, diibaratkan sebagai botol plastik yang tertutup, dengan menekan
botol itu, maka sumbatnya akan terlempar keluar.
Komplikasi perasat Heimlich adalah kemungkinan terjadinya ruptur
lambung atau hati dan fraktur kosta. Oleh karena itu pada anak sebaiknya cara
menolongnya tidak dengan menggunakan kepalan tangan tetapi cukup dengan dua
buah jari kiri dan kanan. Pada sumbatan benda asing tidak total di laring perasat
Heimlich tidak dapat digunakan. Dalam hal ini penderita dapat dibawa ke rumah
sakit terdekat yang memiliki fasilitas endoskopik berupa laringoskop dan
bronkoskop.
1) PUKULAN DAN HENTAKAN UNTUK SUMBATAN BENDA ASING
Pada penderita sadar yang mengalami aspirasi sehingga menyebabkan
sumbatan partial sebaiknya penderita disuruh batuk dan meludahkannya. Pada
penderita yang mengalami sumbatan total baik penderitanya sadar ataupun tidak
apalagi sianosis, maka segera lakukan tindakan yang mungkin masih efektif dan
dibenarkan.
Langkah-langkah untuk pukulan dan hentakan yang dianjurkan:
Pada penderita sadar:
1. Penderita disuruh membatukkan keluar benda asing tersebut. Bila dalam
beberapa detik tindakan tersebut gagal, suruh penderita membuka mulut, dan
bila penderita tidak sadar, buka mulutnya secara paksa, dan segera bersihkan
mulut dan faringnya dengan jari. Kalau keadaan memungkinkan kita
menggunakan laringoskop dan forsep Magill untuk mengeluarkan benda asing
tersebut.
2. Bila cara no.1 gagal, maka pada penderita sadar: Lakukan tiga sampai empat
kali pukulan punggung diikuti tiga sampai lima kali hentakan abdomen atau
dada dan ulangi usaha-usaha pembersihan.
Pada penderita tidak sadar:
Penderita diletakkan pada posisi horizontal dan usahakan ventilasi paru. Jika
tindakan ini gagal, maka lakukan pukulan punggung sebanyak 3-5 kali, diikuti 3-5
kali hentakan abdomen atau hentakan dada. Ulangi usaha pembersihan dan
ventilasi. Jika tindakan tersebut juga mengalami kegagalan, maka ulangi urutan
ventilasi, pukulan punggung, hentakan dada, penyapuan dengan jari sampai
penolong berhasil memberi ventilasi atau sampai perlengkapan untuk
mengeluarkan benda asing dari jalan nafas secara langsung tiba. Selama
melakukan tindakan-tindakan tersebut diatas periksa denyut nadi pembuluh darah
besar, bila tidak teraba, segera lakukan Resusitasi Jantung Paru.
3. Tindakan terakhir yang masih dapat kita lakukan adalah, krikotirotomi, dan ini
hanya dapat dilakukan oleh tenaga terlatih.
2) CARA-CARA MELAKUKAN PEMUKULAN PUNGGUNG DAN
HENTAKAN ABDOMEN
Untuk pukulan punggung (A) lakukan 3 sampai 5 kali pukulan dengan
pangkal telapak tangan diatas tulang belakang korban diantara kedua tulang
belikatnya. Jika mungkin rendahkan kepala dibawah dadanya untuk
memanfaatkan gravitasi.
Untuk hentakan abdomen (B) berdirilah di belakang penderita, lingkarkan
kedua lengan penolong mengitari pinggang penderita, pergelangan atau kepalan
tangan penolong berpegangan satu sama lain, letakkan kedua tangan penolong
pada abdomen antara pusat dan prosesus sifoideus penderita dan kepalan tangan
penolong menekan ke arah abdomen dengan hentakan cepat. Ulangi 3 sampai 5
kali. Hindari prosesus sofoideus. Hentakan dada diatas sternum bawah kurang
menimbulkan bahaya, lebih-lebih pada wanita hamil atau gemuk.
3) CARA-CARA PUKULAN PUNGGUNG (A) DAN HENTAKAN
ABDOMEN (B) UNTUK SUMBATAN BENDA ASING PADA KORBAN
BERBARING YANG TIDAK SADAR
Untuk pukulan punggung (A) gulirkan penderita pada sisinya sehingga
menghadap penolong, dengan dadanya bertumpu pada lutut penolong, berikan 3
sampai 5 kali pukulan tajam dengan pangkal telapak tangan penolong diatas
tulang belakang penderita, diantara kedua tulang belikat.
Untuk hentakan abdomen (B) letakkan penderita telentang (muka menghadap ke
atas), penolong berlutut disamping abdomen penderita atau mengangkanginya.
Penolong meletakkan tangan diatas tangan lainnya, dengan pangkal telapak
tangan sebelah bawah digaris tengah antara pusat dan prosesus sifoideus
penderita. Miringkan sehingga bahu penolong berada diatas abdomen penderita
dan tekan ke arah diafragma dengan hentakan cepat ke dalam dan keatas. Jangan
menekan ke arah kiri atau kanan garis tengah. Jika perlu ulangi 3 sampai 5 kali.
4) PUKULAN PUNGGUNG PADA BAYI DAN ANAK KECIL
Peganglah anak dengan muka kebawah, topanglah dagu dan leher dengan lutut
dan satu tangan penolong kemudian lakukan pemukulan pada punggung secara
lembut antara kedua tulang belikat bayi. Pada tindakan hentakan dada, letakkan
bayi dengan muka menghadap keatas pada lengan bawah penolong, rendahkan
kepala dan berikan hentakan dada secara lambat dengan dua atau tiga jari seperti
kalau kita melakukan kompresi jantung luar. Jika jalan nafas anak hanya
tersumbat partial, anak masih sadar serta dapat bernafas dalam posisi tegak, maka
sebaiknya tindakan dikerjakan dengan peralatan yang lebih lengkap, bahkan
mungkin menggunakan tindakan anestesi. Tindakan hentakan abdomen jangan
dilakukan pada bayi dan anak kecil.
5) MEMBERSIHKAN JALAN NAFAS
Membersihkan jalan nafas ada dua cara :
a. Dengan manual
b. Dengan penghisapan
Penghisapan benda asing dari jalan anfas ada dua cara:
1. Penghisapan benda asing dari daerah faring, hendaknya menggunakan
penghisapan dengan tekanan negatif yang besar.
2. Penghisapan benda asing dari daerah trakheobronkus, hendaknya
menggunakan penghisap dengan tekanan negatif yang lebih kecil, karena
kalau terlalu besar dapat menyebabkan paru kolaps, sehingga paru dapat
cedera dan penderita dapat mengalami asfiksi.
Untuk penghisapan di daerah trakheobronkus dan nasofaring sebaiknya
menggunakan kateter dengan ujung lengkung dan lunak yang diberi jelly mulai
dari ujung kateter sampai hampir seluruh kateter. Ujung yang lengkung tersebut
memungkinkan kateter dapat dimasukkan ke dalam salah satu bronkus utama,
sedangkan kalau kita menggunakan kateter yang lurus biasanya masuk ke bronkus
kanan. Kalau kita ingin memasukkan kateter kedalam bronkus utama kiri
sebaiknya kepala penderita dimiringkan ke kanan. Diameter kateter seharusnya
kurang dari setengah diameter pipa trakea.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Primery survey
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain (Gilbert.,
DSouza., & Pletz, 2009) :
a) General Impressions
Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)
b) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas
pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya
sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka
jalan nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin
memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Tulang belakang leher harus
dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala,
leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi
lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas
dengan bebas?
Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
Adanya snoring atau gurgling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
Sianosis
Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang
berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai
indikasi :
Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
Lakukan intubasi
d) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi
jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma.
Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea,
hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan
produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan
salah satu alasan yang cukup aman untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan
dan langsung mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan
pendarahan. Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian segera
adalah: tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac, spinal
shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang nyata harus
diidentifikasi melalui paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan
baik (Wilkinson & Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara
lain :
Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian
penekanan secara langsung.
Palpasi nadi radial jika diperlukan:
Menentukan ada atau tidaknya
Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
Regularity
Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia
(capillary refill).
Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
e) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah
yang diberikan
V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak
bisa dimengerti
P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam
jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien luka
dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau
kritis.
Secondary Survey
1. Identitas pasien.
2. Riwayat kesehatan yang lalu:
a. Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru
sebelumnya.
b. Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor
lingkungan.
c. Kaji riwayat pekerjaan pasien.
3. Pengkajian keperawatan pasien yang mempunyai masalah pernapasan
difokuskan pada ventilasi, perfusi, kognisi, dan eliminasi.
a. Ventilasi
1) Bunyi napas
Ronki basah atau mengi dapat terdengar pada banyak masalah
pernapasan. Hilangnya atau berkurangnya bunyi napas merupakan
temuan yang signifikan dan mungkin mengindikasikan pneumotoraks
atau beberapa bentuk konsolidasi alveolar. Bunyi napas dapat saja hilang
atau berkurang sebagai akibat konstriksi bronkus kanan yang disebabkan
oleh aspirasi benda asing
2) Pernapasan
Tentukan karakter pernapasan. Frekuensi pernapasan > 50
pernapsan/menit pada bayi atau >40 pernapsan/menit pada anak-anak
usia<3 tahun merupakan kondisi sensitive dan spesifik adanya infeksi
saluran pernapasan bawah.
3) Lajua aliran ekspirasi
Jika apsien PPOK atau asma, periksa laju aliran ekspirasi puncak dengan
menggunakan peak flowmeter.Jika nilainya kurang dari 200 l/menit,
triase segera ke ruang tindakan.
4) Saturasi oksigen
Tentukan tingkat SpO2 dengan oksimetri nadi kontinu.Jika tingkat SpO2
91 % atau kurang, diperkirakan pasien harus dirawat di rumah sakit.
5) Sputum
Jelaskan produksi sputum.Sputum merah muda yang berbusa merupakan
tanda edema alveoli paru kardiogenik.
6) Dispnea
Kaji dispnea dengan menggunakan skala yang sudah distandarisasi.
b. Perfusi
1) Bunyi jantung
Bunyi jantung ketiga sering kali terdengar pada kasus-kasus gagal jantung.
2) Titik impuls maksimal
Palpasi titik impuls maksimal. Bagian apeks jantung biasanya sampai pada
dinding anterior dada atau dekat dengan ruang interkosta lima kiri di garis
midklavikula.
3) Distensi vena jugularis
Tentukan ada tidaknya distensi vena jugularis. Ubah posisi pasien menjadi
semifowler dengan kepala miring kanan atau kiri.
c. Kognisi
Lakukan pengkajian neurologis dan catat nilai GCS. Medikasi misalnya
teofilin dan alupent. Yang digunakan untuk mengatasi gangguan pulmonal
menimbulkan efek pada sistem saraf pusat, seperti kegelisahan, takikardia,
dan agitasi. Hipoksemia dan hiperkapnia dapat menyebabkan kegelisahan
dan penurunan kesadaran.
4. Kondisi Pernafasan.
a. Dapat menjawab, lengkap tidak terputus-putus , tidak tersendat-sendat ,
tidak menggeh-menggeh -> Fungsi pernafasan baik.
b. Bila menjawab terputus-putus , tersendat-sendat , menggeh-menggeh ->
Fungsi pernafasan terganggu.
c. Bila tidak menjawab, tidak ada suara, tidak ada gerak nafas, tidak ada
hawa nafas -> Pernafasan berhenti
Jika pengobatan mencakup pembedahan, penting artinya jika perawat mengetahui
sifat dari pembedahan sehingga dapat merencanakan asuhan yang sesuai. Jika
pasien diperkirakan akan tidak mempunyai suara lagi, evaluasi paska operatif oleh
terapi wicara diperlukan. Kemampuan pasien untuk mendengar, melihat,
membaca, dan menulis dikaji.kerusakan visual dan buta huruf fungsional dapat
menimbulkan masalah tambahan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
c. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. inflamasi trakheobronkial, edema
dan peningkatan produksi sputum, menurunnya fungsi fisiologis saluran
pernapasan, ketidakmampuan batuk, adanya benda asing (ETT, Corpus
alienum).
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan tidak adekuatnya ventilasi
e. Resiko terhadap aspirasi berhubungan dengan masuknya sekret, benda
padat, atau cairan ke dalam saluran nafas.
f. Cemas pada orang tua dan anak b.d penyakit yang dialami anak.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
Nastiti N. Raharjoe, dkk. Aspirasi Benda Asing dalam Saluran Respiratori; Buku
Ajar Respirologi, Edisi ke-3, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta, 2012
hal.420-426
Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT (K), Benda Asing di Saluran Napas;
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok, Kepala, dan Leher,
Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2007, hal.259-265
World Health Organization, Aspirasi Benda Asing, Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Anak di Rumah Sakit, WHO Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 119-
121
Price, Sylvia A. Patofisiologi. EGC, Jakarta, 2000.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Nelson. vol 2, Jakarta, 2008, EGC