Laporan Kasus
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian / SMF Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi
Oleh:
Maulana Base
1407101030098
Pembimbing:
dr. Ana Deliana, Sp.P
BAB I
PENDAHULUAN
Efusi pleura adalah akumulasi cairan abnormal di dalam cavum pleura yang
terjadi karena adanya peningkatan produksi cairan ataupun karena adanya
penurunan absorbsi cairan dari permukaan pleura. Cairan abnormal tersebut dapat
berupa serous, darah, atau pus. Penyakit-penyakit yang dapat mengakibatkan
Efusi pleura adalah tuberkulosis, infeksi paru non tuberkulosis, keganasan, sirosis
hati, trauma tembus atau tumpul pada daerah dada, infark paru serta gagal jantung
kongestif. Efusi pleura biasa terjadi sebagai komplikasi dari berbagai penyakit
yang mengindikasikan bahwa terdapat suatu penyakit yang mendasarinya. 1,2
Di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh penyakit
jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri. Sementara di
negara-negara berkembang seperti indonesia lazim di akibatkan oleh infeksi
tuberkulosis. Tingkat kejadian efusi pleura mencapai 320 per 100.000 penduduk
di negara-negara industri dan penyebaran etiologi berhubungan dengan prevalensi
penyakit yang mendasarinya. 3 Insidensi di Amerika Serikat mencapai 1,5 juta
orang setiap tahunnya. Sementara itu, di Indonesia tingginya insidensi berbagai
kasus infeksi menjadi faktor resiko yang paling signifikan dalam menyumbang
insidensi kasus efusi pleura. Di Indonesia TB paru merupakan penyebab utama
efusi pleura, di susul oleh keganasan. 4
Gambaran klinik dan radiologik antara transudat dan eksudat bahkan antara
efusi pleura tuberkulosis dan non tuberkulosis hampir tidak dapat dibedakan,
sebab itu pemeriksaan laboratorium menjadi sangat penting. Diagnosis efusi
pleura tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama
: Tn. P
Jenis kelamin
: Laki-laki
Tanggal lahir/Umur
Alamat
Agama
: Islam
Pekerjaan
: PNS
Suku
: Aceh
Tinggi Badan
: 168 cm
Berat Badan
: 62 Kg
CM
: 1-05-70-28
Ruangan
: Geulima 2
Tanggal Masuk
: 29 Juni 2015
Tanggal Pemeriksaan
: 30 Juni 2015
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUDZA dengan keluhan sesak yang dirasakan sejak
2 minggu yang lalu. Sesak terasa semakin lama semakin berat dan memberat sejak
2 hari yang lalu. Sesak bertambah bila pasien berbaring terlentang Pasien juga
mengeluh batuk dan nyeri dada kiri seperti tertusuk-tusuk terutama saat pasien
menarik nafas atau batuk. Batuk bersifat kering, tidak berdahak. Riwayat demam
ada selama 3 hari sebelum sesak dirasakan, kemudian demam hilang timbul, saat
ini pasien tidak demam. Riwayat batuk lama tidak ada, riwayat batuk berdarah
tidak ada, riwayat penggunaan OAT tidak ada. Nafsu makan berkurang. BAB dan
BAK tidak ada keluhan. Sebelumnya pasien sudah dirawat selama 6 hari di RS
meuraxa, tetapi keluhan sesak tidak berkurang, sehingga di rujuk ke RSUZA.
Kesadaran
Tekanan Darah
: 130/80 mmHg
Nadi
: 83 x/menit
Pernapasan
: 26 x/menit
Suhu
: 36,50C
Sikap Tubuh
: Setengah duduk
Warna
Turgor
Sianosis
Ikterik
Edema
: Kecoklatan
: Cepat kembali
: (-)
: (-)
: (-)
2. Kepala
1)
2)
3)
4)
Bentuk
Rambut
Wajah
Mata
1) Inspeksi
2) Palpasi
: Simetris, retraksi (-), jejas (-), tumor (-), deviasi trakea (-)
: Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
4) Auskultasi
murmur.
6. Abdomen
1) Inspeksi
normal (tidak ada sikatrik dan pelebaran vena), tidak tampak pergerakan
pada dinding perut.
2) Palpasi
: Nyeri tekan (-), Hepar/Lien/Renal tidak teraba
3) Perkusi
: Suara timpani di seluruh lapangan abdomen, peranjakan
batas paru-hati relatif-absolut sebesar dua jari, undulasi (-), shifting
dullness (-).
4) Auskultasi
7. Ekstremitas
1) Superior
pucat dan kebiruan pada tangan kanan dan tangan kiri tidak ada.
2) Inferior
: edema pada kaki kanan dan kaki kiri tidak ada, pucat dan
kebiruan pada kaki kanan dan kaki kiri tidak ada.
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Gambar 2.1
Foto Thoraks AP (29 Juni 2015, kiri) dan (2 Juli 2015, post WSD, kanan)
Kesan:
Cor
: Terdorong ke kanan, bentuk dan ukuran sulit dinilai.
Pulmo
: Tampak perselubungan homogen di paru kiri, sinus
phrenicocostalis kiri menghilang dan kanan tajam.
Kesimpulan
: Efusi pleura sinistra
2.5 Diagnosa Kerja:
- Efusi pleura ec susp. Tuberkulosis
2.6 Penatalaksanaan:
-IVFD Ringer Laktat 15 gtt/i
- O2 3L/menit
- Riemstar 4FBC 1x3
- Metyl prednisolone tapering off.
- Ketorolac 30mg/8 jam
- Sohobion 1x1
2.7 Prognosis
2.7 Prognosis
Quo Ad vitam
: Dubia ad bonam
Quo Ad functionam
: Dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan abnormal di dalam cavum pleura yang
terjadi karena adanya peningkatan produksi cairan ataupun karena adanya
penurunan absorbsi cairan dari permukaan pleura.1 Cairan abnormal yang
terakumulasi di dalam cavum pleura dapat berasal dari berbagai sumber, antara
lain; robeknya pembuluh darah dan pembuluh limfe, ekstravasasi yang berasal
dari kapiler paru, fistula dari cavum peritoneum, dan hasil sisa infeksi berupa
pus.1,5
Efusi pleura masif adalah akumulasi cairan abnormal pada cavum pleura
dengan jumlah besar, yakni > 50% pada gambaran radiologis dan atau memiliki
volume diatas 600 cc.1 Efusi pleura tuberkulosa adalah efusi pleura yang
gastrointestinal
lainnya,
organ
genitourinarius,
peritoneum,
dan
perikardium. Angka kejadian TB ekstra paru berkisar antara 9,7 sampai 46% dari
semua kasus TB.10,11
3.3 Klasifikasi
Efusi
pleura
umumnya
diklasifikasikan
berdasarkan
mekanisme
10
Transudat adalah terbentuknya cairan pada satu sisi pleura yang melebihi
proses reabsorpsi cairan tersebut pada sisi pleura lainnya akibat dari
ketidakseimbangan antara tekanan kapiler hidrostatik dengan tekanan
onkotik. Hal ini biasa terjadi pada kasus:
a) Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
b) Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner
c) Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
d) Menurunnya tekanan intra pleura
Efusi pleura transudativa biasanya disebabkan oleh penyakit non-paru,
antara lain; gagal jantung kiri, sindrom nefrotik, obstruksi vena cava
superior, dan asites pada sirosis hati. Transudat umumnya tidak berwarna
(jernih).
2. Eksudat
Eksudat adalah cairan yang terbentuk melalui membran kapiler abnormal
yang permeabel dan berisi protein berkonsentrasi tinggi. Hal ini terjadi
akibat proses peradangan yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah
pleura sehingga sel mesotelial berubah bentuk menjadi bulat atau kuboidal
dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Protein yang
terdapat dalam cairan pleura umumnya berasal dari saluran getah bening.
Kegagalan aliran protein dari saluran getah bening ini (misalnya pada kasus
efusi pleura tuberkulosa) akan menyebabkan peningkatan konsentrasi
protein cairan pleura sehingga menimbulkan eksudat. Efusi pleura
eksudativa biasanya tidak hanya disebabkan oleh penyakit paru, seperti;
infeksi (tuberkulosis, pneumonia), tumor pada pleura, infark paru, dan
karsinoma bronkogenik, tetapi juga dapat disebabkan oleh infeksi lain yang
letaknya berdekatan dengan paru-paru, seperti abses intra-abdominal dan
perforasi esofageal. Pada efusi pleura eksudativa sering ditemukan sel-sel
peradangan, seperti sel polimorfonuklear dan jaringan nekrotik. Eksudat
dapat tidak berwarna (jernih), keruh, atau berdarah.
Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui
pengukuran kadar laktat dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan pleura.
Efusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut
ini:
Protein cairan pleura/protein serum > 0,5
11
12
dalam selama proses ini berlangsung karena efek filtrasi pori (bahan besar tak
larut lemak seperti protein plasma tidak dapat menembus pori yang berisi air)
sehingga filtrat yang dihasilkan adalah suatu plasma bebas protein. Ketika tekanan
di luar kapiler melebihi tekanan di dalam maka cairan terdorong masuk dari cairan
interstisium ke dalam kapiler melalui pori kembali yang dikenal sebagai
reabsorpsi.12,13,14
Terdapat empat gaya yang mempengaruhi perpindahan cairan melewati
dinding kapiler, yaitu
1. Tekanan darah kapiler: tekanan cairan atau hidrostatik yang dihasilkan oleh
darah pada bagian dalam dinding kapiler yang cenderung mendorong cairan
keluar dari kapiler ke dalam cairan interstisium.
2. Tekanan osmotik koloid plasma (tekanan onkotik): tekanan yang mendorong
perpindahan cairan ke dalam kapiler melalui efek osmotik akibat kadar protein
yang lebih tinggi dengan konsentrasi air yang lebih rendah di dalam kapiler
dibandingkan cairan interstisium.
3. Tekanan hidrostatik cairan interstisium: tekanan yang ditimbulkan oleh cairan
interstisium pada bagian luar dinding kapiler yang cenderung mendorong cairan
masuk ke dalam kapiler.
4.Tekanan osmotik koloid cairan interstisium: tekanan yang mendorong
perpindahan cairan keluar kapiler dan masuk ke dalam cairan interstisium (jika
protein plasma secara patologis bocor ke dalam cairan interstisium) Oleh karena
itu, dua tekanan yang cenderung mendorong cairan keluar kapiler adalah tekanan
darah kapiler dan tekanan osmotik koloid cairan interstisium, sedangkan tekanan
osmotik koloid plasma dan tekanan hidrostatik cairan interstisium cenderung
mendorong cairan kedalam kapiler.12,13
Berdasarkan penjabaran diatas, efusi pleura terjadi akibat akumulasi cairan
pleura abnormal yang secara garis besar dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu2
1. Pembentukan cairan pleura yang berlebih
Hal ini dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler (peradangan dan
neoplasma), peningkatan tekanan hidrostatik (gagal jantung kiri), dan penurunan
tekanan intrapleura (atelektasis).
2. Penurunan kemampuan reabsorpsi
13
Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan tekanan osmotik koloid darah
(hipoalbumin) dan sumbatan pembuluh limfe.
Perjalanan penyakit efusi pleura tuberkulosa dimulai dari adanya infeksi
primer tuberkulosis oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang didapat melalui
inhalasi udara yang mengandung droplet nuclei. Bakteri yang masuk ke dalam
saluran pernafasan akan dilawan oleh sistem imunitas tubuh, yaitu neutrofil dalam
waktu 24 jam pertama. Setelah neutrofil, sistem imunitas tubuh lainnya yang
berperan penting adalah makrofag. Makrofag yang mefagositosis bakteri akan
menghasilkan sitokin, khususnya IL-12 dan IL-18 yang akan merangsang
pertumbuhan limfosit T CD4+ untuk kemudian melepaskan IFN- yang penting
dalam aktivasi mekanisme mikrobisid makrofag dan merangsang untuk
melepaskan TNF- yang diperlukan dalam pembentukan granuloma. Granuloma
akan membatasi replikasi dan penyebaran mikobakteria. Bila bakteri mampu
bertahan dari makrofag maka bakteri akan berkembang biak di dalam sitoplasma
makrofag dan akan membentuk sarang TB pneumonia kecil/afek primer/fokus
(sarang) Ghon. Sarang primer ini dapat menyebar dan menjalar ke pleura hingga
membentuk tuberkel. Tuberkel adalah granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit
dan sel datia-langerhans (sel besar dengan banyak inti yang dikelilingi sel-sel
limfosit dan jaringan ikat). Tuberkel yang meluas dapat membentuk jaringan keju
(jaringan kaseosa) karena proses hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh
enzim yang diproduksi makrofag serta akibat aktivitas sitokin dengan TNF nya
yang berlebih. Jaringan keju (jaringan kaseosa) ini dapat pecah hingga
membentuk kavitas yang mengakibatkan bahan perkejuan serta kuman M. TB
masuk ke dalam rongga pleura dan menimbulkan interaksi dengan limfosit T.
Interaksi ini merangsang reaksi hipersensitivitas tipe lambat dan menghasilkan
limfokin yang meningkatkan permeabilitas kapiler pleura terhadap protein
sehingga protein dapat keluar ke interstisial dan mengakibatkan akumulasi cairan
pleura abnormal (efusi pleura).2,7,8,15,16
14
15
16
Demam
Keringat malam
Penurunan nafsu makan
Penurunan berat badan
Malaise
17
- Palpasi
- Perkusi
dari efusi pleura TB adalah dengan ditemukannya basil TB pada sputum, cairan
pleura, dan jaringan pleura. Pemeriksaan apusan cairan pleura secara ZiehlNielsen (ZN) walaupun cepat dan tidak mahal, tetapi sensitivitasnya rendah, yaitu
sekitar 35%. Pemeriksaan apusan secara ZN ini memerlukan konsentrasi basil
10.000/ml dan pada cairan pleura pertumbuhan basil TB biasanya terjadi dalam
jumlah kecil. Kultur cairan pleura (kultur Lowenstein) lebih sensitif dibandingkan
ZN, yaitu 11-50% karena pada kultur diperlukan 10-100 basil TB, tetapi kultur
memerlukan waktu yang lebih lama hingga enam minggu untuk menumbuhkan
bakteri. Hasil pemeriksaan BTA dan kultur yang negatif dari cairan pleura tidak
mengeksklusi kemungkinan dari efusi pleura tuberkulosa.
Hasil pemeriksaan BTA pada sputum jarang positif pada kasus primer (2533%), namun pada kasus reaktivasi pemeriksaan BTA sputum menunjukkan nilai
yang bermakna (50-60%). Eksudat yang kaya limfosit pada cairan efusi dan
granuloma nekrotik kaseosa pada jaringan pleura tidak selalu didapatkan.
2.
Biopsi Pleura
Biopsi pleura merupakan suatu tindakan invasif yang memerlukan suatu
pengalaman dan keahlian yang baik karena pada beberapa kasus, pemeriksaan
histopatologi dari biopsi spesimen pleura sering negatif dan tidak spesifik, tetapi
keakuratan diagnosis histopatologis yang didapat dari biopsi pleura dengan jarum
tertutup mencapai 60-80%, yaitu dengan ditemukannya peradangan jaringan
granulomatosa, nekrosis kaseosa, dan BTA positif.
3. Uji Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seorang individu sedang atau
pernah mengalami infeksi M. tuberculosae, M. bovis, vaksinasi BCG, dan
18
Mycobacteria patogen lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe
lambat. Tes ini akan memberikan hasil yang positif setelah mengalami gejala > 8
minggu. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan akan timbul reaksi berupa
indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat, yakni reaksi persenyawaan antara
antibodi selular dengan antibodi tuberkulin. Pada penderita dengan status
gangguan kekebalan tubuh dan status gizi buruk, tes ini akan memberikan hasil
yang negatif.
4. Cairan Pleura
Sering kadar protein cairan pleura meningkat > 5 gr/dl. Pada kebanyakan
pasien, hitung jenis sel darah putih cairan pleura mengandung limfosit > 50%.
Pada pasien dengan gejala < 2 minggu, hitung jenis sel darah putih menunjukkan
kadar PMN lebih banyak. Pada efusi pleura tuberkulosa, kadar LDH cairan pleura
> 200 U, kadar glukosa sering menurun, kadar pH yang rendah, serta kadar CRP
yang lebih tinggi dibandingkan dengan efusi pleura eksudativa lainnya.
3.7 Diagnosis Banding
1. Efusi pleura sinistra e.c tuberkulosis
2. Efusi Pleura sinistra e.c keganasan
3.8 Diagnosis
Efusi pleura sinistra e.c tuberkulosis
3.9
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan efusi pleura terrlebih dahulu meringankan gejala
simptomatik dengan cara mengeluarkan akumulasi cairan dari cavum pleura dan
menangani penyebab efusi pleura. Efusi pleura tuberkulosa yang tidak diterapi
akan mengalami resolusi spontan dalam waktu 4-16 minggu dengan adanya
kemungkinan perkembangan TB paru aktif atau TB ekstraparu pada 43-65%
pasien sehingga sangat penting untuk dapat mendiagnosis dan memberikan terapi
yang tepat untuk kasus ini.10
Pengobatan dengan obat-obat anti tuberkulosis (Rifampisin /INH/
Pirazinamid/ Etambutol/ Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan yang dibagi
dalam dua fase, yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Fase intensif bertujuan untuk
membunuh sebagian besar bakteri secara cepat dan mencegah resistensi obat,
19
sedangkan fase lanjutan bertujuan untuk membunuh bakteri yang tidak aktif.
Berdasakan pedoman tata laksana DOTS pasien dengan sakit berat yang luas atau
adanya efusi pleura bilateral dan sputum BTA positif diberikan terapi kategori I
yang terdiri dari empat macam obat selama 2 bulan fase intensif yang kemudian
dilanjutkan dengan dua macam obat selama 4 bulan fase lanjutan. 9,10 Dosis
pemberian obat disesuaikan dengan berat badan penderita dan cara pemberian
obat seperti pada pengobatan tuberkulosis paru, yaitu10
Kategori I :
2 (HRZE)/4 (HR)3 atau 2 (HRZE)/4 HR atau 2 (HRZE)/6 HE , untuk kasus:
- TB paru BTA (+)
- TB paru BTA (-), Rontgen (+) dengan gejala memberat/lesi luas
- TB ekstra paru kasus berat
Pengobatan dengan obat anti tuberkulosis dapat menyebabkan cairan efusi
diserap kembali oleh tubuh, tetapi untuk mengembalikan fungsi tekanan negatif
dan menghilangkan isi abnormal di dalam cavum pleura dengan cepat dapat
dilakukan terapi sebagai berikut:
20
BAB IV
ANALISA KASUS
Berdasarkan anamnesis, pasien mengeluhkan sesak napas. Sesak dirasakan
pasien sejak 2 minggu yang lalu dan memberat dalam 2 hari terakhir. Sesak
bertambah bila pasien berbaring terlentang Pasien juga mengeluh nyeri dada kiri
seperti tertusuk-tusuk terutama saat pasien menarik nafas atau batuk. Hal ini
menunjukkan bahwa penyakit yang dialami pasien sudah tahap lanjut karena pada
penyakit yang ringan (awal mula penyakit) keluhan sesak napas biasanya belum
dirasakan.2,15
Sesak napas yang dirasakan pasien terjadi karena timbunan cairan dalam
rongga pleura yang akan memberikan kompresi patologis pada paru sehingga
pengembangannya terganggu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada palpasi paru didapatkan stem
fremitus dada kiri menurun, perkusi paru didapatkan suara redup pada dada
21
sebelah kiri serta pada auskultasi paru didapatkan suara vesikuler melemah pada
bagian dada sebelah kiri. Hal ini mengarahkan pada diagnosis efusi pleura..
Adanya bunyi redup pada perkusi menandakan terdapatnya cairan pada paru,
semakin banyak cairan maka bunyi yang ditimbulkan akan semakin redup.
Vesikuler melemah juga menandakan adanya cairan. Pemeriksaan laboratorium
analisa cairan pleura menunjukkan suatu proses radang kronis yang mengarahkan
kepada infeksi tuberkulosis, tidak di jumpai tanda keganasan.
BAB V
KESIMPULAN
Efusi pleura adalah akumulasi cairan abnormal pada cavum pleura yang
dapat disebabkan oleh adanya kelainan pada pleura, paru atau karena penyakit
sistemik. Efusi pleura tuberkulosa adalah efusi pleura yang disebabkan oleh
penyakit tuberkulosis akibat infeksi Mycobacterium tuberculosis yang disebut
juga sebagai pleuritis tuberkulosa (pleuritis TB). Efusi pleura tuberkulosa
(Pleuritis TB) menjadi salah satu manifestasi tersering dari TB ekstra paru, yaitu
kedua terbanyak setelah limfadenitis TB. Efusi pleura tuberkulosa dapat
merupakan manifestasi dari komplikasi TB primer atau TB post-primer
(reaktivasi) pada pasien dengan status imunitas yang menurun melalui
penyerbukan langsung basil TB dari kavitas paru, aliran darah (hematogen), dan
sistem limfatik. Diagnosis efusi pleura tuberkulosis dapat ditegakkan dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Apabila diagnosis efusi
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Masyhudi, ANF, Fatah S, Saktini F. Hubungan Jumlah Volume Drainase Water
Sealed Drainage dengan Kejadian Udema Pulmonum Re-Ekspansi pada Pasien
Efusi Pleura Masif. Jurnal Media Medika Muda. 2014.
2. Hadi H. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Penyakit-Penyakit Pleura. 4th ed.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FK UI; 2006.
3. Parcel JM, Light RW. Pleural Effusions. PubMed. 2013 February; 59(2): p. 2957.
4. Rubins J, Mosenifar Z, Manning HL, Peters SP. Pleural Effusions. Medscape.
2014.
5. Surjanto E, Sutanto YS, Aptridasari J, Leonardo. Penyebab Efusi Pleura pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit. Jurnal Respi Indo. 2014 April; 32(2): p.
102-8.
6. Syahruddin E, Putrakusuma LG. Karakterisitik Efusi Pleura di Rumah Sakit
Persahabatan. J Respi Indo. 2012 July; 32(3): p. 155-60.
23
15. Indonesia PDSPD. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. V ed. Sudoyo editor.
Jakarta: InternaPublishing; 2009.
16. Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imunologi Dasar. 9th ed. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universita Indonesia; 2010.
17. Isbaniyah F, Thabrani Z, Soepandi PZ. Tuberkulosis, dalam Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2011.
18. Khan AH, Sulaiman SA, Muttalif AK, Hassali MA, Akram H, Gillani SW, et
al. Pleural Tuberculosis and It's Treatment Outcomes. Tropical Journal of
Pharmaceutical. 2013 Juni; 12(4): p. 623-27.