Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

GAMBARAN RADIOLOGI CHRONIC KIDNEY DISEASE

DISUSUN OLEH :

Muhamad Wilianto
1102014164

PEMBIMBING :

dr. Abdul Waris, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI RSUD


KABUPATEN BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmatnya serta karunia-Nya, sehingga syukur Alhamdulillah penulis dapat
menyelesaikan referat dengan judul “Gambaran Radiologi CHRONIC KIDNEY
DISEASE”. Referat ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik Radiologi di RSUD Kabupaten Bekasi.

Penulis menyadari bahwa referat ini dapat terselesaikan berkat bantuan


dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada para konsulen bagian Radiologi, atas
keluangan waktu dan bimbingan yang telah diberikan, serta kepada teman sesama
kepaniteraan klinik Radiologi yang selalu mendukung, memberi saran, motivasi,
bimbingan dan kerjasama yang baik sehingga dapat terselesaikannya referat ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun referat ini masih memiliki


banyak kekurangan. Oleh karena itu, sangat terbuka untuk menerima segala kritik
dan saran yang diberikan demi kesempurnaan referat ini.

Akhirnya semoga refrat ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan setiap
pembaca pada umumnya. Amin.

Maret 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... 2

DAFTAR ISI ......................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 5

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 23

3
BAB I
PENDAHULUAN
Chronic Kidney Disease (CKD) atau gagal ginjal kronik adalah kehilangan
atau penurunan fungsi ginjal yang sudah lanjut dan bertahap serta bersifat
menahun sehingga ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik dan perlu dilakukan
perawatan dan pengobatan yang serius. CKD dapat berkembang cepat 2-3 bulan dan
dapat pula berkembang dalam waktu yang sangat lama 30-40 tahun.
Chronic Kidney Disease telah menjadi kekhawatiran yang berkembang di
dunia karena prevalensinya yang meningkat serta hasil akhirnya yang buruk. Di
Amerika serikat penderita CKD mencapai 20 juta yang berarti 1 dari 9 orang
dewasa. Meskipun teknik dialisis dan transplantasi makin berkembang namun
prognosis gagal ginjal tetap buruk. Sistem pendataan ginjal di Amerika Serikat
pada tahun 2001 menunjukkan angka lebih dari 76.500 kematian pasien dengan
End Stage Renal Disease (ESRD), angka ini seakan tidak berubah selama satu
dekade terakhir. Morbiditas gagal ginjal juga cukup tinggi di mana pasien yang
menjalani dialysis rata-rata 4 (empat) kondisi komorbid, 15 (lima belas) hari
perawatan Rumah Sakit (RS) per tahun, dan kualitas hidup yang lebih rendah dari
rata-rata populasi. Jumlah pasien dengan tingkat CKD yang lebih dini lebih besar
namun mortalitas, morbiditas, hari perawatan RS per tahun, dan kualitas hidup
belum diteliti lebih lanjut. Sebagian besar penderita tidak menyadari penyakit
tersebut karena CKD asimtomatik sampai ia berkembang dengan signifikan.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Chronic Kidney Disease


2.1.1 Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu
gangguan pada ginjal ditandai dengan abnormalitas struktur ataupun fungsi ginjal
yang berlangsung lebih dari 3 bulan. PGK ditandai dengan satu atau lebih tanda
kerusakan ginjal yaitu albuminuria, abnormalitas sedimen urin, elektrolit,
histologi, struktur ginjal, ataupun adanya riwayat transplantasi ginjal, juga disertai
penurunan laju filtrasi glomerulus (Aisara Sitifa et al, 2018).

2.1.2 Epidemiologi
Prevalensi PGK meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk usia
lanjut dan kejadian penyakit diabetes melitus serta hipertensi. Sekitar 1 dari 10
populasi global mengalami PGK pada stadium tertentu. Hasil systematic review
dan metaanalysis yang dilakukan oleh Hill et al, 2016, mendapatkan prevalensi
global PGK sebesar 13,4%. Menurut hasil Global Burden of Disease tahun 2010,
PGK merupakan penyebab kematian peringkat ke-27 di dunia tahun 1990 dan
meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010. Hasil Riskesdas 2013, populasi
umur ≥ 15 tahun yang terdiagnosis gagal ginjal kronis sebesar 0,2%. Angka ini
lebih rendah dibandingkan prevalensi PGK di negara-negara lain, juga hasil
penelitian Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2006, yang
mendapatkan prevalensi PGK sebesar 12,5%. Hal ini karena Riskesdas 2013
hanya menangkap data orang yang terdiagnosis PGK sedangkan sebagian besar
PGK di Indonesia baru terdiagnosis pada tahap lanjut dan akhir. Hasil Riskesdas
2013 juga menunjukkan prevalensi meningkat seiring dengan bertambahnya
umur, dengan peningkatan tajam pada kelompok umur 35-44 tahun dibandingkan
kelompok umur 25-34 tahun. (Kemenkes RI, 2017).

5
2.1.3 Klasifikasi dan Etiologi
KDIGO merekomendasikan pengelompokan CKD berdasarkan Glomerullus refill
time (GFR), diagnosis etiologi dan albuminuria. Kalsifikasi berdasarkan atas dasar
GFR, dihitung berdasarkan rumus Cockcroft-Gault sebagai berikut: GFR=
(140−𝑢𝑚𝑢𝑟)𝑥 𝐵𝐵
72 𝑥 𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑚𝑎

*Pada wanita x 0.85

Klasifikasi GFR tampak pada tabel 1

Derajat GFR Penjelasan


I ≥90 Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau
meningkat
II 60-89 Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR
ringan
IIIa 45-59 Kerusakan ginjal dengan GFR menurun
ringan-sedang
IIIb 30-44 Kerusakan ginjal dengan GFR menurun
sedang-berat
IV 15-29 Kerusakan ginjal dengan GFR menurun
berat
V <15 Gagal ginjal/kidney failure
Tabel 1 kategori GFR
KDIGO 2012
Klasifikasi berdasarkan diagnosis etiologi terdapat pada tabel 2

Contoh penyakit sistemik Contoh penyakit ginjal primer


yang mempengaruhi (tanpa adanya penyakit sistemik)
ginjal
Penyakit Diabetes, autoimun, Difuse,focal/cressentic
Glomerulus infeksi sistemik, obat, proliferative GN, membranous
neoplasia nephropathy
Penyakit Infeksi sistemik, ISK, batu, obstruksi
Tubelointerstitial autoimun, sarcoidosis,
obat
Penyakit vaskular Aterosklerosis, Fibromuskular displasia
hipertensi, iskemi,
kolestrol, vaskulitis

6
Cystic dan Alport sindrom, fabry Kerurenal dysplasia,
kongenital disease podocytopathies
Tabel 2 diagnosis etiologic
KDIGO 2012

Klasifikasi berdasarkan albuminuria terdapat pada tabel 3

Kategori AER ACR Keterangan


(mg/24jam) mg/mmol mg/g
A1 <30 3 <30 Normal atau sedikit
meningkat
A2 30-300 3-30 30-300 Meningkat sedang
A3 >300 >30 >300 Meningkat berat
*AER = albumin excretion rate
*ACR = albumin to creatine ratio
Tabel 3 klasifikasi berdasarkan albuminuria
KDIGO 2012

2.1.4 Patofisiologi
Patofisiologi PGK pada awalnya tergantung penyakit yang mendasari, tapi
dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi structural dan fungsional
nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini
mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,
akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sclerosis nefron yang masih
tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif,
walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktifitas
aksis renin-anigotensin-aldosteron (RAA) intrarenal, ikut memberikan kontribusi
terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sclerosis dan progresifitas tersebut. Aktifitas
jangka panjang aksis RAA, sebagian diperantarai oleh growth factors seperti
transforming growth factors β (TGF-β). Beberapa hal yang juga dianggap
berperan terhadap terjadinya progresifitas PGK adalah albuminuria, hipertensi,
hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya

7
sclerosis dan fibroisis glomerulus maupun tubulointerstitial (Wudoyo Aru.W et al.
2009).
Pada stadium paling dini PGK, terjadi kehilangan daya cadang ginjal
(renal reserve), pada keadaan mana basal GFR masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi
nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada GFR sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan
(asimptomatik), tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada GFR sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan.
Sampai pada GFR dibawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia
yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme
fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga
mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas maupun
saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan elektrolit antara lain
natrium dan kalium. Pada GFR di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi
yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy) antara lain dialysis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan
ini pasien dikatakan sampai stadium gagal ginjal (Wudoyo Aru.W et al. 2009).

2.1.5 Manifestasi Klinis


Gambaran klinis pasien meliputi (Wudoyo Aru.W et al. 2009).:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti DM, infeksi traktus
urinasrius,batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, lupus eritomatosus
sistemik dan sebagainya
b. Sindrom uremia seperti lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia,
kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic
frost, pericarditis, kejang sampai koma
c. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrrofi renal,
payah jantung, asidosis metabolic, gangguan keseimbangan elektrolit (Na, K,
Cl)

8
2.1.6 Diagnosis
Kriteria CKD adalah salah satu atau lebih dari beberapa hal di bawah ini yang
berlangsung selama 3 bulan (KDIGO, 2012)
a. Tanda kerusakan ginjal
- Albuminuria AER ≥ 30 mg/ 24 jam, ACR ≥ 30 mg/g (≥ 3 mg/mmol)
- Abnormalitas sedimen urin
- Abnormalitas elektrolit akibat kelainan tubuler
- Abnormalitas struktur ginjal dari pemeriksaan pencitraan.
- Riwayat transplantasi ginjal
b. Penurunan GFR
GFR <60 ml/min/1,73m2

Pemeriksaan Penunjang (Wudoyo Aru.W et al. 2009).


- Laboratorium
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari (diabetes mellitus, hipertensi,
dll).
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan
kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung menggunakan
rumus kockcroft-gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa
dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
c. Kelainan hasil pemeriksaan darah lengkap meliputi penurunan kadar
hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia,
hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia,
asidosis metabolik.
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosituria, cast,
isosisteinuria.
- Radiologi
Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan
tujuannya, yaitu:
 Foto polos abdomen

Pada foto polos abdomen perhatikan dan ukur kontur


ginjal. Pada foto polos kontur ginjal sering tidak tervisualisasi.
Pielografi retrograde

9
Pielografi retrograde adalah pemasukan zat kontras
melalui kateter ke dalam ureter dan pelvis ginjal yang dapat
dilakukan selama sistoskopi. Dilakukan untuk mendeteksi batu
ginjal, tumor, hyperplasia prostat, penyebab dari hematuria dan
infeksi saluran kemih, dan mengeluarkan batu ginjal.

 BNO-IVP

Pemeriksaan IVP untuk mengetahui adanya kelainan


pada sistem urinary, dengan melihat kerja ginjal dan sistem
urinary pasien. Dengan IVP dapat diketahui adanya kelainan
pada sistem tractus urinary dari batu ginjal, pembesaran prostat,
dan tumor pada ginjal, ureter dan blass Kontra Indikasinya
adalah alergi terhadap media kontras, pasien yang mempunyai
kelainan atau penyakit jantung, pasien dengan riwayat atau
dalam serangan jantung, neonates, diabetes mellitus tidak
terkontrol, pasien yang sedang dalam keadaan kolik, dan hasil
ureum dan kreatinin yang tidak dalam batas normal

Gambar 1. Film polos konvensional abdomen yang


disebut KUB (Ginjal, Ureters, Kandung Kemih) yang
diperoleh setelah pemberian kontras IV untuk urografi
IV menunjukkan sistem pengumpulan normal. Calyces
(panah), renal pelvis (P), ureter (*) dan bladder (B)

10
 Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan penunjang radiologis yang umumnya dilakukan pada


pasien gagal ginjal adalah pemeriksaan dengan ultrasonografi. USG saat ini
digunakan sebagai pemeriksaan pertama secara rutin pada keadaan gagal
ginjal yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang parenkim, sistem
collecting dan pembuluh darah ginjal.6 Gagal ginjal kronik pada umumnya
diikuti dengan kenaikan kadar kreatinin dan menimbulkan gambaran
ultrasonografi gagal ginjal kronik.
Pemeriksaan ultrasonografi pada gagal ginjal untuk mengetahui adanya
pembesaran ginjal, kristal, batu ginjal, mengkaji aliran urin dalam ginjal.USG
abdomen pada pasien gagal ginjal kronik biasanya ditandai
dengan korteks yang lebih hiperechoic hingga hampir sama dengan sinus
renalis.Selain itu dapat ditemukan pula ukuran ginjal yang mengecil dan batas
korteks medula yang tidak jelas. Pada pemeriksaan USG gambaran
hiperechoic pada parenkim ginjal kanan dapat menimbulkan kecurigaan
adanya radang pada ginjal kanan. Normalnya, parenkim ginjal pada bagian
korteks memiliki sonodensitas yang lebih rendah dari pada hepar, sehingga
bersifat hipoechoic.
Sonodensitas yang lebih tinggi dapat ditemukan pada parenkim sinus
renalis karena komposisi lemak yang dimilikinya. Gambaran sonodensitas
parenkim yang meningkat mungkin disebabkan proses inflamasi akibat
riwayat konsumsi jamu dan obat-obatan yang sangat mungkin bersifat
nefrotoksik.
Besar kedua ginjal yang masih normal pada USG menandakan proses
penyakit ginjal kronik yang masih awal dimana berkurangnya massa ginjal
belum jelas terlihat. Gambaran PCS yang tidak melebar dan tidak
ditemukannya batu pada struktur ginjal kanan dan kiri dapat menyingkirkan
kemungkinan proses obstruktif sebagai etiologi.

11
Gambar 2. Pasien pria lansia ini mengalami gejala penyakit ginjal medis.
Sonografi ginjal mengungkapkan:
1) ginjal echogenik bilateral (korteks ginjal hyperechoic)
2) kedua ginjal tampak berukuran kecil (atrofi)
3) mengurangi ketebalan (penipisan) korteks ginjal (10mm.)
4) pengurangan diferensiasi kortiko-meduler
Gambar-gambar USG ini merupakan diagnostik penyakit ginjal medis kronis (atau
gagal ginjal kronis). Semua gambar USG di atas (diambil menggunakan sistem
pencitraan Doppler Warna Toshiba Nemio-XG, oleh Joe Antony, MD, India.

2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan PGK meliputi (Wudoyo Aru.W et al. 2009).:
 Terapi spesifik terhadap penyakit dasar
 Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
 Memperlambat perburukan fungsi ginjal
 Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardivaskuler

12
 Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
 Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal

1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasar


Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum
terjadinya penurunan GFR, sehingga perburukan ginjal tidak terjadi. Pada
ukuran ginjal yang masih normal secara USG, biopsy dan histopatologi ginjal
dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya,
bila GFR sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap
penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Factor komorbid antara lain: gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang
tidak terkontrol, infeksi trakstus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat
nefrotoksik, bahan radiokontras atau peningkatan penyakit dasarnya
3. Memperlambat perburukan fungsi ginjal
Factor utama perburukan fungsi ginjal adalah terjadi hiperfiltrasi glomerulus.
Cara untuk mengurangi filtrasi glomerulus adalah:
- Konsumsi Protein
Direkomendasikan untuk menurunkan asupan protein baik pada individu
diabetes maupun non diabetes dengan GFR <30 ml/min/1,73m2, yaitu
0,8/kg/hari. Pada CKD stage awal disarankan untuk menghindari asupan
tinggi protein (maksimal 41,3 g/kg/hari) karena berisiko mengalami
progersifitas CKD.
Pembatasan asupan protein dan fosfat dapat dlihat dalam tabel berikut
GFR ml/mnt Asupan protein g/kg/hari Fosfat g/kg/hari
>60 Tidak dianjurkan Tidak dibatasi
25-60 0.6-0.8 gr/kg/hari, termasuk ≥0.35 ≤10g
gr/kg/hari nilai biologi
5-25 0.6-0.8 gr/kg/hari, termasuk ≥0.35 ≤10g
gr/kg/hari nilai biologi tinggi atau
tambahan 0.3 g as.amino esensial
atau as.keton
<60 (sindrom 0.8 g/kg/hari (+1 g proteinuria ≤9g
nefrotik) atau 0.3 g/kg tambahan as.amino
esensial atau as.keton

13
Tabel 4 pembatasan asupan protein dan fosfat
Wudoyo Aru.W et al. 2009
- Kontrol Glukosa
Target HbA1c adalah 7% untuk mencegah komplikasi mikroangiopati
diabetes termasuk penyakit ginjal diabetik. Pasien dengan HBA1c ≤ 7%
karena berisiko mengalami hipoglikemia.

4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler


Target tekanan darah dan penggunaan obat bergantung dengan usia,
penyakit kardiovaskuler, dan komorbiditas lain. Pasien dengan diabetes dan
non-diabetes yang mengalami CKD dengan ekskresi albumin pada urin <0,30
mg/24 jam yang memiliki tekanan darah >140 mmHg sistol atau >90 mmHg
diastol perlu diberikan obat penurun tekanan darah.
Pasien dengan diabetes dan non-diabetes yang mengalami CKD dengan
ekskresi albumin pada urin ≥0,30 mg/ 24 jam yang memiliki >130 mmHg
atau <80 mmHg perlu diberikan obat penurun tekanan darah.
Direkomendasikan menggunakan ARB atau ACE-I pada pasien diabetes
dengan CKD dan eksresi albumin urin 30-300 mg/24 jam. Sedangkan jika
eksresi albumin >300 mg/24 jam pada pasien diabetes dan non diabetes
digunakan ARB atau ACE-I.

5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi


-Anemia
Penanganan anemia pada chronic kidney disease harus dilakukan saat Hb <
10 g/dl. Terapi yang dapat digunakan adalah
a. Suplementasi eritropoietin
Indikasi: Bila Hb < 10 g/dL, Ht < 30% pada beberapa kali pemeriksaan
dan penyebab lain anemia sudah disingkirkan. Syarat pemberian adalah:
- Cadangan besi adekuat : feritin serum > 100 mcg/L, saturasi transferin
> 20%.
- Tidak ada infeksi yang berat
Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap EPO
Agar pemberian terapi Eritropoietin optimal, perlu diberikan terapi
penunjang yang berupa pemberian:

14
- asam folat : 5 mg/hari
- vitamin B6: 100-150 mg
- vitamin B12 : 0,25 mg/bulan
- vitamin C : 300 mg IV pasca HD, pada anemia defisiensi besi
fungsional yang mendapat terapi EPO.
- vitamin D: mempunyai efek langsung terhadap prekursor eritrosit
- vitamin E: 1200 IU ; mencegah efek induksi stres oksidatif yang
diakibatkan terapi besi intravena.
b. Transfusi Darah
Indikasi transfusi adalah
a. Perdarahan akut dengan gejala gangguan hemodinamik
b. Tidak memungkinkan penggunaan EPI dan Hb < 7 g /dL
c. Hb < 8 g/dL dengan gangguan hemodinamik
d. Pasien dengan defisiensi besi yang akan diprogram terapi EPO
ataupun yang telah mendapat EPO tetapi respon belum adekuat,
sementara preparat besi IV/IM belum tersedia, dapat diberikan
transfusi darah dengan hati-hati
e. Target pencapaian Hb dengan transfusi darah adalah 7-9 g/dL (tidak
sama dengan target Hb pada terapi EPO). Transfusi diberikan secara
bertahap untuk menghindari bahaya overhidrasi, hiperkatabolik
(asidosis), dan hiperkalemia.

-Mengatasi Gangguan Asam Basa


Jika terdapat hiperkalemia, maka perlu digunakan diuretik kalium
seperti resonium kalsium atau natrium polistiren yang dapat meningkatkan
ekskresi kalium pada saluran pencernaan. Asidosis tubular dan asidosis
metabolik yang ditandai dengan anion-gap, dapat diberikan suplementasi
natrium bikarbonat. Hal ini dapat dilakukan jika bikarbonat serum turun
20-23 mmol/l untuk menghindari katabolisme protein.

- Pembatasan cairan dan elektrolit


Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi
kardiovaskuler. Air yang masuk kedalam tubuh dibuat seimbang dengan
air yang keluar, baik melalui urin maupun insensible water loss (IWL).

15
Dengan berasumsi bahwa air yang keluar melalui IWL antara 500-800
ml/hari (sesuai dengan luas permukaan tubuh), maka air yang masuk
dianjurkan 500-800 ml ditambah jumlah urin
Elektrolit yang harus diawasi asupannya adalah kalium dan
natrium. Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemi dapat
mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karena itu, pemberian
obat-obat yang mengandung kalium dan makanan tinggi kalium dibatasi.
Pemberian kalium dianjurkan 3.5-5-5 mEq/l. pembatasan natrium
dimaksudkan untuk mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam
natrium yang diberikn, disesuaikan dengan tekanan darah dan derajat
edema yang terjadi.

6. Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal


- Indikasi Hemodialisa pada pasien adalah
a. GFR < 15
b. Gangguan asam basa dan elektrolit
c. Intoksikasi
d. Kelebihan cairan
e. Gejala sindrom uremikum
- Indikasi hemodialisa cito adalah
a. Hiperkalemia berat >7 mmol/l
b. Edema paru dan tidak respons dengan penggunaan obat-obatan
c. Asidosis metabolik (ph <7,2 atau base excess <-10).

2.1.8 Prognosis
Prognosis penyakit ginjal kronis tergantung pada penyebab, GFR, kadar
albuminuria dan kondisi komorbid lainnya. Penyakit ginjal kronis tidak dapat
disembuhkan sehingga prognosis jangka panjangnya buruk. Penatalaksanaan yang
dilakukan sekarang ini, bertujuan hanya untuk mencegah progesivitas penyakit
(KDIGO, 2012)

16
DAFTAR PUSTAKA

Aisara Sitifa, Syaiful Azmi, Mefri Yanni. 2018. Gambaran Klinis Penderita Penyakit
Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2018; 7(1)

Eknoyan, et al. (2012). KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation and
Management of Chronic Kidney Disease. Volume 3 Issue 1

Kementerian Kesehatan RI. 2017. Infodatin Situasi Penyakit Ginjal Kronis. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.

Wudoyo Aru.W et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing

Purwahyudi, Ari. Chronic Kidney Disease. Chronic Kidney Disease 2010 Mar 28 (citied
2012 Jan 30). Available at http://aripurwahyudi.com/intensive-care/chronic-kidney-
disease.htm

Hukari, Dwi. Leaflet Chronic Kidney Disease. Leaflet Manajemen Nyeri 2010 Apr 04
(citied 2012 Jan 30). Available at http://rentalhikari.word-press.com/2010/04/04/leaflat-
chronic-kidney-disease.htm

Nurdin HM. Chronic Kidney Disease. Be Smart and Educated 2010 Aug 16 (citied 2012
Jan 30). Available at http://coolhendra.blogspot.com/2010/08/chronic-kidney-
disease.html

17

Anda mungkin juga menyukai