Disusun oleh :
Pembimbing :
MEDAN
1
2022
i
LEMBAR PENGESAHAN
Nilai :
Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
referat yang berjudul “Trombosis Vena Dalam” sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan Program Pendidikan dan Profesi Dokter (P3D) di Departemen
Ilmu Kesehatan Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa penulisan referat ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan penulisan referat di kemudian hari. Semoga referat ini dapat
memberikan manfaat dan dapat menjadi bahan rujukan bagi penulisan ilmiah di
masa mendatang. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL..................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vi
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................1
2.6.3 Hiperkoagulabilitas...............................................................................12
2.9.1 Antikoagulan.........................................................................................37
2.9.3 Trombektomi.........................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................42
v
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Insiden trombosis vena diperkirakan mencapai sekitar 1–3 per 1000 orang per
tahun. Sekitar dua per tiga muncul dengan DVT pada tungkai dan sepertiganya
dengan Pulmonary Embolism (PE). Insiden trombosis ini meningkat berdasarkan
umur. Pada anak-anak insidennya 1 per 100.000 per tahun, pada dewasa muda
insidennya 1 per 10.000, umur pertengahan adalah 1 per 1.000, pada orang tua
sebanyak 1% dan 10% pada pasien yang sangat tua. Kekambuhan trombosis ini
adalah 3–10% per tahun. DVT ekstremitas bawah adalah trombosis vena yang
paling umum, dengan prevalensi 1 kasus per 1.000 populasi. Setiap tahun di
Amerika Serikat, lebih dari 200.000 orang didiagnosis dengan DVT, dan sekitar
50.000 kasus diperumit oleh emboli paru (Patel & Chun, 2019; Waheed et al.,
2021).
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem vena perifer berfungsi baik sebagai reservoir untuk menampung darah
ekstra dan sebagai saluran untuk mengalirkan kembali darah dari perifer ke
jantung dan paru-paru. Tidak seperti arteri yang memiliki 3 lapisan (intima,
musular media, dan fibrous adventitia), sebagian besar vena terdiri dari satu
lapisan jaringan. Hanya vena terbesar yang memiliki membran elastis internal,
dan lapisan ini tipis dan tidak merata, memberikan sedikit penopang terhadap
tekanan internal yang tinggi (Patel & Chun, 2019).
Bersama-sama, otot betis dan sistem vena dalam membentuk rangkaian katup
dan pompa yang kompleks, yang sering disebut sebagai "jantung tepi", yang
berfungsi untuk mendorong darah ke atas dari kaki melawan gravitasi. Pompa otot
betis dianalogikan dengan bohlam pompa tangan pada sfigmomanometer yang
mengisi manset tekanan darah. Sebelum pemompaan dimulai, tekanannya netral
dan sama di semua tempat di seluruh sistem dan anak sapi terisi darah, biasanya
100–150 mL. Ketika betis berkontraksi, katup vena perforator yang sedang makan
dipaksa ditutup dan katup aliran keluar dipaksa membuka mendorong darah ke
arah proksimal. Ketika betis dibiarkan rileks, vena dan sinusoid mengisi ulang
dari sistem vena superfisial melalui vena perforasi, dan katup aliran keluar
kemudian ditutup paksa, mencegah aliran retrograde. Dengan setiap “kontraksi”,
40–60% volume vena anak sapi didorong ke arah proksimal (Patel & Chun,
2019).
Vena dalam di paha dimulai dari distal dengan vena poplitea saat berjalan
secara proksimal di belakang lutut dan kemudian melewati kanal adduktor, di
mana namanya berubah menjadi vena femoralis. (Vena dalam yang penting ini
kadang-kadang salah disebut sebagai vena femoralis superfisial dalam upaya yang
salah arah untuk membedakannya dari profunda femoris, atau vena femoralis
dalam, vena pendek dan gemuk yang biasanya berasal dari cabang otot terminal di
dalam otot dalam. dari paha lateral tetapi dapat berkomunikasi dengan vena
poplitea hingga 10% pasien (Patel & Chun, 2019).
5
Vena iliaka eksterna adalah kelanjutan dari vena femoralis saat melewati ke
atas di belakang ligamentum inguinalis. Pada tingkat sendi sakroiliaka, ia menyatu
dengan vena hipogastrik untuk membentuk vena iliaka komunis. Iliaka komunis
kiri lebih panjang dari kanan dan perjalanannya lebih miring, melewati arteri
iliaka komunis kanan. Asimetri anatomi ini kadang-kadang mengakibatkan
kompresi vena iliaka komunis kiri oleh arteri iliaka komunis kanan untuk
menghasilkan sindrom May-Thurner, obstruksi aliran keluar iliaka sisi kiri dengan
fibrosis adventitial terlokalisasi dan proliferasi intimal, sering disertai trombosis
vena dalam yang terkait. Pada tingkat vertebra lumbal kelima, 2 vena iliaka
komunis berkumpul pada sudut yang tajam untuk membentuk vena kava inferior
(Patel & Chun, 2019).
Gambar 2.1 Anatomi Vena Dalam pada Ekstremitas Bawah (Douketis, 2021)
Insiden trombosis vena yang pertama adalah 1–3 per 1000 orang per tahun.
Sekitar dua pertiga muncul dengan DVT pada tungkai dan sepertiganya dengan
PE. Insideni dan prevalensi diperkirakan kejadian tahunan DVT adalah 80 kasus
6
per 100.000, dengan prevalensi DVT ekstremitas bawah yaitu 1 kasus per 1000
penduduk (Waheed et al., 2021).
Setiap tahun di Amerika Serikat, lebih dari 200.000 orang didiagnosis dengan
DVT dan di antaranya 50.000 kasus diperumit oleh emboli paru. DVT jarang
terjadi pada anak-anak, dan risikonya meningkat seiring bertambahnya usia,
sebagian besar terjadi pada usia di atas 40-an. Di rumah sakit, kondisi yang paling
sering dikaitkan dengan DVT adalah keganasan, gagal jantung kongestif, penyakit
saluran napas obstruktif, dan pasien yang menjalani operasi (Waheed et al., 2021).
Ada tiga faktor predisposisi utama yang mana dapat menyebabkan DVT
(Thachil, 2014) :
1. Herediter
a. Mutasi Faktor V Leiden
Penyebab herediter tersering, insidensi 20–40%. Terjadi
polimorfisme gen faktor V sehingga faktor V lebih sulit bereaksi
dengan protein C aktif untuk menghambat proses trombosis.
b. Varian Protrombin G20210A
Variasi gen protrombin, 2–3% dari populasi, terkait dengan
peningkatan kadar protrombin plasma dan 5 × peningkatan risiko
trombosis.
c. Defisiensi Antitrombin
Diturunkan secara autosomal dominan. Ditandai dengan trombosis
vena berulang pada usia dewasa muda.
d. Defisiensi Protein C atau Protein S
Diturunkan secara autosomal dominan. Gejala khas berupa
nekrosis kulit pada terapi dengan warfarin.
e. Disfibrinogenemia
Biasanya asimptomatik atau memiliki gejala perdarahan hebat.
Jarang menyebabkan trombosis.
f. Golongan Darah Non-O
Biasanya asimptomatik atau memiliki gejala perdarahan hebat.
Jarang menyebabkan trombosis golongan darah non-O memiliki
kadar faktor von Willebrand dan faktor VIII serum yang lebih
tinggi dibanding golongan darah O sehingga meningkat kan risiko
trombus atau emboli vena.
2. Herediter atau didapat
a. Hiperhormosisteinemia
8
Triad Virchow, pertama kali dipaparkan oleh Rudolf Virchow pada tahun
1856, merupakan 3 komponen yang sangat penting dalam pembentukan trombosis
vena, yaitu meliputi stasis vena, cedera/kerusakan vaskular, dan
hiperkoagulabilitas (Stone et al., 2017). Adanya 3 komponen tersebut, yang dapat
disebabkan oleh banyak keadaan, dapat menyebabkan terjadinya proses inflamasi,
aktivasi platelet, keadaan protrombosis, hingga embolisasi (Goldhaber, 2018).
Stasis vena dianggap sebagai komponen paling penting dari ketiga komponen
10
tersebut, tetapi stasis saja tidak cukup untuk menyebabkan pembentukan trombus.
Namun, adanya stasis vena dan cedera vaskular atau hiperkoagulabilitas secara
bersamaan sangat meningkatkan risiko pembentukan trombus (Stone et al., 2017).
Gabungan dari 3 faktor ini dapat mengganggu keseimbangan sistem koagulatif
dan fibrinolitik (Line, 2001).
Stasis vena dapat terjadi sebagai akibat dari apa pun yang memperlambat atau
menghalangi aliran darah vena. Hal ini menghasilkan peningkatan viskositas dan
pembentukan mikrotrombi, yang tidak terhanyut oleh pergerakan fluida. Trombus
yang terbentuk kemudian dapat berakumulasi dan membesar. Kerusakan endotel
(intimal) ataupun struktur lainnya pada pembuluh darah dapat bersifat intrinsik
(herediter) atau sekunder akibat trauma eksternal. Ini mungkin terjadi akibat
cedera yang tidak disengaja atau akibat operasi. Keadaan hiperkoagulasi dapat
terjadi karena ketidakseimbangan biokimia antara faktor-faktor yang bersirkulasi.
Hal ini dapat terjadi akibat peningkatan faktor aktivasi jaringan yang bersirkulasi,
dikombinasikan dengan penurunan antitrombin plasma dan fibrinolisin yang
bersirkulasi (Patel & Chun, 2019).
DVT umumnya terjadi dikarenakan banyak hal dan interaksi beberapa faktor,
di mana hal-hal yang dapat menyebabkan trombosis tersebut dapat digolongkan
ke dalam komponen Triad Virchow. Adapun hal-hal yang dapat menyebabkan
trombosis yang pada prinsipnya dapat digolongkan ke dalam Triad Virchow
tersebut, menyebabkan interaksi awal trombus dengan endotel. Interaksi ini
merangsang produksi sitokin lokal dan memfasilitasi adhesi leukosit ke endotel, di
mana keduanya mendorong trombosis vena. Bergantung pada keseimbangan
relatif antara koagulasi yang diaktifkan dan trombolisis, propagasi trombus pada
vena dapat terjadi (Patel & Chun, 2019).
Telah diterima secara luas bahwa stasis vena menjadi faktor penyebab
trombosis vena dalam. Berdasarkan literatur-literatur terkini, dipercayai bahwa
stasis vena adalah “faktor permisif” pada trombosis vena dalam. Dengan adanya
11
Gambar 2.2 Triad Virchow Konsep Tradisional dan Kontemporer (Comerota, 2014)
Kecepatan aliran darah dan tekanan yang rendah pada vena, memperpanjang
waktu kontak trombosit yang teraktivasi dan faktor pembekuan dengan dinding
vena, sehingga memungkinkan pembentukan trombus. Sebuah studi otopsi klasik
menunjukkan bahwa sinus soleal adalah tempat utama asal trombosis vena (Clark
& Cotton, 1968). Pengamatan ini sesuai dengan temuan penelitian selanjutnya
(Stewart et al., 1974).
Terdapat tiga mekanisme antikoagulasi yang terjadi secara alami ada untuk
mencegah aktivasi proses pembekuan yang tidak disengaja. Ini termasuk heparin-
antitrombin III (ATIII), protein C dan protein trombomodulin S, dan jalur
penghambatan faktor jaringan (Stone et al., 2017). Ketika trauma terjadi, atau saat
operasi dilakukan, sirkulasi ATIII ditemukan menurun. Ini memiliki efek yang
mempotensiasi proses koagulasi. Studi telah menunjukkan bahwa tingkat ATIII
yang bersirkulasi menurun lebih banyak, dan tetap berkurang lebih lama, setelah
operasi penggantian pinggul total / Total Hip Replacement (THR) daripada setelah
kasus bedah umum (Patel & Chun, 2019).
2.6.3 HIPERKOAGULABILITAS
1. Herediter (genetik)
a. Defisiensi antitrombin
Antitrombin adalah inhibitor protease serin terhadap trombin dan
juga menghambat faktor koagulasi IXa, Xa, XIa, dan XIIa.
Defisiensi antitrombin dapat membuat inhibisi terhadap faktor
prokoagulan menjadi berkurang sehingga dapat menyebabkan
terbentuknya trombosis. Defisiensi antitrombin memiliki
prevalensi 1 : 5000 dengan lebih dari 100 pola mutasi genetik dan
memiliki pewarisan dominan autosomal. Defisiensi antitrombin
sangat berhubungan dengan kejadian DVT (Sirlak et al., 2012)
14
Pada keadaan normal dan tidak dijumpai adanya cedera jaringan, dijumpai
adanya keseimbangan antara faktor prokoagulan dan antikoagulan sehingga tidak
terjadi peristiwa trombosis yang abnormal. Namun pada keadaan abnormal yang
biasanya dipicu oleh adanya komponen stasis vena, cedera vena, dan keadaan
hiperkoagulabilitas, terjadi ketidakseimbangan faktor prokoagulan dan
antikoagulan sehingga dapat dijumpai pembentukan trombus yang berlebihan. Hal
inilah yang menjadi penyebab DVT (Stone et al., 2017).
Gambar 2.4 Kaskade Koagulasi Jalur Intrinsik dan Ekstrinsik (Sherwood & Ward, 2019)
Trombus yang telah terbentuk tersebut, selanjutnya memiliki proses dan hasil
akhir yang berbeda-beda, dapat dilihat pada gambar 2.5. Terdapat 4 kemungkinan
hasil akhir, yaitu (Kumar et al., 2007) :
Gambar 2.5 Hasil Akhir dari Pembentukan Trombus pada Trombosis Vena Dalam (Line, 2001)
Selama beberapa bulan, sebagian besar trombus pada vena dalam yang akut
berkembang dan akan mengalami organisasi dan rekanalisasi lengkap ataupun
parsial. Meskipun aliran darah dapat dipulihkan, bukti sisa dari trombus atau
stenosis dapat diamati. Selain itu, kerusakan pada katup yang mendasari dan yang
terganggu oleh dilatasi perifer dan insufisiensi biasanya tetap ada dan dapat
berlanjut. Stasis vena, refluks vena, dan edema kronis dapat dijumpai pada kasus
trombosis vena dalam dengan oklusi yang cukup besar. Pada 1 bulan tanpa tindak
lanjut dari trombosis vena dalam proksimal, 20% akan mengalami regresi dan
25% propagasi. Kejadian emboli paru oleh trombus proksimal yang tidak diobati
23
adalah 29%–50%. Gambaran trombosis vena dalam dengan venogram dilihat pada
gambar 2.6 berikut (Patel & Chun, 2019).
24
Gambar 2.6 a. Trombosis Vena Dalam, Oklusi Vena Poplitea (Contrast Enhancement, Venogram);
b. Trombosis Vena Dalam, Rekanalisasi Trombus pada Vena Femoralis Superfisial (Venogram)
(Patel & Chun, 2019)
DVT tidak hanya dapat terjadi pada ekstremitas bawah, tetapi juga pada
ekstremitas atas, meskipun prevalensinya lebih jarang. Terdapat dua bentuk DVT
pada ekstremitas atas, yaitu trombosis yang diinduksi oleh usaha/tekanan
(sindrom Paget-von Schrötter) dan trombosis sekunder (Patel & Chun, 2019).
DVT secara klasik menyebabkan nyeri dan edema tungkai namun, pada pasien
tertentu, gejala mungkin ada atau tidak ada. Gejala yang dialami pasien DVT
sangat bervariasi, mulai dari ringan hingga berat. Pembengkakan ekstremitas
umumnya bersifat unilateral namun pada beberapa kasus dapat dijumpai bilateral
(Patel & Chun, 2019).
Edema dan pembengkakan adalah gejala DVT yang paling spesifik. Trombus
pada kasus DVT sering melibatkan vena dalam pada femoral dan
percabangannya. Oleh karena itu, adanya edema unilateral dapat ditimbulkan
25
Nyeri kaki pada daerah vena dalam yang terkena terjadi pada 50% pasien,
tetapi keluhan nyeri pada kaki merupakan gejala yang tidak spesifik. Nyeri
umumnya bisa terjadi pada saat dorsofleksi kaki (homans sign). Nyeri tekan
terjadi pada 75% pasien DVT, tetapi juga ditemukan pada 50% pasien dengan
keluhan nyeri kaki tanpa penyakit DVT yang dikonfirmasi secara objektif. Saat
nyeri tekan ditemukan, biasanya terbatas pada area otot betis atau area sepanjang
vena dalam di paha medial. Nyeri dan/atau nyeri tekan pada area di luar area
tersebut umumnya tidak berhubungan dengan trombosis vena dan biasanya
mengindikasikan diagnosis lain. Nyeri tekan dan nyeri yang terkait dengan DVT
biasanya tidak berkorelasi dengan ukuran, lokasi, atau luasnya trombus.
Kehangatan atau eritema kulit dapat muncul di area trombosis (Patel & Chun,
2019).
Tidak terdapat temuan fisik tunggal atau gejala dan tanda yang cukup akurat
untuk menegakkan diagnosis DVT. Bahkan temuan klasik seperti homans sign
juga tidak cukup spesifik dan sensitif untuk menentukan diagnosis DVT. Temuan
homans sign hanya dijumpai pada sekitar satu per tiga penderita DVT
terkonfirmasi. Namun justru ditemukan pada 50% pasien bukan DVT (Patel &
Chun, 2019).
Gambar 2.8 Alur Diagnosis DVT Ekstremitas Bawah dengan Nilai PTP Rendah (Lim et
al., 2018)
sebesar ≤ 0. Pada pasien dengan nilai PTP rendah didapati sekitar 10%
dapat terdiagnosis DVT. Setelah pasien tersebut tergolong ke dalam PTP
rendah, maka dilakukan pemeriksaan D-dimer pada pasien. Apabila D-
dimer negatif, dapat dipastikan tidak terdapat DVT pada ekstremitas
bawah. Sementara apabila D-dimer positif ataupun tidak tersedia,
penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonografi
(USG) Doppler proksimal dan/atau keseluruhan kaki, di mana dijumpai
adanya trombus dan gambaran vena yang tidak terkompresi pada saat
dilakukan kompresi (Lim et al., 2018).
Diagnosis DVT dengan nilai PTP sedang
Gambar 2.9 Alur Diagnosis DVT Ekstremitas Bawah dengan Nilai PTP Sedang (Lim et
al., 2018)
Gambar 2.10 Alur Diagnosis DVT Ekstremitas Bawah dengan Nilai PTP Tinggi (Lim et
al., 2018)
Gambar 2.11 Alur Diagnosis DVT Ekstremitas Atas Skor PTP unlikely (Lim et al., 2018)
Gambar 2.12 Alur Diagnosis DVT Ekstremitas Atas Skor PTP likely (Lim et al., 2018)
Tabel berikut ini adalah tabel Wells score yang digunakan untuk menentukan
dan menstratifikasi risiko pasien dengan gejala DVT terkhusus ekstremitas bawah.
Model skor ini memungkinkan klinisi untuk mengelompokkan pasien ke dalam
33
Skor probabilitas pretest DVT yang dihitung dari Wells score dapat
dikelompokkan dalam 2 atau 3 kelompok risiko. Pada kelompok 3 risiko, pasien
dengan skor 0 atau kurang dianggap berisiko rendah, 1–2 berisiko sedang, dan 3
atau lebih berisiko tinggi (high risk thrombosis). Dalam 2 kelompok risiko, pasien
dikelompokkan sebagai tidak kemungkinan DVT (Wells score < 2) atau
kemungkinan DVT (Wells score ≥ 2) (Bates et al., 2012).
Tabel 2.2 Stratifikasi Risiko DVT Wells Score (Bates et al., 2012)
Sementara itu, untuk menilai adanya kemungkinan DVT ekstremitas atas pada
pasien dengan gejala DVT ekstremitas atas, dapat digunakan Constant score pada
tabel 2.3. Sama seperti Wells score, Constant score juga menstratifikasi pasien
dengan gejala DVT ekstremitas atas berdasarkan grup risiko, baik 2 grup maupun
3 grup (Lim et al., 2018).
Tabel 2.4 Stratifikasi Risiko DVT Ekstremitas Atas Constant Score (van Es et al., 2016)
D-dimer adalah produk degradasi fibrin ikatan silang (cross-linked fibrin) oleh
plasmin yang dideteksi dengan uji diagnostik. Kadar D-dimer dapat meningkat
dalam kondisi medis apapun di mana keadaan trombosis terbentuk dan
dihancurkan. Kadar D-dimer dapat ditemukan meningkat pada saat terjadi trauma,
riwayat operasi baru-baru ini, kasus perdarahan, kanker, dan sepsis. Banyak dari
kondisi ini dikaitkan dengan risiko lebih tinggi untuk DVT (Bernardi &
Camporese, 2017).
Tingkat D-dimer dijumpai tetap tinggi pada kasus DVT selama sekitar 7 hari.
Pasien dengan DVT daerah vena betis terisolasi cenderung memiliki ukuran
bekuan yang kecil dan aktivitas plasmin yang kurang, sehingga dapat dijumpai
tingkat D- dimer yang mungkin berada di bawah nilai batas analitik dari alat tes.
Oleh karena itu, panduan menyarankan agar tidak menggunakan hanya D-dimer
saja sebagai parameter diagnosis DVT. D-dimer sebaiknya hanya digunakan
untuk menyingkirkan DVT, bukan untuk mendiagnosis DVT (Patel & Chun,
2019). Secara khusus, perlu dicatat bahwa kadar D-dimer normal dapat ditemukan
hanya pada 56% subjek sehat dengan usia ≥ 70 tahun, dibandingkan dengan >
90% pada populasi umum di bawah usia 50 tahun. Batas nilai D-dimer yang
digunakan pada pasien dengan > 50 tahun, sebaiknya bukan menggunakan batas
37
nilai 500 mcg/L, melainkan dengan batas nilai D-dimer yang disesuaikan dengan
usia (usia × 10mcg/L). Selain itu, pasien dengan DVT mungkin memiliki hasil D-
dimer negatif palsu, seperti mereka yang telah diobati dengan Low Molecular
Weight Heparin (LMWH), atau pasien dengan gejala tungkai yang berlangsung
selama > 2–3 minggu yang tidak segera diperiksa (Bernardi & Camporese, 2017).
Selain itu, pemeriksaan koagulasi darah dapat juga dilakukan apabila ada
indikasi klinis. Pemeriksaan Prothrombin Time (PT) dan Activated Partial
Thromboplastin Time (aPTT) dapat dilakukan, khususnya setelah pemberian
terapi antikoagulan. Meskipun begitu, nilai PT atau aPTT yang memanjang
terutama setelah terapi bukan berarti risiko pembentukan trombosis vena baru
tidak ada (Patel & Chun, 2019).
Studi pencitraan yang dapat digunakan untuk dapat membantu diagnosis DVT
termasuk USG Doppler, venografi, Impedance Plethysmography (IPG), Magnetic
Resonance Imaging (MRI), dan pencitraan nuklir. USG Doppler adalah
pemeriksaan pencitraan lini pertama saat ini untuk DVT karena penggunaan
relatif mudah, tidak adanya bahan iradiasi atau kontras, serta sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi (Patel & Chun, 2019).
38
Di beberapa negara, IPG telah menjadi tes diagnostik non-invasif awal pilihan
dan telah terbukti sensitif dan spesifik untuk trombosis vena proksimal. Namun,
IPG juga memiliki beberapa batasan lainnya; di antaranya adalah ketidakpekaan
terhadap trombosis vena betis, trombus vena proksimal non-oklusi, dan trombosis
vena iliofemoral di atas ligamentum inguinalis (Patel & Chun, 2019).
Gambaran USG pasien DVT pada area common femoral vein dengan dan
tanpa kompresi dapat dilihat pada gambar 2.13 dan 2.14. Normalnya dengan
adanya kompresi, vena akan nampak menutup/seperti kolaps. Sementara pada
kasus vena dengan trombosis, dijumpai vena tidak menutup saat dilakukan
kompresi (Goldhaber, 2018).
39
Gambar 2.13 USG Pasien DVT pada Area Common Femoral Vein dengan dan Tanpa Kompresi
(Goldhaber, 2018)
Gambar 2.14 USG Kompresi Vena pada 2 Gambar Awal dari Kiri Dibandingkan USG Vena
dengan Trombosis pada Gambar Ketiga/Paling Kanan (Goldhaber & Bounameaux, 2012)
Berikut merupakan diagnosis banding dari DVT, antara lain (Waheed et al.,
2021) :
Selulitis
Dermatitis stasis dan lipodermatosklerosis
Kista Baker
Trauma
Tromboflebitis superfisial
Edema perifer, gagal jantung, sirosis, sindrom nefrotik
Obstruksi vena atau limfatik
Fistula arteriovenosus dan kelainan vaskular kongenital
Vaskulitis
2.9.1 ANTIKOAGULAN
LMWH dapat diberikan satu atau dua kali sehari secara subkutan dan
mempunyai efikasi yang baik. Keuntungan LMWH adalah risiko perdarahan
mayor yang lebih kecil dan tidak memerlukan pemantauan laboratorium yang
sering dibandingkan dengan UFH, kecuali pada pasien tertentu seperti gagal ginjal
atau sangat gemuk (Sukrisman, 2014).
Terapi ini bertujuan untuk melisiskan trombus secara cepat dengan cara
mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin. Terapi ini umumnya hanya efektif
pada fase awal dan penggunaannya harus benar-benar dipertimbangkan secara
baik karena mempunyai risiko perdarahan tiga kali lipat dibandingkan dengan
terapi antikoagulan saja. Pada umumnya terapi ini hanya dilakukan pada DVT
dengan oklusi total, terutama pada iliofemoral (Sukrisman, 2014).
2.9.3 TROMBEKTOMI
Filter ini digunakan pada trombosis di atas lutut pada kasus di mana
antikoagulan merupakan kontraindikasi atau gagal mencegah emboli berulang
(Sukrisman, 2014).
42
Beberapa komplikasi yang dapat ditimbulkan DVT antara lain (Waheed et al.,
2021) :
1. Emboli paru
Emboli paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis atau percabangannya
akibat bekuan darah yang berasal dari tempat lain. Tanda dan gejalanya
tidak khas, seringkali pasien mengeluh sesak napas, nyeri dada saat
menarik napas, batuk sampai hemoptisis, palpitasi, penurunan saturasi
oksigen. Kasus berat dapat mengalami penurunan kesadaran, hipotensi
bahkan kematian. Standar baku penegakan diagnosis adalah dengan
angiografi, namun invasif dan membutuhkan tenaga ahli. Dengan
demikian, dikembangkan metode diagnosis klinis, pemeriksaan D-Dimer
dan CT angiografi.
2. Post-thrombotic syndrome
Post-thrombotic syndrome terjadi akibat inkompetensi katup vena yang
terjadi pada saat rekanalisasi lumen vena yang mengalami trombosis, atau
karena sisa trombus dalam lumen vena. Sindrom ini ditandai oleh bengkak
dan nyeri berulang dan progresif, dapat terjadi dalam 1 sampai 2 tahun
setelah kejadian DVT, pada 50% pasien. Pada beberapa pasien dapat
terjadi ulserasi (venous ulcer), biasanya di daerah perimaleolar tungkai.
Ulserasi dapat diberi pelembap dan perawatan luka. Setelah ulkus sembuh
pasien harus menggunakan compressible stocking untuk mencegah
berulangnya post thrombotic syndrome. Penggunaan compressible
stocking dapat dilanjutkan selama pasien mendapatkan manfaat tetapi
harus diperiksa berkala (Mazzolai et al., 2018).
3. Perdarahan akibat penggunaan antikoagulan
Prognosis dari DVT adalah baik, apabila pasien dapat didiagnosis secara cepat
dan tepat serta segera diberikan tata laksana yang adekuat. Banyak DVT akan
43
sembuh tanpa komplikasi. Post-thrombotic syndrome terjadi pada 43% pada dua
tahun pasca-DVT (30% ringan, 10% sedang, dan berat pada 3%). Adapun risiko
kambuhnya DVT cukup tinggi, mencapai 25%. Kematian dapat terjadi pada
sekitar 6% kasus DVT dan 12% kasus emboli paru dalam satu bulan setelah
diagnosis. Kematian dini setelah tromboemboli vena sangat terkait dengan gejala
emboli paru, usia lanjut, kanker, dan penyakit kardiovaskular yang mendasari
(Waheed et al., 2021).
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, I. W. L., Suega, K., Bakta, I. M., and Bali, R. S. D., 2013. Trombosis
Vena Dalam. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB) XXI. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
Baarslag, H. J., Koopman, M. M., Hutten, B. A., Homan, M. W. L., Büller, H. R.,
Reekers, J. A., and van Beek, E. J., 2004. Long-Term Follow-Up of Patients
with Suspected Deep Vein Thrombosis of The Upper Extremity: Survival,
Risk Factors and Post-Thrombotic Syndrome. Eur J Intern Med, 15(8),
pp.503-507.
Bates, S. M., Jaeschke, R., Stevens, S. M., Goodacre, S., Wells, P.S., Stevenson,
M. D., Kearon, C., Schunemann, H. J., Crowther, M., Pauker, S. G., et al.,
2012. Diagnosis of DVT: Antithrombotic Therapy and Prevention of
Thrombosis: American College of Chest Physicians Evidence-Based Clinical
Practice Guidelines. Chest, 141(2), pp.e351S-e418S.
Bernardi, E., and Camporese, G., 2018. Diagnosis of Deep-Vein Thrombosis.
Thromb Res, 163, pp.201-206.
Chung, W. S., Lin, C. L., and Kao, C. H., 2015. Diabetes Increases The Risk of
Deep-Vein Thrombosis and Pulmonary Embolism. Thrombosis and
haemostasis, 114(10), pp.812-818.
Clark, C., and Cotton, L.T., 1968. Blood-Flow in Deep Veins of Leg: Recording
Technique and Evaluation of Methods to Increase Flow During Operation.
Journal of British Surgery, 55(3), pp.211-214.
Comerota, A., 2014. Etiology. Practical Phlebology Deep Vein Thrombosis. CRC
Press Taylor & Francis Group. Boca Raton.
Constans, J., Salmi, L. R., Sevestre-Pietri, M. A., Perusat, S., Nguon, M., Degeilh,
M., Labarere, J., Gattolliat, O., Boulon, C., Laroche, J. P., et al., 2008. A
Clinical Prediction Score for Upper Extremity Deep Venous Thrombosis.
Thromb Haemost, 99(01), pp.202-207.
Di Nisio, M., van Es, N., and Büller, H. R., 2016. Deep Vein Thrombosis and
Pulmonary Embolism. The Lancet, 388(10063), pp.3060-3073.
Douketis, J. D., 2021. Deep Venous Thrombosis (DVT) - Cardiovascular
Disorders - MSD Manual Professional Edition. MSD Manual Professional
Edition [Internet]. Available at :
https://www.msdmanuals.com/professional/cardiovascular-disorders/periphera
l-venous-disorders/deep-venous-thrombosis-dvt#:~:text=Deep%20venous
%20thrombosis%20(DVT)%20is,or%20dysfunction%2C%20or%20cause
%20hypercoagulability
Eisenberger, A., and Westhoff, C., 2014. Hormone Replacement Therapy and
Venous Thromboembolism. J Steroid Biochem Mol Biol, 142, pp.76-82.
46
ELsaid, A. S., AlQattan, A. S., Elashaal, E., AlSadery, H., AlGhanmi, I., and
Aldhafery, B. F., 2019. The Ugly Face of Deep Vein Thrombosis: Phlegmasia
Cerulea Dolens—Case Report. Int J Surg Case Rep, 59, pp.107-110.
Engbers, M. J., van Hylckama Vlieg, A., and Rosendaal, F. R., 2010. Venous
Thrombosis in The Elderly: Incidence, Risk Factors, and Risk Groups. J
Thromb Haemost, 8(10), pp.2105-2112.
Farmer-Boatwright, M. K., and Roubey, R. A., 2009. Venous Thrombosis in The
Antiphospholipid Syndrome. Arterioscler Thromb Vasc Biol, 29(3), pp.321-
325.
Fernandes, C. J., Morinaga, L. T., Alves, J. L., Castro, M. A., Calderaro, D.,
Jardim, C. V., and Souza, R., 2019. Cancer-Associated Thrombosis: The
When, How and Why. Eur Respiratory Soc, 28(151).
Goldhaber, S., 2018. Deep Venous Thrombosis and Pulmonary
Thromboembolism. Harrison’s Principles of Internal Medicine, 20th edn.
McGraw-Hill. New York.
Goldhaber, S. Z., and Bounameaux, H., 2012. Pulmonary Embolism and Deep
Vein Thrombosis. The Lancet, 379(9828), pp.1835-1846.
Hoffbrand, A. V., and Moss, P., 2015. Essential Haematology. Wiley Blackwell.
Chichester.
Koupenova, M., Kehrel, B. E., Corkrey, H. A., and Freedman, J. E., 2017.
Thrombosis and Platelets: An Update. Eur Heart J, 38(11), pp.785-791.
Kumar, V., Abbas, A., Fausto, N., and Mitchell, R., 2007. Robbins Basic
Pathology, 8th edn., Saunders/Elsevier. Philadelphia. pp. 79-93.
Langevelde, K., Šrámek, A., and Rosendaal, F. R., 2010. The Effect of Aging on
Venous Valves. Arteriosclerosis, Thrombosis, and Vascular Biology, 30(10),
pp.2075-2080.
Lim, W., Le Gal, G., Bates, S. M., Righini, M., Haramati, L. B., Lang, E., Kline,
J. A., Chasteen, S., Snyder, M., Patel, P., et al., 2018. American Society of
Hematology 2018 Guidelines for Management of Venous Thromboembolism:
Diagnosis of Venous Thromboembolism. Blood Advances, 2(22), pp.3226-
3256.
Line, B. R., 2001. Pathophysiology and Diagnosis of Deep Venous Thrombosis.
Seminars in Nuclear Medicine, 31(2), pp. 90-101.
Mazzolai, L., Aboyans, V., Ageno, W., Agnelli, G., Alatri, A., Bauersachs, R.,
Brekelmans, M.P., Büller, H.R., Elias, A., Farge, D., and Konstantinides, S.,
2018. Diagnosis And Management of Acute Deep Vein Thrombosis: A Joint
Consensus Document from The European Society of Cardiology Working
Groups of Aorta and Peripheral Vascular Diseases and Pulmonary Circulation
and Right Ventricular Function. Eur Heart J, 39(47), pp.4208-4218.
47
Patel, K., and Chun, L., 2019. Deep Venous Thrombosis (DVT): Practice
Essentials, Background, Anatomy. Medscape [Internet]. Available at :
https://emedicine.medscape.com/article/1911303-overview
Sherwood, L., and Ward, C., 2019. Human Physiology from Cells to Systems, 4th
Canadian edn. Nelson Education Ltd. Toronto. pp. 433-458.
Silverstein, M. D., Heit, J. A., Mohr, D. N., Petterson, T. M., O’Fallon, W. M.,
and Melton, L. J., 1998. Trends in The Incidence of Deep Vein Thrombosis
and Pulmonary Embolism: A 25-Year Population-Based Study. Arch Intern
Med, 158(6), pp.585-593.
Sirlak, M., Inan, M. B., Cetintas, D., and Ozcinar, E., 2012. Risk Factors of Deep
Vein Thrombosis. Deep Vein Thrombosis. InTech. Rijeka.
Spiezia, L., Campello, E., Bon, M., Tison, T., Milan, M., Simioni, P., and
Prandoni, P., 2013. ABO Blood Groups and The Risk of Venous Thrombosis
in Patients with Inherited Thrombophilia. Blood Transfus, 11(2), p.250.
Available at : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3626477/
Stewart, G. J., Ritchie, W. G., and Lynch, P. R., 1974. Venous Endothelial
Damage Produced by Massive Sticking and Emigration of Leukocytes. Am J
Pathol, 74(3), p.507. Available at :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1910801/
Stone, J., Hangge, P., Albadawi, H., Wallace, A., Shamoun, F., Knuttien, M. G.,
Naidu, S., and Oklu, R., 2017. Deep Vein Thrombosis: Pathogenesis,
Diagnosis, and Medical Management. Cardiovasc Diagn Ther, 7(S3), p.S276.
Available at : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5778510/
Sukrisman, L., 2014. Trombosis Vena Dalam dan Emboli Paru. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Edisi VI. Interna Publishing. Jakarta.
Thachil, J., 2014. Deep Vein Thrombosis. Hematology, 19(5), pp.309-310.
van Es, N., Bleker, S. M., Di Nisio, M., Kleinjan, A., Beyer-Westendorf, J.,
Camporese, G., Kamphuisen, P. W., Büller, H. R., Bossuyt, P. M, 2016. A
Clinical Decision Rule and D-dimer Testing to Rule Out Upper Extremity
Deep Vein Thrombosis in High-Risk Patients. Thrombosis Research, 148,
pp.59-62.
Waheed, S. M., Kudaravalli, P., and Hotwagner, D. T., 2021. Deep Vein
Thrombosis. StatPearls [Internet]. Available at :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507708/
Zhou, S., and Welsby, I., 2014. Is ABO Blood Group Truly A Risk Factor for
Thrombosis and Adverse Outcomes?. World J Cardiol, 6(9), p.985. Available
at : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4176807/