Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi industri berdampak pada

peningkatan mobilitas masyarakat. Kondisi ini menyebabkan peningkatan


kejadian kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh
nomor tiga di Indonesia setelah penyakit jantung dan stroke. Setiap tahun sekitar
60 juta penduduk Amerika Serikat mengalami trauma dan 50% diantaranya
memerlukan tindakan medis, dimana 3,6 juta (12 %) diantaranya membutuhkan
perawatan di Rumah Sakit. Diantara pasien fraktur tersebut terdapat 300 ribu
orang menderitakecacatan yang bersifat menetap sebesar 1% sedangkan 30%
mengalami kecacatan sementara.1
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi
akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan
biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Femur merupakan tulang
terkeras dan terpanjang pada tubuh, oleh karena itu butuh kekuatan benturan yang
besar untuk menyebabkan fraktur pada femur. Insiden fraktur femur sebesar 1-2
kejadian pada per 10.000 jiwa penduduk setiap tahunnya. Kebanyakan
penderitaberusia produktif antara 25 65 tahun, laki-laki lebih banyak menderita
terutama pada usia 30tahun. Penyebab fraktur sangat bervariasi, baikakibat
kecelakaan ketika mengendarai mobil, sepeda motor, dan kecelakaan ketika
rekreasi.1,2
Fraktur femur dapat menyebabkan pasien jatuh ke dalam syok. Oleh karena
itu insidensi fraktrur femus harus segera ditangani sebagai suatu kegawat
daruratan. Berdasarkan latar belakang diatas dan melihat besarnya komplikasi
yang ditimbulkan fraktur femur, maka penulis tertarik untuk membuat suatu
literatur khusus yang membahas mengenai Fraktur Femur ini.
1.2. Tujuan Penulisan
1. Memahami anatomi femur, definisi, etiologi, klasifikasi dan manifestasi
klinis, diagnosis, penatalaksanaan fraktur femur dan komplikasi.
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan karya ilmiah dibidang ilmu
kedokteran.

3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian


Ilmu Bedah RSUD Solok.
1.3. Metode Penulisan
Metode penulisan referat ini adalah menggunakan metode tinjauan pustaka
dengan mengacu kepada beberapa literatur.

BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Antomi Tulang Femur


Femur adalah tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh, meneruskan
berat tubuh dari os coxae kepada tibia sewaktu kita berdiri. Caput femoris
menganjur kea rah kraniomedial dan agak ke ventral sewaktu bersendi dengan
acetabulum. Ujung proksimal femur terdiri dari sebuah caput femoris, collum
femoris, dan dua trochanter (trochanter major dan trochanter minor). Caput
femoris dan collum femoris membentuk sudut (115-140o) terhadap poros panjang
corpus femoris; sudut ini bervariasi dengan umur dan jenis kelamin. Jika sudut ini
berkurang, keadaanya dikenal sebagai coxa vera; jika sudut bertambah, keadaan
disebut coxa valga. Meski arsitektur demikian memungkinkan daya gerak femur
pada articulatio coxae yang lebih besar pada collum femoris. Corpus femoris
berbentuk lengkung, yakni cembung ke arah anterior. Ujung distal femur berakhir
menjadi dua condylus yaitu epicondylus medialis dan epicondylus lateralis yang
melengkung bagaikan ulir.1,3,4

Gambar 2. Ligamentum

Caput membentuk dua pertiga dari bulatan dan bersendi dengan


acetabulum os coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea
capitis, yang berguna sebagai tempat melekatnya ligamentun capitis femoris.
Sebagian suplai darah untuk caput femoris dari arteri obturatoriadihantarkan
melalui ligamentum ini dan memasuki tulang melalui fovea capitis.4
Collum yang menghubungkan caput dengan corpus berjalan ke bawah,
belakang, dan lateral serta membentuk sudut 125 dan lebuh kecil pada
perempuan dengan sumbu panjang corpus femoris. Besarnya sudut ini dapat
berubah karena adanya penyakit. 4
Trochanter mayor dan minor merupakan tonjolan yang besar pada taut
antara collum dan corpus. Linea intertrocanterica menghubungkan kedua trocanter
ini di bagian anterior, tempat melekatnya ligamentum iliofemorale dan di bagian
posterior oleh crista intertrochanterica yang menonjol, pada crista ini terdapat
tuberculum quadratum.4
Corpus femoris permukaan anteriornya lebih licin dan bulat, sedangkan
permukaan posterior mempunyai rigi yang disebut linea asoera. Pada linea ini
melekat otot-otot dan septa intermuskularis. Garis tepi linea melebar ke atas dan
ke bawah. Tepi medial berlanjut ke distal sebagai crista supracondylaris medialis
yang menuju ke tuberculum adductorum pada condylus medial. Tepi lateral
melanjutkan diri ke distal sebagai crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan
posterior corpus, tepatnya dibawah trochanter major terdapat tuberositas glutea
sebagai tempat melekatnya musculus gluteus maximus. Corpus melebar kearah
ujung distalnya dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan
posteriornya yang disebut facies poplitea.4
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis yang bagian
posteriornya dipisahkan oleh insisura intercondylaris. Permukaan anterior
condylus ikut serta dalam pembentukan articulatio genu. Diatas condylus terdapat
epicondylus lateralis dan medialis. Tuberkulum adductorum dilanjutkan oleh
epicondylus medialis.4
Ruang fascia anterior tungkai atas diisi oleh musculus sartorius, muskulus
iliacus, musculus psoas, musculus pectineus dan musculus cuadriceps femoris.
Dipersarafi oleh nervus femoralis ruang anterior facia tungkai atas dialiri

pembuluh darah arteri femoralis. Ruang fascia medial tungkai atas diisi oleh
musculus gracilis, musculus adductor longus, musculus adductor magnus,
musculus obturatorius externus dengan dipersarafi oleh nervus obturatorius ruang
fascial medial diperdarahi oleh arteri profunda femoris dan arteri obturatoria.
Ruang fascia posterior tungkai atas diisi oleh musculus biceps femoris, msculus
semitendinosus, musculus semimembranosus, dan sebagian kecil musculus
adductor magnus (otot-otot hamstring)/ dipersarafi oleh nervus ischiadicus ruang
fascia posterior tungkai atas diperdarahi oleh cabang-cabang arteri profunda
femoris.4

Gambar 3. Regio Femor Dilihat dari Depan

Gambar 4. Arteri dan Vena Pada Extremitas Inferior


2.2. Fraktur Femur
2.2.1. Definisi
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial. Fraktur tidak selalu
disebabkan oleh trauma berat; kadang-kadang trauma ringan saja dapat
menimbulkan fraktur bila tulangnya sendiri terkena penyakit tertentu. Juga trauma
ringan yang terus menerus dapat menimbulkan fraktur.1,2
Fraktur patologik adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang sebelumnya
telah mengalami proses paotologik, misalnya tumor tulang primer atau sekunder,
mieloma multipel, kista tulang, osteomielitis, dan sebagainya. Trauma ringan saja
sudah dapat menimbulakan fraktur.1
Fraktur stress disebabkan oleh trauma ringan tetapi terus menerus,
misalnya fraktur fibula pada pelari jarak jauh, frkatur tibia pada penari balet, dan
sebagainya.1
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang femur.
Penyebab tersering adalah akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh
dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Femur
merupakan tulang terkeras dan terpanjang pada tubuh, oleh karena itu butuh
kekuatan benturan yang besar untuk menyebabkan fraktur pada femur. Patah pada
daerah ini dapat disertai perdarahan hebat karena femur didarahi oleh arteri besar
(arteri femoralis). Pemeriksaan tanda-tanda perdarahan wajib dilakukan pada
fraktur tertutup (perabaan pulsasi arteri). Pada fraktur terbuka, bebat tekan
merupakan pilihan utama untuk membantu mengurangi perdarahan. Perdarahan
yang cukup banyak dapat mengakibatkan penderita jatuh ke dalam syok.2
2.2.2. Etiopatogenesa
Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan,
kita harus mengetahui kondisi fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat
menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat
menahan kompresi dan tekanan memuntir (shearing).2
Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan
membengkok, memutar dan tarikan. Trauma dapat bersifat :

a. Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya
bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
b. Trauma tidak langsung
Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke
daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan
tangan extensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada
keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
Berdasarkan penyebab terjadinya fraktur femur, dapat dibedakan menjadi
tiga berdasarkan besar energi penyebab trauma, yaitu:
a. High energy trauma atau trauma karena energi yang cukup besar,
jenis kecelakaan yang menyebabkan terjadinya fraktur jenis ini
antara lain adalah trauma kecelakaan bermotor (kecelakaan sepeda
motor, kecelakaan mobil, pesawat jatuh, dsb), olahraga yang
berkaitan dengan kecepatan seperti misalnya: ski, sepeda balap,
naik gunung; jatuh, jatuh dari tempat tinggi; serta luka tembak.
b. Low energy trauma atau trauma karena energi yang lemah, karena
struktur femur adalah sturktur yang cukup kuat, ada kecenderungan
trauma karena energi yang lemah lebih disebabkan karena tulang
kehilangan

kekuatannya

terutama

pada

orang-orang

yang

mengalami penurunan densitas tulang karena osteoporosis;


penderita kanker metastasis tulang dan orang yang mengkonsumsi
kortikosteroid jangka panjang juga beresiko tinggi mengalami
fraktur femur karena kekuatan tulang akan berkurang.
c. Stress fracture atau fraktur karena tekanan, penyebab ketiga dari
fraktur femur adalah tekanan atau trauma yang berulang. Trauma
jenis ini mengakibatkan jenis fraktur yang berbeda karena biasanya
terjadi secara bertahap. Trauma tekanan berulang mengakibatkan
kerusakan internal dari struktur arsitektur tulang. Fraktur jenis ini
seringkali terjadi pada atlet atau pada militer yang menjalani

pelatihan yang berat. Fraktur jenis ini biasanya mempengaruhi area


corpus femoris.
Tekanan pada tulang dapat berupa :

Tekanan berputar yang dapat menyebabkan fraktur bersifat spiral


atau oblik
Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal
Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur
impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi
Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur komunitif atau
memecah misalnya pada bahan vertebra.
Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu
akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z
Fraktur oleh karena remuk
Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik
sebagian tulang.2

2.2.3. Klasifikasi Fraktur


A. Secara Umum
Secara umum, fraktur dapat dibedakan berdasarkan:
1.

Klasifikasi etiologis:
Fraktur traumatik
o Yang terjadi karena trauma yang tiba-tiba
Fraktur patologis
o Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis di dalam tulang
Fraktur stres
o Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu
tempat tertentu.

2.

Klasifikasi klinis
Fraktur tertutup (simple fracture)
o Adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan
dunia luar.
Fraktur terbuka (compound fracture)
o Adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar
melalui lika pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from
within (dari dalam) atau from without (dari luar)

Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)


o Adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya
malunion, delayed union, nonunion, infeksi tulang.

Derajat
I

Luka

Kerusakan Jaringan

Luka akibat

Sedikit kerusakan

Fraktur simpel,

tusukan fragmen

jaringan, tidak terdapat

transversal, oblik

tulang, bersih,

tanda trauma yang hebat

pendek atau sedikit

ukuran < 1 cm
II

III

Fraktur

kominutif

Luka > 1 cm,

Kerusakan jaringan

Dislokasi fragmen

sedikit

sedang, tidak ada avulsi

tulang jelas

terkontaminasi

kulit

Luka lebar, rusak

Kerusakan jaringan hebat

Kominutif,

hebat, kontaminasi

termasuk otot, kulit, dan

segmental, fragmen

hebat

struktur neurovaskuler

tulang ada yang


hilang

IIIa

IIIb

Jaringan lunak cukup

Kominutif atau

menutup tulang yang

segmental yang

patah

hebat

Kerusakan hebat dan

Kominutif yang

kehilangan jaringan,

hebat

terdapat pendorongan
periosteum, tulang
terbuka
IIIc

Kerusakan arteri yang

Kominutif yang

memerlukan perbaikan

hebat

tanpa memperhatikan
tingkat kerusakan
jaringan lunak
Tabel 1. Derajat Fraktur Terbuka
3.

Klasifikasi radiologis

Klasifikasi ini berdasarkan atas :


1. Lokalisasi
Diafisial
Metafisial
Intra-artikuler
Fraktur dengan dislokasi

Gambar 5. klasifikasi fraktur menurut lokalisasi


a. Fraktur diafisis
c. Dislokasi dan fraktur
b. Fraktur metafisis
d. Fraktur intra-artikule
2
*Dikutip dari kepustakaan
2. Konfigurasi
Fraktur transversal
Faktur oblik
Fraktur spiral
Fraktur Z
Fraktur segmental
Fraktur komunitif, fraktur lebih dari dua fragmen
Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi
Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya
fraktur epikondilus humeri, fraktur patela

10

Fraktur depresi, karena trauma langsung misalnya pada tulang


tengkorak
Fraktur impaksi
Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah
pada fraktur vertebra, patela, talus, kalkaneus
Fraktur epifisis

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Gambar 6. klasifikasi fraktur sesuai konfigurasi.


Transversal
Oblik
Spiral
Kupu-kupu
Komunitif
Segmental
Depresi
*Dikutip dari kepustakaan 2

3. Menurut Ekstensi
a. Fraktur komplit
Apabila garis patah yang melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang.
b. Fraktur inkomplit
Apabila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang, seperti
buckle fracture, hairline fracture, dan green stick fracture.

11

Gambar 7. Beberapa gambaran radiologik konfigurasi fraktur


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Transversal
Oblik
Segmental
Spiral dan segmental
Komunitif
Segmental
Depresi
*Dikutip dari kepustakaan 2

4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya


Tidak bergeser (undisplaced)
Bergeser (displaced)
Bergeser dapat terjadi dalam 6 cara :
a) Bersampingan
b) Angulasi
c) Rotasi
d) Distraksi
e) Over-riding
f) Impaksi

12

Gambar 8. Fraktur Berdasarakan Hubungan Antar Fragmen


*Dikutip dari kepustakaan 2
B. Klasifikasi Fraktur Femur
1. Fraktur proximal/ leher femur
2. Fraktur batang femur
3. Fraktur distal femur
1. Fraktur Proximal/ leher Femur
Fraktur kolum femur sering terjadi pada usia 60 tahun dan lebih sering
pada wanita yang disebabakan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi proses
penuaan dan osteoporosis pascamenopouse. 7
Fraktur collum femur disebabkan oleh trauma yang biasanya terjadi karena
kecelakaan, jatuh dari ketinggian atau jatuh dari sepeda dan biasanya disertai
trauma pada tempat lain. Jatuh pada daerah trokanter baik karena kecelakaan lalu
lintas atau jatuh dari tempat yang tidak terlalu tinggi seperti terpeleset di kamar
mandi di mana panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi dapat menyebabkan
fraktur collum femur. 7
Anamnesis biasanya menunjukkan adanya riwayat jatuh dari ketinggian
disertai nyeri panggul terutama daerah inguinal depan. Tungkai pasien dalam
posisi rotasi lateral dan anggota gerak bawah tampak pendek. Sering dapat dilihat
pemendekan bila dibandingkan tungkai kiri dengan kanan. Jarak antara trokanter
mayor dan spina iliaka anterior superior lebih pendek karena trokanter menjadi
lebih tinggi akibat pergeseran tungkai ke kranial. Penderita umumnya datang
dengan keluhan nyeri dan tidak bisa berjalan setelah terjatuh. Umumnya,
penderita tidur dengan tungkai bawah dalam keadaan sedikit fleksi dan eksorotasi
serta memendek.7
Fraktur kolum femur dibagi atas intra- (rusaknya suplai darah ke head
femur) dan extra- (suplai darah intak) capsular.
- Intracapsular fraktur
Intracapsular fraktur termasuk femoral head dan collum femur
Capital
: uncommon
Subcapital
: common
Transcervical : uncommon
Basicervical : uncommon

13

Gambar

9.

Itracapsular

Fracture
*Dikutip dari kepustakaan 4
-

Extracapsular fraktur
Extracapsular fraktur termasuk trochanters
Intertrochanteric
Subtrochanteric

Gambar 10. Extracapsular fracture


*Dikutip dari kepustakaan 4
Patah tulang intrakapsular umumnya sukar mengalami pertautan (union);
dan cenderung terjadi nekrosis avaskular kaput femur. Patah tulang kolum femur
yang terletak intra-artikuler sukar sembuh karena perdarahan pada bagian
proksimal sangat terbatas sehingga memerlukan fiksasi kokoh untuk waktu yang
cukup lama.7
Berikut ini adalah klasifikasi fraktur collum femur berdasarkan Garden8,9

Stadium I adalah fraktur yang tak sepenuhnya terimpaksi.


Stadium II adalah fraktur lengkap tetapi tidak bergeser.
Stadium III adalah fraktur lengkap dengan pergeseran sedang.
Stadium IV adalah fraktur yang bergeser secara hebat.

Gambar 11. Klasifikasi fraktur collum femur menurut Garden2


A. Stadium I
B. Stadium II

C. Stadium III
D. Stadium IV

Selain Garden, Pauwel juga membuat klasifikasi berdasarkan atas sudut


inklinasi collum femur seperti yang tertera pada gambar 4.2, yaitu sebagai
berikut:2

Tipe I, yaitu fraktur dengan garis fraktur 30.


Tipe II, yaitu fraktur dengan garis fraktur 50.

14

Tipe III, yaitu fraktur dengan garis fraktur 70.

Gambar 12. Klasifikasi fraktur collum femur menurut Pauwel2


A. Tipe I

B. Tipe II

C. Tipe III

Pada foto polos penting dinilai pergeseran melalui bentuk bayangan yang
tulang yang abnormal dan tingkat ketidakcocokan garis trabekular pada kaput
femoris dan ujung collum femur. Penilaian ini penting karena fraktur yang
terimpaksi atau tak bergeser (stadium I dan stadium II berdasarkan Garden) dapat
membaik setelah fiksasi internal, sementara fraktur yang bergeser sering
mengalami non-union dan nekrosis avaskular.8
Pengobatan fraktur collum femur dapat berupa

konservatif dengan

indikasi yang sangat terbatas dan terapi operatif. Pengobatan konservatif dengan
traksi tulang dapat dilakukan pada fraktur tulang trokanter, dengan paha dalam
posisi fleksi dan abduksi selama 6-8 minggu.
Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan baik pada orang dewasa
muda ataupun pada orang tua karena semua patah tulang di daerah ini umumnya
tidak stabil sehingga tidak ada cara reposisi tertutup terhadap frkatur ini, kecuali
jenis fraktur impaksi, baik yang subservikal maupun yang basal. Fraktur collum
femur harus ditatalaksana dengan cepat dan tepat sekalipun merupakan fraktur
collum femur stadium I. jika tidak, maka akan berkembang dengan cepat menjadi
fraktur collum femur stadium IV. Sehingga perlu reduksi yang akurat dan stabil
dan diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah komplikasi.
Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu pemasangan pin, pemasangan plate dan
screw, dan artroplasti yang dilakukan pada penderita umur di atas 55 tahun,
berupa: eksisi artroplasti, herniartroplasti, dan artroplasti total. 2
15

Ketidakstabilan patah tulang ini disebabkan kontraksi dan tonus otot besar
dan kuat antara tungkai dan tubuh yang menjembatani patah tulang, yaitu
m.iliopsoas, otot gluteus, kuadrisepss femoris, fleksor femur, dan aduktor femur.
Inilah yang menggangu keseimbangan garis fraktur. Adanya osteoporosis tulang
mengakibatkan tidak tercapainya fiksasi kokoh oleh pin pada fiksasi interna.
Selain itu, periosteum frgamen intrakapsular leher femur tipis sehingga
kemampuannya dalam penyembuha tulang terbatas. Karena itu, pertautan frgamen
fraktur hanya bergantung pada pembentukan kalus endosteal. Yang penting adalah
pemulihan aliran darah ke kolum dan kaput femur yang robek pada saat terjadi
fraktur.7
Penanganan nekrosis avaskular kaput femur dengan atau tanpa gagalpertautan juga berupa eksisi kaput dan leher femur kemudian diganti dengan
prostesis metal.7
Penderita fraktur leher femur impaksi biasanya dapat berjalan selama
beberapa hari setelah jatuh sebelum tmbul keluhan. Umumnya gejala yang timbul
minimal dan panggul yang terkena dapat secara pasif digerakkan tanpa nyeri.
Frkatur ini biasanya sembuh dalam waktu tiga bulan tanpa tindakan operasi, tetapi
bila tidak sembuh atau terjadi disimpaksi yang tidak stabil atau nekrosis avaskular,
penanganannya sama dengan di atas.7
Pada fraktur kolum femur, dapat terjadi kompllikasi. Komplikasi
tergantung dari beberapa faktor, yaitu:2

Komplikasi yang bersifat umum: trombosis vena, emboli paru,

pneumonia, dekubitus
Nekrosis avaskuler kaput femur
Komplikasi ini biasanya terjadi pada 30% pasien fraktur collum femur
dengan pergeseran dan 10% pada fraktur tanpa pergeseran. Apabila
lokasilisasi fraktur lebih ke proksimal maka kemungkinan untuk terjadi

nekrosis avaskuler menjadi lebih besar.


Nonunion
Lebih dari 1/3 pasien fraktur collum femur tidak dapat mengalami
union terutama pada fraktur yang bergeser. Komplikasi lebih sering
pada fraktur dengan lokasi yang lebih ke proksimal. Ini disebabkan
karena vaskularisasi yang jelek, reduksi yang tidak akurat, fiksasi yang
tidak adekuat, dan lokasi fraktur adalah intraartikuler. Metode

16

pengobatan tergantung pada penyebab terjadinya nonunion dan umur

2.

penderita.
Osteoartritis sekunder dapat terjadi karena kolaps kaput femur atau

nekrosis avaskuler
Anggota gerak memendek
Malunion
Malrotasi berupa rotasi eksterna

Fraktur Batang Femur


Pada patah tulang diafisis femur biasanya pendarahan dalam cukup luas

dan besar sehingga dapat menimbulkan syok. Secara klinis penderita tidak dapat
bangun, bukan saja karena nyeri, tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur.
Biasanya seluruh tungkai bawah terotasi ke luar, terlihat lebih pendek, dan
bengkak pada bagian proksimal sebagai akibat pendarahan ke dalam jaringan
lunak. Pertautan biasanya diperoleh dengan penanganan secara tertutup, dan
normalnya memerlukan waktu 20 minggu atau lebih.6

Gambar 13.a.

Gambar 13.b.

Comminuted mid-femoral shaft fracture

Femoral

postinternal

fixation.

shaft

fracture

*Dikutip dari kepustakaan 5


a. Fraktur Batang Femur Pada Anak
Fraktur batang femur pada bayi tidak jarang terjadi akibat trauma
opersalinan. Secara klinis, bayi yang bersangkutan tidak mau menggerakkan
tungkai yang patah sehingga kadang dianggap lumpuh (pseudoparalisis).

17

Tindakan terbaik adalah membidai kedau tungkai dengan pembalut ke abdomen


seperti posisi intrauteri selama 10 hari.7
Penanganan fraktur batang femur untuk anak di bawah tiga tahun adalah
traksi kulit menururt Bryant. Kedua tungkai ditraksi ke atas dengan paha dalam
posisi fleksi 90o dan abduksi sedikit. Traksi dilakukan dengan pita plester lebar.
Beban traksi dianggap cukup jika pantat anak persis terangkat. Untuk anak di atas
tiga tahun dilakukan traksi kulit menurut Hamilton Russel. Traksi dikenakan pada
tungkai yang patah, dengan panggul dalam posisi fleksi 40 o . Dapat juga dilakukan
traksi kulit menurut Buck, yaitu traksi dengan tungkai bawah dalam keadaan
ekstensi. Traksi dipasang selama 3-4 minggu dan penderita dipulangkan dengan
gips spika panggul selama 3-4 minggu. Aliran darah tungkai yang digantung
dengan traksi kulit pada anak perlu dipantau setiap hari untuk menghindari
iskemia. Iskemia tungkai akan mengakibatkan anak sangat kesakitan dan
ekstremitas menjadi pucat, kebiruan dan denyut nadi menghilang. Bila terjadi
iskemia, traksi harus segera dihentikan.7
Traksi pada anak berupaya agar posisi fragmen fraktur menjadi segaris,
rotasi tungkai bagian distal fraktur terkoreksi, dan perpendekan tungkai tidak
lebih dari satu sentimeter. Perpendekan ini nantinya akan terkoreksi oleh
pertumbuhan berlebih femur yang patah. Pertumbuhan berlebih ini terjadi karena
adanya hyperemia relative pada cakram pertumbuhan tungkai yang patah.7
b. Fraktur Batang Femur Dewasa
Pada patah tulang diafisis femur biasanya perdarahan perdarahan dalam
cukup luas dan besar sehingga dapat menimbulkan syok. Secara klinis penderita
tidak dapat bangun, bukan saja karena nyeri tetapi juga karena ketidakstabilan
fraktur. Biasanya seluruh tungkai bawah terotasi keluar ke luar, terlihat lebih
pendek, dan bengkak pada bagian proksimal sebagai akibat perdarahan ke dalam
jaringan lunak. Pertautan biasanya diperoleh dengan penanganan secara tertutup.
Normalnya, diperluakn waktu 20 minggu atau lebih. Fraktur yang dapat diatasi
dengan traksi ialah fraktur intertrokanter dan subtrokanter, diafisis oblik,
segmental, dan komunitif, fraktur suprakondiler tanpa dislokasi berat, dan fraktur
kondilus femur. 7

18

Pada orang dewasa, fraktur ditangani secara konservatif dengan traksi


skelet pada tuberositas tibia maupun suprakondiler. Cara ini biasanya berhasil
mempertautkan fraktur femur. Yang penting ialah latihan otot dan gerakan sendi,
terutama m. kuadriseps otot tungkai bawah, lutut dan pergelangan kaki. Traksi
skelet memerlukan waktu istirahat di tempat tidur yang lama sehingga untuk
mempercepat mobilisasi dan memperpendek masa istirahat di tempat tidur,
dianjurkan dilakukan ORIF. Fiksasi interna biasanya berupa pin Kuntscher
intramedular. Untuk fraktur yang tidak stabil seperti fraktur batang femur yang
kominutif atau fraktur batang femur bagian distal, pin intramedular dapat
dikombinasi dengan pelat untuk netralisasi rotasi.7
3.

Fraktur Distal Femur1


Supracondylar
o
Nondisplaced
o
Displaced
o
Impacted
o
Continuited

Gambar 14. Fraktur distal femur


*Dikutip dari kepustakaan 4
Condylar
Intercondylar
Fraktur suprakondiler femur2
Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur
dan batas metafisis dengan diafisis femur. Fraktur terjadi karena tekanan varus
atau valgus disertai kekuatan aksial dan putaran. Klasifikasi fraktur suprakondiler
femur terbagi atas: tidak bergeser, impaksi, bergeser, dan komunitif, yang dapat
dilihat pada gambar 15.

19

Gambar 15. Klasifikasi fraktur suprakondiler2


A. Fraktur tidak bergeser
B. Fraktur impaksi

C&D. Fraktur bergeser


E. Fraktur komunitif

Gambaran klinis pada pasien ditemukan riwayat trauma yang disertai


pembengkakan dan deformitas pada daerah suprakondiler. Krepitasi mungkin
ditemukan.
Pengobatan dapat dilakukan secara konservatif, berupa: traksi berimbang
dengan mempergunakan bidai Thomas dan penahan lutut Pearson, Cast-bracing,
dan spika panggul. Terapi operatif dapat dilakuan pada fraktur terbuka atau
adanya pergeseran fraktur yang tidak dapat direduksi secara konservatif. Terapi
dilakukan dengan mempergunakan nail-plate dan screw dengan macam-macam
tipe yang tersedia.
Komplikasi dini yang dapat terjadi berupa: penetrasi fragmen fraktur ke
kulit yang menyebabkan fraktur menjadi terbuka, trauma pembuluh darah besar,
dan trauma saraf. Komplikasi lanjut dapat berupa malunion dan kekakuan sendi
lutut.
2.2.4. Diagnosis
a. Anamnesa
Pada anamnesis biasanya didapatkan adanya riwayat trauma, baik yang
hebat maupun trauma ringan diikuti dengan rasa nyeri dan ketidakmampuan untuk
menggunakan ekstremitas bawah. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat,
karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin terjadi di
daerah lain. Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera
(posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut.
Riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obatobatan yang dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta
penyakit lain. Bila tidak ada riwayat trauma, teliti apakah ada kemungkinan
fraktur patologis.

20

b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
1.
Syok, anemia atau pendarahan
2.
Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang
3.

atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen


Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.2

Pemeriksaan Lokal:
1. Inspeksi (Look)

Bandingkan dengan bagian yang sehat


Perhatikan posisi anggota gerak
Keadaan umum penderita secara keseluruhan
Ekspresi wajah karena nyeri
Lidah kering atau basah
Adanya tanda-tanda anemia karena pendarahan
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak
untuk membedakan fraktur tertutup atau terbuka
Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai
beberapa hari
Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan
kependekan
Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma
pada organ-organ lain
Perhatikan kondisi mental penderita
Keadaan vaskularisasi.2

2. Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita
biasanya mengeluh sangat nyeri.
Hal-hal yang perlu diperhatikan :

Temperatur setempat yang meningkat

Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya


disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat

fraktur pada tulang


Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus
dilakukan secara hati-hati
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa
palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis
posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena Refilling

21

(pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal

daerah trauma, temperatur kulit.


Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk
mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai. 2

3. Pergerakan (Move)
Pergerakan
dengan

mengajak

penderita

untuk

menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal


dari daerah yang mengalami trauma. Kemudian dinilai adanya
keterbatasan

pada

pergerakan

sendi

tersebut(Range

of

movement). Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan


menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh
dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan
saraf.2
4. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara
sensoris dan motoris serta gradasi kelainan neurologis yaitu
neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelainan saraf
yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat
menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita
serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya. 2
5. Pemeriksaan radiologi
Macam-macam pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan
untuk menetapkan kelainan tulang dan sendi :
Foto Polos
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai
adanya fraktur. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis
diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi
fraktur. Untuk menghindarkan bidai yang bersifat radiolusen
untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan
radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis :
- Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
- Untuk konfirmasi adanya fraktur

22

Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi

fragmen serta pergerakannya


Untuk menentukan teknik pengobatan
Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau

ekstra-artikuler
Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru

Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:


-

Dua posisi proyeksi, dilakukan sekurang-kurangnya


yaitu pada antero-posterior dan lateral
Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto,
di atas dan di bawah sendi yang mengalami fraktur
Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan
foto pada ke dua anggota gerak terutama pada fraktur

epifisis.
Dua trauma,

pada

trauma

yang

hebat

sering

menyebabkan fraktur pada dua daerah tulang. Misalnya


pada fraktur kalkaneus atau femur, maka perlu dilakukan
-

foto pada panggul dan tulang belakang.


Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya
fraktur tulang skafoid foto pertama biasanya tidak jelas
sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari
kemudian.2

Gambar 16. Fraktur batang femur


*Dikutip dari kepustakaan 7
Pemeriksaan radiologis lainnya :

23

CT-Scan

: suatu jenis pemeriksaan untuk melihat

lebih detail mengenai bagian tulang atau sendi, dengan membuat


foto irisan lapis demi lapis. Pemeriksaan ini menggunakan
pesawat khusus.8
MRI

: MRI dapat digunakan untuk memeriksa

hampir semua tulang, sendi, dan jaringan lunak. MRI dapat


digunakan untuk mengidentifikasi cedera tendon, ligamen, otot,
tulang rawan, dan tulang.9

Gambar 17. MRI, kepala femur tampak pipih yang disebabkan


fraktur kompresi. *Dikutip dari kepustakaan 10
Arthografi
: memasukkan kontras positif kedalam
rongga sendi kemudian membuat foto AP dan lateral. Kontras
yang bisa dipakai urografin dan lain-lain.7

Gambar 18. MR Artografi pada proximal femur


*Dikutip dari kepustakaan 10
Pneumoartografi

: memasukkan kontras negatif, misalnya

udara atau o2 kedalam rongga sendi. Kemudian baru kita


membuat foto.8

24

Bone scanning

: dengan menyuntikkan bahan radioisotop

kedalam tubuh (IV), kemudian dibuat scanning pada tulang.


Biasanya dipakai Tc 99 m (technicium pertechneteit 99 m). Bisa
dilakukan whole body bone scanning.8
2.2.5. Penatalaksanaan
a. Prinsip Umum
Terdapat empat prinsip umum dalam penanganan fraktur, yaitu:
1.

Recognition, dengan mengetahui dan menilai keadaan fraktur dari


anamnesis, pemeriksaan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang

2.

sesuai untuk pengobatan dan komplikasi yang mungkin terjadi.


Reduction, reduksi fraktur apabila diperlukan. Posisi yang baik adalah
alignment dan aposisi yang sempurna. Reduksi terbaik adalah kontak

3.

minimal 50% dan overriding <0,5 inchi pada fraktur femur.


Retention, immobilisasi fraktur menggunakan Skin traction. Skin traction
merupakan pilihan terbaik dan tatalaksana yang dapat dilakukan oleh dokter

4.

umum9.
Rehabilitation, mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkin.
Selain empat prinsip di atas, terdapat beberapa tambahan prinsip pengobatan

bedah ortopedi seperti:


Jangan mebuat keadaan lebih buruk bagi penderita (Iatrogenik)
Pengobatan berdasarkan pada diagnosis dan prognosis yang tepat
Pilih jenis pengobatan yang sesuai dengan keadaan penyakit
-

penderita
Ciptakan kerja sama yang baik tanpa melupakan hukum
penyembuhan alami
Pengobatan yang praktis dan logis
Pilih pengobatan secara individu
Jangan melakukan pengobatan yang tidak perlu.2

Pengobatan bedah ortopedi secara umum mengikuti prinsip dasar


pengobatan penyakit lainnya dan berpedoman kepada hukum penyembuhan (law
of nature), sifat penyembuhan, serta sifat manusia pada umumya. Disamping
pemahaman tentang prinsip dasar pengobatan yang rasional, metode pengobatan
disesuaikan pula secara individu terhadap setiap penderita. Pengobatan yang

25

diberikan juga harus berdasarkan alasan mengapa tindakan ini dilakukan serta
kemungkinan prognosisnya.2
b. Metode Penanganan Kelainan Bedah Ortopedi
Pada umumnya penanganan pada bidang bedah ortopedi dapat dibagi
dalam tiga cara, yaitu:
1.

Tanpa pengobatan
Sekurang-kurangnya 50% penderita (tidak termasuk fraktur) tidak

memerlukan tindakan pengobatan dan hanya diperlukan penjelasan serta nasihatnasihat seperlunya dari dokter. Tapi tidak jarang penderita belum merasa puas bila
hanya diberikan nasihat (terutama oleh dokter umum) sehingga perlu dirujuk
kedokter ahli bedah tulang untuk penjelasan rinci tentang penyakit yang diderita
dan prognosisnya.2
2. Pengobatan non-operatif
Bed Rest
Bed rest merupakan salah satu jenis metode pengobatan, baik secara
umum
-

ataupun

hanya

lokal

dengan

mengistirahatkan

anggota

gerak/tulang belakang dengan cara-cara tertentu.2


Pemberian alat bantu
Alat bantu ortopedi dapat terbuat dari kayu, aluminium atau gips,
berupa bidai, gips korset, korset badan, ortosis (brace), tongkat atau alat
jalan lainnya. Pemberian alat bantu bertujuan untuk mengistirahatkan
bagian tubuh yang mengalami gangguan, untuk mengurangi beban tubuh,
membanu untuk berjalan, untuk stabilisasi sendi atau utuk mencegah
deformitas yang ada bertambah berat.
Alat bantu ortopedi yang diberikan bisa bersifat sementara dengn
menggunakan bidai, gips pada badan (gips korset), bisa juga untuk
pemakaian jangka waktu lama/permanen misalnya pemberian ortosis,
protesa, tongkat atau pemberian alat jalan lainnya untuk menyangga
bagian-bagian dari anggota tubuh/anggota gerak yang mengalami

kelemahan atau kelumpuhan pada penderita.2


Pemberian obat-obatan
Pemberian obat-obatan dalam bidang ortopedi meliputi:
a.
Obat-obat anti-bakteri
b.
Obat-obat anti inflamasi
c.
Analgetik dan sedatif
d.
Obat-obat khusus

26

e.
f.
g.

3.

Obat-obat sitostatika
Vitamin
Injeksi lokal.2

Pengobatan operatif
a. Amputasi
Indikasi pelaksanaan amputasi adalah:
Mengancam kelangsungan hidup penderita misalnya pada luka
remuk (crush injury), sepsis yang berat (misalnya gangren),
-

adanya tumor-tumor ganas.


Kematian jaringan baik akibat diabetes melitus, penyakit
vaskuler, setelah suatu trauma, kombusio atau nekrosis akibat

dingin.
Anggota gerak tidak berfungsi sama sekali (merupakan
gangguan atau benda asingsaja), sensibilitas anggota gerak
hilang sama sekali, adanya nyeri hebat, malformasi hebat atau

b.

osteomilitis yang disertai dengan kerusakan hebat.2


Eksostektomi
Ini adalah operasi pengeluaran tonjolan tulang/tulang rawan

c.

misalnya pada osteoma tulang frontal atau osteokondroma.2


Osteotomi
Osteotomi merupakan tindakan yang bertujuan mengoreksi
deformitas pada tulang, misalnya osteotomi tibial akibat malunion pada
tibia (akibat angulasi atau akibat rotasi) atau pada kubitus varus sendi siku
setelah suatu fraktur suprakondiler humeri pada anak. Osteotomi juga
untuk mengurangi rasa nyeri pada osteoartritis di suatu sendi. Pada
osteoartritis akibat genu varus misalnya, untuk mengurangi nyeri terutama

d.

pada kompartemen medial sendi lutut dilakukan osteotomi tinggi tibia.2


Osteosintesis
Osteosintesis adalah operasi tulang untuk menyambung dua bagian
tulang atau lebih dengan menggunakan alat-alat fiksasi dalam seperti
plate, screw, nail plate, wire/k-wire. Teknik osteosintesis yang terkenal
adalah metode AO-ASIF (Association for the Study of Internal Fixation)
yang mengadakan kursus secara teratur di Davos, Swistzerland. Prinsip
dasar metode ini adalah fiksasi rigid dan mobilisasi dini pada anggota

e.

gerak.2
Bone grafting (tandur alih tulang)

27

Dikenal tiga sumber jaringan tulang yang dapat dipakai dalam bone
graft yaitu :
- Autograft
Disebut autograft bila sumber tulang berasal dari penderita
senidri (dari kristal iliaka,kosta, femur distal, tibia proksimal atau
fibula). Daerah sumber disebut donor sedangkan daerah penerima
-

disebut resipien.
Allograft (homograft)
Disebut allograft bila sumber tulang berasal dari orang lain
yang biasanya disimpan dalam bank tulang, misalnya setelah operasi
sendi panggul atau operasi-operasi tulang yang besar. Selain itu,

allograft juga bisa dari tulang mayat.


Xenograft (heterograft)
Disebut heterograft bila sumber tulang bukan berasal dari
tulang manusia, tetapi dari spesies yang lain.2

c. Penanganan Fraktur Tertutup


1. Konservatif
Penanganan fraktur secara konservatif dapat berupa:
a. Imobilisasi dengan bidai eksterna
Indikasi: fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses
penyembuhan seperti fraktur femur.
b. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna dengan
menggunakan gips
Indikasi: diperlukan manipulasi pada fraktur displaced dan diharapkan
dapat direduksi dengan cara tertutup dan dipertahankan.
c. Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi
Dilakukan dengan beberapa cara yaitu traksi kulit dan traksi tulang.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi
Indikasi: bila reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi tidak
memungkinkan,

mencegah

tindakan

operatif,

terdapat

angulasi,

overriding, dan rotasi yang beresiko menimbulkan penyembuhan tulang


abnormal, fraktur yang tidak stabil pada tulang panjang dan vertebra
servikalis, fraktur femur pada anak mupun dewasa9 .
Terdapat empat jenis traksi kontinu yaitu traksi kulit, traksi menetap, traksi
tulang serta traksi berimbang dan traksi sliding.
2.

Reduksi terbuka dan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang

28

Metode ini merupakan metode operatif dengan cara membuka daerah


fraktur dan fragmen direduksi secara akurat dengan penglihatan langsung
menggunakan metode AO.
Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi interna: diperlukan fiksasi rigid
misalnya pada fraktur collum femur, fraktur terbuka, fraktur dislokasi yang tidak
dapat direduksi dengan baik, eksisi fragmen yang kecil, fraktur epifisis, dan
fraktur multipel pada tungkai atas dan bawah.
Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna: fraktur terbuka grade II
dan II, fraktur dengan infeksi, fraktur yang miskin jaringan ikat, fraktur tungkai
bawah pada penderita diabetes melitus.
3.

Eksisi fragmen tulang dan penggantian dengan protesis


Protesis merupakan alat dengan komposisi metal

tertentu

untuk

menggantikan bagian tulang yang nekrosis. Biasanya digunakan pada fraktur


collum femur dan sendi siku pada orang tua yang terjadi nekrosis avaskuler dari
fragmen atau nonunion.
d. Penanganan Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka merupakan keadaan gawat darurat ortopedi yang
memerlukan penanganan terstandar untuk mengurangi resiko infeksi dan masalah
penyembuhan. Prinsip dasar penanganan fraktur terbuka adalah:2,8
1.
Obati fraktur sebagai kegawatdaruratan
2.
Evaluasi awal dan diagnosis kelainan yang dapat menyebabkan kematian
3.
Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat, kamar operasi dan setelah
4.
5.
6.
7.
8.
9.

operasi
Segera lakukan debridemen dan irigasi
Ulangi debridement 24-72 jam berikutnya
Stabilisasi fraktur
Biarkan luka terbuka 5-7 hari
Lakukan bone graft autogeneous secepatnya
Rehabilitasi anggota gerak yang terkena

Tahap pengobatan fraktur terbuka:1,8


1.

Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl
fisiologis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat. Jumlah cairan
yang digunakan berbeda tergantung pada derajat fraktur terbuka, untuk
derajat I digunakan tiga liter, derajat II enam liter, dan derajat III 10 liter.

29

Larutan antibiotik dapat digunakan walaupun belum banyak literatur yang


membahasnya. Detergen (sabun) dapat pula digunakan untuk mengurangi
jumlah kuman. Hindari penggunaan larutan antiseptik karena bersifat toksik
2.

pada jaringan.
Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)
Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya dapat menjadi tempat
kolonisasi kuman sehingga diperlukan tindakan eksisi operatif pada kulit,
jaringan subkutaneus, lemak, fasia, otot dan fragmen yang lepas
(debridemen). Debridemen harus dilakukan dalam 6 jam pasca trauma untuk
mencegah infeksi dan bila perlu dapat diulangi 24 sampai 48 jam

3.

berikutnya.
Pengobatan fraktur
Fraktur dengan luka hebat memerlukan suatu traksi skeletal atau resuksi
terbuka dengan fiksasi eksterna. Traksi skeletal dapat digunakan pada
fraktur pelvis dan fraktur femur untuk sementara. Fiksasi eksternal

4.

dianjurkan pada fraktur derajat IIIA dan IIIB.


Penutupan kulit
Bila fraktur terbuka telah ditangani dalam waktu kurang dari enam jam,
sebaiknya kulit ditutup. Luka dapat dibiarkan terbuka selama beberapa hari
tapi tidak lebih dari 10 hari. Prinsipnya adalah penutupan kulit tidak

5.

dipaksakan yang dapat mengakibatkan kulit menjadi tegang.


Pemberian antibiotik
Antibiotik diberikan dalam dosis yang adekuat sebelum, saat dan sesudah
tindakan operasi. Antibiotik yang dianjurkan pada fraktur terbuka derajat I
adalah golongan sefalosporin, derajat II golongan sefalosporin dan
aminoglikosida, dan derajat III golongan sefalosporin, penisilin dan

6.

aminoglikosida.
Pencegahan tetanus
Semua pendertia dengan fraktur terbuka harus diberikan pencegahan
tetanus. Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup diberikan
toksoid dan bagi yang belum dapat ditambahkan pemberian 250 unit tetanus
imunoglobulin (manusia).

2.2.6. Komplikasi Fraktur


a. Komplikasi segera
Komplikasi yang dapat timbul segera setelah terjadinya fraktur dapat berupa
trauma kulit seperti kontusio, abrasi, laserasi, luka tembus akibat benda asing

30

maupun penetrasi kulit oleh fragmen tulang, avulsi dan skin loss,perdarahan lokal,
ruptur arteri atau vena, kontusio arteri atau vena dan spasme arteri, komplikasi
neurologis baik pada otak, sumsum tulang belakang atau saraf perifer serta
komplikasi pada organ dalam seperti jantung, paru-paru, hepar dan limpa2,5.
b. Komplikasi awal
Komplikasi awal yang dapat terjadi adalah nekrosis kulit-otot, sindrom
kompartemen, trombosis, infeksi sendi dan osteomielitis. Dapat juga terjadi
ARDS, emboli paru dan tetanus2,5.
c. Komplikasi lanjut
Komplikasi lanjut akibat fraktur dapat berupa penyembuhan abnormal dari
fraktur seperti malunion ununion delayed union, osteomielitis kronik, gangguan
pertumbuhan, patah tulang rekuren, osteomielitis kronis, ankilosis, penyakit
degeneratif pasca trauma dan kerusakan saraf.Compartement Syndrome
merupakan komplikasi yang harus diwaspadai dan dicegah, kejadian compartment
syndrome dapat memperburuk kualitas hidup pasien2,5,9.
2.2.7. Prognosis
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan.
Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa
jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada
penyembuhan fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan
apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai smapai terjadi konsolidasi.
Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik
sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga merupakan
suatu faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur.2

31

BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
- Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa
terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
-

ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa


Femur merupakan tulang terkeras dan terpanjang pada tubuh, oleh
karena itu butuh kekuatan benturan yang besar untuk menyebabkan
fraktur pada femur. Insiden fraktur femur sebesar 1-2 kejadian pada

per 10.000 jiwa penduduk setiap tahunnya.


Penyebab fraktur sangat bervariasi, baikakibat kecelakaan ketika

mengendarai mobil, sepeda motor, dan kecelakaan ketika rekreas


Fraktur femur dapat menyebabkan pasien jatuh ke dalam syok. Oleh
karena itu insidensi fraktrur femus harus segera ditangani sebagai

suatu kegawat daruratan


Dalam menegakkan diagnosis diperlukan anamnesa yang cermat,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.


Penanganan berdasarkan 4 prinsip umum yaitu recognition, reduction,
retention dan rehabilitation. Dalam bedah ortopedi dikenal 3 jenis
penanganan yaitu tanpa pengobatan, penanganan tanpa operasi dan
dengan operasi.

DAFTAR PUSTAKA

32

1. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Thighbone (femur) fracture.


[online].

2008

[cited

2011

March

3];

Available

http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00364.

from:

Rasad,

URL:

Sjahriar.

Radiologi Diagnostik, Edisi Kedua, Iwan Ekayuda (editor), FK UI,


Jakarta, 2006.
2. Apley GA, Solomon L. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem Apley. Edisi
ke-7. Jakarta, 1995. Widya Medika;
3. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Penerbit PT Yarsif
Watampone, Jakarta, 2009. Hal 82-85, 92-94, 355-361, 364
4. Putz, R., Pabst. R. Atlas Anotomi Manusia. Edisi 21. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran. 2000. Hal. 276,278.
5. Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G., Chen, John W.
Musculoskeletal Imaging in Primer of Diagnostic Imaging, 4th Edition.
Mosby Elsevier. United States. 2007. Page 408-410
6. Holmes, Erskin J., Misra, Rakesh R. A-Z of Emergency Radiology.
Cambridge University, 2004. Page 140-143
7. Sjamsuhidat. R., De Jong. Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah.. Edisi 3. Penerbit
Buku Kedokteran. Jakarta. 2010.
8. James
E
Keany,
MD.

Femur

Fracture.

In

site

http://emedicine.medscape.com/article/824856-overview#showall
9. Lawrence M Davis, MD. Magnetic Resonance Imaging (MRI). In site
http://www.emedicinehealth.com
10. Kramer. Josef., Czerny. C., Pfirrmann. Christian W., Hofmann. S.,
Scheurecker. A. In Internal Derangements of the Hip and Proximal Femur
(Including Intra- and Extra-articular Snapping Hip). Imaging of the
Musculoskeletal System. Elsevier. 2008. In site http://imaging.consult.com

33

Anda mungkin juga menyukai