Anda di halaman 1dari 8

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

JURNAL READING FOR PRESUS

TINJAUAN PUSTAKA
Benign Prostat Hipertrofi

Dikutip dari: http://emedicine.medscape.com/article/437359-overview

Pengertian
Benign prostat hyperplasia (BPH) atau disebut juga dengan benign prostat hipertrofi
merupakan diagnosis histologi dengan karakteristik berupa proliferasi dari elemen
seluler prostat. Kronik bladder obstruksi merupakan keadaan sekunder dari BPH yang
dapat menyebabkan keadaan retensi urin, renal insufisiensi, infeksi saluran kehim
berulang, gross hematuria dan bladder calculi

Anatomi Bladder

Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala pada BPH dibagi berdasarkan dua gejala yakni gejala obstruktif dan gejala
iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh otot detrusor gagal berkotraksi dengan cukup kuat
dan cukup lama. Sedangkan gejala iritatif disebabkan oleh pengosongan kantung kemih yang
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

JURNAL READING FOR PRESUS

tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada
kandung kemih sehingga vesika berkontraksi meskipun belum penuh.
Tanda dan Gejalanya diantaranya:
1. Urinary Ferquency
2. Urinary Urgency
3. Nocturia
4. Incomplit bladder emptying: Perasaan persisten atau rasa tidak nyaman setelah selesai
buang air
5. Hesistancy: Kesulitan untuk menginisiasi berkemih, terputus saat berkemih dan pacaran
urin yang lemah
6. Straining : membutuhkan tekanan berlebih (valsava maneuver) untuk menginisiasi dan
menjaga urin yang keluar
7. Penurunan pancaran urin
8. Dribbling

Diagnosis
Dalam mendiagnosis BPH, kita memerlukan tatalaksana yang komprehensif meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
1. Anamnesis
Dilakukan anamnesis secara komprehensif mulai dari riwayat penyakit sekarang,
penyakit dahulu, riwayat keluarga, riwayat personal social dll. Untuk melihat
keparahan BPH dalam mempengaruhi kualitas hidup, maka digunakan skor IPSS
(international prostate symptom score). Idealnya IPSS diberikan kepada pasien,
kemudian pasien yang melakukan penilaian selama 1 bulan dirumah.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

JURNAL READING FOR PRESUS

Pada keadaan skor 7, kita dapat melakukan tatalaksa watchful waiting, yakni dengan
melakukan edukasi kepada pasien untuk menghindari hal- hal seperti:
1. Jangan banyak minum kopi atau alcohol setelah makan malam
2. Kurangi konsumsi makanan/ minuman yang dapat mengiritasi buli
3. Kurangi makanan pedas
4. Jangan menahan kencing terlalu lama
Pasien dengan skor dapat diedukasi untuk melakukan kontrol 6 bulan kemudian untuk
dinilai kembali SKOR IPSS nya
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

JURNAL READING FOR PRESUS

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi:
1. Penilaian pada bagian suprapubic
untuk menilai apakah ada tanda- tanda distensi buli dan retensi urin
2. Penilaian Rectal Toucher
Penilaian rectal toucher meliputi spinchter ani, mukosa anus, konsistensi prostat,
asimetris/ simetris, nodul (tanda- tanda kearah malignancy)
Penilaian rectal toucher dapat dilakukan dengan menggunakan jari telunjuk, saat
penilaian rectal toucher kita juga dapat menilai pool teratas dari prostat serta
penonjolan prostat kearah rectum
3. Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat dilakukan melalui abdominal, renal dan transrectal.
USG mermanfaat untuk menilai keadaan vescia urinaria, ukuran prostat
dan derajat dari hyronefrosis pada pasien dengan retensi urin atau tanda
adanya renal insufisiensi
Endoscopi lower urinary tract
Dapat dilakukan dengan sistoskopi. Sistoskopi diindikasikan pada pasien
yang sudah direncanakan untuk dilakukan invasive treatment atau dengan
adanya kecurigaan kearah keganasan dan adanya benda asing. Endoskopi
juga direkomendasikan pada pasien dengan IMS, pemakaian kateter
jangka panjang atau trauma
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium meliputi urinalis untuk memeriksa adanya
darah, leukosit, bakteri, protein dan glukosa, pemeriksaan urin culture,
pemeriksaan prostat specific antigen, pemeriksaan elektrolit, BUN dan
kreatinin.
Pemeriksaan lainnya meliputi pancaran urin, penilaian urodinamik urin,
PVR urin dll
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

JURNAL READING FOR PRESUS

Patofisiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat,
tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat
adalah:
Teori Hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara
hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron menurun dan terjadi
konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan
enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada
stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya
proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma.
Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan
menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan
terjadinya pembesaran prostat.
Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon
androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya
usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan
penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon
gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari
fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi
terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)
Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
Terdapat empat peptic growth factor yaitu: basic transforming growth factor, transforming
growth factor b1, transforming growth factor b2, dan epidermal growth factor.
Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkuramgnya sel yang mati
Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

JURNAL READING FOR PRESUS

Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa berada
dalam keadaan keseimbangan steady state, antara pertumbuhan sel dan sel yang mati,
keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang
dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel
stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi
abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel
kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.
Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar
adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin menjadi sex
hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas.
Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam target cell yaitu sel prostat melewati
membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh
enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan
reseptor sitoplasma menjadi hormone receptor complex. Kemudian hormone receptor
complex ini mengalami transformasi reseptor, menjadi nuclear receptor yang masuk
kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA.
RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar
prostat.

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-
buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel
buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih
sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-
gejala prostatismus.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

JURNAL READING FOR PRESUS

Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase
dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi
urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter.
Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan
akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.

Managemen
Managemen untuk BPH meliputi managemen konservatif dan operatif. Mangemen
medikamentosa ditujukan untuk mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen
dinamik dan mengurangi volume prostat
1. Medikamentosa
Antagonis adrenergic reseptor
Bekerja dengan cara memblok efek postganglionic sinaps pada otot halus dan
glandula eksokrin. Adrenergic reseptor bloker bekerja dengan cepat pada 36 jam
pertama setelah memulai pengobatan. Adrenergic reseptor bloker dibagi menjadi:
1. Nonselective alpha- blockers : Phenoxybenzamine
2. Selective short- acting alpha-1 blockers: prazosin, alfuzosin, indoramin
3. Selective long- acting alpha-1 blockers: terazosin, doxazosine
4. Partial subtype (alpha-1 a) selective agent: tamsulosin, sidolosin
5- alpha reductase inhibitor
Bekerja dengan mengatasi symptom dari BPH dengan mencegah konversi dari
testosterone ke DHT. Apabila level DHT turun, maka diharapkan terjadi penurunan
ukuran dari prostat. 5- alpha reductase inhibitor bekerja untuk proses jangka panjang,
yakni pada waktu minimal 6 bulan. Contohnya: finasteride dan dutasterid
Phosphodiesterase- 5 enzym inhibitors
Bekerja dengan memediasi relaksasi dari otot halus pada lower urinary tract.
2. Operatif
Operatif dapat berupa minimal invasive surgery dan invasive surgery
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

JURNAL READING FOR PRESUS

Transurethral Incision of prostate (TUIP)


Lasers
Termed Transuretral microwave therapy (TUMT)
Transurethral Needle Ablation
Transuretral Resection of Prostate (TURP)
TURP diindikasikan pada keadaan :
1.Failure medical therapy
2.Acute Urinary Retention
3.Recurrent Gross Hematuria
4.Failed Voiding Trials
5.Urinary Tract Infection
6.Renal Insufficiency
Open Prostatectomi
1. Patient dengan prostat sangat besar >75gr
2. Patient dengan batu buli
3. Bladder deverticula
4. Patient yang tidak dapat diposisikan pada keadaan transurethral surgery

Yogyakarta, 1 Desember 2016

dr. Moh. Feri Yulianto, Sp.B

Anda mungkin juga menyukai