Anda di halaman 1dari 9

Benign Protrate Hyperplasia

Pendahuluan

BPH adalah kondisi jinak perbesaran dari kelenjar prostat yang jika sudah mencapai ukuran
tertentu akan menyebabkan sumbatan pada uretra pars prostatika dan menyebabkan LUTS dan lebih
lanjut akan menyebabkan retensi urin. Ukuran prostat normal ada di kisaran kurang dari 40 ml dengan
berat sekitar 20-30 gram. Angka kejadian 50% pada usia 60 dan 80% pada usia 80 ke atas. BPH lebih
sering terjadi pada area transisional sedangkan kanker prostat pada area perifer. Zona pada prostat itu
dibagi menjadi perifer, sentral, transisional, fibromuskular anterior, dan parauretra.

Etiologi

Terdapat beberapa teori terjadinya BPH, antara lain ada 5 teori yang saat ini masih
dipertimbangkan yaitu dihidrotestosteron, ketidakseimbangan estrogen-testosteron, reaksi stroma dan
epitel, penurunan apoptosis, dan teori stem sel.

Teori Dihidrotestosteron

Pada teori ini dikatakan bahwa terjadi peningkatan sensitivitas prostat terhadap DHT. DHT
adalah metabolit aktif testosteron setelah diubah oleh 5 alpha reduktase dan NADPH menjadi DHT. DHT
ini akan berikatan dengan mRNA inti dan meingkatkan sintesis protein growth factor sehingga akan
menyebabkan peningkatan proliferasi sel stroma atau epitel. Pada pasien BPH tidak ditemukan
peningkatan DHT tapi 5AR dan sensitivitas BPH terhadap DHT meningkat.

Ketidakseimbangan Estrogen dan Testosteron

Pada teori ini menjelaskan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan rasio
estrogen:testosteron. Dimana testosteron akan menurun dan estrogen tetap sehingga estrogen menjadi
relatif tinggi. Ini akan menyebabkan meningkatnya sensitivitas prostat terhadap hormon androgen,
memperpanjang usia sel atau mencegah apoptosis, memperbanyak jumlah reseptor androgen.

Reaksi Stroma-Epitel

Pada teori ini sel stroma dikatakan bahwa sel stroma akan mempengaruhi perkembangan sel
epitel dengan produksi growth factor setelah bereaksi dengan DHT. Sel stroma akan menginduksi
proliferasi sel stroma denga intakrin atau autokrin dan akan menginduksi sel epitel secara parakrin.

Berkurangnya Kematian Sel Prostat


Belum ada penjelasan jelas kenapa hal ini bisa terjadi namun diperikarakan estrogen
menghambat kematian sel, hormon androgen juga diperkirakan memiliki peran karena setelah kastrasi
terjadi peningkatan apoptosis. Faktor TGFbeta meningkatkan apoptosis.

Teori Stem Sel

Terdapat stem sel pada kelenjar prostat yang dapat berdiferensiasi menjadi sel apa saja untuk
memperbaiki kerusakan kelenjar prostat. Namun pada pasien BPH terajadi abnormalitas proliferasi stem
sel sehingga meningkatkan massa dan volume prostat. Proliferasi yang ekstensif ini dipengaruhi oleh
hormon androgen.

Patofisiologi

Proses munculnya gejala pada pasien BPH terjadi akibat adanya obstruksi uretra akibat
sumbatan statik dan dinamik dari prostat dimana sumbatan statik adalah peningkatan volume prostat
itu sendiri sedangkan dinamik adalah peningkatan tonus otot polos pada stroma prostat, leher buli, dan
kapsul yang dipersrafi oleh saraf pudendal.

Obstruksi yang terjadi secara terus menerus ini akan menyebabkan otot buli untuk bekerja lebih
keras dalam mengeluarkan buli sehingga dalam jangka panjang dapat menyebabkan hipertrofi otot buli,
divertikel buli, trabekulasi, sakula, dan selula. Jika obstruksi terus berlanjut maka buli akan mengalmai
kelelahan sehingga tidak bisa mengeluarkan urin dan terjadi refluks vesikoureter dimana akan terjadi
hidroureter dan hidronefrosis yang berujung pada gagal ginjal. Pada pasien BPH terjadi perubahan rasio
antara sel stroma dan epitel dimana pada kondisi normal berada pada stroma:epitel 2:1 menjadi 4:1
pada pasien BPH. Ini akan menyebabkan tidak hanya peningkatan volume secara keseluruhan tapi juga
tonus otot polos pada stroma.

Diagnosis

Gambaran Klinis

Keluhan pada saluran kemih bawah

Keluhan pada saluran kemih bawah terjadi akibat obstruksi uretra. Obstruksi ini akan
menyebabkan keluhan LUTS seperti gejala voiding, storage, dan pasca miksi. Keluhan LUTS ini dievaluasi
menggunakan I-PSS skoring. I-PSS skoring terdiri dari berbagai macam pertanyaan yang mengidentifikasi
keparahan dari gejala LUTS. Skor keluhan miksi diberi nilai 0-5 dan kualitas hidup 1-7.Hasil dari I-PSS
skoring diinterpretasikan sebagai berikut : 0-7 (ringan), 8-19 (sedang), 20-35 (berat).

Timbulnya gejala LUTS ini sebenarnya adalah bentuk kompensasi buli terhadap obstruksi yang
sedang terjadi. Namun jika terjadi terlalu lama atau ada kondisi dimana buli tiba-tiba penuh atau prostat
membesar maka buli tidak bisa lagi mengeluarkan urin atau dekompensasi dan terjadi retensi urin atau
inkontinensia paradoksa. Faktor pencetus yang dapat menyebabkan retensi urin akut adalah sebagai
berikut : (1) penuhnya buli secara tiba-tiba bisa disebabkan oleh konsumsi zat diuretik atau konsumsi air
yang terlalu banyak, (2) massa prostat tiba-tiba membesar seperti pada saat setelah berhubungan
seksual, (3) pasien mengkonsumsi obat antikolinergik yang menurunkan tonus otot buli. Pasien juga
dapat mengeluhkan urin yang menetes tanpa disadari atau disebut dengan inkontinensia paradoksa.

Gejala pada saluran kemih atas

Gejala pada saluran kemih atas terjadi setelah adanya obstruksi yang lama dan terjadi refluks
sehingga terjadi hidronefrosis yang ditandai dengan benjolan, nyeri pada pinggang, dan demam akibat
pielonefritis atau urosepsis.

Gejala di luar saluran kemih

Pasien juga dapat datang dengan keluhan hernia inguinalis akibat sering mengedan saat BAK.
Pada pemeriksaan palpasi aan ditemukan buli penuh yang teraba sebagai massa kistik suprapubis. Dari
pemeriksaan colok dubur pada BPH akan ditemukan prostat membesar dengan konsistensi kenyal dan
lobus simetris tanpa nodul. Selain itu juga diperhatikan spinchter ani untuk mengeksklusi buli
neurogenik. Pada karsinoma prostat, colok dubur akan memberikan gambaran massa prostat
membesar, keras, bernodul, dan tidak simetris.

Laboratrium

Pemeriksaan laboratorium salah satunya adalah sedimen urin untuk mengetahui apakah
terdapat infeksi, inflamasi, atau batu yang menjadi faktor pembesar prostat. Selain itu faal ginjal juga
diperiksa untuk melihat apakah sudah terjadi komplikasi saluran kemih atas. Kadar gula darah juga
dilakukan untuk mengetahui apakah pasien mengidap DM untuk mengeksklusi buli neurogenik. Lalu
pemeriksaan yang khusus sebagi penanda BPH atau karsinoma prostat adalah PSA dimana jika masih
4mg/dl maka masih normal dan di atas itu mengindikasikan risiko untuk mengalami karsinoma prostat.
Pencitraan

Penunjang pencitraa untuk BPH dapat dilakukan dengan foto polos, USG, dan IVU. Pemeriksaan
foto polos ini dapat digunakan untuk melihat apakah terdapat batu kalsium pada saluran kencing yang
menyebabkan obstruksi dan juga bayangan buli yang menunjukan bahwa buli penuh.

USG dapat dilakukan secarra TAUS atau TRUS. Fungsi dari USG ini adalah sebagai berikut : (1)
memperkirakan ukuran dari prostat, (2) menenutkan IPP atau intravesikal prostate protrution, (3)
mencari apakah terdapat kelainan di dalam buli seperti batu, bekuan darah, dll, (4) untuk mengukur sisa
residu urine, (5) untuk mengetahui kondisi ginjal apakah terjadi hidronefrosis atau tidak. USG TRUS juga
digunakan sebagai pengarah saat melakukan biopsi prostat. IPP diukur dengan USG dan dapat
diklasifikasikan sebagai derajt ringan dengan IPP 1,5 mm, derajat sedang 5-10 mm, dan derajat berat di
atas 10 mm. Pasien dengan IPP ringan biasanya tidak akan menunjukan gejala saluran kemih yang
signifikan, residu urin <100 ml, dan tidak memerlukan terapi pembedahan. Sebaliknya pada pasien
dengan derajat IPP yang tinggi pasien akan lebih mungkin menunjukan gejala saluran kemih, residu urin
>100 ml, dan perlu terapai yang lebih agresif.

IVU atau intra vena urografi adalah foto polos dengan penggunaan kontras intravena dengan
tujuan sebagai berikut: (1) mengindentifikasi kelainan seperti hidronefrosis dan hidroureter, (2) melihat
apakah terdapat protrusi dari prostate yag terlihat dengan tampaknya lengkungan pada dasar buli, (3)
apakah teradapat kelainan pada buli seperti divertikel dan sakula. Namun saat ini IVU sudah tidak
direkomendasikan untuk BPH.

Pemeriksaan Lain

Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan adalah uroflometri untuk mengtahui kemampuan
berkemih pasien. Dari uroflometri dapat kita ketahui hal-hal seperti total urin, durasi miksi, pancaran
maksimal, waktu mencapai pancaran maksimal, dan rate miksi.

Terapi

Terapi dari prostat dibagi menjadi observasi, medikamentosa, dan pembedahan. Tujuan dari
terapi BPH adalah untuk (1) membaiki keluhan kemih, (2) meningkatkan kualitas hiduo, (3) mencegah
munculnya komplikasi, (4) mengurangi jumlah residu urin, (5) mengembalikan fungsi ginjal jika sudah
mengenai ginjal. Terapi juga harus dilakukan pada pasien dengan I-PSS tinggi karena BPH adalah
penyakit yang progresif. Ini artinya semakin bertambah usia maka (1) prostat akan semakin membesar,
(2) keluhan berkemih akan semakin berat, (3) penyulit yang muncul akan makin banyak.

Observasi (watchful waiting)

Terapi ini dipilih pada pasien dengan keluhan kemih yang tidak terlalu berat atau dengna skor I-
PSS dibawah 7. Keluhan LUTS pada pasien BPH tidak selalu bertahan dan memburuk namun terkadang
juga bisa hilang dengan sendirinya. Maka dai itu pada beberapa pasien cukup dilakukan observasi
selama 3 minggu, 6 mingggu, 3 bula, 6 bulan, dan 1 tahun untuk evaluasi ulang menggunakan I-PSS.
Selama observasi ini pasien juga diberikan informasi beberapa hal ang harus dihindari seperti: (1)
mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang bersifat dretik seperti the, kopi, dan alkohol, (2)
usahakan tidak minum banyak 1-2 jam sebelum tidur, (3) mengurangi penggunaan obat flu yang
mengandung fenilpropanolamin, (4) tidak menahan kencing. Jika dari hasil evaluasi ditemukan adanya
perburukan keluhan kemih maka pilihan terapi harsus diganti.

Medikamentosa

Pilihan pengobatan pada BPH ada beberapa macam yaitu menggunakan inhibitor adrenergik α,
5α-reduktase inhibitor, dan fitofarmaka. Penggunaan obat ini bisa dilakukan sendiri atau kombinasi.

Inhibitor adrenergik α

Ini adalah obat yang digunakan untuk melemaskan kontraksi otot polos pada prostat untuk
mengurangi obstruksi. Sekarang sudah terdapat obat inhibitor adrenergik α1A yang sangat spesifik pada
prostat sehingga mengurangi efek samping seperti hipotensi ortostati dan gangguan kardiovaskular
lainnya. Obat golongan ini contohnya adalah alfusosin (10 mg/hari), silodosin (8mg/hari), dan tamsulosin
(0,4 mg/hari titrasi maksimal 0,8mg/hari).

5α-reduktase inhibitor

Obat ini memiliki fungsi untuk menginhibisi kerja enzim 5αreduktase sehingga menurunkan
produksi DHT sehingga menurunkan jumlah proliferasi sel dan meningkatkan apoptosis sel dan
menurunkan volume prostat itu sendiri. Contoh obat golongan ini adalah finasterid(5mg/hari) dan
dutasterid (0,5 mg/hari). Efek samping dari golongan obat ini adalah ginekomastia, disfungsi ereksi,
gangguan ejakulasi, dan penurunan libido.
Phosphodiesterase-5 inhibitor

Obat ini bekerja dengan cara merelaksasi otot polos pada leher buli dan juga prostat sehingga
memperbaiki keluhan LUTS. Cara kerja lebih spesifiknya adalah meningkatkan kadar nitric oxide
sehingga terjadi relaksasi otot polos. Obat ini umumnya digunakan sebagai terapi disfungsi ereksi namun
saat ini juga bisa digunakan untuk menangani LUTS. Dibandingka 5ARI yang dapat menyebabkan
disfungsi ereksi , PDE5I bisa sebagai alternati. Hanya taldalafil yang disepakati dapat digunakan sebagai
terpai BPH. Efek samping dari obat ini termasuk sakit kepala, kemerahan, kongesti hidung, dan
gangguan penceranaan.

Pembedahan

Pembedahan dilakukan untuk mecapai perbaikan kondisi yang lebih cepat dimana pada
penggunaan medikamentosa memerlukan waktu lebih lama untuk mendapatkan hasil. Pembedahan
dilakukan pada pasien yang (1) tidak membaik dengan pemberian medikamentosa, (2) mengalami
retensi urin akut, (3) memiliki banyak penyulit akibat obstruksi urin pada jangka waktu yang panjang, (4)
ISK berulang, (5) hematuria. Pilihan terapi pembedahan ada beberapa yaitu operasi terbuka, TURP
(Reseksi Prostat Trans Uretral), TUIP (Insisi), Elektrovaporasi, Laser, dan tindakan invasif minimal
(termoterapi, HIFU, TUNA, dan stent).

Pembedahan terbuka

Enukleasi kelenjar prostat secara terbuka dapat dilakukan melaui beberapa jalaur sepert
transperineal, transvesika (freyer), dan retropubik (milin). Teknik ini adalah teknik paling, invasif, dan
paling efektif dalam menanganin prostat dengan keberhasilan 80-100%. Namun komplikasi yang
disebabkan juga paling banyak dimana dibandingkan TURP dan TUIP kejadian striktur uretra dan
ejakulasi retrograde lebih tinggi pada pembedahan terbuka. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah
inkontinensia, impotensi, dan kontraksi leher buli. Pembedahan terbuka disarankan untuk prostat
dengan ukuran >100 gram.

Endourologi (TURP, TUIP, Elektrovaporasi, dan Laser)

1. TURP

TURP adalah sebuah metode bedah endourologi yang menggunakan cauter berbentuk setengah
bola untuk mengikis prostat dimana kikisan ini disebut cip. Untuk membersihkan lapangan pandang,
daerah operasi selalu dialiri cairan. Cairan yang dipilih adalah nonionic agar tidak mengantarkan listrik.
Cairan yang murah dan baik adalah aquades. Namun aquades ini bersifar hipertonik hipoosmolar
sehingga bisa masuk ke pembuluh darah dan menyebabkan keracunan dan hiponatremi negatif dimana
bisa terjadi sindroma turp (tensi tinggi, bradikardi, gelisah) dan bisa berujung pada edema otak dan
kematian. Untuk menghindari ini maka biasanya dipasang kateter suprapubik untuk mengeluarkan
cairan agar tidak menumpuk atau menggunakan cairan lain seperti glisin namun harganya mahal.
Penyulit TURP dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Selama operasi Dini Lanjut


Perdarahan Infeksi lokal infeksi Inkontinensia
Sindroma TURP Perdarahan Disfungsi ereksi
Perforasi Striktur uretra
Ejakulasi retrograd

2. TUIP

Pada pasien yang umur masih muda, tidak ada perbesaran lobus medial, maka hanya diperlukan
insisi pada leger buli untuk memperluas jalan urin. Sebelum melakukan tindakan ini harus dipastikan
bahwa perbesaran prostat bukan karena karsinoma prostat melalui colok dubur, TRUS, dan PSA.

3. Elektrovaporasi Prostat

Ini adalah metode yang mirip seperti TURP hanya saja menggunakan bola elektrik yang bisa
menimbulkan suhu tinggi sehingga mengevaporasi jaringan prostat. Teknik ini memiliki kemungkinan
perdarahan yang lebih kecil, waktu rawat RS yang lebih singkat. Namun hanya disarankan untuk ukuran
prostat <50 gram dan waktu operasinya lama.

4. Laser Prostatektomi

Jadi pada metode ini menggunakan fiber yang akan memancarkan energi cahaya yang akan
memanaskan prostat hingga mengalami evaporasi. Namun pada teknik ini kemungkinan harus dilakukan
terapi ulang sebanyak 2%. Sering menimbulkan disuria dan tidak bisa langsung berkemih setelah
beroperasi. Tindakan ini dilakukan pada pasien yang tidak bisa melaksanakan TURP.

Tindakan Invasif Minimal

Termoterapi
Metode ini memasukan antera ke dalam uretra tanpa pembiusan dan melakukan pemanasan
pada prostat dengan dibantu komputer. Metode ini memanaskan prostat pada suhu 44-60 derajat
hingga terjadi nekrosis kagulasi pada prostat. Bisa digunakan pada pasien yang tidak bisa menjalani
TURP namun dengan ukuran yang kecil.

TUNA

Ini menggunakan kateter tuna yang diujungnya teradapat jarum yang bisa memanas dan
mengakibatkan nekrosis koagulasi. Jalur masuk kateter dari buli menggunakan sistoskop dengan
xylocane sebagai agen anestesi topikal. Pasien sering kali masih mengeluhkan hematuria, disuria, retensi
urine, dan epididimo-orkitis.

Stent

Pemasangan stent ini bertujuan utntuk membuka uretra pada pars prostatika untuk
menghilangkan obstruksi. Stent ini ada yang permanen dan temporal. Temporal biasanya terbuat dari
silikon dan bahan yang tidak bisa terikat dengan epitel uretra, sedangkan stent permanen terbuar dari
metal yang bisa melekat dengan uretra. Untuk stent temporal perlu diganti setiap 6-36 bulan.

HIFU

Metode ini menggunakan gelombang suara yang difokuskan pada prostat untuk menimbulkan
nekrosis pada jaringan prostat. Alat ini dimasukan melalui transrektal dan memerlukan anestesi lokal.

Kontrol Berkala

Dari penelitian Prostatektomi dengan cara apapun memang akan mengurangi gejala voiding
namun tidak dengan gejala storage. Ini kemungkinan terjadi karena ada overaktivasi otot detrusor
karena selama ini mengalami obstruksi.

Watchfull waiting memiliki waktu kontrol sekitar 6 bulan dengan evaluasi ulang menggunakan I-
PSS, residu urine, dan uroflometri.

Pasien dengan 5ARI harus kontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6 untuk evaluasi kembali.
Pasien dengan 5A adrenergik inhibitor perlu kontrol setelah 6 minggu lalu 6 bulan. Jika tidak ada
perbaikan maka harus dipertimbangkan untuk terapi lain.

Pada pasien yang menjalani terapi pembedahan kontrol harus dilakukan pada minggu ke-6, 3
bulan, 6 bulan, dan setiap tahun untuk mengevaluasi perubahan kondisi pasien.

Anda mungkin juga menyukai