Anda di halaman 1dari 8

reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari

kelenjar prostat mengalami hiperplasi. Teori ini didukung pada praktek


klinis dengan pemberian 5α-reduktase inhibitor yang menghambat
perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron, dalam waktu 3-6 bulan
akan membuat pengurangan volume prostat 20-30%.
2. Ketidakseimbangan hormon estrogen-testosteron
Pada proses penuaan pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma. Diketahui
bahwa estrogen di dalam prostat berperan pada terjadinya proliferasi sel-sel
kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitiviras sel –sel prostat
terhadap rangsangan hormone androgen, meningkatkan jumlah reseptor
androgen, dan menurunkan jumlah kematian terprogram sel-sel prostat
(apoptosis). Sehingga meskipun rangsangan terbentuknya sel- sel baru akibat
rangsangan testosterone menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada
mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat menjadi lebih
besar.
3. Interaksi stroma-epitel
Peningkatan epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma
dan epitel.
4. Berkurangnya kematian terprogram (apoptosis) sel prostat
Pada jaringan normal terdapat keseimbangan antara laju proliferasi dengan
kematian sel. Pada saat pertumbuhan prostat sampai dewasa, penambahan
jumlah sel prostat seimbang dengan sel yang mengalami apoptosis.
Berkurangnya jumlah sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan
jumlah sel prostat meningkat sehingga terjadi pertambahan massa prostat.
5. Teori sel punca
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk
sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel punca yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Sel punca yang
meningkat
Manifestasi klinis
Manifestasi Klinik Benigna Prostat Hiperplasia ( BPH )
 Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah ( LUTS ) terdiri atas gejala
obstruksi dan iritatif. Gejala obstruksi yang nampak antara lain: hesitansi,
pancaran miksi lemah, intermitensi, miksi tidak puas dan menetes setelah miksi;
sedangkan pada gejala iritatif gejalanya antara lain: terjadi frekuensi, nokturi,
urgensi dan disuri.
 Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan pada saluran kemih bagian atas berupa gejala obstruksi antara lain:
nyeri pinggang, benjolan dipinggang (yang merupakan tanda dari
hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari ifeksi atau urosepsis.
Gejala diluar saluran kemih
Keluhan yang muncul antara lain adanya hernia inguinalis atau hemoroid.
Kedua penyakit ini timbul karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
meningkatkan tekanan intraabdominal. Pada pemeriksaan fisik didapatkankan
buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus didaerah supra simfisis
akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes tanpa
disadari oleh pasie yang merupakan tanda dari inkontinensia paradoksa.

Klasifikasi

Derajat berat BPH menurut Tanto (2014) adalah sebagai berikut :

1. Stadium I Ada obstruksi tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine
sampai habis.

2. Stadium II Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine
walaupun tidak sampai habis masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa tidak
enak saat BAK atau disuria dan menjadi nocturia.

3. Stadium III Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc

4. Stadium IV Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan. Urine
menetes secara periodik.
Patofisiologi

Sejalan dengan bertambahnya umur, kelenjar prostat akan mengalami


hyperplasia. Jika prostat membesar, maka akan meluas ke atas (kandung kemih)
sehingga pada bagian dalam akan mempersempit saluran uretra prostatica dan
menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan intravesikal. Sebagai
kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan kandung
kemih berkontraksi lebih kuat agar dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang
terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi dari kandung kemih berupa:
hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula, dan divertikel
kandung kemih.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks
vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh kedalam gagal ginjal.
Obstuksi yang diakibatkan oleh hyperplasia prostat benigna tidak hanya
disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tapi juga
disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat dan
otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis
yang berasal dari nervus pudendus.
Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada
prostat normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, pada BPH
rasionya meningkat menjadi 4:1, hal ini dikarenakan terjadi peningkatan tonus
otot polos prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa
prostat yang menyebabkan obstruksi komponen static sedangkan tonus otot polos
yang merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.
Komplikasi

1. Perdarahan

2. Inkotinensia
3. Batu kandung kemih
4. Retensi urine
5. Impotensi
6. Epididimitis
7. Haemorhoid, hernia, prolaps rectum akibat mengedan
8. Infeksi saluran kemih disebabkan karena catheterisasi
9. Hydronefrosis

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit


dan kadar gula digunakan untuk memperoleh data dasar
keadaan umum klien.

b. Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.

c. PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai


kewaspadaan adanya keganasan.

2. Pemeriksaan Uroflowmetri

Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin.


Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter
dengan penilaian:

a. Flow rate maksimal > 15 ml / dtk = non obstruktif.

b. Flow rate maksimal 10 – 15 ml / dtk = border line.

c. Flow rate maksimal < 10 ml / dtk = obstruktif


Daftar isi

https://eprints.umm.ac.id/77074/3/BAB%20II.pdf
Tanto. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta
Wijaya, S. A. & Putri, M. Y. 2013. Keperawatan Medikal Bedah: Keperawatan Dewasa, Teori,
Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika
Birowo P, Rahardjo D. Pembesaran Prostat Jinak. Jurnal Kedokteran & Farmasi Medika. 2002.
No 7 http://fkui.co.id/urologi/ppj.mht (diakses pada tanggal 15 Februari 2016

Anda mungkin juga menyukai